Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA H-Virus

Mantap suhu... Ditungu update selanjutnya suhu...
Kalau boleh mulustrasi nya juga sekalian suhu...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
N
H-VIRUS

TIGA SETENGAH TAHUN LALU. Dakota City, Nebraska, Amerika Serikat.

Jack Kendall menjepit tabung hexahelix itu dengan penjepit robotik, membawanya masuk ke dalam tas kedap udara. Tabung berisi cairan berwarna kemerahan itu nampak seperti anggur merah, indah. Ia memandang lagi parametric display di sebelah kananya.

DNA RESEQUENCING 100% -- tanda itu berkelip-kelip. Kini yang harus dilakukan adalah melakukan ionisasi agar pre-kursor rantai protein itu bisa terikat dengan substansi yang menahannya, membuatnya menjadi lebih aman untuk dipindahkan. Tapi, melihat gelagat situasi, nampaknya tidak ada waktu lagi. Cairan merah berisi bibit H-Virus itu harus dibawa sekarang, sungguh tidak ada waktu lagi. Mereka sudah mengetahui persekongkolannya dengan Truman Pharmaceutical. Mungkin, ini waktunya meneruskan penelitian di laboratorium yang baru. Lima vial hexahelix dimasukkan dalam kontainer 4GV yang kedap. Ia agak gemetar membawanya.

Pre-kursor ini diharapkan dapat menjadi jembatan untuk peningkatan DNA manusia, melalui proses perubahan melalui virus. Kalau seluruhnya sesuai, yang didapat adalah.... Tidak tahu. Belum tahu, karena tergantung pada DNA reseptor. Jack mengeluh dalam hati. Seandainya saja ada lebih banyak waktu. Dalam keadaan pre-kursor begini, rangkaian ini bisa menjadi virus yang tidak dipahami apa akibatnya. Apa boleh buat, betul-betul tidak ada waktu lagi di sini.

Perjalanan beberapa jam ke Omaha dilalui dengan ketegangan di seluruh syaraf Jack. Ia memacu mobilnya hampir mencapai batas kecepatan -- tapi dengan hati-hati ia memastikan dirinya tidak melanggar lalu lintas. Tidak ada waktu untuk berurusan dengan petugas jalan raya. Setiba di Omaha, ia terus memarkir kendaraannya di tempat parkir di area public parking apartemen. Kalau ada yang menguntitnya, mungkin mereka akan menyisir seluruh unit di tower itu -- silakan saja. Ia meneruskan perjalanan dengan taksi menuju lapangan terbang Eppley. Membeli satu tiket sekali jalan menuju Chicago O'Hare Airport. Kantor pusat Truman Pharm ada di Chicago.

Baru saja Jack Kendall menyelesaikan proses check-in, ia melihat petugas sekuriti airport bergegas bergerak ke arahnya. Dengan cemas Jack terus berlari ke eskalator, terus naik ke lantai dua. Ia bermaksud menghilangkan diri sambil mengambil jalan memutar untuk sampai ke gate lima, terus naik pesawat. Kalau sudah terbang, mungkin dirinya akan aman. Tadinya ia mau berlari di sepanjang atrium, tapi dilihatnya ada aktivitas pameran oleh PBB, untuk pelestarian kebudayaan asli, termasuk budaya suku Indian Amerika. Banyak peserta berdatangan dari berbagai negara memenuhi atrium Eppley Airport, yang menjadi ruang utama di mana lorong-lorong berpencaran ke berbagai arah.

Jack melirik para pengejarnya. Sebagian berseragam sekuritas airport, tapi juga ada beberapa orang berpakaian jas abu-abu, kemeja putih, dengan dasi hitam. Mereka sepertinya termasuk "konsultan keamanan swasta" alias tentara bayaran yang disewa Riway Biotech. Merekalah yang memberi petunjuk kepada para petugas sekuriti itu mengejar dengan membawa senapan laras panjang. Apa yang diberitahukan kepada para petugas keamanan bandara? Apakah Jack dianggap sebagai teroris? Apa mereka pikir paket ini berisi bom? Hah!

Ia berlari cepat sambil menjinjing kotak 4GV yang dibungkus kertas kado. Kotak 4GV itu adalah paket yang disetujui oleh PBB WHO untuk memindahkan bahan kimia dan substansi organik yang berbahaya. Jack telah membungkusnya dengan kertas kado berwarna merah menyala dan pita berwarna hijau. Persis seperti hadiah Natal. Ia juga memasukkan beberapa mainan ke dalamnya, untuk mengelabui petugas scanner bandara. Banyak yang membawa kado seperti itu di bulan Desember, jadi ia bisa lewat dengan mudah. Namun, kelihatannya ia tidak berhasil mengelabui orang-orang berjas abu itu.

"BERHENTI!" seru salah seoran petugas sekuriti sambil membidikkan senapan laras pendeknya. Ia mencegat di sisi yang sama sekali tidak terduga, memblokir jalan. Jack terkejut, ia mau terus berputar ke arah lain. DOR! DOR! DOR! DOR! Petugas sekuriti yang masih muda itu kelepasan menembak ka arah tangan Jack yang sedang merangkul paket di tangannya, mengincar bahu. Tapi ia meleset. Ketiga tembakannya tepat mengenai kotak berwarna merah itu, peluru menembus kardus tebal. Peluru terakhir menghantam sisi tubuhnya. Jack menjerit. Ia terbanting jatuh terjengkang.

Kotak itu terlempar jauh dari lantai dua ke bawah, berhamburan isinya, jatuh dari atas ke arah mesin penguap ruangan, alias humidifier. Di musim dingin begini udara menjadi kering, jadi sudah biasa ada alat untuk meningkatkan kelembaban udara, mengeluarkan uap yang disemprotkan ke berbagai penjuru. Cairan merah dari kotak yang melayang jatuh menetes-netes masuk ke dalam tangki air yang diuapkan dan disebarkan ke seluruh atrium. Kotak itu terbanting di lantai, pecah berhamburan. Orang-orang langsung menengadah ke atas.

Satu peluru tepat menembus ketiak Jack dan bersarang di jantungnya. Sengatan rasa sakit menjelang kematian membuat Jack langsung menjadi pucat. Ketika sekuriti berjongkok di sisinya, Jack masih sempat berbisik lirih. "H-Virus... Masih dalam pengembangan... Analisanya ada di...." Jack tidak bisa meneruskan kata-katanya. Matanya membalik ke atas, nafasnya terhenti. Ia mati.

Rio mendongak ke atas, melihat orang-orang berlarian di lantai dua. Kotak itu jatuh hampir menimpa kepalanya. "Sialan," umpatnya dalam bahasa Indonesia. Ini baru perjalanan pertamanya untuk mengunjungi University of Nebraska, di Omaha. Rio masih mau memilih apakah akan kuliah di Omaha, atau mau ke Ohio University di Athens, Ohio. Ah, kalau begini sih lebih baik ke Ohio saja, ya? Hampir celaka begini adalah pertanda buruk. Rio memandang tiket pesawat ke Athens di tangannya.

Kuliah di Amerika Serikat itu, memang tidak mudah memilihnya. Ia terus menarik tasnya di sepanjang Eppley Airport, menuju pesawat yang akan membawanya ke kota Athens.



ENAM BULAN KEMUDIAN

Petugas dari US Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention, disingkat US HHS CDC, atau singkatnya CDC saja -- mengernyitkan keningnya melihat data-data yang masuk dari berbagai rumah sakit di Nebraska, South Dakota, bahkan juga dari Texas. Mereka mengalami gejala yang serupa, dimulai dari kehilangan ingatan, timbulnya gairah birahi yang tidak terkendali, lalu diikuti oleh demam tinggi sehingga tidak sadarkan diri. Setelah panas selama lima hari, 80% dari pasien meninggal dunia dengan kondisi kulit tubuh memerah semua, seperti dicat warna merah.

Dari orang-orang yang tidak meninggal, mereka seperti kehilangan ingatan sepenuhnya dan menjadi liar dalam birahi seks. Mereka berlari di jalanan tanpa mengenakan pakaian, lantas menyerang lawan jenis yang ditemui. Perkosaan terjadi secara liar, dan orang-orang ini sepertinya mempunyai kekuatan fisik yang luar biasa, jauh melebihi orang normal.

Misalnya, kasus di Dakota city. Melissa, 24 tahun, seorang wanita muda dan cantik sudah lima hari panas demam tinggi, menggigil di apartemennya. Ia tinggal sendirian, dan sungkan memberitahu keluarga tentang keadaannya. Apalagi waktu itu adalah musim panas, seharusnya ia sudah kembali ke Boston, berkumpul dengan keluarga. Panas begini sungguh tidak disangka, ia hanya berusaha minum obat turun panas, dan menunggu. Di hari kelima, Melissa merasa sangat gerah, sehingga ia melepaskan bajunya, celana pendeknya. BH nya. Celana dalamnya. Bertelanjang bulat, ia berusaha berbaring kembali.

Namun panas ini menyiksa. Melissa merasa yang panas bukan hanya badannya, melainkan terpusat di vaginanya, yang kini lendirnya telah menetes-netes. Ia pernah berhubungan seks selama kuliah dengan tiga atau empat pria, namun Melissa selama ini bukan slut. Hanya, kali ini ia benar-benar menginginkan sebatang penis menggaruk vaginanya kuat-kuat. Terhuyung, ia bangun dan keluar dari apartemennya, bertelanjang bulat menuju lift. Setiap langkah, kesadaran Melissa semakin menghilang. Ia masih ingat menekan tombol turun. Masuk. Tekan tombol lobby. Hasratnya membara. Kini ia bergerak berdasarkan insting liar, seperti seekor binatang.

Ketika pintu lift terbuka, Melissa bergerak tanpa kesadaran manusia. Ia berjalan agak membungkuk, langsung keluar dari ruang sempit yang terasa memenjara. Di siang itu, lobby sepi. Perempuan itu dengan liar mencari-cari jalan keluar, melihat ada sisi dengan cahaya matahari terang. Berlari ke arah sana, ke pintu terbuka. Persis di depan pintu lobby, seorang pemuda berdiri sendirian. Melihat dan mencium lawan jenis, perempuan itu melompat, keduanya jatuh bergulingan di tangga marmer depan lobby apartemen.

Jeritan pemuda itu terdengar keras, tapi perempuan itu tidak peduli. Ia seperti punya kekuatan puluhan orang, dengan cepat berhasil memelorotkan celana pendek kaus yang dikenakan. Penisnya layu, langsung dipegang dan dimasukkan ke mulutnya. Perempuan itu mengoral penis di tangannya yang tak lama segera menjadi ereksi. Bagaimana seorang pemuda dapat menahan diri dari perempuan cantik telanjang bulat yang mengoral penisnya, walau tempatnya di depan lobby apartemen?

Ketika penisnya sudah mengeras, pemuda itu seperti terpaku ketika perempuan di atasnya mengangkang dan terus memasukkan batang kemaluannya ke dalam liang yang basah licin. Harus diakui, rasanya enak walau sangat mengejutkan. Juga mencemaskan karena tidak pakai kondom. Tanpa pengaman....

Seorang polisi yang melintas dan melihat adegan seks di tempat terbuka itu, segera berhenti dan bergegas menghampiri. "Hei! Apa-apaan ini! Kalian tidak boleh melakukannya di sini!" serunya. Tetapi perempuan itu tidak menggubris, ia sibuk menaik turunkan tubuhnya, merasakan penis menggaruk vaginanya kuat-kuat. Karena tidak dipedulikan, pak polisi terus menghampiri mereka, mau menghentikan aktivitas itu.

Karena terganggu, perempuan itu sejenak memutar pinggangnya, kedua tangan mencengkram baju pak polisi, lantas dengan kuat melemparkan petugas malang ini. Tubuh yang tinggi besar berseragam hitam itu melayang jauh, sepuluh meter, hingga menabrak salah satu tiang di depan lobby sampai tiang itu retak. Tulang punggung yang menghantam tiang terus patah. Tubuh petugas itu ambruk di jalanan, tak bergerak lagi. Perempuan itu meneruskan menggenjot, sampai pemuda di bawahnya tidak tahan dan terus ejakulasi di dalam vaginanya. Ia tidak peduli, selama penis itu masih keras, ia masih terus menggenjot liar.

Rekan petugas yang terjatuh sangat terkejut melihat kejadian yang berlangsung sangat cepat itu. Ia terus turut keluar dari mobil polisi dan mengacungkan pistol. "Berhenti!" serunya keras. Tapi perempuan itu tidak peduli. Pemuda di bawahnya menjerit, dengan jeritan ngeri. Polisi menembak. DOR! Kena bahu. Perempuan itu tidak berhenti. DOR! Kena paha. Juga tidak berhenti. Peluru-peluru yang bersarang di tubuhnya seperti tidak berpengaruh apa-apa, selain mengucurkan darah merah di tubuh telanjang yang putih, membasahi pemuda yang terbelalak melihat payudara bulat besar berguncang-guncang di atas dirinya.

Tembakan terdengar lagi, hingga akhirnya tembakan keenam tepat mengenai dahi. Dengan kepala pecah, perempuan itu meninggal di tempat, terkulai jatuh di atas si pemuda yang menjerit ketakutan.

Seminggu kemudian, sang pemuda itu juga mengalami panas demam tinggi, hingga seluruh tubuhnya menjadi merah padam. Ia pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Masalahnya, infeksi ini dengan cepat menular, nampaknya juga melalui udara. Orang yang biasa-biasa saja -- tidak berhubungan seks dengan orang yang terjangkiti -- toh bisa mengalami gejala yang serupa. Kini perawatan di rumah sakit mensyaratkan orang yang terjangkit harus dirawat dalam keadaan diikat kaki dan tangannya. Kalau demamnya lewat dan ia tidak meninggal, mungkin sang pasien akan turut menjadi gila dan menyerang orang. Petugas terpaksa mengikatnya dengan jacket pengaman, dan menaruh pasien di ruang isolasi rumah sakit jiwa. Mereka itu seperti binatang, yang mengeluarkan suara menggeram, mengeluarkan kata-kata tanpa makna, dan bergerak liar. Sementara, jenazah-jenazah berwarna merah lebih banyak lagi bertaburan di seluruh penjuru kota.

Di berbagai county kecil, tidak ada lagi orang yang mau merawat yang sakit. Mereka meninggalkan begitu saja pasien yang tidak meninggal, yang terus berkeliaran di jalanan. Rumah-rumah ditinggalkan. Penduduk mulai mengungsi dari kota-kota kecil, sementara di kota besar masih banyak petugas paramedis yang berpakaian hazmat mengikat pasien yang menggila.

CDC bekerja keras menyelidiki kasus ini. Semua penularan jelas berawal dari satu tempat: Eppley airport. 99,96% orang yang berada di Eppley, khususnya ada di atrium, mengalami gejala yang sama. Penyakit ini langsung menyebar bukan hanya di Amerika, tapi juga banyak negara Eropa dan Amerika Selatan yang mengirimkan kontingennya ke acara PBB waktu itu. Penyebaran virus dirahasiakan untuk mencegah kepanikan internasional. Ribuan petugas bekerja keras menyelidiki nama semua orang yang mungkin pernah berada di Eppley airport hari itu.

Satu nama muncul: Rio Herianto, dari Indonesia. Kini telah terdaftar dan mulai kuliah di Universitas Ohio, di kota Athens. Sehat, tidak pernah melaporkan ada sakit apapun. Bagaimana caranya menyelidiki Rio tanpa memberitahu ada krisis penularan virus?

Kebetulan, waktu itu di Universitas Ohio ada pameran dan perekrutan oleh FBI yang membuka lowongan magang alias internships. Rio tidak berkewarganegaraan Amerika Serikat, jadi ia dan Anton, sesama orang Indonesia, hanya melihat-lihat saja sampai Anton bosan dan pulang duluan ke apartemen mereka. Ketika Rio sedang duduk sendirian di kantin di seberang tempat pameran FBI, seorang wanita berbaju formal mendatanginya.

"Rio? Boleh saya duduk di sini?"

"Silakan... Maaf bu, bagaimana bisa mengetahui nama saya?"

"Ah Rio, itu pekerjaan kami..."

"Dari FBI?"

"Bukan. Dengar ini rahasia. Bisa jaga rahasia?"

Rio mengangguk.

"Saya agen CIA. Kami juga turut melakukan rekrutmen di sini."

"Bu, saya bukan penduduk Amerika Serikat. Saya dari Indonesia."

"Karena itulah, saya ingin menawarkan pengalaman ini bagi Anda."

"Ibu mau menyuruh saya mengkhianati negara saya?" Rio sedikit naik pitam, membayangkan dirinya harus menjadi mata-mata.

"Oh tidak, bukan begitu. Kami tidak membutuhkan kegiatan buruk atau mata-mata. Kami hanya butuh koresponden, orang yang bisa memberi tahu informasi apa adanya yang terjadi di Indonesia, berkaitan dengan penduduk atau negara Amerika Serikat."

"Saya bukan pengkhianat negara yang membocorkan rahasia negara."

"Jangan salah sangka, bukan soal rahasia negara. Kami membutuhkan informasi tentang apa adanya yang terjadi di Indonesia. Kita tahu bahwa mudah sekali menyebarkan gosip di Indonesia, dan informasi media massa juga tidak bisa dipercaya. Kami membutuhkan koresponden yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Kami tidak ingin gegabah dalam menanggapi berbagai informasi.

Dengan apa yang Anda kerjakan, ini juga penting bagi negara Anda, karena Indonesia juga pasti terpengaruh dengan keputusan yang diambil Amerika Serikat. Anda berperan menjaga kestabilan hubungan damai antara kedua negara. Berminat?"

"Sebaiknya, saya pikirkan saja nanti," kata Rio ketus. Ia cukup nasionalis untuk merasa kesal, tapi hatinya penasaran juga.

"Baiklah. Ini kartu nama saya, silakan hubungi jika Anda sudah memutuskan," kata perempuan itu. Rio memandang nama di kartu. Yellen Stombauch. Mengangguk singkat. Tapi, sebenarnya ia sangat penasaran.

Seminggu kemudian, Rio menelepon Mrs. Stombauch dan menyatakan ia tertarik. Perempuan itu terdengar sangat senang, mereka terus membuat janji pertemuan dua hari kemudian. Rio diminta mengisi formulir dan dipersilakan mengunjungi sebuah rumah sakit untuk melakukan check up medis lengkap. Di luar pengetahuannya, para petugas dari CDC berkerumun di sekitar ruang check up dan memeriksa semua sampel dari tubuh Rio.

Virus itu ada di sana, tetapi anti gen di tubuh Rio telah mengendalikannya. Rio sama sekali tidak menjadi sakit, sebaliknya ia menjadi sangat sehat. Sangat kuat. Dalam hal kekuatan seksual, Rio menjadi jauh lebih kuat dibandingkan orang normal.... Hanya saja ia tetap menjaga perilakunya.

Untuk membuat Rio senang, mereka menerimanya menjadi koresponden CIA dan memberi pelatihan dasar tentang berbagai metode komunikasi dan mengamankan hubungan. Sedikit banyak Rio merasa senang karena merasa seperti menjadi 'mata-mata' walau ia dalam hati bersumpah tidak akan mengkhianati negerinya sendiri.

Lagipula, fasilitas seperti latihan bela diri gratis di luar kampus, juga tambahan uang jajan yang amat sangat lumayan dari CIA itu terasa menyenangkan dan meringankan beban kedua orang tuanya di Indonesia. Lumayan sekali.

Rio menatap penisnya dengan heran. Ia tahu penisnya besar, tetapi rasanya ini menjadi lebih besar lagi, panjang dan keras. Ia mengocok penisnya, hampir sejam kemudian baru mengeluarkan banyak peju membasahi dinding kamar mandi. Buset dah.

Rio tidak berani memikirkan hubungan seks dengan perempuan. Tidak untuk sekarang.
.
Keren nih,, lanjut suhu

Nah ini cerita fiksi ilmitot...lanjutkan
 
Imajinasi nya terinspirasi dari world war Z tapi versi zombi maniak seks ini mah yak wkwk
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd