Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kesepianku sebagai Istri

Sebuah Kenangan

Berulang-kali aku menyangkal tiap dugaan Ilham, bahwa benar aku kesepian, namun tidak berarti kesepian itu melulu urusan selangkangan. Yang kubutuh hanyalah perhatian dari orang yang paling kusayang. Setiap malam aku berkomunikasi dengan dia, dari perihal pekerjaan, rekan, hingga kehidupan. Acapkali Ilham menyelipkan pembahasan mengenai seks. Aku mencurigai lambat laun dia mulai bernafsu denganku. Semustinya tetap wajar karena dia laki-laki dan aku wanita. Hanya saja, ia seperti memendam hasrat. Saat aku pernah menanyakan langsung kepadanya. Ia membantah tegas.

"Ah ngapain, gue enggak nafsu sama lo, gak selera sama perempuan yang udah nikah gue"

"Terus kenapa kamu pengen pegang tangan Mba?"

"Ya kepengen aja, penasaran, enggak boleh?"

"Enggak, kita kan bukan muhrim"

"Ooh yaudah, siip"

"Berarti Mba gak diajak ke Yogya nih?"

"Tetep, apa hubungannya? Itu kan perkara pekerjaan"

"Oooh"

Ilham tidak pernah membicarakan perihal seks ketika kami bertemu muka. Dia selalu membahasnya melalui whatsapp atau medsos lainnya seperti wikipedia. Ketika bertemu, kami lebih sering membicarakan hal yang lain. Di antaranya, Ilham pernah memperingatkanku agar hati-hati dengan laki-laki tidak dikenal karena ia beberapa kali diam-diam dengan sengaja memeriksa ponselku, menemukan ajakan perkenalan dari laki-laki iseng. Aku awalnya tak sudi dengan sikap ilham yang mulai posesif. Lagipula aku sudah tahu hal sejenis ini. Ia juga mengatakan agar aku hati-hati kalau keluar tempat kos sendirian dan menurutnya lebih baik aku di tempat kos saja apabila keluar karena alasan yang kurang penting.

"Inget Mba Maya, gue udah anggap lo seperti kakak gue sendiri. Karena lo gak punya siapa-siapa di sini, gue merasa mewakili keluarga lo"
"Gue peduli sama lo Mba"

Itu pernyataan Ilham yang senantiasa aku ingat. Karena sikap Ilham yang demikian, ia rutin memeriksa chatku dengan siapa. Apalagi ketika sedang dengan rekan pria di luar kantor, seperti teman kuliah atau teman kerja lama. Ilham akan banyak bertanya.

Sikap Ilham yang berusaha melindungiku membuatku tak sungkan mengundangnya ke tempat kos.
Ketika laptopnya mengalami kendala sistem operasi, aku meminta Ilham membawanya ke tempat kosku. Namun, aku mengatakan kepada Ilham agar merahasiakan lokasinya. Sampai di tempat kosku, Ilham malah terkejut sekali karena ia akhirnya mengetahui bahwa aku selama ini tinggal di rumah kos bebas/campur bukan rumah kos khusus perempuan. Selebihnya lagi dia kaget bahwa yang tinggal di tempat kos itu hanya 3 orang dari 10 kamar, termasuk aku. Ilham semakin mengerti kondisi kesepianku yang kronis. Ilham menganjurkan aku agar pindah kos saja. Namun ketika aku tagih soal mau membiayai atau tidak. Dia diam.

Penjaga kos di sini menjunjung kenyamanan penghuni. Tidak heran mereka yang mendapat laporan tidak sedap akan segera disuruh angkat kaki. Aku meminta Ilham agar tidak mencemaskan berlebihan. Sikap Ilham jauh berbanding terbalik dengan Mas Pras yang hampir nyaris tak sama sekali memberi kabar atau menanyakan keadaanku.

Aku bukan seorang istri yang mengabarkan sedang kesepian atau keperihatinan saja kepada suaminya, tetapi juga soal bahagianya aku ketika akan diajak perjalanan dinas ke kampung halamanku, Yogyakarta.

"Kamu itu kerja, bukannya jalan-jalan, fokus ke pekerjaan kamu"

"Tapi aku boleh bawa keluarga untuk menginap loh, Mas? Kapan lagi kita manfaatkan momen ini? Kita bisa sekalian staycation"

"Aku bukan tidak mau, apa kata rekan-rekanmu ketika aku menginap di sana, sedangkan mereka tidak membawa keluarga menginap sama sekali"
"Aku yang jadi tidak enak, disangka aku yang ingin memanfaatkan kamu"

"Enggak, enggak seperti yang kamu pikirkan loh"

"Sudah, Maya, kamu fokus sama pekerjaan kamu. Lagipula jarak kota Yogya dengan rumah kamu itu masih cukup jauh. Kita ini di daerah Gunung Kidul"

"Jadinya aku yang ke sana?"

"Kamu seorang ibu, ada keluargamu di sini. Kamu sudah tahu jawabannya"

Terkait kegiatanku ke Yogyakarta Minggu depan, aku telah mengutarakannya kepada suami, bahwasanya aku ingin suamiku dan anakku menemaniku di hotel tempat aku menginap. Aku berencana bekerja sekaligus bertemu keluargaku, berlibur di hotel. Namun apa daya. Suamiku punya pikiran lain. Aku yang lagi-lagi harus pulang, bukan dia yang sekali saja kuingin menengokku. Padahal kami sudah di provinsi yang sama, walau jarak kota Yogyakarta dan kabupaten Gunung Kidul tetaplah jauh. Suamiku memberi nasehat macam-macam. Ia khawatir berlebihan. Aku berupaya membujuknya terus dengan dalih jujur bahwa ketua kegiatan, yaitu Ilham, mengizinkan keluargaku menginap 1 kamar denganku.

Pada awalnya Aku kira masalahnya nanti adalah Ilham tidak akan mengizinkan. Namun, justru suamiku yang tidak berkenan. Pusing kepalaku jadinya. Pada akhirnya aku betul-betul akan fokus ke pekerjaan terlebih dulu. Setelah itu barangkali memungkinkan untuk pulang ke rumah.

Aku jadi tidak mau terlalu memikirkan kegiatan ke Yogyakarta. Aku juga bukan ketuanya. Belum tentu juga 100 persen akan dilibatkan. Pada akhirnya aku yang senantiasa pulang belakangan pada jam pulang normal kantor kalau sudah pusing memutuskan menyendiri di sebuah Mall. Saat Ilham sedang punya kesibukan. pastinya Kalau Sudah aku coba ajak menemani, dia mengatakan ingin istirahat menghemat pengeluaran. Apalagi jika dia punya pekerjaan yang harus dituntaskan di rumah.

Aku pulang kantor biasa menggunakan sepeda motor bebek yang merupakan pemberian suamiku pada 2008. Sepeda motor bebek ini kenangan, nasibnya sama seperti Mas Pras. Ingin kujaga tetapi menurut banyak orang dilepas saja karena terlihat tampak sudah tidak berharga mahal. Lebih sering kuparkirkan sepeda motor itu. Aku lekas menuju Mall lebih sering menggunakan ojek online atau berjalan kaki karena jaraknya tak begitu terlalu jauh.

"Allahu Akbar... Allahu Akbar...", azan Magrib berkumandang selalu kudengar. Aku terngiang enaknya mereka yang pulang ke rumah disambut hangat oleh keluarga. Jelas Iri sekali. Sebaliknya aku pulang disambut sepi. Pergi mencari keramaian untuk menyendiri.

Di Mall, Aku mendatangi toko-toko pakaian terlebih dulu, memanjakan mata dan batin yang tergoda ingin belanja. Namun, tak ada niat keluar uang. Aku hanya ingin menghibur hati. Memberi catatan, siapa tahu aku bisa membeli dengan harga murah di situs belanja online. Barulah setelah puas, aku memutuskan ke sebuah kafe, menikmati coklat panas atau secangkir kopi hangat. Selanjutnya membuka ponsel, mengamati kabar terbaru lewat media sosial. Kadang ada saja bertemu orang yang mengenaliku, namun tak akan aku ajak ngobrol lama.

"Mba Maya?"

"Iya, siapa ya?", Seorang laki-laki tinggi berbadan gemuk menegur.

"Lupa ya? Aku Bimo yang bantu desain waktu kerja sama pameran di sekolah-sekolah.

"Ooo ya, Bimo. Maaf aku bener-bener enggak inget hehe"

"Wajah inget tapi kan? Kan sempet ketemuan dulu sebelumnya bareng rekan kerja Mba Maya lainnya"

Dalam hati aku benar-benar tak mengetahui lelaki berambut agak gondrong yang menegurku saat itu. Wajahnya yang berewok dan berkumis tipis ini tak asing pernah aku lihat. Aku coba cek ponsel, ternyata dia pernah mengontakku. Sayangnya kontak dia adalah salah satu yang diblokir olehku lewat tangan Ilham. Percakapan terakhir kami yang tercatat di chat adalah Bimo adalah seseorang yang rajin mengomentari statusku. Aku menjalin komunikasi intens ketika kerja sama pameran dulu. Selebihnya tidak ada jalinan komunikasi lagi.

"Iya agak-agak pernah lihat"

"Lagi apa Mba di sini? Sendirian aja"

"Lagi nunggu temen...", Aku terpaksa berbohong demi waktu sendiriku tetap terjaga. Pada akhirnya dengan alasan tersebut lelaki bernama Bimo itu segera pamit pergi. Jantungku berdegup seandai laki-laki itu benar menemaniku mengobrol karena aku memang tak pernah ajak orang tak dikenal ketemu sambil duduk ngobrol di kafe.

Lain ceritanya kalau dengan Ilham. Bisa berjam-jam kami ngobrol berdua tanpa mencemaskan apapun. Sedihnya selalu berakhir dengan waktu pulang atau Mall yang segera tutup.

Beda cerita ketika di Yogyakarta, saat kegiatan itu berhasil melibatkanku. Aku bukan main sangat senang sekali. Ini kali pertama aku dinas keluar, menggunakan pesawat terbang maskapai ternama pula. Sulit diungkapkan dengan kata-kata. Apalagi hotel tempat aku menginap berlokasi di Jalan Dagen dekat sekali dengan Malioboro.

"Mba, jangan lupa janji kamu ya..."

"Janji apa?"

"Emmm lupa kan?"

"Iya, janji yang mana?"

"Pegangan tangan", bisik ilham ketika kami sedang proses check in di hotel. Dua rekan kami lainnya sedang duduk menunggu. Sementara Aku memegangi berkas map keperluan Ilham.

"Oh iya, emmm, mau gak ya, eh tapi kan enggak jadi janjinya waktu itu, yeee..."

"Enggak jadi ya? Aduh malah aku yang lupa"
"Hahahaha", Ilham tertawa menepuk dahinya.

Meskipun janji itu sesuai kesepakatan tidak jadi dilaksanakan. Aku dan Ilham selama di kota Yogyakarta tetap bersikap biasanya. Setelah pekerjaan selesai, aku dan rekan kerjan lainnya sudah terpisah. Cari makan malam sendiri-sendiri. Waktu ini aku gunakan untuk jalan berdua dengan ilham menelusuri jalan Malioboro yang ramai. Beberapa turis lokal pria memandang nakal cara berpakaianku yang tak lagi formal karena bukan lagi jam kerja. Dari bagian bawah aku memakai sandal hotel, celana jogger panjang, dan ini yang mungkin membikin risih mata mereka. Kaos t-shirt berwarna biru yang aku kenakan. Ukuran baju yang pas dengan badanku adalah ukuran L. Akan tetapi, ada hal lain seperti payudaraku yang tak bisa ditutupi. Keduanya menonjol seakan dua gunung yang terpampang. Kuyakini membuat pikiran pria melayang ngeres dan mesum.

"Mba toket lo gak bisa ditutup apa? Pakai jaket..."

"Sekali-kali enggak apa"
"Lagian ada beberapa juga yang pakaiannya mirip kayak aku"

"Iya tapi tetep aja loh"

"Udah diem, hayuk jalan lagi"

"Hhhhmmmm"

Aku menyangka hanya turis nakal itu saja yang melempar lirikan tendensius ke arah bagian dadaku, ternyata Ilham diam-diam bolak-balik matanya juga demikian. Ketika berada di tempat penjual daster ilham bertanya.

"Mba, lo gak beli daster? Buat langsung dipakai pas ketemu suami nanti. Hahaha"

"Daster aku sudah banyak"

"Lah emang kamu ke sini bawa daster?"

"Enggak dong, tapi di rumahku kan ada yang kutinggalkan"

"Ya kali bisa beli yang baru, yang lebih hot, apalagi kan edisinya nanti melepas rindu, duh gila siapa tahu juga itu daster disobek-sobek sama suami lo"

"Kamu ya Ham imajinasinya luar biasa sekali liarnya ya"

"Namanya juga cowok"

Kami jalan berdua melihat pedagang berjajar sepanjang jalan Malioboro. Sepanjang jalan itu kami bergurau. Apakah aku akan diajak jalan lagi untuk petualangan lainnya. Ilham tidak bisa memberi janji apa-apa. Ia hanya bisa seksdar mengatakan kalau aku bisa diajak pastinya akan diajak. Pedagang-pedagang yang berjualan menghibur suasana hati kami berdua yang sedang jalan bersama, namun kabar terkini pedagang-pedagang itu sudah dipindahkan ke tempat semustinya. Dalam perjalanan lainnya untuk pekerjaan kami menuju beberapa tempat, kami menggunakan mobil toyota Innova. Salah satu rekan kerja senior kami duduk berdua dengan supir di depan. 1 lainnya berdampingan dengan 2 narasumber yang kupersilakan duduk di tengah. Aku dan ilham duduk di belakang. Ilham tak memanfaatkan keadaan dengan posisi kami berduaan. Ia tetap fokus sebagai ketua kegiatan.

Aku sebagai partner kerja dan kawan menikmati perjalanan ini, bekerja sambil liburan. Sampai-sampai Aku tak merisaukan keberadaan suami yang tak mengabarkan atau menanyakan keadaanku yang sedang bekerja di Yogyakarta. Yang suka atau tidak jaraknya lebih dekat dengan kedudukanku saat ini, bukan saat di Jakarta. Ketika semua kegiatan kami lewati hingga benar selesai atau tepat pada 1 hari sebelum kepulangan, Ilham mengajakku ke pantai indrayanti menggunakan mobil innova yang kami sewa tentunya bersama-sama kawan lainnya. Beberapa rekan menyeletuk dengan nada meledek, apakah aku mau diantarkan pulang sekalian ke rumah. Aku menjawab tidak tanpa alasan kuberi. Sebab sebenarnya adalah situasi kekesalanku dengan suami.

Setelah menikmati keindahan pantai indrayanti, malamnya kami mengunjungi bukit bintang. Begitu bahagianya aku bekerja dalam perjalanan dinas ini. Lelahnya kami bekerja beberapa hari terakhir, ditutup dengan liburan seharian singkat. Aku betul-betul senang dan bahagia. Sesuatu yang sulit digambarkan karena hidupku dahulu tidak segembira ini.

Pulang dari bukit bintang dengan suasana riang, aku yang duduk bersama ilham di bagian belakang mobil dalam gelap malam menuju ke hotel, menyampaikan sesuatu kepadanya lewat chat ponsel kendati kami bersebelahan.

"Ham terima kasih ya, aku udah dilibatin dalam pekerjaan ini"

"Biasa aja kali"

"Oh biasa, baiklah. Padahal aku mau kasih sesuatu yang kamu inginkan loh"

"Sesuatu, sesuatu apaan Mba? Aku sudah kenyang"

"Bukan makanan"

"Lalu?"

"Tebak dong"

"Aduh males banget tebak-tebakkan, gue udah cape banget mba, hahaha"

"Oh sudah cape, yaudah gak usah"

"Cape sama tebak-tebakkan, kalau mau kasih sesuatu, tinggal kasih aja kenapa sih?"

Karena sulit menyampaikan lewat kata-kata, aku membuka telapak tanganku sambil mencolek Ilham. Aku berharap Ilham memahami kode yang kuberikan. Benarlah dia seorang lelaki tulen. Tanpa banyak bertanya. Tangan ilham segera menyergap dan menggenggam tanganku. Aku merasa ada sesuatu yang kudapatkan ketika ilham menggenggam tanganku. Aku menemukan titik kenyamananku. Rasa gelisah dan cemasku hilang sejenak. Aku merasa diperhatikan seakan orang yang spesial.

Genggaman tangan ilham, aku sambut dengan genggaman tanganku yang seolah mau mengatakan aku tak mau dilepaskan genggamannya. Genggaman tangan itu berlangsung hingga kami tiba di hotel, namun genggaman itu diiringi dengan tangan ilham yang mengelus punggung tanganku. Jarinya yang mengelitik telapak tangan memberi sensasi hangat dalam tubuhku. Aku mencengkeram tangannya untuk berhenti bergerak. Namun, entah mengapa aku malah berbalik mengelus tangan ilham.

Ilham mencoba meraba pahaku. Aku sigap menepisnya agar tidak mengundang kecurigaan dari rekan kerja lain.
Ya Tuhan, apakah yang sedang aku alami?

Sampai bertemu di bagian berikutnya. Sebelumnya terima kasih sudah membaca ya.
 
Kolaborasi yang menarik. Mbak yang dewasa, bijak, keibuan X Adek beranjak dewasa, badung, darah muda bergejolak. Sekaligus alur ceritanya yang selow. Ntabs 👍 suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd