Hari Sabtu, aku benar-benar tidak konsentrasi...
Puncaknya adalah pada jam pelajaran bahasa Inggris, padahal biasanya aku sangat semangat mengikuti pelajaran ini karena bahasa Inggris adalah salah satu mata pelajaran favoritku.
Aku sedang meletakkan kepalaku dimeja, aku melamun ketika guru bahasa Inggrisku bertanya,
"You over there! What can you learn from this text?" tanya pak Budi
"Me Sir?
" aku balik bertanya sambil mengangkat kepalaku dengan malas
"Yes! You!" katanya sambil mengetuk-ngetukkan jarinya dengan tidak sabar ke meja
"About what sir?" tanyaku bego
"Ckckck....about the benefits of reading newspaper!"
"Umm...I don't know sir..." jawabku sekenanya
"You must pay attention! Kamu mau nilai kamu hancur?!" bentaknya
Aku benar-benar jenuh. Emosiku seketika meledak.
"WHY SHOULD I CARE?!! Newspaper?! What the hell is that for?!" aku balas membentak
"JAGA MULUT KAMU!!! Kamu, keluar dari kelas ini sekarang!!" pak Budi bangkit dari tempat duduknya dan menggebrak meja. Ia meradang marah.
Padahal di sekolahku, pak Budi terkenal sebagai guru yang TIDAK PERNAH marah, entah kenapa semuanya tiba-tiba menjadi kacau seperti ini.
Aku berjalan kearah pintu dengan gontai, kusapukan pandangan ke seluruh kelas, semuanya menatapku dengan mengrenyitkan dahi, tidak setuju dengan tindakanku yang menentang pak Budi.
Tiba-tiba di pojok kelas, kulihat Ira duduk dengan cowok yang kemarin kupukul. Langkahku terhenti.
"I-ira?" aku tercekat
"TUNGGU APA LAGI?! KELUAR KAMU DARI KELAS!!!" bentakan pak Budi menyadarkanku.
Seketika sosok Ira dan cowok itu menghilang, digantikan oleh Feby dan Ade. Mereka menatapku kebingungan.
Aku berbalik kearah bangku ku dan mengambil tas.
"KELUAAAAAAAAAARRRRRR!!!!!!!" pak Budi benar-benar mengamuk, ia membanting bangku siswa didepannya.
Aku menatapnya tajam dan kulontarkan kalimat yang membuat pak Budi tertegun
"Will you shut up? Oh, for God's fucking sake!!"
BRUAAAAKK!!! Kubanting pintu kelas dengan kemarahan memuncak.
Akhirnya kuhabiskan jam pelajaranku di kantin sekolah. Ketika jam istirahat, kulihat banyak anak-anak kelas lain mencibir ke arahku. Aku tahu, aku telah membuat suatu kesalahan fatal dan itu menyebar dengan sangat cepat. Tapi aku terlalu banyak pikiran untuk mengurusi hal seperti itu.
Tidak ada teman yang mengajakku berbicara ataupun menyapaku hingga pulang sekolah.
________________________________________________________________________
Aku sampai didepan rumah...dalam keadaan lelah, sedih, bingung, sakit hati.
Kubuka gerbang depan rumah dengan malas. Motor kuparkir seenaknya.
Aku menghela nafas ketika sudah berada di dalam rumah. Pikiranku kacau dan aku segera menuju ke kamar.
Setelah berganti baju, aku tiduran di kasur, mencoba memperbaiki pikiranku yang kusut. Di dalam pikiranku hanya terbayang Ira, perasaan bercampur aduk antara rindu, sedih, sakit, marah.
Kepalaku serasa berputar, berbagai macam suara masuk kedalam telingaku, musik dangdut tetangga sebelah kiri, musik heavy metal tetangga sebelah kanan, bunyi bel pintu rumah, suara TV di ruang keluarga dan banyak suara lain bercampur menjadi satu.
Aku memutuskan untuk bangun dan minum. Mungkin segelas air dingin dapat menenangkanku. Aku terhuyung-huyung berjalan menuju dapur, kuambil dan kuminum segelas air dingin. Lalu aku berjalan kembali ke kamar. Aku kembali berhalusinasi, samar-samar kucium wangi parfum yang biasa dipakai Ira.
"Shit! Shit!! Stop Rif...jangan halusinasi lagi!" kataku kepada diri sendiri
Kututup pintu kamar dengan sepelan mungkin dan kusandarkan kepalaku pada daun pintu. Kupejamkan mataku, mencoba untuk bertahan walaupun hatiku terasa sakit.
Tiba-tiba sepasang lengan memelukku dengan lembut dari belakang. Aku terhenyak dari lamunanku dan langsung berbalik.
Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat, Ira. Kepalanya tertunduk dalam.
"I...Ira?" tanyaku dengan tergagap
"Maaf...maafin aku Rif..."
"Ngapain kamu disini? Kapan kamu masuk?"
Ira terdiam sejenak, ia tidak menjawab pertanyaanku. Kemudian dia mengangkat wajahnya dan menatapku.
Aku melihat matanya yang teduh itu mulai digenangi air mata. Berbagai macam perasaan berkecamuk dalam hatiku.
"Ijinin aku jelasin semuanya Rif..."
Aku hanya diam
"Aku...kemarin...cowok yang waktu itu bukan siapa-siapa Rif"
"Oh ya? Terus?" emosiku mulai naik
"Dia...dia...kenalanku...dia jualan barang-barang BM" Ira menunduk
"Ooh...terus kamu pacari biar dapet barang-barang murah gitu?"
"Bukan!" sergahnya cepat-cepat, ia kembali menatapku mencari secercah rasa percaya dimataku
"Aku...dia emang suka sama aku udah lama..." lanjutnya
"Hoho! Ngaku juga kamu? Udah deh, gausah berbelit-belit...to the point aja!" ujarku sinis
"A...aku mau beli HP yang bagus tapi murah...tapi aku bingung soalnya budgetku terbatas..." ucapnya pelan
"Jadi kamu jual diri gitu cuma buat beli HP?" tanyaku tidak percaya
Ia menggelengkan kepalanya pelan
"Bu...bukan...aku mau beli HP itu buat...buat..." Ira mulai menangis
"Buat siapa? Perasaan tiap orang di keluargamu punya HP deh...ooh...aku tau! Buat cowok lain lagi? Iya?" tanyaku semakin tidak percaya
"A...aku...beli...bu...buat....kamu...." tangisnya pecah
Aku kaget setengah mati. Rasanya seperti petir di siang bolong.
"Buat...aku?"
"Iya...aku tau HP mu yang satu rusak...jadi aku mau beliin yang baru buat kamu..."
"Hah?" aku melongo
"Dia kira...aku kasih harapan ke dia...padahal aku udah bilang Rif...aku udah bilang kalo aku ga ada rasa sama dia...aku..aku juga udah ngasi tau tujuanku deket sama dia...tapi dia ga mau tau..." ucapnya disela-sela tangisannya.
Aku diam saja...sakit, sedih, kecewa, semuanya bercampur.
"Aku tau caraku salah....maafin aku Rif....maafin aku....!" jeritnya, ia memelukku sambil menangis
Aku melepaskan Ira dari pelukanku dan menyeka air matanya...
"Kamu tau darimana HP ku yang satunya rusak?" ucapku pelan, aku masih was-was
"Waktu itu...waktu kamu kerumahku...aku liat casing HP mu yang satunya..."
"Terus?"
"Aku tau kamu nggak mungkin nglepas casing HP yang kamu sayang banget kayak gitu, kecuali rusak..."
"Hah?" aku melongo (lagi), takjub akan kemampuan analisisnya. Memang apa yang dikatakannya semua benar.
"Ah...aku..." aku speechless. Benar-benar nggak tahu harus berkata apa.
"Oh iya, waktu itu, aku liat kamu bawa bungkusan roti. Buat apa?" tanyaku menyelidik
"Itu...roti di toko itu katanya enak...aku beli terus kubawa pulang...niatnya aku mau bikinin kamu roti kayak gitu..."
Hekh! Rasanya aku sudah melakukan suatu kesalahan besar. Seharusnya aku nggak mencurigai Ira kayak gini. Nggak mungkin cewek sebaik Ira selingkuh.
"Aku...." kata-kataku macet di tenggorokan
"Hmm?" Ira menatap mataku
"Aku...minta maaf....nggak seharusnya aku curiga sama kamu...." aku tertunduk tidak mampu membalas tatapan matanya, pipiku terasa panas
Ira tersenyum dan air matanya mengalir lagi
"Ah? Eh? Kenapa nangis lagi?" tanyaku panik
"Nggak apa-apa Rif..." ia memelukku dengan erat
Kemudian aku mencium bibirnya lembut dengan cukup lama. Kami berdua sama-sama terhanyut dalam perasaan kami masing-masing.
Kucium lehernya. Air matanya mengalir lebih deras, namun Ira tersenyum.
"Rif, aku sayang kamu...." bisiknya di telingaku
"Aku juga sayang banget sama kamu..." jawabku sambil melepas kancing kemejanya satu persatu
Kulihat Ira hanya memejamkan mata, tapi entah kenapa ia masih menangis.
Kudorong lembut tubuhnya hingga tiduran telentang di kasurku dan aku mengambil posisi menindih tubuhnya. Setelah kulepas kemejanya, ternyata ia menggunakan tank-top berwarna pink.
Aku menelan ludah, 'adik'ku terasa ngilu karena baru pertama kali melihat Ira mengenakan tank-top seperti ini. Tank-top itu memperlihatkan belahan dadanya yang sangat merangsang, buah dada yang putih bersih dan kenyal.
"Iraaaa...." erangku tidak tahan
Kuremas-remas buah dadanya dengan penuh nafsu kemudian kulepas tank-top nya. Segera saja kujilat dan kukulum putingnya yang berwarna pink. Kulirik Ira, ia masih menangis dan memejamkan mata.
"Ukhh...." erangnya tertahan
Dengan tidak sabar, kulepas celana jeansnya dan juga celana pendekku. Tanpa basa-basi, kulepas celana dalamnya dan kuarahkan penisku ke arah vaginanya.
Aku tidak mau ambil repot foreplay. Sekali-sekali langsungan aja gitu. Aku berhenti sebentar dan memperhatikan Ira dari atas ke bawah. Penampilannya begitu menggairahkan, ia telanjang di hadapanku dan masih menangis.
Tanpa pikir panjang, kumasukkan 'adik'ku kedalam vaginanya. Kutatap Ira, ia menggigit bibir bawahnya. Sepertinya ia merasa sakit.
"Sakit ya Ra?"
"Hm-mh...sedikit..." matanya masih terpejam
Kugenjot vaginanya dengan penuh nafsu. Ira yang awalnya hanya diam saja kini mulai bersuara
"Mmmmhh....hhh....hhh....uuuhh..." desahnya lemah
"Cih!" umpatku dengan agak keras
Ira membuka matanya sedikit dan bertanya,
"Kenapa Rif?"
"Nggak papa...kamu ngrangsang banget...nggak kuat..."
Ia menjawab dengan senyum nakalnya. Setelah beberapa menit bermain, Ira minta ganti posisi. Doggy-style.
"Rif, ganti posisi dong..."
"Oh? Mau apa?"
"Doggy-style...hehehe..." jawabnya sambil terkekeh
"Ih...liar juga kamu yah? Hahaha" aku tergelak
Kemudian kami berganti posisi. Kuarahkan penisku ke vaginanya.
"Siaaaapp??" tanyaku
"Siaap...kapan aja sayang..." senyumnya
Dengan gerakan tiba-tiba, agak kasar, kusentakkan penisku kedalam vaginanya.
Tubuhnya mengejang, setelah kugenjot beberapa kali, Ira mulai melenguh.
"Uuuuuhhh.....oooohhh......."
"Enak?" tanyaku
"Enaaaakk...Riiiffff....aaaahhh....disitu....aaahhhh...." racaunya
Kupercepat genjotanku hingga semua penisku tertelan vaginanya.
"Iyyaaaaaahhh!! Aaaaawww....awwwwhh....mmmhhh....oooohh..." desahanya mulai berubah menjadi jeritan.
"Eeh...eeh...! Ssstt....jangan keras-keras" bisikku
"Maaafffhhh.....aaaahhh....aassshhh.....eenaaaakkkhh....aaaahhh..." desahnya pelan
Tiba-tiba kurasakan vaginanya meremas penisku dengan kuat. Ira orgasme dengan jeritan tanpa suara, kemudian ia tersungkur di kasur. Tubuhnya basah oleh keringat.
Kuubah gaya menjadi gaya konvensional lagi supaya aku bisa melihat wajahnya yang merasakan kenikmatan itu. Sekitar 10 menit kemudian, penisku berdenyut-denyut. Ira merasakan hal itu dan mencoba mendorong tubuhku menjauh.
"Jangan....di...dalem...Rif..." ujarnya patah-patah
Kedua telapak tangannya mendorong dadaku tanpa tenaga. Aku tidak menjawab. Kucabut penisku dan kuarahkan ke mulutnya.
"Jilatin Ra, isep...uuuhh" erangku
Dengan patuh Ira memasukkan penisku kedalam mulutnya. Tanpa persetujuannya, kupompa penisku didalam mulutnya. Spontan Ira kelabakan, matanya terbelalak ketika penisku masuk hingga kedalam kerongkongannya.
"Nggghh!! Mmmmmhhhh!!!" Ira protes dan berusaha mengeluarkan penisku dari mulutnya.
Tapi ia sudah lemas karena orgasme, jadi yang ia lakukan hanyalah menempelkan telapak tangannya di selangkanganku.
Beberapa detik kemudian aku sampai pada batasku, kusemprotkan spermaku didalam mulutnya disertai perasaan nikmat yang amat sangat.
Crooott....!!
Ira hanya terpejam pasrah ketika mulutnya dipenuhi oleh spermaku. Kukira ia akan segera memuntahkannya, tetapi ternyata ia berusaha menelannya dengan susah payah lalu menjilati penisku sampai bersih. Wajahnya tampak menderita. Kubiarkan penisku mengecil di dalam mulutnya.
"Kamu telan semua?" tanyaku sambil mencabut penisku dari mulutnya
"Hm-mh..*** ada cara lain.." ia berusaha tersenyum
"Uff...maaf yaa...."
"Nggak apa-apa...anggap aja itu hukuman dari kamu..."
Aku tersenyum. Kemudian aku mendekatkan wajahku ke vaginanya dan mulai kujilati klitorisnya. Ira kembali melenguh.
"Uugghh.....udahan Rif...aaaahhh..."
Tapi aku tidak peduli. Kujilati vaginanya dengan buas dan kuremas-remas kedua buah dadanya. Kedua tangannya menekan kepalaku, berusaha memasukkan lidahku jauh lebih dalam kedalam vaginanya. Beberapa menit aku terus menjilat, mengisap, menggigit kecil.
"Aku....keluaaaaar....." erangnya.
Seketika itu juga tubuhnya menegang dan ia menjambak rambutku dengan kuat.
Cairan orgasmenya memenuhi mulutku. Kali ini aku yang bersusah payah menelan.
Kemudian Ira terkulai lemas, tersengal-sengal. Aku pun membaringkan diri disampingnya, lumayan lelah. Kupalingkan wajahku kearahnya, memang dia kelihatan sudah sangat lelah, Ira tidak mungkin sanggup melanjutkan permainan lebih jauh. Ketika pandanganku agak turun kebawah, aku melihat buah dadanya yang menantang itu, bersih tanpa cacat dan kencang berisi dan saat itu pula nafsuku naik kembali.
Penisku berdiri kembali dengan tegak. Ira melirik kearah penisku, namun aku pura-pura tidak tahu dan memalingkan tatapanku ke langit-langit. Semenit....dua menit...berlalu dalam kesunyian hingga akhirnya Ira membuatku kaget. Ia bangun dengan terhuyung-huyung, ia terlihat sangat lemas. Ia menaiki tubuhku dan tangannya yang gemetar hebat menggenggam penisku dan kemudian memasukkannya kedalam vaginanya dalam posisi woman on top, lalu ia mulai menggerakkan pinggulnya naik-turun.
"Ra? Hei...hei...kenapa kamu? Nggak biasanya...kalo capek ya udah...ngga usah diterusin..." ujarku cepat-cepat. Ira hanya menjawab dengan senyum lemah, matanya sangat sayu.
5 menit berlalu. Tak ada lagi desahan, Ira hanya memejamkan mata dan tersengal-sengal. Aku tidak tega melihatnya, okelah kalau dia ingin kenikmatan, tapi bukan begini caranya! Gerakannya semakin liar. Ketika aku hendak menghentikannya, mendadak Ira tercekat.
"Uuuuunnngggghhhh.....aaaaaahhh....aaaahhh....!!" matanya terbelalak dan vaginanya mencengkeram penisku dengan sangat kuat. Aku merasakan penisku seperti disiram sesuatu yang hangat dalam jumlah banyak.
Belakangan aku tahu ternyata Ira mengalami orgasme yang jauh lebih dahsyat daripada yang sebelumnya..
"Maaf...Riif...aku...udah sampe...batasnya...."
"Ra?! Kamu kenapa hey?!!" aku berteriak panik sambil memegang kedua lengannya.
"Udah...nggak...sanggup..aku...cuma bisa...ngasih...ini. Hap...py...birth...day...." Ira terkulai di atas tubuhku.
Ira tergeletak dipelukanku. Awalnya aku khawatir, tetapi setelah kuperiksa, ternyata ia hanya pingsan karena kelelahan. Kok bisa?? Dasar Ira memang aneh...
"Happy birthday?"
,aku berusaha mencerna kata-katanya dan saat itu juga aku sadar kalau hari ini aku berulang tahun.
Aku benar-benar lupa, mungkin karena stress gara-gara masalahku dengan Ira sebelum ini.
Sebuah kado yang aneh dan agak tidak masuk akal memang, tapi itulah Ira, selalu memberi kejutan-kejutan kecil dalam hidupku.
Kubiarkan ia tidur dipelukanku, penisku yang masih tegak masih menancap di vaginanya. Ku set AC pada suhu terdingin, kutarik selimut tebal untuk menutupi tubuh kami berdua. Hujan pun turun dengan lebat, membuat suhu di kamar menjadi turun beberapa derajat dari yang seharusnya.
Malam itu, kami tidur berdua...lagi.
=BERSAMBUNG=