Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Janji di antara Puing (Remake)

c214dd528237505.jpg


CHAPTER IV - WITHER AND HOPE
(PART ONE)


January 3, 07.00 am at Home

*sft pintu bagasi mobil ditutup.

“Semua barang sudah di masukkan?” tanya ibuku sambil menyambut sungkem kami.

“Sudah dong bu. Dari pakean, bekal, sama perlengkapan mandi udah komplit.” Jawabku.

“Ibu kami berangkat dulu. Semoga ibu, Ana, dan Arta sehat terus.” Dini memeluk ibuku dan kami memasuki mobil.

“Kalian juga hati-hati. Walau kalian udah dewasa tapi kalian harus jaga diri baek-baek. Apalagi daerah Martapura itu rawan.”

“Iya bu, kami pasti berhati-hati.” Jawabku

“Din, kalo Rama ngebut. Kamu jewer atau cubit aja dia. Kamu tau sendiri Rama sepeti apa.”

“kalau masalah itu ibu gak perlu cemas. Aku ada cara untuk ngatasin Rama.”

Ibu tersenyum melihat Dini. Terbesit dibenakku dari maksud perkataan Dini tadi. Tapi biarlah nanti aku coba saja kalau sudah dijalan.

“Bang, bawa oleh-oleh ya. Kan disana banyak duren.” Celetuk Arta.

“Iya nanti dibeliin. Tapi syaratnya loe mesti makan sama kulitnya. Hahaha.” Ledekku.

Muka Arta cemberut dan Ana tertawa melihat ekspresi Arta.

“Kami berangkat bu!” teriakku dibarengi kendarangan kami yang mulai meniti aspal. Kulihat dari sepion mobil Ibu, Ana, dan Arta melambaikan tangan. Sambil membunyikan klakson, aku membalas lambaian tangan mereka.


January 3, 11.00 am at Jalintim

“Ram, kamu belum capek nyetir?” Ujar Dini sambil memakan keripik kentang.

“Capek sih, tapi rest areanya sejam lagi dan disekitaran kita hutan semua gak ada warung atau toko.” Gerutuku.

“Hm… emangnya kamu kenapa Ram? Sakit” kata Dini khawatir.

“Kepalaku pusing Din. Ada obat pereda nyeri sakit kepala nggak?”

“Ada sih tapi bahaya kalau diminum sekarang. Nanti takutnya kamu ngantuk terus nabrak kan bahaya Ram. Kamu minum air putih dulu aja ya.” Dini menyodorkan air mineral botolan dan mengarahkan sedotannya ke mulutku.


*sfx tegukan air.



“hah… yaudah aku tahan aja.” Aku menekan pedal gas lebih dalam lagi dan mobil pun melaju dengan cepat. Awalnya Dini tidak perduli sebab dia sedang sibuk dengan smartphonnya. Sampai akhirnya dia sadar dan menegurku.

“Ram, pelan aja nyetirnya.” Ujar Dini agak ketakutan.

“Rama…!” ucap Dini dengah setengah teriak.

Aku menurunkan kecepatanku.

“Aku tau kamu pusing. Tapi bahaya kalo kamu ngebut kayak tadi.” Ujar Dini dengan nada cemas. “hm… apa boleh buat. Semoga dengan ini pusing kamu bisa berkurang.” Sambung Dini.

Perlahan-lahan Dini memijat kepalaku. Rasanya rileks sekali namun hal tersebut tidak menghilangkan rasa pusingku.

“Enak Ram?” tanya Dini dengan sedikit mendesah.

“Haduh… kok tiba-tiba jadi kayak gini atmosfirnya.” ujarku di dalam hati sambil berusaha fokus mengemudi.

Entah apa yang Dini pikirkan. Dini memperhatikan baik sisi depan dan belakang mobil lalu mengganti lagu yang sedang dimainkan di mobil.

*sfx music di mobil (endless love – Lionel R ft Diana R)

“Kelihatannya sepi ya Ram.” Dini memindahkan tangan kanannya ke arah juniorku.

“Alamak…! mimpi apa aku semalam. Jangan-jangan…” Teriakku dalam hati. “Din, tangannmu kok disini nanti ada yang-.” Belum sempat aku berbicara tangan Dini telah menarik resleting celanaku. Juniorpun bangkit dengan tegangan maksimal. Pikiranku mulai kemana-mana dan terus membayangkan hal apa yang akan terjadi selanjutnya.

Wajah Dini perlahan memerah dan seperti menahan malu saat juniorku sudah dalam keadaan tegangan tinggi. Aku tidak tahu pasti apa yang sedang dia rencanakan. Dengan setengah kikuk, Dini mengambil gel pencuci tangan yang ada di dalam tas kecilnya lalu melumurinya di tangan kanannya.

“E’hm… Ram, pokoknya apapun yang terjadi kamu harus fokus nyetirnya. Aku bakal bantu ngurangi rasa pusing di kepalamu.”

“Iya Din, emangnya kamu mau ngapain?”

“Pokoknya kamu tenang aja. Serahin sama istrimu di 9 hari ke depan ini. Satu lagi kamu diem-diem aja.” Jawab Dini dengan tersenyum sembari mengedipkan sebelah mata.

“Junior… kamu akhirnya dapet belaian juga selain dari tanganku sendiri. Selamat ya junior”

Dini memasukkan tangannya ke dalam celanaku dan untuk pertama kalinya juniorku dipegang olehnya. Kami saling sejenak menatap dan Dini menunjuk ke arah depan dan berucap “fokus nyetir.” Junior ditarik keluar dan berdiri dengan gagahnya walaupun dengan ukurannya seadanya (p14cm;d3,5cm).

Dini menelan air ludah saat melihatnya. Walaupun bukan yang pertama kali bagi Dini melihat juniorku. Pertama kali Dini melihat junior yakni pada paat aku sedang mau mandi dan lupa mengunci kamar mandi. Dini saat itu sedang kebelet pipis langsung masuk kamar mandi dan menguncinya tanpa tau aku sudah bugil di dalamnya. Saat Dini jongkok (pipis) dia tersadar melihat aku yang terdiam mematung dengan rambut sisa keramas yang belum sempat ku bilas. Muka Dini memerah dan junior bangkit. Aku membuat isyarat telunjuk di bibir agar Dini tidak berteriak dan membangunkan orang-orang di rumah yang sedang tidur siang. Aku membalikkan badan menunggu hajat Dini selesai dan melanjutkan mandi.

Dini mulai menggenggam junior dan mulai memijatnya naik turun. Detak jantungku semakin tak menentu. Rasa deg-degan, senang, terkejut, nikmat, gairah, semua berkecamuk jadi satu. Dini memainkan juniorku dengan hati-hati. Kepala juniorku dimainkan dengan cara menyapukan telunjukknya dibelahannya. Kemudian Dini memijat junior dengan cara memutar genggamannya dengan posisi junior yang tegap kokoh berdiri. “Din…..” ucapku menahan rasa nikmat.

Dini tersenyum manis dan memasang wajah yang menggairahkan. Saat itu juga gairahku naik dan mencoba meraba payudara Dini. Dengan sigap Dini menepis tanganku dan mengarahkan tanganku ke arah stir mobil.

“Jangan Sekarang Ram, Kamu nikmatin yang ini aja dulu. Oke?” jawab Dini dengan nada centil.

Pijatan Dini semakin lama semakin bernafsu. Kali ini dia menggunakan dua tangannya dan merapatkannya seperti genggaman tangan lalu ‘menjepitkan’ tangannya di juniorku. “Alamak… coba dari dulu kayak gini. Nikmatnya.”

Melihat ekspresiku. Dini semakin bersemangat memainkan juniorku. Di’kocoknya’ hingga membuat suara-suara yang erotis. Hal yang bisa ku bayangkan sekarang aku bisa merasakannya. Konsentrasiku mulai terpecah antara menikmati pijatan Dini dan fokus dengan jalan. Beruntung juga karena tidak ada kendaraan yang melaju baik di depan maupun di belakang kami. Ada sedikit khawatir. Takut kalau ada kendaraan yang mendapati kami sedang melakukan pijat ++ dijalanan.

“Enak ya Ram?” Ujar Dini manja.

“Iya Din, Uh….”

“Sebagai calon istri yang baik. Harus bisa memberikan pelayanan yang prima untuk calon suaminya.” Ujar Dini sambil meremas lembut kepala juniorku lalu tiba-tiba memijat naik turun dengan cepatnya. Sungguh sensasi yang luar biasa. Aku pun tak bisa menahan diri untuk berteriak.

Hingga sekitar 30 menit setelah pijatan Dini. Aku pun tak sanggup lagi untuk menahan.

“Din, mo keluar kayaknya.” Ujarku menahan gejolak dari juniroku.

“Sebentar Ram.” Dini mengambil tisu dan mempercepat pijatannya.

“Ah….” Spermaku keluar dan membasahi tisu yang telah Dini siapkan sebelumnya.

“Wah, Din… ha… legaaaaaaaaaaaaa…… banget rasanya… fyuh…” Jawabku dengan keringat yang bercucuran.

“Iya Sayang. Enakan? Nanti kalau udah nikah aku pasti kasih kamu servis yang lebih lagi.” Ujar Dini sambil mencium pipiku.

“Makasih Sayang, huh… waw… it’s first time for me.” Jawabku sambil merilekskan diri sembari menikmati belaian tangan lembut Dini membersihkan sisa-sisa spermaku.

“me too… I never do that but you.” Dini memasukkan juniorku ke dalam celana dan menaikkan lagi resletingku.

“Sekarang gimana pusingnya?” tanya Dini sembari membersihkan tangannya.

“Eh iya, ya. Pusingku udah gak kerasa lagi. Calon istriku memang hebat” Jawabku sambil mengelus kepalanya.

“Engak sehebat itu kok Ram. Sebenarnya, aku tadi buka-buka internet buat nyari solusi ngilangin pusing kamu tanpa minum obat. Dan aku ketemu cara itu tadi. Aku juga cari tau cara mijetnya di Internet. Maaf ya kalau nggak enak.” Ucap Dini wajah polos.

“kata siapa nggak enak? Enak banget kok sayang. Makasih banyak ya. Kamu pinter banget. Makin sayang dan cinta, aku sama kamu.” Pujianku kepada Dini.

“hehehe…” Dini tertawa renyah dan tersipu malu. “tapi Cuma sekali ini aja ya Ram, takutnya nanti keterusan. Kan kamu sendiri yang bilang kalau kita… kita… em…”

“buat dedek?” potongku sembari menggoda.

“iya, buat dedek” Dini tersipu. “nanti pas setelah ijab kabul.” Sambungnya.

“Iya Din, gak papa kok. Kan tinggal 9 hari lagi.” Ucapku sembari mencium tangan Dini dan menyadari sesuatu.

“Din, kamu tadi habis pakai minyak angin ya?” tanyaku dengan ragu.

“Iya sih, tadi pakai sofresh hot pas kita isi bensin 1 jam yang lewat. Terus pakai pijet leher kamu juga.”

Wajahku pucat seketika mendengar hal itu. “oh God…. Is this my punishment..? Ini mah lebih bahaya dari ngebut dijalan”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~Janji Diantara Puning~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~​


Dini akhirnya mengetahui penderitaanku. Sepanjang perjalanan, dia meminta maaf dan mengipas-mengipas juniorku. Aku yang menahan rasa panas mencoba tersenyum kepada Dini walau dipaksakan. Dalam waktu 2 jam baru hilang ‘siksaan’ tersebut.
Kami yang sudah kelelahan memutuskan beristirahat di sebuat rest area di daerah OKU meskipun perjalanan tinggal 1 jam lagi hingga sampai di kediaman pamannya Dini. Kami tidak ingin mengambil resiko.

Dini nampak murung dan selalu meminta maaf. Aku hanya tertawa terbahak-bahak melihat wajah polosnya itu. Akupun meyakinkan Dini dan akhirnya dia pun ceria kembali.



January 3, 18.00 pm at Martapura (Kelingi Village)


Aku dan Dini keluar dari mobil dan bertanya pada penduduk setempat.

“Permisi Pak, numpang tanya. Rumahnya pak Sofian, kades Kelingi di mana ya. Saya sama keponakannya dari kota mau ketemu beliau.”

“Oh, pak kades. Aden lurus aja. Sampai pertigaan, aden ambil kanan terus ada rumah pojokan deket anak sungai yang ada pondokan kecil, itu rumahnya.” Ujar bapak yang berbadan agak gemuk berkulit sawo matang dengan senyum yang ramah.

“Oh iya pak, makasih banyak. Saya Rama dan ini Dini, ponakan pak Kades dari Kota. Maaf dengan bapak siapa ya?” tanyaku berbasa-basi sembari mengajak salaman.

“nama saya Fizul den, tapi orang sini manggil bapak, jul.” jawab pak jul yang menyambut salamku.

“kalau begitu saya permisi ya pak.”

“Iya Den. Monggo. Bapak titip salam dengan pak kades.”

Kami pun kembali memasuki mobil dan beranjak menuju rumah Paman.


January 3, 18.10 pm at Martapura (House of Dini Uncle’s)


“Akhirnya Sampai juga!” ucapku lalu membuka pintu mobil.

“Dini!” teriak pria paruh baya yang segera kami kenali sebagai pak Sofian. Adik dari bapak Taufik tidak lain adi dari bapak kandung Dini.

“Paman!” Dini menutup pintu mobil dan berlari menemui paman yang kini duduk di kursi roda lalu. Dini sungkem kepada paman sambil meneteskan air mata haru.

“Sudah besar kamu nak.” Ujar Bibi Juni. Istri dari paman.

“Iya Bi. Sudah lama aku gak ketemu kalian.” Dini memeluk bibinya.

“Kalau gak salah terakhir pas kamu tamat SMA kan. Waktu itu Paman masih sehat bugar jadi masih bisa jalan ke kota bareng bibi. hahahaha. Paman benar-benar khawatir sama kamu. Terlebih paman cuma bisa mantau kamu lewat henpon. Paman sedih kalau keinget kejadian papa sama mama kamu. Paman juga kesal sama diri paman yang gak bisa jenguk kamu" Ujar paman sambil menatap sendu Dini.

"Paman tenang aja. Dini gak papa sekarang. Paman tenang aja ya." kata Dini menenangkan paman.

"Syukurlah kalau begitu. Tapi paman kemaring sempat uring-uringan sebab 4 bulan lebih gak ada kabar dari kamu. Terakhir yang paman tau kamu jadi korban perampokan.”

“maaf ya paman, kemarin HP Dini dihancurin sama perampok. Seluruh kontaknya hilang. Tapi Dini beruntung, Tuhan masih berbaik haik sama ponakan paman. Aku ditolong pemuda yang baik, itu orangnya.” Dini menunjukku yang bersandar di tiang penyangga teras rumah. Setelah ditunjuk dini, barulah aku sungkem dengan paman dan bibi.

“Rama ya? Paman baca koran tentang aksi jagoanmu. Paman dulu masih muda sama kayak kamu. Gini-gini paman bekas jawara kampung. Hahaha…”

“Makasih paman, jadi malu dibilang jagoan. hehehe, tapi semuanya karena keberuntungan yang Tuhan kasih ke aku, paman. Tapi kalau paman, aku yakin pasti paman hebat bener dulunya. Jawara kampung. Keren…”

Kami berdua pun tertawa dan membuat para wanita garuk-garuk kepala.

“udah petang, yuk kita lanjut di dalem aja ngobrolnya.” Ajak bibi.


Kami berempat masuk ke dalam rumah Paman. Rumah yang cukup besar dengan ornamen has pedesaan. Walupun terletak di dekat anak sungai namun desa ini sudah cukup teraliri listrik. Suasana malam yang tenang dan nyaman membuatku merasa kerasan berada disini.


Kami bercanda satu sama lain. Walaupun aku baru bertemu dengan paman dan bibi tapi aku merasa kalau sudah mengenal mereka sejak lama. Tidak terasa canggung maupun minder. Karena mereka sebentar lagi akan menjadi keluargaku juga.

Paman dulu dibesarkan di kota dan semenjak menikah ia pindah ke Martapura sebagai pegawai kelurahan. Paman memiliki satu orang anak bernama Atma yang sedang kuliah di Jakarta.

Selama hampir 10 tahun mengabdi, akhirnya dia terpilih sebagai kades dan memimpin desa ini dan telah banyak memberikan sumbangsih. Akan tetapi, pada bulan februari nanti pemilihan kades yang baru akan dimulai dan paman akan kembali menjadi warga biasa. Paman sendiri tidak masalah dengan hal itu namun paman mengatakan ada hal yang janggal terjadi terkait permasalahan pemilihan kepala desa. Dari sebanyak 5 kandidat calon kades. 2 diantaranya hilang tanpa jejak semenjak seminggu yang lalu.

Sampai pada saat Dini dan bibi tidur. Paman meminta tolong padaku untuk melakukan sesuatu. Sesuatu yang hanya bisa dilihat dari sisi dari bersebrangan.


To be continued…
 
Terakhir diubah:
Pernah ngalami sich di balsem..
Rasanya panas² gimana gitu..
Wkwkwkwkwkkk...
 
Saya belum pernah baca cerita versi yang dulu

Tapi cerita ini :mantap:


Lanjutkan Hu
 
wah mulai petualangannya masbro....
top dah....
semangat buat update .....
 
Waduh. Anunya kena balsem. Haha..
Pernah ngalami sich di balsem..
Rasanya panas² gimana gitu..
Wkwkwkwkwkkk...
Pengalaman yang cukup berkesan itu gan. :mantap:

Hmmm,,, pak Fizul aka Jul. Yang bakal ngejar ngejar Rama kah??? Intrik PILKADES nih!!!
Nanti bakal terjawab di chapter selanjutnya gan. Trims udah mampir.
:jempol:
ah urang banua.....
maaf gan ane dari latar untuk kota di kota pempek. kalau desanya di perbatasan sumsel dan lampung
Saya belum pernah baca cerita versi yang dulu

Tapi cerita ini :mantap:


Lanjutkan Hu
Terima kasih banyak gan. Cerita sebelumnya sama pada 3 chapter sebelumnya. Namun dengan berbagai perbaikan dan penambahan cerita.
Semoga bisa selalu dinikmat.





Untuk para suhu dan agan yang lainnya.

Terima Kasih Banyak untuk komen dan likenya.
:ampun:
 
:ampun:
Mohon Maaf Kepada Agan dan Suhu Sekalian.

Malam ini ane belum bisa upload cerita dikarenakan laptop ane ketinggalan di rumah dan ane sekarang lagi dapet kerjaan diluar kota.

Sekali lagi ane ucapin beribu maaf kepada suhu sekalian.
Mungkin jum'at malem atau sabtu ane baru bisa upload.
Tapi ane pastiin ke agan dan suhu kalau chapter IV udah rampung ane selesein.

Terima kasih untuk pengertian dari agan dan suhu sekalian.

-penuliskidal​
 
  • Like
Reactions: Tul
gpp suhu....
dituntaskan dulu aja kerjaannya...
lancar jaya buat RLnya suhu
:semangat:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd