Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kanna, The slutty amoy next door, [Side Dish - Gairah di Pos Ronda]

Status
Please reply by conversation.
Mohon maaf pada para suhu yang sudah support nubi dan nungguin kelanjutannya.

beberapa bulan ini nubi bener2 sibuk banget walo wfh (adanya beban kerja nambah) jadi enggak sempat ngupdate. :ampun::ampun::ampun:

Tapi lanjutannya sekarang udah siap dinikmati suhu-suhu sekalian.

---------------------------------------------------------------------------------------

Part 8 - Temptress' Show

“Nakal apa, hm? Apanya yang nakal?”

Aku semakin mempercepat gerakan pinggulku, menghujamkan kontolku makin ganas ke dalam memek Kanna. Kata-katanya tadi membuatku mulai kehilangan akal. Kulumat bibirnya sebelum dia sempat menjawab. Kanna terus menggelinjang keenakan. Dada empuknya menggosok tubuhku, membuat seluruh kondisi ini makin panas.

Aku tidak tahu jika ini kenyataan atau akibat pikiranku yang makin terlarut, tetapi goyangan pinggul Kanna terasa begitu berbeda dari bayanganku ketika melihat dia melayani para tukang. Dulu dia sepertinya bergoyang penuh nafsu seperti berusaha terus menggoda para tukang. Namun, kali ini dia bergoyang dan menggelinjang seperti bukan hanya terlahap nafsu, tetapi juga karena kenikmatan. Tidak ada irama ataupun ritme, dia menggerakkan pinggulnya begitu cepat, kacau, dan liar.

Walau rasanya baru sebentar, sepertinya aku tidak akan bisa bertahan lama. Biarlah, aku tidak peduli lagi. Kalau aku keluar cepat juga, goyangan Kanna past bisa membuatku keras lagi dan terus menggenjot.

“Y-yang aah nakal,” Kanna melepas ciumanku. Sambl terus mengoyang otongku, dia mencoba bangun dengan menumpukan tangannya ke dadaku, “K-kontolny….”

“Cuma itu?”

“Aahn <3!”

Kanna menjerit keras saat kutampar bongkahan pantatnya. Badannya kembali ambruk dan dia menggosok-gosokan dada serta tubuhnya ke badanku. Kulumat lagi bibirnya untuk membungkam mulut Kanna yang terus menjerit karena pantatnya terus kutampar. Semua emosiku berkecamuk.

Entah mengapa aku makin mengganas. Mungkin karena begitu banyak hasrat yang kusimpan untuk Kanna kini meletup begitu saja, mungkin karena kecemburuanku karena tubuh seksi Kanna yang selalu dinikmati orang-orang lain, mungkin juga kemarahan yang menemani semua itu. Seluruh rasa itu meluap bercampur dengan kenikmatan yang membuatku ingin ‘menghajar’ Kanna habis-habisan.

“Haahn <3!” Kanna melepas ciumanku untuk menjerit. Lidahnya menjulur-julur saat dia berkata dengan ternegah-engah, “Semuanya… Aras n-nakal banget <3”

“Lebih nakal dari yang lain?”

“Hnn, I-iya <3.”

“Lebih nakal daripada tukang-tukang?” tanyaku lagi sambil menampar pantat Kanna sekuat mungkin.

“Aaaaaaaahn! <3” Kanna menjerit. “P-paling nakal, sayang!” katanya sambil melumat bibirku ganas.

Cara Kanna memanggilku membuatku semakin menggebu-gebu. Namun kebanggaanku tadi karena berhasil mengendalikan Kanna langsung menghilang begitu saja saat Kanna menggosokkan dadanya dan terus menggeliat keenakan. Yang kini kurasakan hanya kenikmatan dari seluruh tubuhku akibat keliaran Kanna. Aku tidak bisa menahannya lagi, otongku tidak sanggup menahan nikmat goyangan Kanna.

Kubalas melumat bibir Kanna dan menahan pinggulnya sambil terus menepuk-nepuk pantatnya kasar. Gerakan pinggulku makin cepat tidak keruan, begitu juga dengan Kanna yang menggeliat makin liar.

“Aaah..,” Aku mengerang cukup keras saat pejuku langsung mengisi liang kenikmatan Kanna.

“S-sayang, panaaas <3, aaaahn <3!”

Kanna menggelinjang, tubuhnya menegang, memeknya meremas-remas otongku seolah tidak puas dengan cairan panas yang memenuhinya dan ingin memeras seluruh pejuku sampai habis.

Kami berdua terengah-tengah, tetapi Kanna masih menggeliat-geliat manja. Walau napasnya menderu, Kanna menjilat-jilat bibirku lalu mengecupku mesra. “Aras kasar, ih <3.”

Aku tidak menjawab dan hanya balas menciumi Kanna.

Dia pun melanjutkan, “Kelamaan nahan, ya <3?”

“Y-yaa,” Wajahku memanas lagi mengingat bagaimana sejak cukup lama aku sering mengintip Kanna dan menjadikannya bahan coliku. Kupalingkan saja wajahku.

“Tuh, kan, bikin gemes lagi <3” Kanna menghembuskan napas berat ke leherku, lalu mengemut kupingku mesra. “Emang enak, ya, selama ini main sendiri terus? Cuma bisa nonton.”

Dengan lembut jemarinya menyentuh pipiku dan memaksaku kembali memandang wajah cantiknya. Mata Kanna berkilat licik ditemani senyuman yang menyiratkan nafsu yang masih menggebu-gebu, “Mau lagi dong, sayang <3”

“S-sayang?”

“Enggak boleh aku panggil begitu?” Kanna meraba-raba pertengahan dadaku sambil mendekatkan bibirnya pada bibirku. “Aras enggak mau ‘disayangin’ sama lonte ini? Padahal udah susah-susah dibuat ke sini <3”

Kanna langsung menggoyangkan pinggulnya sambil melumat bibirku. Dia tidak perlu jawaban apa-apa selain otongku yang mengeras lagi akibat remasan dari memeknya. Kanna lalu menegakkan tubuhnya, menjilat bibirnya sendiri, lalu bergoyang bagai men-rodeo otongku. Kuremas pantatnya sambil menikmati aksi dan pemandangan ini.

“Punya Aras keras banget, sih <3”

“Kalau digodain lonte kayak gini, gimana enggak keras? <3”

“Ahn <3 nakal aaah.”

Kanna baru menggoyang pinggulnya lebih ganas ketika kenikmatan kami berdua terganggu oleh bunyi bel rumah. Dia tidak terlihat memedulikan itu dan terus bergoyang walau mengeluh, “Duh, kontolnya Aras enak banget, ih, sampe lupa.”

“L-lupa apa?”

“D-aaahn-delivery makanan,” walau terengah-tengah dan pinggulnya terus menggoyang otong, Kanna tersenyum nakal. “Kalau kelaperan mana bisa main semaleman.”

Bel kembali berdering. Kutepuk pantat Kanna, “Dasar lonte. Sana jawab dulu.”

“Aaahn, t-tapi nanggung <3.”

Kuremas-remas dadanya, “Kenapa emang kalau nanggung? Takut kecantol sama yang delivery?”

“IIh gitu, deh, <3,” Kanna akhirnya menyerah dan mengeluarkan kontolku dari memeknya. Sebelum dia bangun, kulumat lagi bibirnya sebentar sembari meremas-remas dadanya sampai bel kembali berbunyi.

Kanna menggigit bibir dan mengecupku ringan sebelum bangun dan berjalan tertatih ke luar kamar mandi sembari mengeringkan badan. Aku sendiri mengambil waktu untuk menghela napas dan bangun berjalan ke wastafel di dalam kamar mandi. Beberapa tetes pejuhku sendiri sepertinya menetes dari memek Kanna tadi dan mengotori tanganku sedikit.

Saat membasuh tangan, aku baru sadar tidak ada sabun. Karena itu kubuka laci wastafelnya untuk mencari sabun. Akan tetapi, bukan hanya sabun yang kulihat di sana. Aku melihat ada benda berkilau di balik handuk untuk mengelap tangan.

Penasaran, kugeser handuk itu dan melihat hal yang mengejutkan.

Ada kunci di sana, tetapi bukan kunci untuk laci wastafel. Melain kan kunci yang sangat kukenal. Kunci cadangan untuk rumahku. Jantungku berdebar kuat saat kucoba perhatikan dengan seksama kunci itu.

Tidak salah lagi. Itu kunci yang biasa kupakai sebagai cadangan.

Aku keluar kamar mandi dan menoleh pada Kanna yang hampir mencapai interkom. Aku tidak tahu apa yang sedang kurasakan. Ada rasa kesal dan juga rasa horni yang memuncak. Memang, tidak heran jika orang tuaku menitipkan ini pada Kanna. Namun, dia malah memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengelabuiku agar jatuh dalam pelukannya.

Bagaimanapun juga otongku rasanya malah makin keras.

“S-siapa?” Kanna menjawab interkom.

“Permisi, mbak, Delivery pizza.”

“Sebent--aaaahn<3”

Kanna menjawab interkom dengan bertumpu pada tembok sehingga membuat pinggulnya menungging, memberikanku kesempatan untuk langsung menghujamkan otongku ke memeknya dan mulai menggenjot Kanna kasar. Dia tidak melawan sama sekali dan mulai bergoyang semangat. Dia mendesah kuat walau interkom menyala dan menatapku mesra.

Akan tetapi tatapannya berubah terkejut saat menyadari kuci cadangan rumahku yang kugantungkan dan goyangkan dengan jari.

“Ini apa, ‘sayang’?” Bisikku sambil mengemut kupingnya.

“Aaaaah <3!!!”

Kanna menjerit keenakan, tetapi aku sempat menahan tubuhnya agar tidak jatuh berlutut lagi dan terus menggenjotnya kuat. Dia menggeliat antara keenakan dan berusaha melepaskan diri, “Ahhn-ku b-bisa jelasin.”

“Jelasin apa?” bisikku lagi sambil terus menggenjot. “Kamu diem-diem aja biar bisa dientot kontol yang ini kan?” Lanjutku sambil menggerakkan pinggulku lebih ganas.

“A-aaahn t-teruss aah,” Kanna tidak bisa menjawab dan hanya mendesah tidak keruan. Pinggulnya berusaha bergoyang walau kakinya sepertinya sudah kehilangan kekuatan. Kudorong dan tekan dia ke tembok sampai desahannya semakin keras.

“Kalau kebohongan kamu kulaporin ke orang tuaku gimana ya?” ancamku berbisik.

“Aaahn <3.” Kanna, walau terlihat jelas keenakan, mendadak tampak agak gugup, “J-jangan n-nanti kita engak boleh….”

“Diem lonte,” kusela dia sambil menghujamkan kontolku sedalam-dalamnya dan mengemut kupingnya.

“Haaaaanhnn <3”

Kanna menjerit sekali lagi dan mendesah kuat. Pinggulnya bergoyang makin semangat.

“Waah, lagi asik ya?”

Suara dari interkom menyela kami.

“Kayaknya ini orderan pizzanya kali ini enggak perlu ekstra sosis dan mayones ya, saya tinggal aja ya pizzanya di depan?”

Kata-kata dari pengantar pizza itu mengusik benakku. Dari cara bicaranya seolah Kanna memang sudah pernah main dengannya. Entah cuma disepong atau memang sampai dirodeo.

Sambil terus menekan Kanna ke tembok, akub berbisik, “Kalian pernah main.”

“C-cuma isep.”

“Dasar lonte tukang bohong.”

“B-bener…”

Kuhisap kupingnya lagi, membuat Kanna menjerit. “Kontolnya enak? Gede?”

Kanna mengangguk, dia menutup mulutnya rapat berusaha menahan desahan.

“Nggak kangen sama kontolnya?”

Kanna mengeleng, dia memandangku penuh nafsu.

“Tukang bohong,” desisku sambil menampar pantatnya. Seluruh kejadian ini, seluruh pengalaman yang kulalui mengintip tingkah tetanggaku ini membuat rencana licik muncul di otakku. “Sana godain kontolnya. Bilang kamu lagi pake dildo karena enggak sabar nunggu kontolnya,” bisikku. Sebelum Kanna memprotes, kuemut lagi kupingnya dan kutampar pantatnya.

Dia menjerit dan mendesah keenakan sebelum berbicara ke intercom, “L-lagi aaahn-sik nu..ngh..guin sosis gedenya.”

“Lho, bukannya mbak Kanna lagi asik?”

“A...sik aahan pemanasan pake sosis palsu <3.”

“Ah yang bener <3”

“B-hnn bener, aaaahn <3 ku kangen ekstra sosisnya <3”

“Wah, nggak percuma ujan-ujan ke sini dan nganterinnya paling belakang kalau gitu.”

“B-bentar ya, ekstra sosi dan mayonais-ku <3.”

“Siap 86.”

Tepat di saat Kanna mematikan intercom, kutarik kontolku keluar dari memek Kanna.

“Aras, iih,” Kanna merengek manja. “Selesaiin dulu, dong.”

“Lho itu kan ada yang nunggu,” ledekku licik. “Sana ambil dulu pizza dan ekstra sosisnya.”

“T-tapi iih.”

“Emang ekstra sosinya nggak cukup?”

“Tapi aku maunya sosisnya Aras sekarang.”

“Kutampar pantat Kanna dan kuremas-remas,”Ya udah sana pemanasan dulu sama pesenannya.”

Kanna merenggut, dia mengambil handuknya yang terjatuh, “Ya udah deeh, tapi enggak jamin ya kalo aku ketagihan dan kelamaan.”

Kurebut handuk Kanna dan kudorong lagi dia ke tembok sambil mulai menggenjot, “Yakin bakal ketagihan sama yang ekstra doang?”

Kanna mengangguk, membuatku tersenyum licik, “Aku malah makin pengin ngetes.”

Kutarik kontolku dan kulempar jauh handuknya, “Lonte nggak perlu handuk, kan, kalau nerima tamu?:

Cewek seksi di hadapanku itu kembali tidak menjawab. Dia memandangku penuh nafsu, lidahnya menjilat-jilar bibirnya sendiri, tubuhnya sedikit menggeliat, dan tangannya bergerak mengusap dada dan pahanya. Seolah mencoba menantang jika aku yakin mau mempertontonkan kemolekan yang sudah ada dalam genggamanku ini ke orang lain.

Namun, pemandangan itu jusru memberikanku ide. Kuajak Kanna ke kamar mandi. Kunyalakan wastafel yang kuisi cairan bubble bath. Tanpa meminta persetujuan, kuhiasai tubuh Kanna dengan busa itu.

94ace21350069433.jpg


977c981350069428.jpg


7a6e391350069439.jpg


8948581350070031.jpg



Jujur. Pemandangan itu membuatku sangat bernafsu. Tubuh Kanna telanjang tetapi tidak sepenuhnya begitu akibat busa-busa mandi. Ditutupi sebagaian denga benda yang bisa hilang dalam sekejap membuat tubuhnya terlihat makin menggoda. Jika aku tidak sedang ingin membalas Kanna, mungkin sudah kugenjot habis-habisan dia di saat ini juga.

Kanna sendiri malah berlenggak-lenggok dengan tatapan penuh nafsu. Dia menjilat dan menggigit bibirnya sendiri seperti menahan hasrat, atau mungkin berusaha menggodaku untuk merubah pikiran.

Setelah ku-’hias’, kutepuk pantatnya, “sana jalan, lonte.”

“Yakin, sayaaang?” keragu-raguan di nada bicara Kanna menghilang. Dia justru menungging bertumpukan wastafel. Pinggulnya bergoyang begitu menggoda. “Yakin mau melewatin kesempatan ngentotin memek lonte ini?”

“KAlau masih ngelawan, kuumpanin ke orang ronda, loh, biar dirame-rame sekalian.”

“Ahn, kalau gitu sih malah makin pengen ngelawan <3,” Kanna lanjut menggoda, matanya masih menatap kontolku yang sudah sangat keras. Dengan terengah-engah dia menggoda, “Bukan salahku, ya, kalau aku sampe ketagihan ekstra sosisnya.”

Kanna berjalan berlenggak lenggo ke pintu depan. Walau dia berusaha terlihat balas menantang, aku tahu benar bahwa dia sudah sangat tidak tahan. Setidaknya itu yang kutangkap dari cara dia masih sesekali melirik kontolku ataupun bagaimananapasnya terengah-engah. Kanna sudah di ambang batas.

Diam-diam, aku mengintip dari balik pintu saat Kanna mendekati pagar. Hujan masih deras, tapi masih bisa kudengar bagaimana Kanna mendesah menggoda. Jantungku berdegub kencang mencoba mengantisipasi pertunjukkan gila macam apa yang akan dibawakan Kanna yang nafsunya sudah di ubun-ubun.

Tidak seperti yang kulihat biasanya, Kali ini Kanna membuka lebar-lebar pintu pagar, “Yuk, masuk <3”

“Wow!” Si pengantar pizza terperangah melihat penampilan Kanna. Jantungku makin berdebar mengingat ini adalah pengantar pizza yang dulu kucurigai ada main dengan Kanna waktu aku pergi berenang. Jadi benar mereka memang sudah pernah main.

Dengan sumringah si pengantar pizza berkata, “Luar biasa banget ini penampilannya, jadi pengen langsung disempong di sini.”

“Haahn <3, buat sosis ekstra gede, harus ada penyambutan ekstra, dong,” Kanna dengan lihai membelai selangkatan si pengantar pizza. Tubuhnya berlenggak-lenggok seksi.

“Emang enggak percuma menembus badai buat ini <3.”

Kanna langsung mencium si pengantar pizza semangat, “ayo ‘masuk’ <3”

“PAsti <3, “ Si pengantar pizza meletakkan pizzanya di kap mobil Kanna lalu mendorong motornya masuk garasi, matanya tidak pernah sedikitpun luput dari menatap Kanna yang terus menggeliat.

SEtelah itu Kanna mengunci pagar dengan menungging dan menggoyangkan pinggulnya. Membuat korbannya hanya bisa melongo menelan ludah. Sial, kalau aku di sana sudah kusodok lonte itu.

“Yakin cuma mau liat? <3”

“Y-ya pemandangannya terlalu bagus mbak <3, enggak niat lancang sih, tapi mbak kyk bugil tapi enggak bugil. Menurut saya malah jauh lebih seksi gini daripada bugil langsung. Ekstra sosisnya udah nggak tahan nih.”

“Aku mau liat bukti,” Kanna mengedip nakal, dengan lihai tangannya membuka celana dan celana dalam pengantar pizza. “Aaahn kontol gedenya, kangen iih <3 <3 <3.” tanpa basa-basi lagi, Kanna langsung menjilati kontol si pengantar pizza yang besar, bahkan lebihb besar dari tukang dengan kontol terbesar.

“Kalau gini jadi pengen ‘masuk’ sampe nginep <3”

“Aaah, m-mbak delivery terakhir kok, jadi saya ada banyak waktu <3”

Dengan tatapan menggoda, Kanna bertanya, “Apa bisa semaleman sisa waktunya?”

“Eh? Aaah <3”

Kanna mendadak menghisap kontol besar itu tanpa ampun.

“S-segitu kangennya, mbak?”

“Mmhmhm.”

“Hmm aah,” Kanna melepas kulumannya. “Ayo masuk dong, ekstra sosinya.”

“I-ini tadi udah masuk kan?”

“Bukaaan <3,” Kanna merengek, dia mengambil pizza dan berlenggak lenggok ke teras. “Maksudku masuuuk yang dalem <3”

Senyum sumringah tergambar di wajah pengantar pizza, “Ooh, ya kalo di dalem lebih nyaman ya bwt deepthroat.”

Tepat di pintu, Kanna mencium ganas korbannya. Di saat itu aku sadar dia mungkin memberikanku waktu untuk mencari tempat bersembunyi. Aku segera bergerak ke kamar mandi dan memutuskan untuk mengintip dari sana.

Pintu depan pun membuka, mereka berdua masih berciuman ganas. “Mau di sofa apa di kasur?” Kanna melepaskan ciuman, membuka kotak pizza, dan mengambil satu pizza. Dia mengigit pizza itu dan membiarkan lelehan keju menetes ke dadanya. “Aaah. cheesemelt gini harus dikasi sosis <3”

Pengantar pizza ikut menggigit pizza yang sama lalu berkata, “deepthroat mbak paling mantep kalo tiduran deh <3” Karena posisi mereka yang berdekatan, kontol besarnya tidak sengaja menggosok paha dan selangkangan kanna, membuat perempuan itu mendesah keras.

“Yuk,” Kanna kembali memasukan pizza ke kotaknya dan meraih kontol pengantar pizzar. Namun, dia mendadak menggigit bibirnya dan mendesah lagi, “Hnn.”

Dia menggeliat lalu menjatuhkan kotak pizzanya, Kanna mendorong si kontol besar ke tembok kemudian memasukkan kontol besar itu ke memeknya dan langsung bergoyang.

“Aaaaaah <3 enaaaaak, kontol gede emang paling nikmaat <3”

“H-hnn aaaah, m-mbak, k-kok?”

“Aaah aah <3 A..ku udah enggak tahan l-lagii aaah,” Kanna mulai meracau dan menggoyangkan pinggulnya makin ganas.

“T-tapi aaah, k-kirain bakal cuma isep.”

Tangan Kanna meraih ke belakang, dia berkata, “Hnn.. sel...ama ini cuma diisep, udah penampinku lebih, m-masak engak mau cobain memekku?”

“M-mau lah, hnn aah,” Si pengantar pizza langsung menggoyang Kanna walau dari penampakannya dia kelas kalah saing. Goyangan kanna begitu liar dan menggoda. Selain itu dia masih sempat mencium si pengantar pizza sambil meneruskan aksinya.

Namun, ada hal lain yang kusadari. Ternyata selama ini si pengantar pizza hanya dapat disepong saja. Mungkin karena keterbatasan waktu. Namun, keberaniannya untuk menambah servis demi memberikan tontonan hebat ini harus kuacungi jempol. Aku tidak tahan untuk ingin menggenjotnya semalaman suntuk, atu mungkin ingin dirodeo.

“Aaaah, enaak, sosis gede enak <3 <3.”

Kanna terus melanjutkan aksinya meng-grind kontol besar ke tembok. Lenguhan dan jeritan keenakannya begitu keras sampai aku ragu jika hujan mampu menutupi itu dari orang lewat atau peronda. Tidak lama kemudian mereka berdua menggelinjang.

“M-mbak, aaaah <3”

“Ahnn aah <3 Y-yang banyak d-di dalem , haaaaaaaaaaaannn <333 <333 panas <3”

Mereka berdua terengah engah. Kanna langsung mencium si kontol besar dengan mesra sambil terus bergoyang.

“Hnn aah, memek mbak enak banget <3”

“Haaahn <3 dipuji sosis gede gini, memekku jadi basah lagi deh <3 mau dong terus <3”

“Ouhn aah, k-kalo diremes gitu, gimana sosisnya enggak siap lagi?”

“Aaaahn <3 berasa banget si gede ngeras lagi di dalem <3”

“Yuk, ke kamar biar makin….”

“Makin apa hmm sosis gedeku?”

“Makin hot dan bebas?”

“Ih, gombal,” Kanna menggeliat. Dia mengerling ke arahku dan menjilat bibir, “Kalo makin hot, aku makin ketagihan nih sama kontolnya.”

Mereka berdua bercumbu sambil berjalan ke arah tangga, tetapi Kanna mendadak seperti berubah pikiran, dia mendorong si pengantar pizza ke sofa dan langsung meroedo kontolnya.

“Hnn aaha, m-maaf, aku udah engak tah.. Aaahn <3 <3 <3”

“Oubh aah, k-kalo diremas dan goyang gini, mana tahan juga mbak, aaah.”

Persenggamaan mereka makin liar. Kanna menggoyangkan pinggulnya bersemangat. Memang tampak liar dan ganas, tetapi masih memiliki ritme dan gerakan seolah terus berusaha menggoda. Entah jika ini hanya imajinasiku saja atau memang betulan. Sementara itu si pengantar pizza hanya bisa mengerang keenakan sambil berusaha mengibangi. Di tengah jalan, Kanna mengeluarkan kontol si pengantar pizza dan mengubah posisi untuk disodok dalam posisi doggy dengan bertumpu pada sandaran sofa.

“Hehe, nggak sabar nih mbak?” goda pengantar pizza sambil menggosokkan kontolnya ke memek Kanna yang terus menggeliat dan mendesah.

“Aaahn, masukin dong sosis ekstra gedenya <3, udah enggak tahaaan nih memeknya mau mayones lagi.”

“Masa sih?”

“Aahn iya.”

“Mana buktinya?”

“Inii,” Kanna memasukkan kontol besar itu dan langsung menjerit, “Haaanhn <3 enak banget tiap masuk lagi, aaah aaah <3:

Karena keunggulan posisinya, si pengantar pizza kini mulai bisa mengimbangi, mereka terus bergoyang berdua dan tampak seperti akan mencapai puncak sebentar lagi.

Akan tetapi mendadak ada bunyi berdering. Si pengantar pizza gelagapan berusaha melihat posisi celananya yang masih tertinggal di dekat pintu masuk.

“M-mbak ada telepon.”

“Hnn nanggung.”

“T-tapi takut dari kerjaan.”

“B-bisa nanti aahn aaaah <3”

“K-kalo gitu,” si pengantar pizza mendadak menggenjot Kanna secepatnya. Setelah itu dia mendadak mengerang, “Aaaah aaaha <3”

“Aaaaah mayonesnya panaas <3”

Pengantar pizza terengah engah, dia menarik kontolnya keluar. Aku melihat kontolnya masih tegang dan raut tidak puas di wajah mereka berdua. Telepon genggam nya kembali berdering dan dia terpaksa mengangkat telepon. Dari kata-katanya sepertinya dia harus cepat kembali ke restoran.

“M-maaf, mbak saya disuruh balik.”

“Yaaa,” Kanna menggeliat dan berusaha menggoda. “Padahal baru lagi seru.”

“T-tapi kalo saya dipecat nanti enggak bisa sering-sering delivery.”

“Iya juga ya,” Kanna menggangguk walau masih menggeliat. “Ya udah nanti sering-sering delivery aaah, setidaknya hari ini udah dapet dua kali mayonesnya <3”

Mereka berdua berciuman sekali lagi sebelum keluar pintu. Aku mendengar pintu pagar dibuka, tetapi merasa heran dengan tidak adanya suara pagar menutup.

Penasaran, aku mengintip ke depan.

“Aaahn aahn enaaak <3 gitu dong, aaah, ekstra sosis gede harus semangat.”

Entah godaan mematikan macam apa yang dilancarkan Kanna. Si pengantar pizza kali ini menggenjot Kanna di kap mobil dengan kondisi pagar terbuka lebar!

“I-iya pak, saya kehalang hujan, b-berteduh sebentrar ya,” itu kata-kata terakhir yang diucapkan si pengantar pizza sambil menggenjot kanna. Begitu dia menutup telepon, Kanna langsung mendesah keras.

“Aaaahn terus, aaah sosisnya enaak aah <3”

Mungkin karena mereka sadar posisi yang riskan itu, mereka tidak bermain lama. Begitu hujan mulai rintik-rintik dan terdengar bunyi kendaraan dari jauh, mereka berhenti dan berpisah dengan ciuman ganas.

Setelah mengunci pagar, Kanna memandang penuh hasrat padaku yang berdiri di pintu dengan otongku sudah begitu keras. “Kayaknya ada yang menikmati banget.”

“Maksudnya lonte yang habis dientot ini,” balasku bertanya.

“Aaahn <3” Kanna berjalan berlenggak-lenggok. “Kalo segede itu gimana enggak menikmati?”

“Dasar lonte.”

“Tapi kamu suka, kan, nonton lonte ini?” Kanna menjilat bibirku. “Sekarang..” dia berbisik menggoda lalu mengemut kupingku kemudian melancarkan french kiss. Tanpa aku sadari dia telah mengunci pintu dan menuntunku ke kamarnya di lantai dua.

Di sana dia mendorongku ke kasur king size miliknya lalu mulai menaiki otongku.

“... Aras sayang harus muasin lontenya <3.”

Kanna menjerit sedikit saat otongku masuk ke memeknya. Dia langsung bergoyang liar seperti saat kami bersenggama di kamar mandi tadi. Sementara itu, aku tidak mencoba mengimbangi permainannya, hanya menikmati nikmat yang dia berikan dan pemandangan indah seorang perempuan cantik idolaku yang bergoyang memuaskan nafsunya.

“Hnn aaah <3 keras dan panas banget, haaanh <3”

-----------------------------

Gimana suhu, apakah comebacknya Kanna cukup memuaskan dan menggoda?

oh iya nubi akan usahakan untuk nambahain carita2 baru mungkin tiap 1-2 minggu sekali, tapi nubi nanya saran. Kalo bahan untuk Kanna ini ada beberapa sebenarnya tapi mungkin banyak yang tidak langsung bersambung sama arc/cerita sama aras ini. Jadi mungkin nubi rilis side story side story begitu apakah suhu2 sekalian setuju?


------------------------

Side Dish 1 - Gairah di Pos Ronda
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Makasi banyak suhu2 sekalian. :ampun::ampun:

sekalian istirahat sebentar dari cerita dengan aras, berikutnya mungkin side story ya.

Kira-kira kalau para suhu sekalian ketemu Kanna yang lagi pengen goda2in para suhu mau dalam kondisi apa nih hu? mau ketemu di kolam renang pas make shower kah? nganterin makanan buat dia? ktemu di ruang ganti mall? di pantai?

Nubi pengen tahu fantasi suhu2 sekalian kalau bisa beneran ada kesempata kyk gitu sama Kanna. Lumayan kalau ada yang mantap nanti bisa jadiin bahan side story ;)
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd