Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kisah Selingkuh di Masa Lalu

Sorry lg banyak urusan, akhir pekan ini paling lambat lanjutannya
 
Chapter 11: Pengalaman Tak Terlupakan

“Pagi sunyi 'gak ada burung bernyanyi
Putih embun pun kini telah terkontaminasi
Aku seperti terbang 'gak memijak bumi
Di antara merahnya emosi Jakarta yang
S'makin ternodai...”

PoV: Mita
Kuterbangun dengan rasa letih yang menjalar di seluruh tubuhku, enggan rasanya untuk beranjak dari ranjang, namun hari sepertinya sudah menjelang siang dan perutku mulai terasa lapar. Om Sadewo pagi tadi sempat membangunkanku untuk pamit pergi ke proyek, katanya hanya sebentar dan mengatakan sesuatu mengenai hendak mengajakku pergi entah kemana, tak begitu jelas, karena aku sendiri antara sadar dan tidak sadar saat dibangunkan. Dengan rasa malas, kubangkit berdiri dari ranjang dan memungut pakaianku, saat hendak berpakaian, kupatut diriku di depan cermin, kupandangi tubuh telanjangku yang dihiasi noda memar kemerahan di beberapa tempat terutama di sekitar payudaraku, kuhela nafasku sambil merasakan sedikit penyesalan atas kegilaan yang kulakukan semalam.

Selesai membasuh diri dan kembali ke kamarku, kusempatkan diri untuk keluar kos membeli sarapan, kuputuskan untuk makan di kos saja agar cepat dan bisa langsung membersihkan ranjangku yang dipenuhi noda sperma Tommy, berpikir mengenai Tommy, aku baru ingat kalau Sabtu ini dia mendapatkan jadwal piket, aku cukup lega karena entah apa yang terjadi jika dia masih berada di kos berdua saja denganku.

“Mbak....ada di dalam ya?”, pintu kamarku diketuk seseorang, dan ternyata Winda! Aku baru ingat semalam Tommy bilang Winda akan kembali ke kos dari rumah tantenya.

“Hey Win....sudah balik? Mbak pikir kamu ngineo lagi di rumah tantemu”, kataku setelah membukakan pintu, untungnya aku telah selesai mengganti spreiku dan merapihkan ranjangku.

“Iya Mbak, tadinya mau nginep lagi, tapi kata Tommy kita mau pergi ke Anyer sama-sama...Om Sadewo yang traktir katanya....”, kata Winda yang membuatku terkejut, “Apakah tadi yang dikatakan Om Sadewo di pagi hari...uhmm...ke Anyer?”, benakku berkata.

“Uhm Mbak gatau juga sih...masak sih?”, kataku dengan mimik terkejut.

“Iya Mbak...loh Winda pikir Om Sadewo sudah kasih tau Mbak Mita....ehmmm...Mbak, Winda mau ngomong sesuatu....tapi Mbak jangan marah yahh...”, lanjut Winda lagi disusul perkataannya yang membuatku penasaran, aku hanya mengangguk dan berkata bersedia mendengarkannya.

“Waktu Mbak keluar dari ruangan semalem, trus Tommy keluar juga....Om Sadewo ngedeketin Winda, trus tiba-tiba pipi Winda dicium...Winda kaget!”, cerita Winda yang tiba-tiba membuat dadaku sesak, aku berusaha tidak memiliki perasaan mendalam dengan Om Sadewo, namun tetap saja mendengar apa yang Winda katakan menbuatku cukup kesal, walau aku berusaha menutupinya dan berusaha mengorek lebih dalam ceritanya.

“Winda ga sadar, tiba-tiba kita udah ciuman di bibir...trus entah kebawa suasana, tali baju Winda diturunin yang sebelah kiri...Om Sadewo nyusu di tetek Winda Mbak....ehm Winda jadi ga enak sama Mbak Mita....”, kata Winda dengan polosnya, aku sempat blank dan tak tahu harus berkata apa, dan kenapa juga Winda sampai ngomong tidak enak denganku? Aku berusaha tenang dan menimpalinya dengan santai...”Duh Winda...kok gitu...trus kenapa ga enak sama Mbak?”

“Ehmm Tommy bilang...Om Sadewo sama Mbak Mita nempel terus...mmmm maaf ya Mbak, emangnya bener ya Mbak?”, kata Winda dengan raut wajah menyesal dan penasaran dengan cerita hubunganku dan Om Sadewo.

Aku menceritakan secara garis besar mengenai hubunganku dengan Om Sadewo kepada Winda, intinya aku mengakui ada kedekatan, namun tidak secara detail menceritakan apa yang sudah kulakukan bersama Om Sadewo. “Jangan cerita ke siapapun, cukup kita aja yang tau...”, kataku menutup ceritaku.

Selepas jam satu siang, Tommy datang bersamaan dengan Om Sadewo, ternyata Winda benar, mereka berniat mengajak kami berdua ke Anyer dengan alasan Om Sadewo baru saja mendapat bayaran dari proyeknya, dan sekitar dua mingguan lagi akan selesai. Aku sempat menolak ajakan mereka, namun Tommy sempat mendekatiku dan membisiki sesuatu yang mengingatkanku bahwa dia yang memegang kendali saat itu. Dengan berat hati, dan tak ingin Winda kecewa karena tak ada yang menemani, kuputuskan untuk ikut dengan berat hati.

Kami berangkat menggunakan mobil yang Tommy pinjam dari saudaranya, dengan perjanjian bensin akan diisikan oleh Om Sadewo. Perjalanan kami menuju Anyer cukup memakan waktu yang lama, aku duduk bersama Winda dibelakang sementara Tommy dan Om Sadewo bergantian menyetir. Setelah hampir tiga jam berkendara, kami mulai memasuki Anyer dan menyempatkan diri untuk makan malam sebelum ke hotel. Selama perjalanan, kuamati Om Sadewo tampak beberapa kali menatap Winda, terutama di bagian payudaranya yang memang menantang bagi setiap lelaki manapun, aku cukup kesal, namun tidak ingin merusak suasana dan berusaha untuk mengalihkan perhatian dengan obrolan-obrolan ringan.

Setibanya di hotel, kami bergegas menuju kamar masing-masing tak sabar untuk mandi dan menyegarkan diri dari perjalanan yang cukup meletihkan. Aku sempat rikuh saat Om Sadewo menggandengku saat ingin masuk kamar, Winda menatapku sambil tersenyum menggodaku, kamar mereka tepat berada di sebelah kamarku dan Om Sadewo, dan yang mengejutkanku, ternyata ada ‘connecting door' diantara kamar kami. Ketika baru saja menutup pintu, Om Sadewo menyergapku dari belakang dan menciumi tengkukku....”Ehhmm Om..keringetan...mau mandi dulu...”, kataku sambil meronta pelan.

“Uhm mandi bareng yuk kalo gitu....ada bathupnya loh ternyata....”, kata Om Sadewo melepaskan tubuhku dan bergegas menuju kamar mandi menyiapkan air hangat di bath up.

Kami bercumbu sejenak di atas ranjang sambil meraba bagian intim masing-masing, bibir kami berpagutan diiringi permainan lidah yang membuat suasana semakin membara, namun air di bath up ternyata sudah penuh dan meluber ke lantai. Om Sadewo bergegas menggandengku ke kamar mandi, melucuti pakaianku hingga telanjang bulat dan memintaku untuk melucuti pakaiannya juga, dia berbaring di bath up dan memintaku menghampirinya, aku rebah di tubuh telanjang Om Sadewo di dalam bath up. Sudah lama aku tak merasakan berendam di air hangat seperti saat ini, beberapa saat suasana menjadi hening, Om Sadewo mengusap perutku sambil sesekali meraba payudaraku bergantian, penisnya yang mengeras dapat kurasakan terjepit diantara belahan pantatku.

“Argggh...Om suka sama Winda juga ya?..sshh...”, kataku pelan sambil menahan desahan merasakan belaian lembut di perutku yang mulai menjalar di bagian bawahnya.

“Ehm Winda pasti cerita, Om diminta Tommy untuk ngerayu Winda, dia pengen tahu seberapa binal si Winda....jangan omongin itu dulu, buka dikit pahanya sayang....”, kata Om Sadewo yang membuatku terhenyak, begitu tega Tommy, namun aku takmau menghakimi situasi yang yerjadi, kurenggangkan pahaku dan jari jemari Om Sadewo mengusap pelan belahan kemaluanku.

Tak melanjutkan pembicaraan mengenai Winda, aku sibuk mendesah dan merintih kenikmatan saat jari jemari Om Sadewo mengorek-ngorek liang vaginaku, dengan spontan, kugenggam penis besarnya sambil kukocoki dengan kuat. Belum juga sampai orgasmeku, Om Sadewo tiba-tiba berdiri dan memegang kepalaku...”Buka sumbat bath upnya, Mita isepin titit Om ya..”, katanya sambil menyalakan shower yang menyiram tubuhnya.

Aku berlutut di bath up yang mulai surut airnya, kuraih penis Om Sadewo dan melumatinya perlahan, mataku terpejam menahan siraman air hangat dari shower yang dinyalakan Om Sadewo, agak sulit bagiku menghisap penis besarnya dalam siraman air seperti itu, namun Om Sadewo sepertinya sengaja membuatku tugasku agak sedikit sulit. Beberapa kali aku tersedak, baik karena air hangat yang tak sengaja masuk mulutku, maupun karena Om Sadewo yang mendorong penisnya masuk lebih dalam di mulutku. Om Sadewo mengangkat tubuhku dan membuatku berdiri setengah menungging menghadap shower, dia meraba pantatku dan menamparnya pelan, dan berikutnya kurasakan desakan penisnya yang menerobos masuk dalam liang vaginaku...”Arrgghh Om....shhhh ahhh”, aku merintih penuh desahan, penisnya menyesaki liang vaginaku dan bergerak keluar masuk dengan ritme pelan.

“Erhhmm Mita...sempit banget memeknya sayang...sshh ahhhh”, racau Om Sadewo sambil meremas payudaraku, puting susuku dipuntir jarinya hingga terasa perih, aku tak mampu menahan erangan kenikmatan menikmati tiap gesekan penisnya dalam dinding vaginaku.

“Om....Mita mau....arrghhh...keluarrr...”, kutakmampu menahan orgasmeku lagi saat bersamaan tangan kiri Om Sadewo begitu nakal mencubiti klitorisku dari belakang, dia mencabut penisnya dan memintaku menyabuni dirinya dengan penis tegaknya yang masih mengacung, aku sempat berpikir dia akan menyetubuhiku lagi, namun saat ini kami justru saling menyabuni dan meraba bagian intim masing-masing diselingi ciuman mesra di bibir yang berpagutan.

“Om keluar duluan ya, terlalu lama kena air...takut masuk angin, maklum sudah tua hehe”, kata Om Sadewo sambil mencubitku mesra, aku sendiri hanya dapat tersenyum dan melanjutkan bilasan pada rambutku.

Selesai mandi, kupakai jubah mandi yang disediakan pihak hotel, aku berjalan keluar dari kamar mandi dan ternyata pintu penghubung kamar kita dengan kamar Winda dan Tommy terbuka! Kutakdapati Om Sadewo di dalam kamar, kuintip kamar sebelah sambil mengatupkan jubah mandiku, dan yang kulihat berikutnya begitu mendebarkan! Winda telanjang bulat dengan mata tertutup, sementara kedua tangan dan kakinya terbuka lebar terikat di sudut-sudut ranjang, Tommy menjilati kemaluan Winda dengan beringas sambil mengocoki liang vaginanya dengan dua jari tangannya. Om Sadewo berdiri masih dengan jubah mandinya tak jauh dari pintu penghubung melihat permainan Tommy dan Winda, menyadari aku sudah selesai mandi, Om Sadewo memberi isyarat kepadaku untuk tidak mengeluarkan suara, dia mendekat kepadaku dan memelukku dari belakang memaksaku melihat pemandangan erotis yang sebelumnya hanya berupa cerita saja dari Winda.

“Ssstt jangan bersuara, kita nikmati saja”, kata Om Sadewo berbisik di telingaku sambil tangannya menyelinap ke sela jubah mandiku, mencari belahan kemaluanku, tubuhku bergetar berdiri memandang Tommy dan Winda, kemaluanku diusap perlahan oleh Om Sadewo sambil sesekali mencubiti klitorisku.

“Arrggghh....ahhh Tommy.....ahhhh”, Winda mengerang mencapai puncak kenikmatannya, kemaluannya yang teecukur bersih berkilatan dengan cairan kenikmatan dan air liur Tommy, Winda yang matanya tertutup sapu tangan pasti tak menyadari sedang menjadi objek untuk Om Sadewo dan aku, Tommy tiba-tiba menghampiriku dan Om Sadewo dengan muka menyeringai, dengan berbisik dia berkata kepada Om Sadewo....”Sekarang yang sudah wangi ini gantian buatku ya Om....hehe”, katanya menarik lenganku dan menjauhkanku dari Om Sadewo.

“Sini Mbak...kita liat Winda dientot Om Sadewo....”, kata Tommy menggandengku untuk duduk di sofa dekat ranjang, dia yang hanya mengenakan celana dalam saja, memangkuku dan mengusap paha mulusku serta bagian intimku lainnya. Aku tak kuasa menolak ajakannya, mataku justru terpaku pada Om Sadewo yang melepas jubahnya hingga telanjang bulat, wajahnya berada dekat kemaluan Winda yang merekah indah.

“Tom...lepasin donk...uhmmm mana tititnya...kok ga dilanjutin...”, kata Winda sambil meronta, dia masih belum sadar ada orang lain di dalam kamar itu. Sejenak kuberpikir Om Sadewo akan menjilati kemaluan Winda, namun ternyata dia merayap diatas tubuh Winda dan melahap payudara besar Winda dengan rakus. “Auww pelan-pelan Tom....sakit...”, erang Winda yang berpikir Tommy yang sedang menggigiti puting susunya bergantian.

Aku tak tahu apa yang ada di dalam benak Tommy, dia sepertinya begitu menikmati melihat Winda digumuli Om Sadewo, tangannya semakin nakal menyelinap dalam jubah mandiku, dengan paksa dengan memintaku membuka pahaku, belahan kemaluanku dirabanya dengan lembut...”Tahan...jangan bersuara...shhh ahh....”, bisik Tommy sambil melesakkan jarinya dalam liang vaginaku, aku mengernyit menahan suara, agak perih karena vaginaku belum sepenuhnya basah. Jari tengah tangan kiri Tommy mengorek-ngorek liang vaginaku dengan liar, tanganku berusaha mencegahnya, namun semakin kucegah, tenaganya semakin kuat dan semakin kasar mengocoki liang vaginaku.

“Pelan-pelan Tom, Mbak nurut kalau kamu maeninnya pelan-pelan”, bisikku ke Tommy yang mulai memperlambat kocokan jarinya dalam liang vaginaku, dia tersenyum dan berbisik kepadaku untuk duduk manis di sofa, sementara dia berdiri membuka celana dalamnya dan menghampiri Winda dan Om Sadewo.

Puas memainkan kedua payudara Winda yang ukurannya lebih besar dari payudaraku, Om Sadewo beranjak dari ranjang dan mengambil kondom yang telah Tommy sediakan, aku tak tega melihat Winda yang tak sadar sedang dipermainkan dua lelaki secara bersamaan, namun aku tak dapat berbuat apa-apa dan hanya mampu memandanginya dengan pancingan nafsu birahi yang tak tertahankan. Om Sadewo mengambil posisi diantara kedua paha Winda yang terbuka lebar, pelan-pelan dia memasukkan penisnya kedalam liang vagina Winda...”Ssshhh ahhh Tom...kok lebih gede...Tom ini siapa? Buka Tom! Buka!”, kata Winda sambil meronta-ronta, tampaknya dia sadar bahwa penis yang memasuki liang vaginanya bukan milik Tommy.

“Ssstt sayang....aku bukain, tapi kamu jangan histeris, kamu kan pernah bilang ngebayangin threesome....”, kata Tommy sambil mengocok penisnya sendiri, mungkin terangsang melihat vagina kekasihnya dimasuki penis sebesar milik Om Sadewo.

Begitu tali yang diikatkan di kedua tangan Winda dilepaskan, dan Winda membuka penutup mata, dia terkejut...”Om Sadewo! Mbak Mita!....lepasin kakiku! Enggak! Argghh...ahh”, teriak Winda diakhiri desahan saat penis Om Sadewo menghujam dalam-dalam liang vaginanya. Tommy menenangkan kekasihnya dengan cara melumat bibir Winda dengan mesra, Om Sadewo sepertinya merasa tidak enak dan akhirnya mencabut penisnya dan melepaskan ikatan tali di kedua kaki Winda.

“Aku mau, tapi gamau diliatin Mbak Mita...”, bisik Winda di telinga Tommy, aku tak dapat mendengar apa yang dibisikan Winda, yang aku tahu berikutnya Tommy memintaku kembali ke kamar sebelah untuk beristirahat dulu saja. Aku cukup lega tidak menjadi bagian dari permainan gila mereka, yang sebenarnya sudah aku lakukan juga dengan terpaksa saat di kos. Sebelum ke kamar, Om Sadewo mencium pipiku, namun aku berlalu begitu saja enggan untuk berkata apa-apa.

PoV: Om Sadewo

Aku tak mampu berbuat apa-apa, sebenarnya aku ingin menyetubuhi Mita juga bersamaan dengan Winda, namun kubiarkan Tommy dan Winda yang pegang kendali. Mita berlalu meninggalkan kami bertiga, ada raut kesal ketika kucium pipinya barusan, namun aku juga begitu bernafsu menyetubuhi Winda yang baru mengalami pengalaman seks dengan Tommy seorang saja. Selepas Mita meninggalkan kamar dan menutup pintu penghubung antar kamar, Winda dan Tommy bercumbu penuh nafsu dalam posisi berdiri, awalnya aku hanya melihat mereka saja, namun tak kuasa kuhampiri mereka dan berada di belakang Winda, kuremas payudaranya yang begitu menggiurkan dari belakang, penisku yang kembali mengeras ditutupi kondom menggesek pelan belahan pantatnya yang montok.

“Erhhmm...uhmm...masukin Om...”, erang Winda saat lehernya dikecupi Tommy, sementara pantatnya kugeseki penis besarku. Tommy meminta Winda mengisap penisnya, sehingga tubuh Winda kini membentuk huruf L, dan posisi itu mempermudahku untuk menyetubuhinya dari belakang. Kudorong penisku pelan-pelan ke dalam liang vagina gadis yang lebih muda dari Winda ini, vaginanya begitu hangat dan sempit memijat batang penisku, melihat Winda mengulumi penis Tommy membuatku semakin bernafsu dan mendorong kuat-kuat penisku hingga amblas sepenuhnya dalam liang vagina Winda.

“Arrggghh....Om...slurrpp...uhmm Tommy...tititnya....”, Winda mengerang melepaskan kulumannya sejenak sambil menatap Tommy manja dan melahap kembali penis kekasihnya itu sambil kusetubuhi dari belakang.

“Enak sayang? Suka dientot Om Sadewo?..*** sakit memeknya?”, tanya Tommy sambil menjambak rambut Winda pelan, Winda mengangguk dengan sekitar mulutnya yang dipenuhi air liur dan penis Tommy.

Beberapa kali aku menampar pantat Winda sambil menyodoki penisku dengan ritme tak beraturan, pantatnya bulatnya tampak merah dan bergoyang-goyang setiap kulesakkan dalam-dalam penisku dalam liang vaginanya. Tidak butuh lama untuk Winda mendapatkan orgasmenya, tubuhnya menggelinjang dan menghentikan layanan oralnya sesaat untuk mengerang kenikmatan....”Uhmmn aoohh...Om....uhmmmm”. Belum sempat kulanjutkan untuk memberikannya puncak kenikmatan kembali, Winda mengubah posisi berlutut diantara aku dan Tommy, kondom yang kukenakan dilepasnya, dia begitu binal menggenggam penisku dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menggenggam penis Tommy.

“Uhmmm nakal ya kamu...pengen isep tititnya Om juga?”, kataku sambil menatap wajahnya yang begitu mesum menggigit bibir bawahnya sendiri sambil menatap kedua penis yang ada dihadapannya bergantian. Tak ada jawaban, dia menjilat lubang kencingku dan melahap penisku dengan rakus, aku tak menyangka Winda begitu lihai melakukan blowjob, sepertinya Tommy sering memaksanya ‘berlatih’. Winda menghisap penisku dan Tommy bergantian seperti anak kecil yang diberikan permen lolypop di kedua tangannya bersamaan, kuakui Winda jauh lebih binal dari Mita, namun entah mengapa, ada rasa yang berbeda ketika bercinta dengan Mita.

Beberapa kali aku sempat menahan ejakukasiku, melihat gadis muda yang begitu binal menghisap dua penis bergantian, membuatku hampir saja mencapai ejakulasi, ingin kusemprotkan mulut binalnya dengan spermaku, namun aku belum mau mengakhiri malam ini begitu saja, untung saja Tommy meminta Winda menghentikan aksinya dan membawanya ke ranjang.

“Buka yang lebar memeknya...Om Sadewo pengen ngentotin kamu lagi tuh kayaknya...”, perintah Tommy saat Winda berbaring telentang di ranjang, Winda membuka kedua pahanya lebar-lebar dan mempersilahkanku menikmati kemaluannya. Aku tak lagi memikirkan memakai kondom atau tidak, yang pasti segera kutindih tubuhnya dan melesakkan penisku dalam-dalam dengan posisi misionaris, dalam posisi itu aku begitu bebas menikmati kedua payudaranya bergantian, kugigiti payudaranya hingga memar kemerahan, puting susunya begitu menggemaskan denga aerola coklat kemerahan yang lebih besar dari milik Mita. Aku tak peduli lagi dengan Tommy, kunikmati sepenuhnya Winda dengan penisku yang tertanam di liang vaginanya.

PoV: Mita

Kutinggalkan mereka bertiga dan kembali ke kamar, aku cukup kesal dengan Om Sadewo, namun aku takmau membawa hubunganku dengannya dalam perasaan mendalam. Kututup pintu penghubung antar kamar dan merebahkan diriku yang cukup lelah di ranjang, tak sempat kuberganti pakaian dan masih megenakan jubah mandi.

Tak kusadari, aku sempat hampir tertidur dengan menutup kepalaku demgan bantal, aku takmau mendengar desahan atau erangan Winda yang sedang disetubuhi dua laki-laki di kamar sebelah, apalagi hal itu justru bisa membangkutkan birahiku.

“Tommy!”, aku sontak terkejut setelah beberapa saat hampir melintas ke alam mimpi, kupikir aku sedang bermimpi ketika kurasakan betisku digerayangi seseorang, ternyata tidak! Tommy yang telanjang bulat sedang menyeringai dihadapanku, dia berusaha membuka jubah mandiku.

“Winda lagi asik sama Om Sadewo Mbak...aku pengen sama Mbak Mita aja....”, katanya masih berusaha menarik jubah mandiku. Kupasrahkan diriku dan membiarkannya menelanjangiku, aku telentang saat Tommy mencumbui setiap bagian tubuhku, sayup kudengar Winda sedang mendesah-desah di kamar sebelah. Tommy membuka kedua pahaku lebar, dia mulai menjilati klitorisku sambil sesekali lidahnya menyapu belahan kemaluanku.

“Uhmm...wangi memeknya Mbak...gemes sama itilnya ini...uhmm slurppp...”, kata Tommy sambil menikmati kemaluanku, aku meringis saat dengan gemasnya Tommy meggigiti pelan klitorisku, kemaluanku yang mulai basah dinikmati Tommy seperti sedang menjilati sesuatu yang begitu nikmat. Dengan mata terpejam kunikmati pelayanan Tommy sambil merasa penasaran dengan persetubuhan Winda dan Om Sadewo, aku takmau cemburu, namun aku bisa menebak pasti Winda begitu merasakan kenikmatan dengan liang vaginanya yang disesaki penis Om Sadewo.

“Pelan-pelan Tom, sakit kalo digigitin begitu....argghh....jarinya juga pelan-pelan...uhhmmm”, kataku sambil mendesah, Tommy menghisapi klitorisku dan bibir vaginaku penuh nafsu, sementara dua jari tangannya mengorek-ngorek liang vaginaku yang sudah basah, kocokannya semakin cepat dan membuatku tak tahan lagi.....”Auhhhmm Tom...aahhh....Mbak sampee...”, erangku mendapatkan orgasme singkatku. Tommy menyeringai menatapku, mulutku penuh air liur, aroma vaginaku begitu terasa saat dia mencumbui bibirku.

“Kita ke sebelah yuk Mbak...Mbak penasaran mau lihat Om Sadewo ngentotin Winda kan?”, kata Tommy sambil menggandeng tanganku berdiri, dia seperti menebak apa yang ada dalam pikiranku. Aku berjalan di belakang Tommy sambil tanganku digandeng, kita berjalan telanjang bulat ke kamar sebelah, dan kulihat Om Sadewo sedang menyetubuhi Winda dari belakang yang sedang tidur telungkup. Tommy mencumbuiku sambil menggerayangi bagian intimku, puting susuku dihisapinya kuat-kuat hingga terasa perih, dia memintaku membungkuk dengan kedua tangan berpijak ke ranjang di sebelah kanan dekat Om Sadewo dan Winda, Om Sadewo menatapku sayu sambil mendesah menyetubuhi Winda yang posisi wajahnya menghadap ke kiri, Winda tampaknya belum sadar dengan kehadiranku dan Tommy.

“Arrhgghh....pelan-pelan Tom!”, kuberteriak dan tersentak, Tommy tidak memasukan penisnya ke dalam liang vaginaku dengan perlahan, dia mendorongnya dengan kuat hingga amblas sepenuhnya begitu cepat. Winda tersadar dan menoleh ke kanan....”Mbak Mita...Tommy....aaahhh”, katanya sambil disetubuhi Om Sadewo.

“Sudah sayang...nikmati aja...kasian Mbak Mita ga ada yang ngentotin...argghh....sssshh...”, kata Tommy menenangkan kekasihnya yang tampaknya cukup terkejut, aku hanya menatap Winda dengan wajah memelas, seolah memberi isyarat bahwa sebenarnya aku tak rela disetubuhi Tommy. Om Sadewo meraih wajahku dan melumat bibirku, dia seperti ingin mengalihkan perhatian Winda yang sepertinya masih tak terima kekasihnya menyetubuhiku. Penis Tommy mengoyak-ngoyak liang vaginaku begitu cepat, kedua payudaraku dicengkramnya dengan kuat dari belakang, aku hanya dapat mengerang sambil sesekali menikmati kuluman bibir Om Sadewo.

“Mmmffhh....Om...Winda keluarrr...arrghhh..”, beberapa saat kemudian Winda mengerang, tak mampu lagi menahan orgasmenya setelah berulangkali liang vaginanya dihujami penis besar Om Sadewo. Saat Om Sadewo mencabut penisnya, kulihat cairan kenikmatan dari liang vagina Winda yang masih membasahi batang penis yang masih tampak kekar itu, sementara Winda meringkuk telanjang sambil melihatku disetubuhi kekasihnya. Setelah berulangkali penis Tommy menyentuh dinding rahimku, aku tak mampu menahan diri untuk mencapai puncak kenikmatan...”Arrggghh....Tom....ahhh jangan dicubit putingnya...sssh”, rintihku merasakan orgasme dan juga perih saat Tommy mencubit puting susuku begitu kencang.

Tommy mencabut penisnya dari liang vaginaku, tubuhku ambruk berlutut di samping ranjang, Om Sadewo berdiri dan membersihkan penisnya dengan tissue basah, entah apakah itu tissue basah atau tissue yang pernah aku dengar dari Darren dapat menambah masa ereksi penis laki-laki, selanjutnya Om Sadewo menghampiriku dan mengajakku duduk di sofa dekat ranjang kemudian mencumbuku.

“Sini sayang...sekarang giliran memek kamu ya....jangan marah ya...nikmati saja...sini..”, kata Tommy yang menindih tubuh Winda, memegang kedua pahanya dan membukanya lebar-lebar. Kulihat sekilas Tommy begitu bernafsu melahap kedua payudara Winda yang penuh memar kemerahan, penisnya mengarah tepat ke bibir vagina Winda yang merekah merah, kemudian yang kudengar adalah rintihan Winda yang liang vaginanya kembali disesaki penis lelaki. Om Sadewo sendiri tampaknya tidak mau terburu-buru menyetubuhiku, sesekali dia membiarkanku melihat Tommy menyetubuhi Winda sambil tangannya mengelus-elus klitorisku.

“Rebahan sayang...Om pengen jilatin memeknya..”, bisik Om Sadewo sambil menjilati cuping telingaku. Aku rebah di sofa sambil wajahku menoleh ke arah ranjang, melihat Tommy membolak-balik tubuh Winda dan menyetubuhinya dengan liar, aku tersentak saat lidah Om Sadewo menjilat belahan kemaluanku sambil dua jari tangan kanannya mengocoki liang vaginaku, spontan kujambak rambutnya, dan anehnya aku malah menekan wajahnya terbenam diantara kedua pahaku. Aku larut dalam nikmatnya permainan Om Sadewo di kemaluanku, beberapa kali klitorisku dihisapnya kuat-kuat hingga terasa agak perih, tak ada rasa jijik untuk Om Sadewo kala menikmati kemaluanku dengan mulut dan lidahnya, dia sering sekali berkata betapa dia sangat menikmati sensasinya.

“Om...ssshhh...ahhh sudah...mmm...pake titit aja....sakittt...”, kataku setelah Om Sadewo dengan nafsunya berusaha memasukkan tiga jarinya sekaligus ke dalam liang vaginaku. Dia duduk di sofa dan menarik lenganku, aku diminta duduk membelakanginya sambil mengarahkan liang vaginaku untuk membenamkan penisnya, tak terlalu sulit untuk liang vaginaku yang sudah sangat basah menerima penis besar Om Sadewo, secara aktif kugoyangkan pinggulku perlahan membuat Om Sadewo mendesah-desah dan meremas pantat dan payudaraku bersamaan.

Tommy menatapku penuh nafsu sambil menyetubuhi Winda dari belakang, pemandangan telanjang tubuhku yang sedang menggenjot penis besar Om Sadewo yang terduduk di sofa sepertinya membuat dia semakin terangsang dan mempercepat ritme persetubuhannya dengan Winda. “Mmmhhh....ahhh....jangan....jangan di dalam....arrggghhhh...ahhhh”, teriak Winda diakhiri lenguhan panjang bersama dengan Tommy tak lama kemudian, Winda sepertinya sadar Tommy akan ejakulasi, namun pinggulnya dipegang erat tak boleh lepas, penisnya dibenamkan dalam-dalam saat menyemprotkan sperma, tubuh mereka mengejang bersamaan dan diakhiri hela nafas panjang Tommy yang sepertinya menyemprotkan sisa sperma terakhirnya.

Setelah kulihat Winda dan Tommy rebah sambil terengah-engah, diikuti protes Winda yang tak terima dengan Tommy yang mengeluarkan spermanya di dalam, kupejamkan mataku menikmati penis besar Om Sadewo dalam liang vaginaku, aku berusaha mempercepat tempo supaya Om Sadewo cepat ejakulasi, jujur saja tubuhku sudah terasa lelah dan apalagi waktu sudah lewat tengah malam. “Om...jangan keluar di dalam ya....nanti Mita bisa hamil....ssshhh ahhh....”, kataku mengingatkan Om Sadewo yang sedang meremasi payudaraku menjilati punggung mulusku. Beberapa saat kemudian, Om Sadewo mendorong tubuhku hingga aku hampir terjatuh, yang kurasakan kemudian adalah cairan lengket hangat yang menyemprot pantatku diiringi desahan panjang Om Sadewo yang mencapai ejakulasinya. Kurasakan sebagian cairan sperma Om Sadewo mulai menetes ke lantai, namun tanpa jijik, Om Sadewo justru mengusapi kedua pantat bulatku dengan cairan sperma yang hampir menetes itu, sehingga pantatku terasa lengket dan hangat. Posisiku yang berdiri sedikit bungkuk membuat kedua payudaraku bergantung bebas bergoyang dan agak risih dilihat Tommy dan Winda, mereka menatapku dan Om Sadewo sambil tertawa kecil dan saling mencumbu di atas ranjang, kupasang muka agak cemberut dan segera berdiri tegak menyambar jubah mandi, entah milik siapa yang ada di dekat sofa, untuk menutupi tubuh telanjangku.

Om Sadewo mengajakku kembali ke kamar setelah sebelumnya berdiskusi dengan Tommy dan Winda sebentar untuk acara esok hari, tanpa sempat membersihkan tubuh masing-masing kami rebah di ranjang telanjang bulat dan berlalu ke alam mimpi.
 
Terakhir diubah:
Chapter selanjutnya akan jadi chapter terakhir alias tamat....mohon bersabar menunggu
 
Bimabet
om sadewao slesai proyeknya,winda-tommy lanjut,skali2 mita diajak ke rumah om sadewo....


kira2 bgitu terakhirnya ya hu?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd