Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA H-Virus

Maraton baca ceritanya dari page1....
Menjanjikan dan memberi thema menarik diantara cerbung yang ada
 
Wuihhh update jg setelah hampir setahun. Semoga kali ini lancar smp tamat yaa...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Maaf, ini ada musibah. Data tulisan kisah ini hilang karena kerusakan....
Jadi lamaaa tidak bisa update. Akhirnya, ditulis lagi.... masih di plot yang sama tapi tentunya ada 'rasa' yang sedikit berbeda.

Semoga tetap menghibur para semproters yang budiman semua.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
MUTAN

Diceritakan oleh Santi

Bandara Ngurah Rai malam itu nampak penuh orang. Tetapi aku.... Aku tidak tahu bagaimana kami bisa tiba di sini secepat itu. Tidak ada ingatan apapun tentang perjalanan yang terjadi. Yang teringat hanyalah erangan nikmat, aku merasakan hebatnya batang kemaluan kekasihku, sangat kuat, sangat cepat. Sangat jantan. Dan aku merasa pegal di seluruh tubuhku, setelah aktivitas setengah jam yang hebat di atas bak truk yang berjalan.

Kalau saja tidak terjadi serangan itu, mungkin aku tidak punya kesan apapun atas perjalanan ini. Tetapi rasanya kini sesuatu yang gila-gilaan. Bahkan, aku merasa gemetar hanya dengan melangkah masuk ke Bandara. Rasanya, apapun bisa segera terjadi, dan aku harus berjuang lagi. Bertempur lagi. Ngeseks lagi.

Aku menggeleng-gelengkan kepala. Apa-apaan ini? Sekarang aku berada di Bandara, dengan tingkat keamanan tinggi. Apalagi yang bisa terjadi di sini? Lagipula, Rio dengan gagah berjalan di sebelah kananku. Di sebelah kiriku ada Dr. Maureen Raskin, dan di sisi kiri jauh sana ada Kawana. Aku tahu betapa hebatnya dia berkelahi, aku sudah melihatnya. Lalu, Rio juga sanggup melakukan hal-hal yang menakjubkan.

Dr. Raskin pasti akan selamat. Begitu pula dengan diriku. Semua aman, kami mengantri di counter check-in. Katanya Rio sih, Kawana dan Dr. Raskin akan terus berangkat, sementara aku dan Rio akan terus balik lagi ke Ibukota. Liburan selesai.

Aku melirik Rio. Membayangkan penisnya kembali menerobos liangku yang sekarang terasa agak gatal. Ahhh.... Aku merasa tubuhku sedikit panas. Tenggelam dalam lamunan ini, aku tidak memperhatikan ke mana kaki melangkah, karena Kawana yang berjalan mengarahkan kami semua.

Dan tempat check in ini, kenapa letaknya di ujung sekali? Dan kenapa sepi?
Eh, ternyata ada beberapa turis lain di belakang kami. Baiklah, aku harus bersikap biasa saja, bukan? Jangan terlalu memperhatikan. Lihat saja ke depan, tidak perlu melirik-lirik... Tapi aku merasa ada sesuatu yang ganjil mengenai turis-turis di belakangku.

Tiba-tiba aku merasa leherku sakit tertusuk sesuatu. Jarum?

Aku merasa dunia berputar. Mataku gelap. Aku....

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Dr. Maureen Raskin memandang iba pada kedua anak muda yang tergeletak tidak sadarkan diri. Tapi kini tidak ada banyak waktu lagi, mereka harus secepatnya mengetahui apa anti-gen yang terdapat pada Rio, dan apa yang terjadi dengan tubuh Santi. Virus itu pasti sudah menular oleh hubungan seks, dan kedua pemuda pemudi ini sangat aktif. Bukankah sepanjang jalan di truk tadi bahkan mereka berhubungan seks?

Orang waras mana yang mau berhubungan seks di atas truk yang berjalan? Tapi, seluruh perilaku yang muncul akibat H-Virus itu memang tidak masuk akal. Semuanya harus segera diteliti. Dr. Raskin mengambil smartphonenya. Untung tidak hilang, dan tetap bisa berjalan dengan baik setelah mengalami peristiwa tadi. Haaahh.... Well...

"Jennifer? Kami sudah sampai di terminal. Paket siap diantarkan."
"Oh, thank God Maureen! Kalian mengalami serangan?"
"Ya, ada orang-orang yang menyerang. Tapi kami semua selamat."
"Great! Jalankan tahap ekstraksi. Kita akan segera bertemu."
"Oh, Jen. See you soon."

Dr. Raskin menutup teleponnya. Ia mendengar suara 'klik' di belakangnya. Refleks, Dr. Raskin berusaha menoleh ke belakang.

Terlambat. Sebutir peluru dari senjata dengan peredam suara tepat menghantam pelipis. Dr. Maureen Raskin seketika itu juga meninggal di tempat.
Begitu juga dengan Kawana. Dua tubuh tergeletak dengan darah mulai menggenangi lantai. Dua tubuh lain yang tidak sadarkan diri dimasukkan ke dalam kantung.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aku membuka mata dengan rasa silau. Dan dingin. Apa ini?

Aku berada di sebuah ruangan dengan empat dinding kaca cermin. Sebuah pintu tertutup tirai ada di sebelah kanan. Kedua tanganku terikat ke ranjang, begitu pula dengan kakiku. Dengan sekuat tenaga aku berusaha menggerakkan tangan dan kami, tanpa berdaya. Aku terikat kuat... Ini borgol baja.... hah?

Dan selain borgol stainless steel yang terpasang pada tangan dan kaki, aku tidak mengenakan apa-apa lagi. Menyadari keadaan ini, hal pertama yang aku ingat adalah Rio. Maka, aku berusaha memanggil nama itu, sekuat-kuatnya.

"RIO!! RIIOOOO!!"

Tak ada jawaban. Yang muncul dari balik tirai justru seorang laki-laki.... dan dia telanjang. Aku melihat penisnya berdiri tegak. Aku menjadi panik, tapi kaki dan tangan terikat. Kedua kakiku terentang, terbuka. Liang kemaluanku terpampang tanpa memikirkan lagi malu. Dan lelaki itu menunduk, mencium.

Ia menjilat vaginaku.

Aku terhina, terlanggar, tapi tidak bisa bergerak. Lelaki itu seperti kesetanan, aku merasakan lidahnya menari-nari di klitoris. Aku mulai diserang rasa birahi yang hebat, sekaligus merasa semakin jatuh. Runtuh. Hancur remuk, hatiku merintih-rintih. Aku tidak bisa melarang tubuhku mengejang, dan mengharapkan bibirnya sekali lagi mencium vaginaku kuat-kuat. Aku tidak bisa menahan kedua putingku mengeras, menjadi berdiri tegak. Mengharapkan.

Menginginkan disetubuhi. Celaka, tubuhku ini sudah jadi milik Rio! Dan aku tidak mengenal lelaki ini. Siapa dia yang begitu kurang ajar? Tetapi ini juga enak..... arrgghhh.... auuuhhhh ohhhhhhhhh....

Aku tidak akan mengatakan enak atau ingin lagi. Pikiranku mengatakan aku ingin ditinggalkan, sudahi saja. Tapi tubuhku berkata ayo lagi. Lakukan lagi. Satu jilatan lagi. Tapi, ia menyudahi. Ia berdiri di tepi ranjangku. Memandang kepada selangkangan yang terentang terbuka sambil lidah melelet panjang .

Ujung kepala penis yang licin besar itu mengkilap berlendir. Menempel di bibir vagina. Sedikit digeser ke kiri dan ke kanan. Dan...

"AAAUUUHHHH....." Aku tidak bisa menahan erangan ketika benda itu menerobos masuk. Aku menggelinjang. Lelaki asing itu dengan leluasa mengorek kemaluanku memakai kemaluannya. Dan aku dengan tidak tahu malu mengimbangi gerakan pinggulnya. Terasa nikmat.... ooohhh nikmat jahanam!

Tetapi aku menangis karena mengingat Rio. Tubuh ini sekali lagi dicemari lelaki, padahal aku berniat hanya Rio yang boleh melakukan ini. Apalagi, aku menikmati ketika penisnya menghujam dalam-dalam, sehingga vaginaku mencengkramnya kuat-kuat. Jangan lepas lagi. Aku merasakan derasnya semburan mani dalam liang rahimku. Terasa enak, terasa bertenaga. Terasa kenyang.

Lelaki itu melepaskan penisnya yang mulai menjadi loyo. Ia terjatuh di lantai, seperti kehilangan seluruh tenaga. Aku tidak bisa melihat jelas, hanya mendengar suara tubuh yang terhempas. Lalu hening.

Sesaat kemudian, pintu terbuka lagi dan sekelompok orang berpakaian hazmat masuk sambil mendorong ranjang beroda. Mereka mengangkat tubuh lelaki telanjang tak sadarkan diri itu dan membawanya pergi.

Seorang yang berpakaian hazmat mendatangiku, wajahnya menyeringai senang.

"Surprise, surprise.... ternyata benar, pada dirimu muncul efek antigen dari virus itu. Engkau telah menjadi mutan yang sangat penting. Lihat, nampaknya lelaki barusan itu menjadi sembuh dan bisa ngeseks lagi sesukanya.

Bersyukurlah, berkat dirimu ada pertolongan bagi banyak orang yang kini sedang bermasalah besar. Sumsum tulang belakangmu luar biasa, Nona."

"Sumsum tulang belakang....?"

"Jangan khawatir, operasinya tidak akan terasa menyakitkan."

"Apa yang akan terjadi pada saya?"

"Oh.... tentu saja kamu akan mati. Tidak apa-apa bukan, satu orang mati demi menyelamatkan banyak orang lainnya?"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Diceritakan oleh Rio

Aku tahu ketika peluru jarum itu menyentuhku, tapi terlalu terkejut karena Kawana melakukannya. Sialnya, efek dari obat bius itu terlalu cepat bekerja dalam metabolisme tubuh yang cepat – aku langsung tidak sadar apapun juga.

Tapi aku juga cepat tersadar, berada dalam sebuah kantung kain yang besar, dengan sebuah masker terpasang ke wajah. Apa ini? Masker itu terhubung ke tabung... mungkin tabung oksigen. Mengapa harus pakai masker oksigen?

Aku menyadari bahwa diriku berada di dalam bagasi pesawat terbang. Di sini ruangan tidak bertekanan, jadi udara sangat tipis di ketinggian jelajah. Pantas ada tabung oksigen, setidaknya aku tahu mereka berniat menjagaku tetap hidup dan sehat. Mereka itu.... haehhh, apakah CIA?

Kawana jelas orang CIA yang menembakkan peluru bius itu. Brengsek. Bukankah mereka bisa bicara saja baik-baik? Ngapain harus berlaku begini?

Aku mencoba mendorong kantung ini. Terkatup rapat, terkunci dari luar. Bagaimana caranya keluar dari sini? Aku tidak membawa pisau atau alat apapun. Tapi mungkin.... aku bisa menggerakkan tanganku dengan cepat dan kuat menggesek kantung kain polyester ini. Dan... ya, kain ini meleleh karena gesekan kuat sehingga robek dengan mudah. Sialnya, kukuku jadi patah. Haduh...

Aku keluar dari kantung itu, masih membawa tabung oksigen kecil dan masker terpasang. Aku tidak mau pingsan karena kehabisan oksigen, bukan?

Hal pertama yang aku ingat adalah Santi... di mana dia? Tidak ada kantung lain di bagasi ini. Jadi setelah beberapa saat mencari, aku beranjak ke depan dan mencari tangga masuk kabin. Di ujung atasnya ada pintu penahan tekanan, yang bisa dibuka secara manual. Aku menggesernya, terus menekan tuas pembuka. Pintu itu terbuka dengan desis kuat, sambaran angin dingin menerpa wajah. Namun aku terus menaiki tangga ke atas, naik ke ruangan kabin lalu cepat-cepat menutup pintu itu kembali.

Eh, pasti ada peringatan muncul di kokpit. Dan mereka akan memeriksa ke sini. Jadi.... tapi aku kini bisa bergerak lebih cepat. Amat sangat lebih cepat. Aku berusaha berlari di sepanjang lorong sempit pesawat, terus naik ke atas. Ternyata tidak ada penumpang, hanya ada lima orang di kabin penumpang. Seramnya, mereka semua membawa senjata.

Gila amat, di pesawat membawa senjata? Mungkin mereka tentara bayaran? Senjata mereka bukan standar CIA. Ada apa ini?

Di ruang yang sempit, tidak ada sudut yang lega, mereka melihatku dan segera bersiap. Nampaknya, salah seorang dari mereka mau berteriak, tapi aku tidak mengerti kata-katanya keluar, selain lengkingan saja. Itu karena aku bergerak sangat cepat mendekati mereka, suatu efek doppler terjadi. Dalam hitungan mikro-detik, aku sudah ada di depannya, menghantam rahangnya yang sedang mau terbuka itu.

Aku tidak membuang waktu. Sebelum efek dari pukulanku terlihat, aku terus bergerak menghantam keempat orang lainnya dengan sikut, bahu, dan tendangan. Ketika aku selesai, barulah aku berhenti dan melihat akibatnya pada orang yang pertama aku tinju: dia terhempas dengan keras, terlempar menghantam kursi dan terus menggelosor ke kursi, pantat di atas kepala dibawah. Tidak sadarkan diri. Darah mengalir keluar dari mulutnya, kukira aku memecahkan gigi dan gusinya juga. Yeikk.... gross!

Aku mengambil pistol dari saku salah seorang dari mereka, mengokangnya. Lumayan, bagus juga dahulu pernah diberi pelatihan menangani senjata api.

Aku terus melangkah ke kokpit. Baru saja aku berjalan ke arah pintu, seorang perempuan keluar dari sana. Ia terbelalak terkejut melihatku dua meter di depan pintu, langsung berbalik mau masuk lagi secepatnya.

Tapi aku lebih cepat. Sebelum ia berhasil memutar tubuh, aku sudah ada di sana dan mendorongnya kuat-kuat. Perempuan itu terbanting masuk dalam kokpit. Dengan tenang aku melangkah masuk dan mengacungkan pistol ini. Lumayan, aku kini mengendalikan situasi, bukan?

Saatnya interogasi. Pertanyaan pertama: kalian siapa?

Perempuan itu menggelengkan kepalanya. Tapi di sudut sana aku melihat sebuah blazer perempuan tergeletak di bawah bangku kursi navigasi. Blazer perusahaan? Dengan kecepatanku, ia tidak bisa mencegah aku mengambil blazer itu dan mengamati sebuah kartu karyawan terjepit di kantungnya.

"Hmm... Nona Rachel, Asisten Pribadi Direktur, Truman Pharmaceutical...?"

Wajah perempuan itu berubah dari kaget menjadi panik.

"Sebaiknya kalian baik-baik saja, Miss, juga Anda, Captain Pilot dan Co. Mari jalankan pesawat ini dengan selamat, bukan?" Kataku setenang mungkin. Aku mengacungkan pistol yang dilirk oleh kedua lelaki yang masih duduk di kokpit.

Entah bagaimana, kopilot mempunyai pikiran lain dan berusaha melompat ke arahku. Ia memang gesit, tapi bagiku ia sangat lambat. Jadi aku dengan bebas bisa mengarahkan pistolku ke pahanya dan menembak, memperhitungkan sudut peluru yang aman di kokpit sempit ini.

Tubuh si kopilot itu jatuh berdebam ke lantai, ia merintih-rintih memegangi pahanya yang terluka. Mereka semua terkejut, jelaslah siapa yang berkuasa di sini sekarang.

Aku memandang Miss Rachel yang sebenarnya nampak cantik dan menggairahkan dengan payudara yang membulat itu. Samar-samar aku bisa melihat BH nya hitam berenda. Ah.

"Well, Miss Rachel, kalau tidak keberatan, kamu bisa mulai bercerita, ok?"
 
Asyiiik dahhh...
Suhu turun gunung juga...
Thanks a lot Suhuu...:beer:
 
Akhirnya setelah sekian lama ada kelanjutannya juga :thumbup
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd