Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA H-Virus

Aku Menjadi Liar


Dikisahkan oleh Rio.

Aku tidak bisa menahan diri dan kembali ejakulasi di dalam Santi. Gila, enaknya luar biasa. Vaginanya begitu sempit, begitu kuat. Aku melayang jauh menikmati kedua kaki indah ini membelit diriku. Tetapi setelah beberapa saat, aku mulai berpikir ini tidak benar. Ada sesuatu yang sangat aneh di sini.

Setelah nafas kami mereda dan ciuman serta senyuman menghiasi wajah, aku tidak tahan untuk bertanya.

"Santi?"

"Ya sayang?"

"Kenapa kita making love di tengah hutan begini?"

"Hihihi.... Yang penting, Kak Rio hidup sekarang! Hidup dan selamat!"


Santi kembali menghujaniku dengan ciuman oleh bibirnya yang manis.

"Aku memang...."

Tapi kemudian aku mulai mengingat apa yang terjadi. Mobil ditabrak, kami terguling. Lecet-lecet. Lalu aku keluar dan menghadapi tiga orang penyerang. Mereka cepat, aku tidak bisa melihat gerakan mereka -- pukulan menghajarku dengan keras, telak. Sakit. Gelap.

Kenapa sekarang Santi berada di atasku?

"San.... Enak bener.... Tapi..."

Senyum Santi merekah. Air mata menetes, tapi bukan wajah sedih. Lebih tepat, wajah yang lega. Kenapa lega?

Santi melepaskan dirinya dariku. Penisku yang masih keras berbunyi 'plop' ketika ia berdiri. Blousenya robek di sana sini, dan aku tetap saja terpana memandang keindahan sepasang kaki cantik itu. Dan selangkangan yang berbulu pendek, setelah kemarin dulu dicukur habis. Agak kasar, seperti dagu yang belum dicukur. Karena Santi sudah berdiri, akupun berdiri. Kekasihku ini terus memelukku erat-erat, membenamkan wajahnya di dadaku.

"Tadi... Tadi Kak Rio.... Kak Rio mati...."

DEG. Aku? Mati?

"Haha.... Pasti ada yang keliru... Aku sehat kok San..."

"Sungguh Kak! Tadi... Tadi tidak bernafas lagi. Pak Kawana juga lihat kok! Santi tadi... Mau mati juga rasanya."


"Tapi aku sehat sekarang. Tidak ada sakit sama sekali."


Santi memandangiku dengan heran. Ia meraba perut dan dadaku.

"Tadi mereka menendangi Kak Rio. Di sini... Sini... Nggak sakit kah?"

Refleks, aku terus menarik bajuku ke atas. Tidak ada bekas apapun di sana, kulit perutku halus dan aku merasa baik-baik saja. Dipikir-pikir, bahkan aku tidak memiliki luka sedikitpun. Sebentar, tidak mungkin. Waktu terguling tadi, aku jelas luka kena kaca. Mengapa sekarang tidak ada luka sama sekali? Membingungkan. Tapi aku bersyukur, bagaimanapun juga, karena berada bersama Santi seperti berada di Surga. Aku masih menginginkan kenikmatannya.

"Err... Sekarang kita pakai celana dulu yuk. Pak Kawana dan Dr. Raskin menunggu di atas," bisik Santi. Aku mengangguk, terus mencari celanaku. Mengapa celanaku terlepas begini? Siapa yang melepasnya? Aku menatap Santi yang berjalan ke rurumputan agak jauh di sebelah sana, mengambil rok dan memakainya. Hmm.... Mengapa Santi meninggalkan roknya di sebelah sana?

Tanpa banyak cakap, kami mengenakan kembali pakaian lengkap, minus pakaian dalam yang entah ada di mana. Tapi aku terus teringat hal penting... Tas Dr. Raskin. Tas hazmat itu masih ada dalam mobil. Aku terus menuju ke mobil dan mengambilnya tergeletak di bawah bangku tengah. Saat aku merunduk untuk keluar dari mobil, sebuah tendangan meluncur ke arah mukaku.

Aku sangat terkejut. Sekaligus heran.

Tendangan itu sungguh tidak disangka-sangka, tapi yang mengherankan adalah aku bisa melihatnya karena terlihat bergerak sangat lambat. Seperti gerakan slow motion di film, jadi dengan mudah aku bisa menghindarkan diri ke samping. Tendangan itu melayang perlahan di depan wajahku, sedang aku melihat wajah menyeringai menyebalkan itu. Segera aku bangkit dan mengayunkan tinjuku ke dadanya yang terbuka.

Aku merasa tidak mengerahkan banyak tenaga, namun saat aku berdiri dengan diam, aku melihat tubuh lelaki itu terbang melayang, seperti daun ditiup angin, dan menabrak dahan pohon yang tinggi, sekitar dua puluh meter di sebelah sana. Orang itu terjatuh ke tanah dan tidak bergerak lagi. Aneh rasanya.

Di tempat Santi berada, aku mendengar suara teriakan. Karena itu aku langsung berlari, dan dalam satu tarikan nafas sampai di tempat Santi dikeroyok lima orang. Terlalu! Namun, lagi-lagi terlihat aneh karena semuanya bergerak begitu lambat. Semuanya seperti bergerak slow motion, bahkan ketika Santi berhasil menjegal langkah salah satu penyerang, orang itu jatuh dengan lambat. Aku terus menendang orang yang jatuh itu, pas kena samping tubuhnya sehingga tidak jadi jatuh ke tanah.

Selesai menendang orang itu, aku terus menyerang orang di sebalah kiri dan kanan Santi. Tidak sukar, semua seperti membuka perut dan dadanya untuk ditendang atau dipukul kuat-kuat. Tidak penting lagi apakah mereka bersilat atau jujitsu atau karate, semuanya begitu lambat dan mudah dipukul. Ketika aku berhenti berdiri di sisi Santi, barulah nampak kelima orang itu berterbangan ke berbagai arah, lantas bergedubrakan jatuh di tanah dan tidak bangun lagi.

Santi masih nampak tegang dan terengah-engah, sekaligus melongo melihat apa yang terjadi.

"Kak Rio.... Itu tadi... Sungguh cepat sekali!"

Aku baru mau jawab biasa saja, sampai kusadari bahwa yang terjadi bukanlah semuanya menjadi lambat. Sebaliknya, aku menjadi jauh lebih cepat, lebih kuat daripada mereka. Aku... Apa yang terjadi pada diriku? Tapi aku merasa sehat. Ketika aku bisa bergerak dengan cepat, sesuatu terasa mengalir di seluruh tubuh. Seperti gelombang, bergelora. Ingin digerakkan.

Maka aku bergerak dengan cepat kembali ke tempat tas hazmat itu tergeletak, lantas terus berlari lagi ke tempat Santi. Tubuhnya seperti membeku, masih memandang ke arah mobil yang terguling. Aku berhenti di sebelahnya, dan bernafas dalam, pelan. Tubuh Santi nampak bergerak normal lagi. "Eh? Kak Rio... Tadi itu... Anu..." Aku merangkul bahu kekasihku dengan lembut, merasakan matahariku bersinar dengan terang. Aku menuntunnya berjalan naik ke atas, dan kali ini aku harus menahan gerak kakiku.

Pernah berasa kagok karena harus bergerak lambat-lambat sekali? Begitulah rasanya. Lambat sekali. Selangkah demi selangkah, tapi itulah kecepatan Santi melangkah. Itu pun, dia seperti kepayahan mengikuti langkahku yang pelan ini. Pelan benar! Dan waktu seperti berjalan lebih lambat ketika kami tiba di atas, tempat Kawana meletakkan Dr. Raskin di tepi jelan. Sebuah truk nampak ditinggalkan, tidak ada pengemudinya. Kelihatannya orang-orang tadi semua naik truk yang menabrak mobil kami itu.

"RIO! ARE YOU ALLRIGHT? I SAW YOU DEAD, BRO!" seru Kawana keras-keras. Ia terus menghampiriku dan menepuk pundak. Aku memandangnya bergerak sangat lambat, tapi aku menahan nafasku menjadi perlahan dan membiarkan tangannya menyentuh pundakku.

"I'm good, Man." jawabku singkat. "Mari kita bawa Doktor ke truk itu, nampaknya tidak dipakai. Coba lihat ada kuncinya nggak?" kataku sambil menunjuk. Kawana memeriksa truk dan mendapati kuncinya masih tergantung. Ia mengacungkan jempol. Aku terus melangkah dan membopong Dr. Raskin yang kakinya terluka... Dan terkejut karena ternyata tubuh dokter ini terasa sangat ringan. Pelan-pelan saja aku membawanya ke pintu truk sebelah kiri, sampai ia bisa duduk dengan nyaman di sebelah supir.

Aku terus mengajak Santi menaiki truk, duduk di dalam baknya yang tinggi. Truk itu kosong, lantai dasarnya bersih. Santi duduk di lantai.

"Let's go!" seruku. Kawana terus menyalakan truk itu dan dengan ahli mengemudikannya ke arah bandara. Masih empat puluh menit lagi. Aku duduk di sebelah Santi. Menatap wajah cantik itu, yang masih terus menatapku dengan pandangan seperti tidak percaya. Tetapi aku terus terang tidak tahan untuk tidak mencium bibir yang merekah itu.

Aku menjadi liar. Dengan cepat aku membuka bajuku, dan bajunya. Penisku sudah mengacung keras. Santi terlentang di lantai truk yang bergerak cepat, di bawah matahari yang terang. Tubuhnya putih dan indah. Memeknya indah. Aku menciumnya, menjilatinya. Santi seperti tersetrum -- heran, bukankah aku sering menjilat memeknya? Tapi dalam hitungan sebentar itu nampaknya ia sudah orgasme, sangat basah.

Aku mengangkangkan kedua pahanya yang terangkat tinggi. Penisku menyelinap masuk, dan kali ini terasa sempit. Aku bergerak. Santi seperti membeku. Oops? Apakah aku bergerak terlalu cepat? Aku mengendalikan nafas dan bergerak lebih pelan, baru aku bisa mendengar rintihan dan jeritannya.... "Ooohhhhh Rioooo..... Aaaahhhhh"

Aku bergerak pelan-pelan, maju mundur, masuk keluar. Memek itu menjepitku kuat, walau licin bukan main. Nikmat bukan main, tetapi aku masih jauh dari ejakulasi. Guncangan truk menolong gerakan kami menjadi lebih liar. Wajah cantik itu menganga, seperti kehabisan nafas, orgasmik.

Akhirnya, aku membenamkan seluruh penisku dalam memeknya. Diam. "Ahhh ahhh.... Gilaa... Rio... Liar tuan... Liar.... Gilaaa...." Santi terengah-engah. Memeknya menjepitku sangat kuat, aku pun akhirnya merasa ejakulasi sampai di ujung. Menyembur, memenuhi memeknya. Aku merasa sangat kuat, sangat segar. Sangat ringan. Aku melepaskan penisku yang masih berdenyut dan cairan yang mengalir dan menetes.... sangat lambat.

Sementara Santi, kekasihku itu, dia nampaknya pingsan.

Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan diriku?
 
Pertamax diamankan...:hore:

Yess, akhirnya Suhu turun gunung juga...
Thanks lanjutannya Suhuu...

Menurut perkiraan ane sepertinya kekuatan fisik Rio sekarang bertambah 50 kali lipat nihh...
Kalau refleks ntah berapa kali lipatnya...:haha:

Kami nantikan petualangan Rio selanjutnya...
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Salkentu lurahe...
Ijin nongkrong sambil nikmatin karya lurahe....
Sehat&sukses sllu lurahe
 
Gimana ya rasane bisa cepet kaya gitu? Hehe...
Lanjutannya di tunggu suhu
 
...

M a n t a p . . . ! ! !

Setelah begitu lama menunggu...

Akhirnya...

Terpuaskan sudah...

:thumbup:thumbup:thumbup:thumbup:thumbup...

...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd