[size=+1]VI. SUSTER MANIS ITU[/size]
Saat aku sadar aku sudah ada di sebuah rumah sakit jiwa. Sebernarnya aku tidak gila cuma saja aku masih terus terbayang-bayang atas kejadian saat aku berada di dalam hutan itu.
Seorang suster datang menghampiriku "sudah sadar mas?"
Aku tetap saja tak mau membuka mulutku. Tapi suster itu tetap dengan telaten merawat diriku. Suster itu terus mencoba mengajak aku untuk ngobrol tiada lelah. Sore itu Renata datang menengokku.
"Yan gimana kabarmu? Baik-baik saja kan?" Tanya Renata kepadaku dengan mata yang berkaca-kaca melihat keadaanku yang seperti ini "aku kangen Yan sama kamu, aku kangen kamu yang dulu Yan"
Seperti sebelum-sebelumnya aku masih tak mau bicara. Renata terus mengajakku ngobrol tapi aku tetap tak mau menjawabnya. Air mata semakin deras keluar dari kelopak mata Renata melihat kondisiku yang memprihatinkan ini. Renata yang biasanya selalu ceria seperti tiada beban kini dia menangis seperti ini. Ini semua gara-gara aku, gara-gara aku Renata menangis.
Aku tak tega melihat Renata terus menangis, akhirnya aku mau mengeluarkan suaraku lagi "jangan menangis Ren"
Renata sontak kaget melihat aku mau bicara lagi "Yan kamu barusan ngomong?" Renata menghapus air matanya dan kini dia mulai tersenyum kembali.
"Iya Ren" jawabku singkat.
Renata terus mengajaku bicara tapi aku hanya membalasnya singkat-singkat. Akhirnya renata berpamitan padaku untuk pulang. Kini tinggal aku sendiri dan beberapa orang gila di taman sebuah rumah sakit jiwa ini.
"Mas Iyan ayok masuk" kata suster manis itu dengan mengumbar senyum kepadaku.
Aku menuruti kata-kata suster itu untuk segera masuk ke kamarku. Sampai di dalam kamar suster itu mulai mengajakku ngobrol lagi. Kini aku sudah mau membalas ucapan-ucapan suster itu walaupun sangat sedikit aku membalasnya. Tapi suster itu begitu senang melihat aku sudah mulai mau bicara kembali.
"Ya sudah kalau gitu saya pergi dulu iya Mas Iyan" kata suster itu sembari beranjak meninggalkanku disini.
"Bentar suster" kataku menahan suster itu agar tidak pergi dulu dari kamarku.
"Iya ada apa lagi Mas Iyan?" Suster itu menjawabku dengan kalem dan tak lupa senyumnya yang mempertambah manis wajah suster itu.
"Nama suster siapa?" Tanyaku kepada suster manis itu.
"Laili mas namaku Laili" jawab suster manis itu. Lalu dia beranjak pergi meninggalkanku.
Aku masih di dalam kamar sendiri. Sekarang aku sudah agak lupa dengan peristiwa di hutan itu. Pikiranku hanya tertuju pada suster Laili. Suster manis itu telah menghipnotisku sehinga aku melupakan kejadian-kejadian selama di dalam hutan.
*******
Selang beberapa hari seperti biasa suster itu selalu mengecek keadaanku setiap pagi, sore, dan malam. Malam itu aku masih belum bisa tidur karena sedang menunggu suster Laili datang. Tak salah dugaanku suster Laili benar-benar datang ke kamarku.
Seperti biasa awalnya suster Laili memeriksa keadaanku. Setelah selesai memeriksa keadaanku, suster Laili mulai mengajakku ngobrol. Sekedar obrolan-obrolan ringan yang kadang-kadang juga menjurus ke obrolan berbau sex. Aku sangat senang bila sedang ngobrol bareng suster Laili.
Ketika suter Laili membereskan alat-alat yang dipakainya untuk memeriksaku, kupeluk tubuh suster manis itu dari belakang. Suster Laili hanya tersenyum memandangku saat aku memeluknya. Mulutku mulai bereaksi menciumi bagian belakang lehernya. Suster Laili mulai berontak mencoba melepaskan diri dariku, tapi apa daya tenagaku lebih besar darinya. Dia berteriak-teriak minta tolong tapi percuma orang-orang di rumah sakit jiwa ini tak ada yang memperdulikannya. Ciumanku kini merambat dari belakang lehernya menuju ke mulut suster manis ini tapi dia terus menghindari ciumanku.
"Tolong lepaskan aku Mas Iyan" rintih suster manis itu yang mulai mengeluarkan air matanya "jangan lakukan ini kepadaku Mas Iyan ku mohon"
Aku tak menjawab terus ku ciumi leher suster cantik ini. Ku putar badan suster manis itu, kami sekarang saling berhadapan. Kupagut mulut suster manis itu tapi suster manis itu terus menghindari pagutanku. Aku yang kesal dengan keadaan ini langsung mendorong tubuh suster Laili hingga dia terjatuh di kasurku. Dia terus menangis dan memohon kepadaku. Aku tak memperdulikan kata-kata suster Laili. Ku tindihi tubuh suter Laili dan langsung kuremas-remas payudaranya sembari membuka sedikit demi sedikit seragam suster yang di pakainya saat itu. Sedikit demi sedikit kancing seragamnya mulai terbuka. Kini terpampang jelas payudara suster Laili yang masih terbungkus oleh bh pinknya.
Tidak menunggu lama langsung keremas-remas payudara suster Laili dibalik bhnya. Suster Laili tetap tak mau menyerah dia terus berontak. Aku tak memperdulikan dia berontak atau tidak yang penting sekarang akulah yang menang. Ku buka cup bh suster Laili kini puting susu suster Laili terpampang tanpa terhalang apapun lagi. Aku mulai meremas-remas payudaranya lagi dan sesekali bermain-main dengan putingnya. Suster Laili terus melawan tapi perlawanannya tidak berpengaruh apa-apa. Kudekatkan kepalaku ke puting susunya, ku lahap langsung puting susu suster Laili ku kulum, ku jilat, ku sedot hingga aku puas dengan permainan di payudara suster Laili. Saat kepalaku mulai ku angkat ke atas, aku langsung melihat wajah suster Laili dan langsung menciumnya. Tapi apa yang terjadi wajah suster Laili tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan bagiku. Mirip sekali dengan wanita di dalam hutan itu.
"Aaaaarrrrrrrgggggghhhhhhh" aku beteriak kala melihat wajah suster Laili berubah menjadi wanita yang ada di dalam hutan.