Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kisah Selingkuh di Masa Lalu

theriot

Guru Semprot
Daftar
21 Mar 2011
Post
542
Like diterima
3.140
Bimabet
Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang ditambahkan imajinasi penulis, ilustrasi yang digunakan hanya sebagai bahan imajinasi saja tanpa bermaksud apapun. Kesamaan nama tokoh dan lokasi hanya kebetulan saja.
Mohon maaf penulis sempat hilang inspirasi dan banyak kerjaan, jadi beberapa cerita terlupakan, mudah-mudahan yang ini bisa tamat.

Ilustrasi Mita:
Gadis tinggi semampai 22 tahun yang mengejar mimpi di Jakarta untuk berkerja dan menemui kekasihnya

Ilustrasi Om Sadewo:
Lelaki beristri dengan 2 anak yang sudah berusia 40 tahunan, bekerja sebagai kontraktor dan harus berpisah sementara dengan keluarga untuk menyelesaikan proyeknya di Jakarta



Chapter 1: Awal Perkenalan

“Slama ini kau masih merasa
Aku slalu menantimu
Dua minggu kau tak menghampiri
Karna kau dengan yang lain
Ibanya hatiku sayang
Karena pikiranmu salah slama ini
Setiap kau tak datang sayang
Padahal aku tak pernah ada di rumah
Slama ini aku pun mendua
Tapi kau tak tahu sayang
Pikirmu kau yang menyakitiku
Bukan bukan kamu sayang “

Penggalan lirik lagu yang sedang diputar di radio ini membuatku benar-benar gundah, sudah hampir setahun belakangan ini aku harus menjalani LDR dengan kekasihku yang harus bertugas di lain kota, padahal aku datang ke kota ini untuk dapat bisa bersama dengannya.
Namaku Mita, usiaku 22 tahun saat menyelesaikan kuliah di salah satu kota di Jawa Tengah. Aku datang ke Jakarta untuk bekerja dan selain itu menyusul kekasihku yang lebih dulu bekerja disana, namun baru 6 bulan kami kembali bersama, dia harus bertugas di kota lain dengan waktu yang tidak dapat ditentukan. Sebulan sekali awalnya kami bertemu, entah aku yang menghampirinya atau dia yang datang ke kota super sibuk ini, namun sudah beberapa bulan belakangan ini dia jarang memberikan kabar atau bahkan hanya sesekali mengirim sms singkat sekedar menanyakan kabar. Hubungan kami sudah terjalin cukup lama dan hampir tidak ada keributan apapun yang berarti, sampai aku dengar dari seorang teman bahwa dia selingkuh di kota seberang itu. Sebagai wanita yang cukup mandiri, aku berusaha menepis kabar perselingkuhan yang belum tentu kebenarannya itu, aku hanya fokus pada pekerjaanku dan menikmati waktu kesendirianku di kos dengan membaca buku.
Sabtu malam minggu ini terasa sepi, Darren kekasihku mengabari bahwa dia sedang tidak enak badan dan ingin tidur lebih awal, padahal biasanya dia menelpon dengan godaan-godaan nakal yang berujung pada ‘sex on the phone', seringkali dia memintaku membuka seluruh bajuku sambil menelpon, memintaku meremas payudaraku sendiri yang tidak seberapa besar namun menggemaskan katanya, hingga memintaku memainkan klitorisku sendiri yang diakhiri dengan puncak orgasme dengan erangan yang saling bersahutan. Aku bukan penggila seks, namun aku sudah mengenal hubungan seks sebelum berpacaran dengan Darren, kekasih keduaku atau sebelum Darren yang mengajari mengenai kenikmatan seks, walau awalnya agak memaksa. Ada artikel menyebutkan bahwa wanita berpayudara kecil atau tidak terlalu besar biasanya lebih gampang nafsu atau ‘nafsuan’, awalnya aku meragukan hal itu, namun setelah kekasih keduaku berhasil memaksaku berhubungan badan, untuk berikutnya aku begitu menikmatinya dan hampir kami melalukannya setiap hari di kamar kosnya sebelum berangkat kuliah, walau sekedar ‘petting’ atau hingga berhubungan badan. Setelah 3 tahun berpacaran, hubungan kamipun akhirnya kandas karena dia mulai terlalu posesif dan akupun mulai jatuh hati pada Darren.
Tempat kos berlantai 4 ini biasa sepi saat hari Sabtu dan Minggu karena kebanyakan penghuni pulang ke rumah masing-masing atau ke rumah saudara mereka yang mungkin tak jauh dari Jakarta, sementara aku sendiri memilih menghabiskan waktu dengan membaca buku dan bermalas-malasan atau sekedar melihat televisi yang kebetulan diletakkan di lantai 3 tepat depan kamarku. Hari Minggu itu aku bangun agak siang, selesai mandi mengenakan celana pendek dan kaos ketat, aku masak mie instan untuk sarapan lalu menyantapnya sambil melihat acara televisi.
“Permisi, dapur di sebelah mana ya?”, tanya seorang lelaki tinggi tegap mengagetkan aku, kalau dilihat mungkin umurnya sekitar 40an tahun namun tampak terlihat gagah dan menyisakan ketampanan masa mudanya.
“Oh, disitu Om, lurus belok kanan”, spontan jawabku dengan panggilan Om mengingat usianya mungkin tidak jauh berbeda dengan adik dari ibuku yang pernah melecehkan aku saat masa SMP dulu.
“Makasih dek, oia saya Sadewo, baru ngekos kemarin disini, saya tinggal di lantai 2”, jawabnya sambil mengulurkan tangan memperkenalkan diri.
“Oh iya Om, saya Mita, ngekos disini juga, kebetulan kamar saya disitu...”, sahutku sambil spontan menunjuk pintu kamar kos yang dipenuhi pernak pernik khas wanita, genggaman tangannya begitu hangat dan meremas pelan genggaman tanganku yang terlihat jauh lebih mungil.
“Okay, saya ke dapur dulu ya”, pamitnya sambil berlalu ke dapur
Kebanyakan penghuni kos adalah pekerja-pekerja muda, baik pria maupun wanita dan jarang sekali ada pria yang lebih dewasa ngekos ditempat ini, aku sempat heran juga kenapa pria seusianya yang seharusnya sudah berkeluarga dan dalam usia yang seharusnya sudah mapan malah ngekos di tengah keramaian ibu kota ini. Sekelebat keherananku berlalu begitu saja dan mangkuk mie instanku ternyata sudah kosong, aku berlalu ke dapur untuk mencuci mangkuk kosongku sambil mencari minum, dan kudapati Om Sadewo sedang berusaha menyalakan kompor, tampaknya dia ingin memasak air panas untuk kopi karena dispenser yang ada sedang rusak.
“Sini Om saya bantu nyalakan, memang agak susah nyalahinnya”, kataku melihat berulangkali dia mencoba dan tidak bisa juga. Setelah percobaan kedua kali, kompor gas yang sudah berumur itu berhasil aku nyalakan, Om Sadewo tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.
“Mita sudah lama kos disini?”, tanya Om Sadewo sambil menyiapkan racikan kopi dan melihatku mencuci mangkuk bekas sarapanku.
“Baru setahunan lah Om, ga lama juga sih”, jawabku sambil mencuci mangkuk.
“Oh kirain udah lama, enggak pulang ke rumah weekend begini?”, tanyanya sambil menuangkan air panas yang tampaknya sudah mendidih.
“Kadang ke rumah tante sih, tapi males juga kalau setiap minggu”, jawabku sambil meletakkan mangkuk di rak piring dan mengeringkan tanganku.
“Loh ga pulang ke rumah?”, sahutnya lagi sambil mengaduk kopi.
“Saya dari luar pulau Om, kebetulan dulu kuliah di Jateng dan kepingin kerja di Jakarta”, jawabku sambil mengambil gelas untuk minum.
“Wah hebat, biasa hidup mandiri ya?”, sahut Om Sadewo menyeruput kopinya.
“Iya, dari SMP sdh jauh dari ortu...ehm permisi Om, saya balik ke kamar dulu”, kataku sambil berpamitan meninggalkan Om Sadewo.
“Okay, saya juga masih mau beres-beres sebentar”, Om Sadewo ikut meninggalkan dapur membawa kopi racikannya.
Kurebahkan diriku diatas kasur tanpa ranjang sambil melirik hape-ku, tidak ada satupun kabar dari Darren hari ini, ada apa dengan dirinya? Apakah dia sudah melupakan aku?


Chapter 2: Awal Perselingkuhan

“Hi Mita, mau berangkat kerja?”, sapa Om Sadewo yang sedang mengunci kamarnya yang kebetulan pasti aku lewati karena jalur menuju tangga turun ke lantai bawah
“Iya Om, masuk jam 8 ini...duluan ya Om”, jawabku sambil melempar senyuman dan segera berlalu
Saat hari kerja, biasanya aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Winda teman sebelah kamarku saat pulang kerja, Winda memiliki seorang kekasih yang kebetulan sebelumnya menyukai aku, namun akhirnya mundur karena tahu bahwa aku sudah memiliki Darren. Tiap akhir pekan Winda biasanya pulang ke rumah tantenya di Tangerang atau pergi bersama kekasihnya entah kemana, karena lebih muda dari aku, dia memanggilku Mbak padahal umur kita hanya terpaut 2 tahun saja. Sesekali Winda kadang menginap di kos kekasihnya dan biasanya esok harinya setelah pulang kerja pasti akan menceritakan secara detail apa yang dilakukannya saat menginap di tempat kekasihnya itu, ceritanya begitu vulgar dan kadang memancing nafsu birahiku yang sudah cukup lama tidak menikmati sentuhan laki-laki.
“Mbak, aku pamit dulu ya, mau nginep di tempat Tommy...”, kata Winda saat aku hendak mandi sepulang kerja.
“Wih nginep mulu nih sekarang, sepi tau!”, jawabku sambil pura-pura memasang muka cemberut, di lantai 3 memang hanya 3 kamar saja, sementara 1 kamar sedang kosong belum ada yang menghuni.
“Yah gimana Mbak...habis enak sih hahaha”, sahut Winda menggodaku, aku tahu apa yang akan mereka lakukan karena dulu pun aku melakukan hal yang sama baik dengan Darren atau mantanku saat sekolah dan kuliah.
Malam Jumat itu aku mendapat kabar tidak mengenakkan dari temanku yang kebetulan tinggal satu kota dengan Darren, dia melihat Darren kekasihku sedang menggandeng wanita lain dengan mesra, temanku yakin sekali bahwa itu Darren karena saat kuliah kami memang sering jalan bareng. Aku sebenarnya sudah mencurigai hal itu, namun aku masih berharap bahwa kabar-kabar yang aku dengar itu tidak benar, namun betapapun sakitnya, aku yakin bahwa Darren akan kembali lagi kepadaku.
“Loh sendirian aja, temannya mana yang disebelah?”, sapa Om Sadewo yang membuatku agak kaget karena sedang asyik duduk di sofa depan televisi sambil membaca buku.
“Duh Om ngagetin aja, si Winda ke kos pacarnya Om”, jawabku sambil membetulkan posisiku, saat itu aku mengenakan kaos putih tipis dan celana pendek santai untuk tidur, posisi awalku yang mengangkat kaki di sofa membuat pahaku terekspos jelas dan aku tahu sekilas tadi Om Sadewo mencuri-curi pandang.
“Loh kamu sendiri ga ke tempat pacar?”, tanya Om Sadewo yang sudah duduk di kursi samping sofa.
“Lagi ditinggal kerja Om, di luar kota”, jawabku sambil terbesit perasaan kesal mengingat Darren yang mungkin sedang bermesraan dengan wanita lain.
Kami melanjutkan obrolan ringan seputar pekerjaan, anak-anak kos dan kekinian yang sedang terjadi, ternyata walau usianya sudah 40-an tahun, Om Sadewo cukup update dengan perkembangan masa kini. Om Sadewo sendiri sudah memiliki istri di Bandung dengan 2 anak yang menginjak remaja, dia bekerja sebagai kontraktor dan dipercaya bosnya untuk mengawasi proyek pembangunan office building dekat kantorku, demi menghemat budget, Om Sadewo memilih cari kos yang dekat proyek karena masa tinggalnya yang mungkin hanya 3 bulanan saja.
“Kamu suka baca ya? Banyak koleksi bukunya?”, sambung Om Sadewo sambil melihat buku yang aku sedang baca.
“Iya Om, koleksi ga banyak-banyak amat, tp lumayanlah kalo dikiloin”, sahutku setengah bercanda yang diiringi tawa ringan berdua.
“Boleh pinjam bukunya? Suntuk juga di kamar, tapi Om pilih sendiri...ya kalo boleh”, ujar Om Sadewo entah serius atau tidak, namun entah kenapa aku suka dengan karakternya, dia mengingatkanku pada guru bahasa saat SMA yang berwibawa dan masih terlihat tampan di usianya yang sudah 40-an tahun.
“Ehm, boleh kok Om, pilih sendiri ya...aku juga mau tidur...”, aku mengiyakan walau sedikit ragu, aku melangkah menuju kamar kosku dan membiarkan pintunya terbuka setengah untuk mempersilahkan Om Sadewo memilih koleksi bukuku yang kebetulan diletakkan di rak sebelah pintu.
“Ini Om, pilih sendiri ya....”, aku menawarkan Om Sadewo untuk memilih buku yang ingin dipinjam, dia berdiri menghampiri pintu kamarku yang sengaja aku buka dan dengan agak sungkan meminta ijin untuk masuk walau hanya tepat disebelah pintu.
“Wah banyak sekali koleksinya, sebentar ya Om pilih-pilih dulu...”, katanya sambil mulai melihat koleksi bukuku satu per satu, aku sendiri duduk dipinggir tempat tidur spring bed tanpa dipanku sambil memperhatikan badan tegap Om Sadewo yang entah kenapa membuatku berpikiran kotor, mungkin akan terasa hangat dalam pelukannya.
“Uhm duduk aja Om, capek milih berdiri begitu...”, kataku sambil mengumpat dalam hati “Damn Mita, kamu ga takut kalo diapa-apain lelaki ini!”, namun aku sudah terlanjur spontan menawarkannya dan Om Sadewo beranjak duduk disebelahku sambil membawa tumpukan buku untuk dipilih, aku memang tidak menaruh kursi di kamar yang tidak terlalu luas itu dan memilih lesehan entah duduk di karpet atau tempat tidurku.
Beberapa saat kemudian On Sadewo sudah memilih buku yang akan dipinjam, dia menoleh menatapku yang duduk disebelah kirinya, tangan kanannya mengusap pipi kiriku sementara aku menatapnya sayu dan seperti tak mampu menolak, dia mengusap lembut pipiku dan wajahnya mendekat, semakin dekat dan tiba-tiba mengecup bibirku! Aku tak kuasa menahan diri dan seperti membiarkan perasaanku larut dalam suasana.
“Om pinjam buku ini, makasih ya...”, Om Sadewo beranjak pergi meninggalkanku yang duduk terdiam seolah tak percaya apa yang aku lakukan, aku membiarkan bibirku dikecup walau sesaat oleh lelaki yang lebih pantas menjadi Omku dan baru aku kenal semingguan ini, “Kamu kok murahan banget Mita, kenapa ga marah dengan lelaki kurang ajar itu!”, kata bathinku berkata namun entah kenapa aku tak kuasa menolak.

Chapter 3: Perselingkuhan itu Nyata

(Next....)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd