Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Janji di antara Puing (Remake)

Bimabet


CHAPTER III - SELFISH AND RESURRECTION
Part Two (End)​




September 1st, 09.00
am. Room 201 at Bhayangkara Hospital


Hari ini hari kepulanganku dari Rumah sakit. Aku, Dini, Ibu dan Ana sedang membereskan pakaianku dan beberapa perlengkapan yang mereka bawa ke rumah sakit. Sudah 12 hari aku di rawat dan dokter Arif menyarankanku agar jangan terlalu memporsir tenaga.

Sebuah taksi berbentuk sedan telah menunggu kami. Kami mulai memasukkan barang-barang kami ke dalam bagasi mobil. Rumah sakit ini telah memberikanku kenangan yang beragam. Bukan hanya cerita tentang kebahagiaan dan kepiluan. Melainkan pelajaran hidup yang semuanya menyadarkanku dari kebodohanku selama ini. Seolah terlahir kembali. Aku siap menghadapi kerasnya hidup ini.

Aku dan Dini sepakat tidak membahas kejadian semalam. Salah-salah kami nanti malah melakukan hal-hal yang diinginkan. Tapi terlepas dari hal itu. Aku perlahan mulai bisa membuka hatiku untuk Dini.

Setiba di rumah, Aku dan Dini dikejutkan dengan tenda yang terpasang rapi. Rupanya, ini adalah acara selamatanku dan tampak beberapa warga sekitar juga tengah menunggu kedatanganku.

Dalam acara ini, ibu juga memperkenalkan Dini sebagai tunanganku dan menceritakan bahwa Dini tinggal seorang diri dan tidak memiliki keluarga. Untuk alasan keamanan, ibu meminta Dini untuk tinggal bersama keluarga kami. Dikarenakan sebagian warga tau dan memahami keadaan, mereka mengizinkan Dini tinggal di rumah kami.


4 month later…

December 26th, 07.00 am. at Home

Tak terasa sudah hampir 4 bulan Dini telah tinggal dikediamanku. Sayangnya aku hanya bisa bertemu Dini Sebulan 2 sekali. Sebab aku diminta perusahaan tempatku bekerja selama hampir 4 bulan untuk mengerjakan proyek diluar kota. Sedih memang, namun jika mengingat besaran Rupiah yang diperoleh maka cukup untukku membeli sebuah mobil Moyota Adansa untuk keluargaku. Walaupun mobil Seken tapi tetap kondisinya mulus.

Banyak kejadian lucu terjadi. Mulai dari saat ekspresi grogi Dini pada saat pertama kali mencucikan pakaian dalamku. Kemudian pada saat Dini kebelet dan masuk kamar mandi di saat aku sedang BAB dan Dini yang saat itu panik lalu melempar aku dengan sandal yang ia pakai.

Ada juga cerita kemarin, pada saat aku masuk ke kamar Ana untuk mengambil charger yang Ana pinjam. Aku mendapati Dini sedang tertidur pulas akibat begadang menemani ibu nonton acara dangdut di TV. Langsung saja otak jahilku bekerja. Aku ambil pensil alis milik Ana lalu mulai melukis bebas di wajah Dini. Setelah selesai ku lukis. Aku memotret wajah Dini. Saat memotret aku mencoba mencuri pandang dari baju tidur Dini.

*sfx pukulan di punggung

“Kak Rama sedang apa?” Ana tersenyum manis setelah mumukulku. “Kelihatannya pensil alis Ana mesti beli baru lagi deh. Ohh ya tadi Ana ngerekam orang jahil loh kak. Ini videonya.” Sambung Ana sambil menunjukkan kegiatan jahilku dari smartphonenya.

“Hoah… ada apa sih, An. Kok pada ribut.” Dini mengucek sebelah matanya.

“Mbak Dini, ada yang mau aku tunjukin ke mbak.” Ana berjalan dan duduk disamping ranjang lalu memberikan smartphonenya pada Dini.

“Eh, kalian nonton aja ya. Aku mau keluar dulu. Hehehe…” ucapku dengan tertawa yang dipaksaka.

“Kakak…” ucap Ana dengan senyum manisnya.

Dini terkejut dan teriak “Astaga! Ini kerjaan kamu Ram? Kamu apain mukaku?” Dini menatap kaca dan menarik nafas panjang.

Aku diam-diam berjinjit ke arah luarh kamar mereka. Namun usahaku ketahuan oleh Ana.

“Kak, jangan lari ya.” Ana langsung bergerak cepat dan menutup pintu kamar.

“Aduh… nasib-nasib…” ucapku pasrah.

Mereka pun dengan puas hati mencoreti mukaku dan memfotonya. Tak lupa mereka juga mengunggahnya di sosial media dan mencantumkan akunku di dalamnya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~
~Janji Diantara Puing~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~​


“Kakak! Mbak! Ana! Arta! Ayo sini sarapan dulu!” Teriak ibuku dari ruang makan.

“Iya Bu! Kami bentar lagi kesana!” Jawab Dini dan Ana.

“Kak, bangunin Arta Gih! Tu bocah masih ngorok kayaknya.” Pinta Ana.

“Yaudah, mumpung mukaku udah kalian dandani kayak gini. Aku jadi dapat ide untuk ngerjain Arta. Hahahaha.”

Kami berpisah dari kamar Ana. Aku tidur sekamar dengan Arta Cuma bedanya Aku tidur ranjang bawah dan arta di ranjang atas. Setelah lampu kamar ku matikan, aku hidupkan senter yang ada di handphoneku. Dengan menyinari muka ku dari bawah dagu, aku membangunkan Arta.

“Arta ganteng… bangun dong say…” ujarku menirukan suara wanita atau lebih tepatnya banci.

“Ah masih pagi…” ujar Arta sambil mengigau.

“Ayolah Arta sayang lihatlah kekasihmu yang cantik ini.” Ucapku sambil menahan tawa.

“Iya iya…” Arta pun membuka mata dan melihat dandanan di wajahku. “Astaga!!!! SETAN!!!” teriak Arta dibarengi lemparan bantal ke arah wajahku. Arta pun lari tunggang-langgang menuju ke arah dapur.

Aku lalu mengejar Arta hingga akhirnya Arta bersembunyi dibawah kolong meja makan. Ana dan Dini tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Arta. Ibu hanya menggeleng-gelengkan kepala dan membujuk Arta untuk duduk di meja makan.

“Sudah, sudah, Rama cepet bersihin muka kamu. Terus kita sarapan bareng. Ibu udah masakin nasi goreng ke sukaan kalian.” Ujar ibuku.

“Asik… nasi goreng… iya bu, aku cuci muka dulu.” Sahutku.

Setelah cuci muka, aku tak mampu menahan tawaku melihat ekspresi cemberut dari wajah Arta. Sarapan pagi yang hangat untuk keluarga kecil ini.

“Bu, aku boleh minta izin.” Ucap Dini di sela sarapan.

“Izin apa Din? Bilang aja” sahut ibuku.

“Aku mau pinjem Rama bentar, mau liat kondisi rumah peninggalan orang tuaku.”

“Oh kirain izin apa. Ya tentu aja boleh Din, Rama kamu kan udah libur kerja sampe tanggal 4 Januari nanti jadi gak masalahkan?” tanya ibuku padaku.

“Iya dong bu, tenang aja.” Jawabku sembari tersenyum.

“mbak Dini, Bu, Ana mau ikut boleh? Ana kan belum pernah main ke rumah mbak Dini.” Ujar Ana.

“Aku juga.” Sahut Arta.

“Wah kalau Ana dan Arta ikut, ibu juga pengen kesana lagi. Yaudah kalo kayak gitu kita berang-bareng pergi kesana.” Seru ibuku.

“yang bener kalian semua mau ikut? Aku seneng banget bu. Nanti buat bekal makan siang, biar Dini yang masak.” Ucap Dini dengan penuh semangat

“Yaudah kalo begitu sudah sarapan, kita siap-saip.” Ucapku.

“Siap kapten” Jawab mereka dengan kompak.



December 26th, 10.00 am. at Home

*sfx starter mobil

“Syukurlah akinya gak ngadat” ujarku di bangku kemudi. “Ibu, Ana, Arta, Dini! Ayo cepet naik. Kalo siangan dikit bakal macet parah jalan.”

“Aduh, sabar dong bang. Arta masih mau pipis ni.” Celoteh Arta.

“Ya elah, buruan. Kalo nggak kami tinggal ni.”

“Sabar dong Ram, kan cuma pipis doang si Arta. Ibu sama Ana juga belum siap bener.” Sahut Dini sambil memasukkan bekal makanan di bagasi Mobil. “Eh jarang-jarang ya kita pergi rame-rame. Terakhir kali kita pergi. Mobil yang kita sewa mogok. Jadinya kita malah piknik di pinggir jalan.” Sambungnya.

“Bener itu Din, gara-gara ada orang yang gak ngecek lagi kendaraannya terus jadi gitu deh.” Ibu langsung nyerocos dan menyindirku.

Aku hanya tertawa dan merekapun juga ikut tertawa.

Setelah semuanya siap. Kami berangkat menuju kediaman Dini. Dini bercerita kalau dia sebulan sekali mengecek keadaan Rumah. Setiap bulan Dini membayar uang keamanan dan kami bersyukur tidak pernah terjadi tindak kriminal di wilayah tempat tinggal Dini. Terakhir kali aku Aku dan Dini ke rumahnya sekitar 2 minggu yang lalu. Saat itu kami membersihkan rumah dari pagi hingga siang. Untungnya kami dibantu anak-anak kecil usia kelas 4 SD yang berada disana. Ternyata Dini sangat populer dikalangan anak-anak di tempatnya dibesarkan. Dengan upah Rp. 60.000 untuk tiga orang Anak pekerjaan kami menjadi ringan.

Rumah Dini sebenarnya sangat nyaman hampir mirip seperti rumahku. Sama-sama Rumah dengan tipe 100 dengan halaman kecil di depan dan belakang rumah. hanya saja rumah Dini memanjang sedangkan rumahku melebar. Begitu masuk ke dalam rumah ada foto keluarga Dini pada saat Dini menyelesaikan pendidikan D3nya. Kamar Dini terletak di tengah sedangkan disebelahnya kamar orang tua Dini.

Dini selalu menangis apabila ia masuk ke dalam kamar orang tuanya. Pakaian kotor bekas pakai orang tuanya di simpan Dini dengan baik. Dia berkata apabila dia rindu maka ia akan memeluk dan mencium pakaian orang tuanya. Setiap Dini memeluk pakaian orang tuanya, aku pun memeluk Dini dan menyandarkannya di dadaku.

December 26th, 10.45 am. at Dini Home’s

“Wah…. Rumah mbak Dini gede juga ya… wa…” Ujar Arta sambil menganga.

Tak butuh waktu lama, Ana langsung memasukkan bekas kulit pisang yang dia makan ke dalam mulut Arta. Arta pun tersedak dan mengejar Ana. Kami yang melihat tingkah pola mereka menjadi tertawa terpingkal-pingkal.

Dini membuka pintu rumah dan kami pun bersiap untuk bersih-bersih. Kami membagi tugas, Arta membersihkan halaman belakang, aku membersihkan halaman depan sedangkan para wanita cantik pada bagian dalam rumah.

Heran. Kalau ada Ibu, dalam waktu 1 jam semua sudah selesai dan bersih. Padahal kalau aku, Dini, dan dibantu anak-anak tetangga biasanya 4 jam baru selesai. Mungkin inilah yang disebut ‘the power of emak-emak’.

“yup… udah jam 12 siang. Kita makan siang dulu yuk!” ajakku.

“boleh, aku juga dah laper nih bang.” Sahut Arta.

“eh cungkring, yang ada bukannya loe yang laper. Tapi cacing-cacing diperut loe. Hahaha.” Ejekku.

“yah abang. Ngeledek mulu. Entar Arta kasih tau kalau kakak diem-diem nyimpen video mbak Dini yang lagi—.”

Belum sempat Arta melanjutkan pembicaraanya. Aku langsung membekap mulutnya dengan kaos kaki yang ku pakai dihari itu. Terang saja aku tutupi mulut Arta. Karena waktu itu memang video Dini yang hanya mengenakan bra dan celana pendek. Video tersebut aku dapati dari ‘keberuntunganku’ pada saat tengah asik mengambil video tentang keadaan rumah. Aku merekam seluruh bagian termasuk ke kamar Ana&Dini. Dini saat itu tak sadar aku ambil videonya namun tetap saja pukulan dan cubitan harus aku terima untuk hukumanku masuk ke kamar wanita tanpa mengetuk pintu.

Kami berlima berkumpul di ruang makan. Suasana yang kami rasakan sama saja saat berada di rumah. Hanya saja yang berbeda saat ini kami berada di rumah Dini. Kali ini Dini sudah lebih tegar dari biasanya. Ketika Dini masuk ke kamar orang tuanya Dini tak lagi meneteskan air matanya. Malah dari kamar orang tuanya Dini menemukan sesuatu yang dapat merubah hidup kami ke depannya.

December 31th, 07.00 pm. at Home

“Ibu kami berangkat dulu ya...” aku dan Dini pamit kepada ibu sembari mencium tangannya.

“Kalian pulangnya jangan kemaleman ya.” Jawab ibuku.

“Ya Ibu, inikan malam tahun baru. Masa jangan pulang keleman.” Gerutuku.

“Eh… di kasih tau malah ngeyel si Rama.” Ibu menarik telingaku. “Sakit bu, iya-iya. Jam 10 kami dah di rumah.” Jawabku sambil menahan sakit. Dini tertawa melihat aku sedang di ‘siksa’ oleh ibuku.

Aku pun mengeluarkan kuda besiku dan kami pun berangkat menuju suatu tempat di mana aku sudah siap untuk memulai awal yang baru.

December 31th, 07.30 pm. at Benteng Kuto Besak

Benteng Kuto Besak atau BKB tempat yang dulu sering aku kunjungi bersama Rima. Aku masih ingat tempat-tempat favorit Rima saat kami masih berpacaran dulu. Ada rasa sedikit bernostalgia di sini. Selama ini aku masih bertengkar dengan masa laluku. Selalu meratapi keadaan dan menyalahkan Rian sebagai biang dari masalah. Namun semua itu adalah cara Tuhan untuk menunjukkan mana yang baik dan buruk untuk makhluk ciptaannya. Dini telah mengajarkan banyak hal kepadaku. Sejak aku menyelesaikan proyekku tanggal 24 Desember kemarin hingga sekarang. Banyak hal yang telah aku pelajari darinya. Termasuk makna ke ikhlasan dan kekuatan bertahan hidup. Mengajarkan bagaimana cara untuk bangkit kembali dali titik terendah hidup. Agar diri ini dapat bangkit lagi dan terlahir kembali.

“Ram, aku punya satu permintaan.” Ucap Dini saat kami sedang menikmati jagung bakar di tepian pagar sungai Musi.

“Aku juga Din, tapi kamu saja yang duluan.” Jawabku. Dini menatapku dengan penuh harap.

“kemarin, pada saat masuk ke rumah mendiang orang tuaku. aku nemuin surat.”

“Surat? Hm… terus.”

“iya surat dari pamanku. Dari tanggalnya surat itu sudah sampai tanggal 25 November sehari setelah kita bersih-bersih sama anak-anak tetangga. Pamanku saat ini sedang sakit keras Ram. Sebenarnya aku ingin secepatnya memberitahumu tentang hal ini. Namun, aku ingin kamu istirahat dulu. Kamu sudah lama gak pulang. Aku gak mau kamu jadi kepikiran.” Ucap Dini dengan penuh kekhawatiran.

“Din, sebenarnya gak masalah kok kamu beritahu secepatnya. Kan kita ada kendaraan sekarang. Jadi kalaupun kita berangkat pas tanggal 27 atau 28 bagiku gak masalah.” Ujarku menenagkan.

“tapi Ram…” aku langsung mengelus kepada Dini “terima kasih ya Din, Karena kamu sudah selalu khawatir dan menjagaku. Aku tersenyum kepada Dini.

“iya Ram, aku juga berhutang banyak terima kasih padamu dan juga keluargamu.” Dini meneteskan air mata. “Aku gak nyangka bisa ngerasain hangatnya keluarga, dan kamu sudah nyelamatin hidup aku. Aku gak bisa ngebayangin hidup aku apabila saat itu aku gak kamu selamatin.” Sambungnya.

“Bukankah kamu sudah mengajarkanku Din. Segala sesuatu sudah Tuhan yang menentukan. Mungkin inilah jalan yang sudah Tuhan persiapkan untuk kita.” Aku menggenggam tangan Dini dan mengajaknya duduk di sebuah bangku di tepian sungai.

“Iya Ram, Sekarang permintaanku. Kita cari pamanku ya Ram. Please… Cuma dia satu-satunyanya keluargaku.” Ujar dini dengan mata berkaca-kaca.

“Tentu Din, tentu. Aku juga ingin bertemu dengannya. Ada sesuatu hal yang penting juga yang ingin aku sampaikan kepadanya.”

“Syukurlah, terima kasih banyak Ram.” Dini tanpa sadar memelukku. Akupun menerima pelukkan Dini.

“E’hm…” Ujar para remaja tanggung membaut kami kelabakan. Kami sampai lupa kalau kami sekarang berada kawasan publik. Kami saling tersipu malu dan menundukkan kepala serta diam untuk sejenak.

“Oh ya. Kamu ingin bicara tentang apa Ram dengan pamanku?’ Tanya Dini sembari mendekatkan wajahnya.

“Tentang…” Akupun mengambil kotak cincin yang berada di saku celanaku.

Aku menunjukkan kotak cincin tersebut. Dini nampak kembali meneteskan air matanya.

“Ram, kamu gak bercandakan.” Ujar Dini penuh haru.

“Yes, will you be mine? From now, and Forever. Kamu sudah mengajarkanku banyak hal. kamu juga sudah mengeluarkanku dari bayangan masa lalu dan membuatku berdamai dengannya. Usia Kita bukan lagi penghalang ataupun alasan untuk kita memulai sebuah ikatan. So… now I wanna ask you a question. Will you marry me?” Ungkapku dengan tenang dan memutuskan urat maluku.

“ Ram, kamu sudah menjadi penyelamatku. Hidupku telah ku berikan padamu. Aku tidak akan mungkin menolak mu. And my Answer’s, Yes, I’ll be yours. I Will.”

“Syukurlah…. Thanks God!!!” Aku berdiri berteriak keras dan langsung menjadi pusat perhatian orang-orang. Aku tertawa kecil lalu duduk kembali. Dini tertawa terbahak-bahak dan kami pun saling menatap. Aku menatap Dini dan membuka kotak cincin yang telah ku bawa.

“Oh God!?” wajahku menjadi pucat.

Cincin yang akan ku berikan kepada Dini masih tertinggal di dalam lemari pakaianku. Aku baru teringat bahwa aku lupa memasukkan ke dalam kotak.

“Din, maafin aku ya? Cincinnya tinggal di rumah.” Jawabku dengan gelisah. “mati aku, dikira nanti aku cuma bercanda.” Akupun langsung mencoba menelpon Arta. Belum sempat tersambung. Dini malah tertawa dengan lepasnya.

“hahahaha… Rama… Rama…. Hahahaha…. Sumpah kamu itu orangnya pelupa banget… hahahaha…”

“hehehe…” aku tertawa dengan sedikit dipaksakan.

“hahahaha… yaudah kita pulang yuk. Nanti ibu khawatir.” Ujar Dini dengan begitu bahagianya.

“oke deh, tapi nanti pas sampai rumah kita duduk-duduk dulu diteras. Sebab aku ingin memasangkan cincin itu di jari manismu.”

Dini mengangguk dan mencium pipiku. Kami pun berjalan menuju kuda besi dan menikmati malam pergantian tahun baru ini dengan perasaan bahagia.

January 1st, 11.00 am. at Home

“Dini, Sini bentar. Tolongin Ibu potongin wortel sama kentangnya. Ana udah belum nyucinya? Kalo udah tolongin sini gih.”

Ibu memang orangnya nyerocos kalo lagi kerja. Tapi ibu selalu perhatian kepada kami dan selalu menyenangkan. Suasana akhir tahun membuat seluruh anggota keluarga lengkap. Ibu, Dini dan Ana sedang sibuk dengan kegiatan mereka di dapur. Sedangkan Arta menemaniku beristirahat sambil bermain video game Moto GP di kamarku.

“Eh bang, Mbak Dini cantik ya.” Ucap Arta disela kami bermain game.
“Anak kecil udah bisa bilang cantik. Nanti ‘pecah bulu’ kamu.” Jawabku sedikit sewot.
“Ye bang Rama ini. Orang serius nanya-nya malah dijawab kayak gitu. Entar gak jadi kawin lagi loh”. Sindir Arta sambil memonyongkan bibirnya.
“Ah elo Ta, lagaknya kayak orang dewasa aja. Eh apa lo bilang?” Dengan senyum sinis aku aku merangkul lehernya lalu menggosek kepala Arta.
“Ampun Bang, ampun!” Berontak Arta kesakitan.

“Eh Rama! Arta masih kaya anak kecil main-main kayak gitu. Makan dulu gih. Ibu udah masak sayur Sop sama ikan Goreng Gurame kesukaan kalian.”
“Wuidih, ikannya untuk Arta ya Bu! Arta jadi laper berat nih. Kali-kali aja Arta bisa gendut. hehehe” Jawab Arta sambil cengegesan.

“Heh, Cungkring! mau makan berapa banyak pun, elo gak bakalan gemuk. Obatin dulu sana cacingan lo baru ntar lo bisa gemuk.

Aku menepuk kepala Arta dan mengacak-ngacak rambutnya. Dini pun menghampiri kami.

“Rama!!” Dini melototi ku.

“Nah loh kena marah mbak Dini.” Arta berlari dan berlindung di belakan Dini.

“Kamu ini Cuma beraninya Cuma dengan adek kamu. Coba sini lawan aku?” Dini memasang kuda-kuda karate untuk memukulku.

“Sudah-sudah! ayo kita makan dulu.” Ibuku menyela kami.

Rupanya Dini tidak sadar bahwa ada ibu di kamarku sebelum dia datang. Wajah Dini memerah karena malu. Aku hanya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Dini dan kami menuju meja makan dan menikmati makan siang dengan kebahagiaan penuh kehangatan keluarga, canda tawa dan juga rasa rindu. Sudah lama aku tak mengalami hal semenjak aku dirawat di rumah sakit.

Saling mengejek, menggoda dan juga saling menjahili di meja makan sudah menjadi hal yang lumrah di keluarga ini. Namun aku merasa tersentuh ketika melihat Dini yang tertawa tiba-tiba meneteskan air matanya.

“Dini kamu sekarang anggota keluarga disini kamu. Ibu, Rama, Ana dan Arta selalu ada buat kamu.”

“Makasih banyak Bu. Aku gak nyangka kalau aku masih bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga. Aku kadang berfikir kemana aku akan melangkah. Apakah aku bisa merasakan hangatnya keluarga. Dan akhirnya aku sekarang tau jawabanya. Aku bahagia bersama kalian.”

“Ibu aku meminta izin. Aku ingin Dini menjadi Istriku. Kemarin aku sudah melamar Dini dan Dini menerimanya.” Ucapku dengan mantapnya.

Ibu, Dini, Arta dan Ana terkejut. Arta pun sampai-sampai tersedak dan batuk-batuk. Ana membantunya dengan memukul punggung Arta.

“Wadaw! Sakit Mbak, jangan pake tenaga karatemu dong.” Arta terlepas dari tersedak.

Ibu terdiam dan menatap Dini. Dini pun menatap Ibu dengan wajah terkejut yang sama. Entah apa yang ada dipikiran mereka. Sampai pada akhirnya ibu teriak.

“Rama! Akhirnya ibu bisa cepat-cepat nimang cucu.” Ucap ibuku dengan senangnya.

“Akhirnya aku punya kakak perempuan juga.” Ujar Ana.

“Yes, Kalo ada mbak Dini aku gak bakalan dikerjain lagi oleh bang Rama.” Ujar Arta.

“Rama, terima kasih banyak. Aku bener-bener bahagia.” Jawab Dini.

“Terima kasih banyak Dini. Aku pun sama seperti dirimu.”

“Cie dalem bener ucapan kalian berdua.” Ibu menggoda kami. Kami pun menundukkan kepala dengan wajah memerah.

Semuanya baru saja dimulai. Sebelum pernikahan kami harus mencari keberadaan pamannya Dini, Karena dialah satu-satunya wali yang sah untuk menikahkan Dini. Informasi yang kami punya, paman Dini tinggal dikawasan Martapura. Lebih tepatnya terletak di perbatasan provinsi bagian Selatan Sumatara dan provinsi Lampung.

Perjalanan dimulai…

To be continued…
 
Terakhir diubah:
Ane gak bakalan kapok sama bosen buat ngucapin makasih banyak untuk apresiasi, masukan dan komen agan dan suhu.
Ane minta maaf kalau misalnya ada dari agan dan suhu belum merasa terhibur dengan karya ane.
:ampun:
terlepas dari itu semua. inilah karya ane. terima kasih.


Ane kasih gambaran buat chapter IV
1. plotnya bakal berubah dari cerita sebelumnya.
2. ada kejadian seru dan menegangkan.
3. Darah dan perjuangan

Chapter IV
Wither and Hope

-Janji Diantara Puing-
 
waw terima kash update an nya suhu
:ampun:

sesuatu yg beharga di dpt stlh melalui berbagai hambatan/rintangan

well.
ane tunggu next update ny suhu
:beer:
 
Terima kasih suhu..
Tetap semangat, semoga sampai tamat ceritanya..
 
Ada tambahan karakter paman. Beda ama yang dulu. Dan sepertinya kelompok teroris itu akan muncul lagi buat bales dendam.
Walaupun masih jadi penasaran, apakah rima bakal muncul lagi ato nggak, tapi sepertinya nggak cuma dini yang jadi heroine-nya. Kurang seru klo cuma satu. :D
 



CHAPTER IV - WITHER AND HOPE


Part ½​


January 4th, 03.00pm. at Martapura (Komering river’s)

“HEI BINATANG, JANGAN LARI KAU!!! KAU PIKIR KAU BISA TETAP HIDUP SETELAH TAU RAHASIA KAMI!!” Ancam Jul.

“RAMA!!! JANGAN HARAP KAU BISA SELAMAT!!!” Teriak Jaka lalu menembakan senapang anginnya ke arahku. Tembakan Jaka berhasil mengenai Betisku bagian kanan dan membuat lariku terhambat.

“Cih… Sial. Ada apa dengan orang-orang ini. Semuanya memakai topeng.”

Aku berlari dari Gubuk tersebut menuju tepian sungai. Aku menemukan sebuah sampan kecil yang berada di daratan pinggiran sungai. Tanpa pikir panjang aku mendorongnya ke sungai dan menaiki sampan tersebut. Aku menelpon Dini dan memintannya menunggu di sisi lain dari sungai.

“Sial, sampan ini bocor lagi…”

Akupun berusaha keras mendayung sampan ke seberang sungai. Aku harus melewati sungai selebar 25 meter. Dengan kondisi sampan yang bocor. Usahaku hampir menemui jalan buntu. Sampan tak mampu lagi menahan bebanku. Jarak menuju tepi tinggal 7 meter lagi. Aku pun bertaruh nyawa dengan berenang. Aku berusaha terus berada di permukaan dan mengihindari kemungkinan adanya arus kuat yang berada di dalam air.

Dini melihatku dan berlari menuju ke posisi dimana aku akan menepi.

“Ram, pegang tanganku.” Dini mengulurkan tangannya sambil berpegangan dengan akar pohon.

Aku meraih tangan Dini dan berangkat keluar dari sungai. Syukurlah aliran sungai komering tidak sederas yang aku kira. Walaupun begitu, hampir seluruh tenagaku telah hampir habis terkuras.

“Din. Sebaikanya kamu lari ke kampung sekarang. Temui paman dan aku akan mengalihkan perhatian mereka. Hah…. Hah…” ucapku sambil mengatur nafas yang terengah-engah.

“tapi Ram, kaki kamu berdarah seperti itu.” Ujar Dini khawatir saat tau kaki kananku berdarah.

“gak papa Din, ini cuma peluru senapang angin. Gak tertalu berbahaya dibandingkan kejadian kita yang lalu. Sial, aku gak nyangka kalau mereka bisa berbuat demikian. Untunglah pobiaku sudah dapat kita atasi jadi darah seperti ini tidak ada apa-apanya.” Ujarku mengeluarkan pisau lipat dan berusaha mencongkel bekas peluru tajam senapang angin. Aku merobek sebagian lengan baju kausku dan Dini pun sigap membantuku memperban kakiku. Tampak dari seberang sungai suara mesin ‘ketek’ (sampan) yang sedang dihidupkan.

“Din, kondisi kamu jauh lebih prima dari aku. Please, percaya sama aku. Sekarang kamu kembali ke kampung. Beritahu semuanya pada pamanmu dan hubungi polisi. Handphone cadanganku ada di tas kecil di kamar tempat aku tidur semalam. Handphoneku mati karena tenggelam bersama sampan. Coba dari kemarin kamu mau diisin pulsa pasti gak sulit. Tapi gak papa, lebih aman kamu di tempat paman. Sekarang, aku sangat berharap padamu. Kalau nanti ada yang nanya kamu pergi kemana bilang saja kamu tadi disuruh paman pergi ke anak sungai untuk ngambil perangkap ikan dan belum sama sekali ada ikan yang terperangkap. Takutnya nanti mereka ada mata-mata di kampung dan memberitahukan keberadaanku. Satu lagi, di micro sd ini aku menyimpan bukti kejahatan mereka. Tolong kamu jaga dan sebelum kamu tunjukkan ke paman, kamu salin dulu datanya handphone cadanganku.”

“Baik Ram, tapi kamu harus benar-benar hati-hati. Kamu pegang handphoneku. Nanti begitu aku sampai sana dan selesai menelpon polisi aku langsung kabarin kamu.”

“Oke, aku akan arahkan mereka ke arah jalan raya. Nanti berikan handphone ke paman dan aku akan ceritakan semuanya kepada paman. Kita berpisah sekarang.”

“Ram… tunggu.”

Dini menciumku. Kami pun berpencar…


To be continued…

Chapter IV: Wither and Hope (Part One) Tuesday 24 January 2016, 09.00pm.
 
Kok meloncat nya jauh amat hu..
Kalo belum baca sequel yg lama pasti binun nich..:bingung:
 
Huehuehue,,, maju mundur maju mundur cantiik. Penasaran sama apa yang terjadi sebelumnya. Paling Rama sama Dini iseng ngintip lagi nih, sampai berabe kaya gini. :ngakak
 
ada versi remake.
izin merapat hu.
semoga bisa update sampai tamat ya hu :semangat::beer:
 
Bimabet
UP...
jadi penasaran ni... beda dengan cerita sebelumnya.
Jangan sampe bikin kita pada kuciwa hu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd