UPDATE PART 12
Dian sedang dipegangi oleh seorang cowok sementara cowok lainnya tengah menggenjot vaginanya. Hal yang sama juga terjadi pada Ira. Kancing seragam mereka terbuka semua, seragamnya tampak kotor oleh tanah serta sobek disana-sini, celana dalam dan bra mereka tergeletak ditanah tak jauh dari situ. Ada 6 cowok yang tengah memperkosa pacar kami.
"Aaaarrrggghhh....memek lo emang enak banget Ra! Uggghhh...!!" kata seorang cowok yang belakangan kuketahui bernama Fariz sedang memasukkan penisnya kedalam vagina Ira.
"Lepasin aku! Lepasiiiinn!!" Ira menjerit-jerit dan meronta sekuat yang dia bisa. Namun Izal, cowok yang memegangi tangannya lebih kuat.
"Woww...toket lo kenyal benget yaa, gede lagi. Gue jadi ngaceng lagi neh, padahal tadi udah ngecrot dimemeknya Dian. Hahahha" ujar Dinar sambil meremas kedua payudara Ira yang tidak ditutupi apapun.
"Jangan sentuh aku! Jangan sentuuuhh!!!" Ira menjerit histeris
"Hhahahaha...dasar pecun bego! Udah jelas kontol gue lagi didalem memek lo, lo masih bisa bilang jangan sentuh? Hahahaha!" Fariz tergelak hebat
"Naah...gitu...ooohh...woy, yang ini mulutnya enak banget buat dientot!" Gilang, sedang memasukkan penisnya kemulut Dian
"Mmmm...susu lo enak buat diremes-remes ya! Sayangnya lo gamau jadi pacar gue!" payudara Dian diremas dengan kasar sehingga ia melenguh kesakitan sementara penis Anton menghunjam vaginanya
Fendi membuka ritsleting celananya di depan muka Ira,
"Eh, daripada lo teriak-teriak gitu, mending lo emut aja kontol gue! Kan lebih bermanfaat gi—aaaaaarrrggghhh!!!" Fendi roboh kesamping.
Aku memukul tengkuknya sekeras yang aku bisa. One down, five to go!
Setyo sudah menarik Gilang menjauh dari Dian lalu segera terlibat baku hantam.
Bajingan-bajingan itu tampak kaget melihat kami, tapi mereka tidak berhenti mempermainkan tubuh Ira dan Dian
"Bangsat! Eh, lo berempat urusin mereka berdua! Gue mau nglanjutin ngentot nih pecun, ntar kalo gue udahan, terserah mau lo apain dia!" perintah Fariz kepada anak buahnya sambil menunjuk kami kemudian Ira. Ketiga cecunguk sisanya bangkit berdiri dan maju melawan kami.
"Aaaaaaaaahh!!!" Ira menjerit kesakitan ketika penis milik Fariz disodokkan dengan kasar. Ia menangis, air matanya mengalir dengan deras, Ira hanya mampu memberikan perlawanan tak berarti.
Singkat cerita, aku dan Setyo bergelut mati-matian melawan 4 anak SMK (sensor) yang terkenal battle-hardened dan doyan tawur itu. Disela-sela pertempuran itu, aku sempat melihat Dian yang tergeletak tak sadarkan diri di sebelah kanan Ira, darah dan lendir putih kemerahan mengalir pelan dari vaginanya, hatiku ngilu, rupanya Dian sudah digilir oleh mereka semua hingga vaginanya lecet.
Aku melihat Ira yang tubuhnya masih dijadikan pemuas nafsu oleh keparat Fariz itu.
"Guuh! Memek lo ngejepit kontol gue? Haahaha...pecun! Enak kan dientot sama gue?!"
Tangan kirinya menahan kedua pergelangan tangan Ira dan tangan kanannya meremas-remas payudaranya dengan kasar, aku bisa melihatnya.
"Nggak...nggak...lepasin aku...please..." Ira menangis tersedu-sedu. Diwajahnya tersirat penderitaan yang amat sangat.
"Anjing! Lo merintah gue?! Inget, lo sekarang tu pecun!" Fariz menampar pipi kirinya (Ira) dengan keras.
"Riz, aku nggak nyangka kamu bakal tega kayak gini...!" tangisnya semakin keras, pipinya memerah bekas tamparan Fariz
Fariz melirik kearahku yang sedang sibuk berkelahi, mata kami bertemu
"Hahahaha...salah siapa lo nolak gue dan malah jadian sama cowok cupu kaya dia!"
"Arif jauh lebih baik daripada binatang kayak kamu!" Ira menghinanya. Sungguh berani, meningingat dia sedang dalam situasi seperti ini.
Fariz menoleh kearahnya dan melotot.
"Bangsat! Lo ngatain gue binatang?! Hhahaha...liat aja, binatang juga bisa ngehamilin lo! Nih rasain!! Nih!" Fariz menyodokkan penisnya sekasar mungkin
"Aaaaaaahh!! Sakiitt!!!" Ira menjerit pilu. Hatiku hancur mendengar jeritannya itu. Jeritan yang akan menghantuiku bertahun-tahun kemudian.
"Hahaha...gue hamilin lo, pecun! Biar masa depan lo ancur! Ini akibat buat cewek yang nolak gue! Ngggghhh...!!" Fariz melenguh
Ira terbelalak, berusaha mati-matian mendorong tubuh Fariz menjauh.
"Jangan Riz! Please jangan!! Jangan dilanjutin! Stop!!" ia menjerit-jerit putus asa.
Aku bagai tersetrum listrik menyaksikannya. Aku berusaha menghindari Anton dan Izal yang sedang mengeroyokku dan berusaha berlari kearah Fariz. Baru beberapa langkah, mereka berdua sudah menghadangku lagi.
"Keparat! Minggir kalian anjing!!!!" aku meraih kepala mereka berdua dan membenturkannya satu-sama lain dengan kekuatan yang bahkan aku pun tidak menduganya, namun sekarang bukan waktunya untuk tertegun. Mereka berdua tumbang, terkulai tak bergerak.
Aku melanjutkan berlari kearah Fariz, tanganku terulur untuk menggapainya...
Sedikit lagi....
"Aaaaaaaaaaaaarrrrrrggghhhhhh!!!" Ira dan Fariz berteriak bersamaan...
Satu jeritan berbeda makna, yang satu jerit kenikmatan, yang satu jerit keputus-asaan dan penyesalan. Ira menutupi wajahnya dengan tangan dan menangis histeris, sementara cairan putih kental mengalir pelan dari lubang vaginanya.
Aku terlambat...
Fariz mencabut penisnya dari vagina Ira dan memutar badannya kearah pertempuran
"Nah, sekarang, gue mau ngurusin cecunguk-cecunguk itu du—"
BUAAAAAKKKK!!!!
Aku sukses menjejakkan kakiku dengan keras di muka Fariz. Ia terjungkal kebelakang.
"Bangsat! Lo nggak tau siapa gue hah?!" Fariz bangkit sambil mengelap hidungnya yang berdarah
"Kamu...binatang...!!" aku menggeram. Rasio sudah tidak jalan, dan hanya satu yang ada dipikiranku, aku harus membunuh anjing ini, atau minimal kuhajar sampai koma.
"Hohoho...lo mau ngelawan gue? Anak mami kayak elo mau ngelawan gue?! Nggak usah bikin gue ketawa!!" ia berteriak dan menerjang ke arahku.
Fariz diliputi kemarahan sehingga dia tidak dapat berpikir jernih, yang dia lakukan hanya menerjang dengan membabi buta. Sayangnya, aku sudah memasang kuda-kuda dan tanganku sudah siap.
"Son of a bitch!!" aku meraung sekuat tenaga dan...
BUAAAAAKK!!!
Fariz terpelanting kebelakang ketika kepalan tanganku menghantam hidungnya dengan sangat keras. Fariz terkapar tak sadarkan diri, darah segar mengalir dari pelipisnya yang terbentur batu dan hidungnya yang terkena pukulan serta jejakkan kakiku. Semudah itukah? Kurasa iya...seseorang akan mengeluarkan kekuatan sesungguhnya ketika ia ingin melindungi sesuatu atau seseorang yang dicintainya.
Aku terengah-engah. Wajahku penuh bilur-bilur dan sepertinya buku-buku jariku lepas. Aku meraba dadaku, syukurlah tidak ada tulang rusuk yang patah. Walaupun begitu, sekujur tubuhku penuh lebam, lecet dan memar.
"Nikmati rasanya mati pelan-pelan...." Seseorang dengan suara berat berbisik disampingku
Aku tersadar, ternyata Setyo sedang memotong urat nadi Fendi dengan sebilah pisau yang (aku nggak tau dapat darimana) tiba-tiba ada ditangannya. Aku menoleh dan menyapukan pandang kearah mereka, Fendi yang terakhir disayat urat nadinya sementara cecunguk lainnya sudah terkapar dengan darah yang mengalir dari tangan.
"Tyo?" aku memandangnya.
"Do you want to try some?" Setyo tersenyum buas sambil mengulurkan pisau itu kepadaku, matanya sungguh liar.
Setyo sudah dikuasai setan dia tidak lagi mampu berpikir rasional...begitu juga aku
Aku menjawab dengan senyum yang tak kalah buas. Ketika pisau itu sudah berada ditanganku, aku menghampiri Fariz yang masih terkapar.
Saat aku sudah mengangkat pisau dan hendak menikamnya, tiba-tiba sebuah suara menghentikanku
"Jangan Rif! Udah cukup...!" Ira berkata lirih, ia tertunduk.
==BERSAMBUNG==