BUNGA
NOMOR 2
POV NISA AGUSTINA
‘terima kasih ustazah’ ustaz lukman mengambil gelas yang aku sodorkan, sambil mengambil gelas itu tanpa direncakan mata kami bertemu sepersekian detik. Wajahnya yang tersenyum kepadaku memberi kan kesan yang sangat manis, wajah putihnya yang bernodakan 2 titik hitam di dahi memancarkan kealimanya, janggutnya yang rapih seperti para ustaz ternama membuat mataku tak berhenti melihat dia dari kejauhan.
Namun aku harus menahan diri, karena aku takut suamiku curiga melihat mataku yang auto fokus ketika melihat ustaz lukman. Dia seperti pria idamanku dulu waktu muda, namun aku tetap bersyukur karena saat ta’aruf aku menemukan suamiku sekarang yang sangat bertanggung jawab atas diriku.
Suamiku sangat sayang padaku, padahal dulu saat ta’aruf kami hanya mengobrol 2 kali, namun dia langsung yakin dan esoknya langsung melamarku lewat ayahku. Langsung aku iyakan lamarannya, karena aku melihat kesungguhannya dalam berkomomitmen.
Menginjak usia ke 25 dan usia pernikahan 1 tahun, DIA masih belum mempercayakan kepada kami sosok buah hati yang sudah sangat kami tunggu, namun ada kendala, dalam hubungan ranjang suamiku tidak terlalu lama, paling hanya sepuluh menit, itu juga hanya sekali keluar, dia aka langsung mengatakan sudah.
2 hari yang lalu mas farhan memberi tahuku bahwa dia mengundang temannya untuk memimpin pengajian rutin mendatang, aku mengiyakan saja atas keputusannya. Namun entah kenapa, aku jatuh hati pada teman suamiku itu, aku sangat menyukai pancaran kesolehan yang ada di raut wajahnya, sangat seperti kriteria suamiku dulu saat lajang.
Pengajian berakhir dan para tamu sudah satu persatu meninggalkan rumahku, entah kenapa aku merasa sedikit sedih karena tahu bahwa ustaz lukman juga akan pulang, dia akan lepas dari pandangan mataku kini.
Namun saat suamiku ke toilet aku memberanikan diri mendatanginya.
‘maaf... ustaz...’
‘iya ustazah...’ aku memang sering dipanggil ustazah karena sering mengajar mengaji anak komplek ini.
‘tadi ada seorang ibu peserta pengajian, memintakan saya meminta nomor ustaz, katanya untuk referensi kalau ada pengajian juga’ jelasku.
‘oiya... silahkan’ lalu dia menyebutkan nomr ponselnya, dan aku save dengan nama ustaz ganteng.
‘syukran ustaz....’ kataku
‘sama-sama ustazah...’ jawab dia.
Kenapa tidak melihat dari hp suamiku?
Itu sulit, karena sejak menikah entah kenapa mas farhan sering meminta privasi dengan ponsel pribadinya, diapun begitu padaku, tak pernah dia mengotak ngatik ponselku.
Entah kenapa aku senang sekali punya kontak dia dalam ponselku, lalu aku buka wasap dan mencari namanya, ternyata ada, namun foto profilnya sedikit membuat hatiku hancur, dia berfoto bersama seorang akhwat bercadar.
Setelah itu dia pulang diantar mobil suamiku.
Kemudian aku tertidur di kamar karena terlalu lama menunggu suamiku.
‘sayaaang...’ dua jari berjalan jalan diatas perutku, spontan aku terbangun.
‘iya mas...’
‘aku mau nyangkul...’ kata dia
‘sunnahnya besok mas...’ kataku mencoba bernegosiasi
‘besok kan mas kebagian jam malam’ jelasnya
‘oiyaaaa...?’ dia membalas dengan anggukan.
‘yaudah, aku pipis dulu ya mas’ sambil mengusap pipinya.
Setelah pipis aku menghampiri dia di kasur, percumbuan kami selalu sama setiap saat.
Aku membuka celana celana mas farhan, dan melepaskannya. Lalu aku beberapa saat mengoral batangnya sampai cuku basah, batangnya memang cukup keras, ukurannya juga lumayan. Lalu aku mengangkat gamis tidurku dan segera memasukkan batangnya ke vaginaku.
Dia bersandar di pinggir tembok, sambil kedua tangannya meraba-raba payudaraku yang tak memakai bra.
‘aaahhh... sayang enak...’ desahnya
‘mau dicepetin mas?’ tanyaku
‘jangan sayang... nanti mas cepat keluar’
Lalu kami mengubah posisi, aku menungging dan dia memasukkan batangnya, setelah itu takkan lama dia memompa ke depan dan ke belakang dengan cepat, dan dapat aku rasakan batangnya berkedut dan menembakkan maninya ke dalam pintu rahimku.
Tuhan jadikanlah air hina yang keluar dari batangnya menjadi buah hati kami, doaku setiap aku merasakan air maninya tumpah dalamdiriku, ada rasa bahagia dalam hatiku, ketika aku halal untuk dia titipi benihnya ke dalam diriku.
Setelah itu dia menarik batangya dan terlentang.
‘udahh yang...’ katanya
Lalu kau menghampirinya, dan menyandarkan kepalaku di pundaknya, lalu dia memelukku erat. Kami tertidur.
Paginya aku segera membangunkan keponakan kesayanganku itu, dia anak tunggal dari kakakku, karena ibunya sakit bagian rahim, dia tak akan bisa punya adik lagi.
Setelah itu aku segera memasak untuk menyiapkan sarapan.
Paginya suamiku tidur lagi setelah sarapan untuk menyimpan tenaga untuk jam malamnya. Maklum dia bekerja memantai alu perjalanan kereta sehingga fokusnya harus bagus, kalau tidak banyak kereta yang sangling adu mulut.
Karena semua perkajaan rumahku sudah selesai aku menonton tv.
Sambil menonton tv aku tak bisa menahan diri dari ponselku, ingin sekali aku memulai chat dengan ustaz lukman, namun aku tak tahu alasan apa yang bisa aku gunakan agar tidak terlalu menunjukkan keteratarikkanku padana.
Aku berpikir keras...
Binggo, akhirnya aku mendapat ide, aku mulai menekan nama kontak dia untuk memulai chat.
‘assalamualaikum ustaz...’
Berdebar aku menunggu dia membalas, tertulis online namun dia belum membaca pesanku, karena belum ada ceklis 2.
1 menit
2 menit
3 menit
4 menit
Aku mulai tak nyaman melihat ponselku, lalu aku tutup dan simpan di sampingku.
Ting tong
Buru buru aku mengambil ponselku, karena melihat itu pesan dari ustaz ganteng.
‘waalaikumussalam... ini siapa?’
‘saya nisa ustaz...’ balasku
‘oh ustazah... iya ustazah, ada apa?’
‘ustaz... mas farhan tidur lagi setelah sarapan, katanya dia jam malam, apakah benar?’ ini alasanku agar bisa memulai chat dengannya.
‘oiya... benar ustazah... ini saya yang gantian... karena nanti malam saya ada cara...’
‘oalah... baiklah ustaz terima kasih..’ aku bingung mau membahas apa lagi. Namun ternyata dia yang mengarahkan ke percakapan lain, sehingga kami chat panjang, aku senang sekali, inikah selingkuh?
‘memangnya kenapa ustazah menanyakan itu?’
‘takut saja ustaz...’
‘takut apa ya?’
‘takut suami saya sudah di pecat hehe‘
‘oalah sepertinya gak akan sih... beliau kerjanya bagus kok ustazah..’
‘oalah baguslah kalau begitu... ustaz sedang kerja ya... maaf menggangu’ pancingku ingin tahu dia sibuk apa tidak.
‘ahh tidak ustazah... pekerjaan saya sudah selesai..’
‘oalah bagus lah’
‘bagus kenapa?’
‘ah tidak ustaz... itu yang difoto istrinya?’
‘iya betul’
‘boleh saya lihat wajahnya?’
‘ustazah ingin tahu?’
‘hemm... iya’
‘iya gapapa deh, sama perempuan juga’
Aku meminta melihatnya, karena dia memakai cadar.
‘photo’
‘subhanallah... cantik’
‘terima kasih ustazah.. ustazah juga’
‘saya juga apa?’
‘ustazah juga cantik’ pipiku memerah membaca pesan itu, hatiku sedikit berbunga. Hatiku menyangkal ini adalah perselingkuhan, ini hanya chat biasa.
‘terima kasih ustaz...’
‘iya ustazah...’
‘kapan kapan ajak istrinya main kesini ustaz...’
‘ehmmm.. boleh ustazah... nanti saya kenalkan... mungkin ustazah bisa berteman dengan istri saya’
‘saya sangat mau berteman dengan beliau’ jadi kakak adik dengannya pun saya mau, dalam hati.
‘nanti malam boleh ustazah?’
‘oh... boleh ustaz’
‘sekalian kami mau ke teman kami dekat situ, mungkin bisa mampir kesana’
‘baik ustaz... kami tunggu’
‘boleh saya simpan foto profil ustaazah?’
‘kenapa disimpan ustaz?’
‘cantik...’ aku paham dia mulai menggoda, namun entah kenapa aku tak mau terlalu mudah jatuh di rayuannya.
‘hemmm... ingat istri ustaz hehe’
‘ingat kok gak lupa hehe’
‘iya silakan ustaz... boleh’ jawabku
‘boleh minta satu lagi’
‘apa?’
‘foto ustazah...’
‘hemmm... untuk?’
‘saya lihatkan ke istri’
‘hemm... iya’
‘foto baru saja, yang sedang ustazah kenakan’
‘hemm... banyak maunya...’ balasku, namun aku melakukannya, entah kenapa, lalu aku melakukan selfie dan mengirimkan kepadanya.
‘itu ustaz..’
‘subhanallah cantik...’
‘terima kasih ustaz...ustaz juga tampan’ badanku entah kenapa menghangat.
‘alhamdulillah ada yang bilang gitu’
‘hehe ikhwan kan tampan ustaz... masa cantik’
‘oalah bener sih’
‘nama istrinya siapa ustaz?’
‘reisa...’
‘wah... jago nyanyi dong’
‘jago nyanyi sih enggak... tapi lidahnya emang jago’
‘jago apa ustaz?’ tanyaku memastikan
‘ya taulah... urusan ranjang’ dan ternyata benar, dia mulai chat mesumnya, namun entah kenapa aku merasa senang meladeninya.
‘hemm.... rahasia kamar jangan dibuka ustaz..’
‘hahaha... maaf’
‘ana jugga jago kok ustaz kalau itu haha’ aku tak bisa mengontrol jariku, entah kenapa tulisan itu terketik.
‘wahhh.... perlu dicoba nih...’
‘ishh.... punya suami ana’
‘ustazah suka melakukan itu...?’
‘ehhmmmm... gimana ya... suka hehhe... tapi mas farhan suka cepat keluar jadi ana gak lama gitunya’
‘mungkin ustazah harus cobain punya saya... istri saya aja kewalahan buat dia keluar’
‘ah masa?’
‘iya dong’
‘gak ahhh’ entah apa yang aku rasakan, dalam hatiku aku ingin melihat punya dia, namun aku tahu itu salah.
‘mau lihat punya saya?’
‘lihat apa ustaz?’
‘burungya’
‘mau gak yaaaaaa’ aku malu dan badanku entah kenapa menjadi hangat.
‘photo’ tanpa menunggu aku setuju atau tidak ternyata dia mengirim foto batangnya.
‘itu sedang di service sama istri saya’ pesannya, aku malu melihatnya, lalu aku melihat ke sekeliling melihat apakah mas farhan sudah bangun, ternyata belum. Aku memperhatikan batangnya yang terlihat keras dan wajah istrinya yang sedang melakukan hal yang tidak sepatutnya aku lihat.
‘ustaaaazzzz... ih’
‘kenapa ustazah?’
‘enggak ah’
‘gak suka yang besar ya’
‘gatau’
‘coba aja dulu, siapa tau suka’
‘coba apaan?’
‘yang besar’
‘gada’
‘kalo mau pinjam punya saya boleh haha’
‘mimpiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii’
‘serius loh, asal izin sama istri saya dulu...’
‘emang istri ustaz izinin?’
‘iya’
‘kok bisa?’
‘mau tau ceritanya?’
‘mau’
‘jadi dulu saya sering biacara poligami, istri saya jelas nolak, sampai sering kami marahan, singkat cerita karena marah dia bilang saya boleh main sama perempuan lain asal jangan pologami’
‘oalah begitu... jadi ustaz pernah main sama yang lain?’
‘iya’
‘sama siapa?’
‘teman istri saya, saya izin ke istri mau godain dia, dia memang sudah menikah, namun setelah saya dekati ternyata dia mau, kami main ketika suaminya kerja gitu’
‘ya tuhan’
‘hehe’
‘sudah ah, saya ada kerjaan’
Aku menyimpan ponsel, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, badanku menghangat, ketika aku bangun dari duduk, ada cairan basa di kursi, ternyata ada air mazi keluar dari vaginaku, adakah aku terangsang?
Aku mengangkat baju gamisku dan memasukkan tangan ke celah celana inner dan cangcutku, ternyata vaginaku basah dan mengeluarkan air mazi yang lumayan banyak, sudah terasa lama rasanya tubuhku tak merasa panas dingin karena terangsang seperti ini, yatuhan apakah aku boleh selingkuh?
Hatiku berkecamuk memperdebatkan apa yang ada dalam pikiranku, sisi lain jiwaku ingin meneruskan percakapan mesum itu namun aku tahu itu salah. Rasa khawatir dan merasa ingin menikmati adrenalin perselingkuhan di bakar membara oleh bisikan setan kalau semua akan baik baik saja, aku sungguh sudah jatuh hati kepada ustaz yang tampan itu.
Dari pagi sampai sore pikiranku tak fokus ketika mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas dari dewan ta’aruf untuk menyeleksi berkas para akhwat pejuang halal. Entah kenapa aku merasa tak sabar ingin segera malam agar ustaz lukman segera datang ke rumahku, seperti perasaan rindu kepada seseorang. Namun jika nanti ada kesempatan dia mencoba menjamahku, adakah aku mau?
Dalam hatiku aku merasakan sangat sayang kepada suamiku, namun entah kenapa aku merasa tak masalah jika dia menjahku selama aku tetap sayang suamiku, selama itu hanya sekedar nafsu bukan aku yang jatuh cinta, namun aku rindu padanya, inikah cinta juga? Aku jatuh cinta pada lelaki lain namun aku juga masih tetap sayang suamiku, aneh.
16.00
Aku mandi sore, entah kenapa aku mandi cukup lama, aku menyabuni setiap inchi tubuhku sebersih mungkin. Seakan aku ingin tampil cantik optimal ketika ustaz lukman datang nanti, istrinya? Tak masalah. Toh tadi pagi dia bilang istrinya memperbolehkan jika ustaz mau main perempuan lain. Tapi apakah aku pantas? Aku kan ustazah.
Setelah itu beberapa anak komplek datang untuk mengaji, sebaik mungkin aku membimbing mereka, mataku beberapa kali melihat ke arah jam dinding. Setelah mereka pulang aku menyiapkan masakan untuk makan malam.
‘mas... ustaz lukman mau kesini sama istrinya nanti...’ kataku.
‘oiya... kapan dia bilang?’
‘tadi siang’ aku bohong, ‘katanya sekalian ke temannya...’
‘yasudah... baguslah’
‘mas mau aku siapin vitamin nya?’
‘iya sayang... makasih’ dia senyum.
‘bunga belum pulang yang?’ tanya dia.
‘belum mas, dia ada acara ospek jurusan katanya’
‘oalah... bener ospek kan?’
‘’iya.. kapan dia bohong ke kita’
‘iya iya.. Cuma takut aja yang.. dia kan anak orang... kita harus jaga baik-baik’
‘iya mas...’
Magrib pun datang, hatiku kian berdebar debar menantikan kedatangan mereka, namun sudah 30 menit aku tunggu mereka tak datang, aku merasa gengsi jika harus mengirim pesan ke ustaz karim. Aku tak mau menunjukkan sisi agresifku.
Namun ternyata mereka datang setelah isya, aku mempersilakan mereka masuk dan duduk di ruang tamu.
‘ini istri ane han, namanya reisa, panggil aja echa’
‘oalah.. selamat datang di rumah sederhana kami ustazah’ kata suamiku, aku tak memperhatikan tatapan mataku ke ustazah reisa, karena mataku tak bisa teralih menatap wajah ustaz lukman.
Aku lalu cipika cipiki dengan ustazah reisa, ternyata dia setahun lebih muda dariku, dia sedang hamil tua 7 bulan oleh anak pertama mereka.
Kami mengobrol ini itu dan saling mengenal satu sama lain, membahas kehamilan reisa, jenis kelamin bayi mereka, dan hal hal lainnya. Pukul 8 bunga pulang dan mengucap salam, dia menyalami reisa lalu masuk kamarnya. Dia terlihat sangat lelah.
‘gini han, untuk pengajian selanjutnya mungkin ana gabisa, mungkin istri ane yang gantiin’ kata ustaz lukman.
‘oiya baguslah, biar bisa temenin nisa juga juga, biar mereka temenan haha’
‘gimana ustazah?’ tanya ustaz lukman kepadaku, aku mengangkat kepala dari yang tadinya tertunduk malu, teringat pesan mesum tadi pagi, aku ingat bentuk batang ustaz lukman, dan aku melihatnya di celah paha yang menyembul dicelananya, dia sedang ngaceng?
‘oiya... boleh dong, malah saya seneng’
‘alhamdulillah...’ kata ustazah reisa lembut.
‘eh btw... farhan mau kerja malam... mungkin dia mau siap-siap.. kita pulang yu mi..’ kata ustaz lukman.
Entah kenapa aku merasa sedih dia akan pulang.
‘iya bii...’ balas ustazah reisa
‘ente memang paling pengertian..’ kata suamiku.
Mereka lalu bersiap pulang, lalu mengucap salam dan pulang dengan menggunakan motor mereka. Melihat mereka pulang dan menghilang dari pandangan mata, aku menggigit bibir bawah dan merasa menyesalkan tidak ada yang terjadi antara kami, aku dan ustaz lukman.
Pukul 10 malam suamiku pamit untuk kerja malam, aku mengantarnya sampai tempat parkir. Sebelum dia pergi aku mencium tangannya dan meminta dia hati hati. Dia mengangguk dan senyum.
Pandanganku mengelilingi area raung tamu, sepi. Lalu aku mematikan lampu dan masuk ke kamar dan membaringkan tubuhku.
‘mas sudah sampai di kantor..’ pesan dari suami.
‘iya mas... aku tidur dulu’
‘iya selamat tidur sayang’
‘selamat kerja sayang’
Aku mencoba memejamkan mata, namun entah kenapa ada yang mengganjal dalam hati, aku mencari tahu, ternyata ini rasa sesal akan aku yang tidak bisa melakukan apapun atas rinduku pada sang ustaz, disuatu sisi aku suka dia di sisi lain aku malu jika harus agresif.
I love you ustaz lukman
00.30
Kring kring kring kring
Telingaku ditusuk oleh suara ponselku yang berdering, dalam pikiran aku merasa kesal. Orang macam apa yang menelpon selarut ini, tak ada namanya lagi, mulanya aku malas mengangkat telpon tersebut, namun akhirnya aku menerimanya.
‘halo assalamualaiku..’ dia memulai salam, suaranya sangat lembut, sangat lembut, namun suaranya jelas.
‘waalaikumussalam’
‘maaf ustazah ana menggangu, ana reisa’
‘oh ustazah reisa... iya ada apa ustazah?’ tanyaku, dengan perasaan berdebar dan penuh tanya. Mengapa dia menelpon selarut ini.
‘mohon maaf ustazah... ana mau membicarakan sesuatu yang sangat privasi... boleh?’ tanya dia.
‘ii... iya ustazah...’
‘baik terima kasih sebelumnya... sa... saya.. ehm gimana ya mulainya... suami saya tidak bisa tidur... katanya dia rindu dan ingin bertemu ustazah.. apakah boleh kami kesana?’
‘se.. sekarang?’
‘hem.... iya ustazah... kalau boleh’
‘oooo... ii... iya boleh ustazah’
‘baiklah... terima kasih... kami akan segera kesana...’
Lalu dia mengucap salam dan menutup telpon, apa ini mimpi?
Plak, aku menampar pipi.
Sakit...
Aku lalu bangun... segera mencuci muka sebersih mungkin... gosok gigi? Untuk apa? Ah gapapa untuk jaga-jaga, pikirku. Jaga-jaga dari apa?
Lalu aku mengganti baju dan memakai gamis abu, dan kerudung lebar warna putih, celana inner hitam dan kaos kaki krem. Aku duduk di kursi ruang tamu sambil menunggu gelisah. Aku ini kenapa? Rasanya sangat berdebar debar.
Aku menuggu cukup lama, semakin detik berjalan semaki gelisah juga diriku. 40 menit kemudian barulah aku mendengar suara motor masuk ke parkiran rumahku. Aku tak mengintip ke jendela karena takut tak bisa menahan diri.
Tok tok tok
Aku menguatkan diriku untuk bangun dari kursi dan membuka pintu.
‘assalamualaikum ustazah...’ deg deg, dia sendirian.
‘wa... waalaikumussalam... ehm.. istrinya mana ustaz..?’
‘tadi dia mau ikut... namun saya bilang dia harus istirahat karena sedang hamil’
‘ohhh... begitu... hemm’ aku gugup.
‘boleh saya masuk?’ tanya dia, membuyarkan pikiranku.
‘ehhh... iya ustaz silakan...’
Aku mempersilakan dia duduk di kursi dan aku ke dapur mengambil air teh, aku mulai merasa badanku panas dingin tak karuan, apa ini? Aduh aku harus bagaimana? Apakah hal ‘itu’ akan terjadi? Kalau iya bagaimana? Ah sudahlah diam saja.
Aku membawa gelas berisi teh itu di atas nampan.
Lalu aku meletakkan gelas itu di meja depan ustaz lukman, jelas sekali dia melihat gemetarnya tanganku saat menyodorkan. Matanya menatapku dengan penuh keheranan.
‘terima kasih, ustazah...’
Lalu dia mendekatkan duduknya kepadaku karena kami duduk di kursi panjang, aku kaget tangan dia menyentuh keningku. Dia sangat agresif pikirku.
‘ustazah... ustazah sakit kah?’
‘ehmm.. ti.. tidaak..’ gugup
‘ini suhunya hangat ustazah...’ katanya
‘saya tidak... apa apa ustaz’
‘mungkin ustazah gugup ya saya datang...’
Aku tertunduk, matanya menyusuri lantai tak mau lihat wajahnya, malu.
‘ustazah kenapa... wajanya merah..’
Dia mendekatkan duduknya kembali, kali ini kami sangat dekat, cukup untuk kami untuk berciuman. Aku semakin gugup tak tau apa yang harus aku lakukan, badanku semakin hangat, aku kikuk sekali, oh tuhan aku harus apa? Aku diam saja.
Dia menyentuh keningku lagi, lalu kali ini ke pipi.
‘ustazah sakit... sebaiknya saya pulang ya...?’
Aku diam tertunduk tak bisa berkata apa-apa saking aku gugupnya, pahaku semakin merapat karena gugup.
‘ustazah...’
‘’ustazah...?’
Aku terus menunduk dan tak menjawab, dia mungkin bingung apa yang terjadi, namun hal yang terjadi selanjutnya sungguh tak bisa aku terka.
Ustaz lukman memegang kepalaku dan mengangkatnya agar kami saling berhadapan, mata kami saling bertatapan lama.
‘kamu kenapa...?’ tanya dia sedikit wajah panik, mungkin dia pikir aku kesurupan.
Namun aku hanya menggeleng.
Kami terus saling bertatapan.
‘bo... boleh aku cium kamu?’ DEG, hatiku berdegup sangat keras karena kaget, pahaku semakin merapat, dan tanganku memegang gamis di pahaku erat.
Aku tak tahu harus berbuat apa, apa yang harus aku katakan sebagai jawaban? Aku diam saja, lalu aku sangat bingung, aku pejamkan mataku.
Namun dia salah sangka, aku menutup mata karena bingung, bukan mengiyakan pertanyaanya.
Aku merasakan ada sentuhan ke bibirku, dalm hati aku sadar itu ciuman.
Aku semakin tak tahu apa yang harus aku rasakan, aku diam saja, badanku kian menghangat.
Dia terus menciumi bibirku, pipi, kening, dan dia mencium senti demi senti bibirku, mengitari bibir bawah dan bibir atas.
Kemudian aku merasakan ada lidahnya yang basah mencoba masuk melewati bibirku, aku biarkan saja dia masuk, lidah itu, dia membasahi area bibirku, lalu seakan mencari sesuatu, lidah dia mencari lidahku, akhirnya mereka bertemu.
‘emmmmmppph...’ aku mendesah.
Lalu lidahnya diam sesaat, lalu lidah itu masuk lagi ke dalam mulutku dengan lebih basah.
Kemudian kini aku tak diam, aku mulai membalas permainan bibir dan lidahnya, kami melakukan FK dengan lembut, lidahnya sangat basah, dapat aku dengar nafasnya memberat ketika kami berciuman semakin panas.
Lalu saat ciuman kami sedang panas-panasnya dia berhenti, aku membuka mata dan melihat dia sedang menatapku.
Lalu kami saling bertatapan beberapa detik
‘ustazah... bolehkah aku menjamah tubuhmu?
Duar, aku sangat kaget, aku tak menyangka dia seagresif itu. Lalu aku bertanya pada hatiku dengan berbagai pertimbangan, aku bertanya pada logika dan hati, hatiku sedang tak karuan dengan semua situasi ini tapi ada rasa penasaran dan berbunga. Logikaku berkata situasi sangat memungkinkan, bunga sudah tidur dan suamiku kerja sampai besok siang. So, overall dalam hatiku tidak ada yang menolak atau keberatan.
Perlahan otakku aku paksa menggerakkan syaraf gerak leherku agar bergerak mengangguk, aku paksakan sekuatnya. Lalu aku mengangguk.
Lalu dia memangku badanku.
‘dimana kamar kalian?’
Lalu aku menunjukkan kamar ku.
Dia memangkuku masuk ke kamar.
‘jangan... keras keras suaranya... ada keponakanku disebelah’ kataku.
Dia mengangguk.
Aku duduk di pinggir kasur, diapun juga, dia lalu mendekatkan bibirnya lagi. Kami kembali berciuman panas.
Perlahan dapat aku rasakan tangannya mencoba mengangkat gamisku dari bawah, sampai pahaku, lalu tangannya mulai menyusup ke celana cangcutku.
Aku memegang tangannya mencoba menahan, namun tak ada daya, aku hanya memegang tangannya saja, lalu tangan dia masuk sambil kami terus berciuman.
Sampailah tangan itu ke bibir vaginaku.
‘basah sekali ustazah...’ bisiknya
Aku hanya senyum, badanku kian panas dingin.
Lalu jarinya menyentuh biji kelentiku, brrrrrrrrrrrrrrrr. Badanku seakan tersetrum listrik dan mengejang merasakan jarinya.
Lalu tanganya mencoba menurunkan celanaku, entah kenapa tanganku mencoba membatu tangan dia agar celana inner dan cangcutku melewati paha dan sampai lutut.
Setelah itu dia bermain-main di celah pahaku, namun tak lama, tangan itu naik ke atas ke arah payudaraku, sudah tak memakai bra. Tanganya terlihat senang, dia meremas-remas payudaraku dengan gemas.
Kemudian entah kenapa tanganku juga mencoba melepaskan ikat pinggangnya, aku melepaskan celanya, dia tak memakai celana dalam ternyata. Langsung tak sengaja aku menyentuh batang dia, hangat sekali, keras.
Tanpa dia minta tanganku mengurut batangnya yang keras dan panas, dan yang paling terasa ditanganku, ukurannya sangat beda dengan punya suamiku, lebih besar.
Dapat kurasakan ada air mazi keluar dari lubang kepalanya, aku usap air mazi itu dengan telapak tanganku, agar urutan ke batangnya semakin licin, terdengarlah nafas dia semakin berat.
Lalu ciuman kami berhenti.
‘uuu... ustazah mau gak... ehm pakai mulut’ sambil matanya mengarah ke arah batangnya.
Aku tak menjawab atau mengangguk.
Aku berdiri, lalu berlutut di antara pahanya, dia lalu melepaskan switer dan bajunya, jadilah dia sudah telanjang bulat.
Aku mulai melihat batang itu yang aku genggam.
‘besar..’ kata itu keluar dari mulutku tak terkontrol,
Dia hanya tersenyum.
Entah kenapa, seakan semua gugup dan rasa resahku hilang semua, aku mulai menyentuhkan bibirku ke kepala batangnya, aromanya, terasa sangat sensual. Kemudian aku memasukkannya ke dalam mulutku, lidahku aku perintahkan menyervis batang itu sebisaku, seperti biasa aku lakukan pada batang suamiku.
Setelah beberapa menit, dia meminta aku untuk segera terlentang di kasur, dia lepaskan celana ku dari kaki kiri, namun tak dia lepas dari kaki kanan, jadi celana itu masih terkait disana.
Dia sudha terlihat sudah sangat nafsu memandang tubuhku.
Otomatis aku buka pahaku lebar, dia tersenyum menatapku, aku membalas senyumnya juga. Tanpa kata. Semua itu terjadi.
Aku lihat dia memegang batangnya dan menggosok-gosokkan di bibir vaginaku yang sangat basah dengan air mazi.
Lalu dia mengusap air mazi dari bibir vaginaku, lalu mengurutkannya ke batang dia.
Setelah itu dia mengarahkannya ke liang vaginaku.
Dapat aku rasakan benda tumpul itu mulai menyentuh, lalu perlahan masuk, masuk lagi sedikit, sedikit, sedikit, sedikit, tak ada halangan karena vaginaku yang basah sekali dan licin, sampai pada titik batang itu mentok di pintu rahimku.
Dia diam tak bergerak dalam pisisi itu, aku diam, kami saling bertatapan, dia senyum padaku, aku balas.
Tangannya meremas payudaraku, keduanya.
Lalu dia mendekatkan kepalanya kepada kepalaku, kami lalu berciuman kembali. Kini tangannya memegang kepalaku dari belakang.
Perlahan aku rasakan batang dia mundur dari liang vagina, setelah sampai bibir, dia menusukkan dengan keras.
‘ahhhhhhhh.... ustaz...’
Tubuhku mengejang beberapa kali, merasakan nikmat.
Lalu dia melakukannya lagi, lagi, dan terus.
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
‘ahhhhh....’
Setiap tusukkannya mebuat aku tak bisa menahan desahan, dan setiap desahan suaraku semakin menggema di ruangan itu. Lalu dia menusuk dengan cepat.
‘ahhhhhhhhh.... ustaaaz... saya.... dapaaaaaaat... aaaaaah’ brrrrrrrr, badanku bergetar hebat, aku tak bisa mengontol, dia diam membiarkanku, rasanya nikmat sekali, tak bisa aku jelaskan, dia diam membiarkan aku menikmati sampai nafasku mulai tenang kembali, aku membuka mata, kulihat dia senyum kepadaku, aku balas senyuman dia.
‘huh’ keringatku mulai bercucuran membasahi kerudung dan baju gamisku.
Dia menggerakkan bibirnya, seakan mengatakan sesuatu namun tanpa suara, aku membaca gerakan itu.
Enak?
Aku mengangguk sambil mengedipkan mata.
lagi?
Kali ini aku membalas pertanyaan itu dengan gerakan pinggangku dan mengger gerakan batangnya.
Dia mulai mendayung kenikmatan bersamaku kembali. Nikmat sekali, namun tak aku ucapkan, hanya desahan saja, semakin lama desahanku semakin keras.
Aku mendapatkan orgasme lagi namun kali ini dia tak menghentikan dayuan kenikmatannya, aku pun mengejang sambil terus di sodok.
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
Semakin lama desahanku semaakin keras, seakan tak peduli jika akan ada yang mendengarnya.
Lalu aku rasakan gerakannya makin cepat, dan aku tahu ini tanda dia akan memuntahkan maninya.
Lalu aku rasakan kedutan dari batangnya.
Dia menyodok semakin cepat
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘ahhhhhhhhhhhhh.....’
‘di.. dalam.. saja ustaaaz...’
‘aaaaaahhhhhh aaaaah aaah ustazaaaaah, nikmaaaaaat’
Dan aku rasakan semburan air maninya yang panas memasukki pintu rahimku, beberapa kali semburan itu aku rasakan dan juga kedutannya.
Sambil mata terpejam aku menikmati semburan air mani ustaz lukman, akankah aku hamil dengan air mani sebanyak ini?
Dalam hatiku akal sehat mulai memberi nasihat, aku ustazah dan dia ustaz, kami sama-sama sudah menikah, namun semudah can secepat ini kah perselingkuhan?
Tapi yang kurasakan.
Nikmat.
Setelah diam dan mengatur nafas sampai tenang, dia mengeluarkan batangnya dari vaginaku, dapat aku rasakan ada air hangat keluar dari dalam vaginaku.
Dia tersenyum.
‘terima kasih..’ katanya
Aku megangguk dan mengedipkan mata, ‘terima kasih juga’
Dia mendekatkan batangnya ke mulutku.
‘tolong dibersihkan...’ katanya
Aku paham maksudnya.
Aku mulai memegang zakarnya, dan mulai mendekatkan batang itu ke bibirku.
‘doa dulu’ katanya.
Aku diam, lalu mataku memandang raut wajahnya yang senyum, aku senyum saja dan tak mengucapkannya, tapi dalam hati.
Batangnya basah sekali, dipenuhi cairan pekat putih, aromanya kurang sedap menurutku, tapi entah kenapa lidahku menyapu bersih batang itu.
Selanjutnya giliran lidah dia yang membersihkan vaginaku.
Setelah itu dia memakaikan kembali cangcut dan celana innerku seperti semula.
Diam beberapa saat, lalu dia memakai baju kembali, aku lihat batangnya masih keras ketika dia memasukkannya ke celana. Kulihat jam dinding sudah pukul 2.59, sudah larut, dia harus pulang.
Aku lalu mengantar dia sampai pintu, sebelum dia keluar, dia mencium bibirku lagi. Namun ternyata tak sampai disitu, nafsunya bangkit lagi.
Dia lalu membalikkan badanku, aku biarkan saja, lalu dia angkat gamisku sampai paha.
Dia turunkan celanaku kembali sampai lutut.
Aku mencari pegangan tangan, dia menunggingkanku.
Lalu dia menujahkan kembali batangnya, vaginaku yang masih basah membiarkan begitu saja dia masuk.
‘ahhh...’
‘ahhh...’
‘ahhh...’
‘ahhh...’
‘ahhh...’
‘ahhh...’
Kini desahanku aku tahan sekecil mungkin
Dia terus mendorong keluar masuk, terus, terus, terus...
Cukup lama sampai tanganku cukup pegal menahan hentakannya.
Dia lalu menarik kerudung panjangku, lalu kami melanjutkan dengan gaya berdiri.
‘anjiiiiiing.... nikmat banget memek ustazah..’
Jelas sekali bisikan dia kepada telingaku, antara malu dan marah aku dipuji seperti itu.
Lalu dia kembali menunggingkanku.
‘ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh....’ dia mengerang.
Lalu kurasakan semburan air maninya lagi, aku puas?
Setelah itu dia segera membereskan pakaiannya, dan pamit pulang.
Ya Tuhan, aku sudah berzina dengan seorang lelaki baru aku kenal sehari, terlebih lagi aku biarkan dia memuntahkan air maninya di dalam.
Tanpa mencuci vaginaku aku langsung ke kamar dan masih kulihat bed coverku ada noda membulat basah bekas cairan mazi dari vaginaku, aku tertidur senyum, bahagia?