Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kisah Selingkuh di Masa Lalu

Chapter 3: Perselingkuhan itu Nyata

"Kiss me out of the bearded barley
Nightly, beside the green, green grass
Swing, swing, swing the spinning step
You wear those shoes and I will wear that dress..."

Lantunan lagu Kiss Me di radio membuatku pikiranku menerawang, aku merasa malu membiarkan bibirku dikecup walau sesaat oleh Om Sadewo, apalagi pagi ini aku jadi salah tingkah ketika tak sengaja berjumpa dengannya di lantai bawah saat hendak berangkat kerja. Awalnya justru Om Sadewo yang menegurku, namun aku hanya tersenyum tak tahu harus bersikap bagaimana, dia berlaku seolah-olah tidak terjadi apa-apa semalam.

"Mbak, masak aku disuruh ngisep itunya Mas Tommy semalem...iihh aku kan belum pernah", celoteh Winda yang ceriwis dan sangat terbuka mengenai pengalaman seksnya bersama Tommy, Winda memang pernah berpacaran, namun tidak pernah mengalami petualangan seks sejauh saat ini. Baru kali ini Winda hidup jauh dari orang tuanya, dan sepertinya merasa sangat bebas karena ketika dulu masih sekolah, orang tuanya sangat ketat mengenai jam pulang ke rumah dan dengan siapa saja dia boleh pergi keluar. Aku menanggapi dingin setiap celotehan Winda, karena aku sendiri sedang merasa galau baik karena mendengar Darren selingkuh maupun karena kecupan singkat Om Sadewo semalam. Aku memilih tidak menceritakan apapun kepada Winda, mengingat profilenya yang tidak tepat untuk memegang rahasia.

"Mbak...mbak...ihhh aku kok dicuekin, ehm besok aku ke rumah tanteku di Tangerang....mau ikut ga?", ujar Winda membuyarkan lamunanku.

"Oh enggak, aku lagi mikirin tanggal tua hahaha...enggaklah, males aku ikut, mending istirahat aja di kos", jawabku sambil memaksakan muka tersenyum untuk menutupi kegundahan hatiku.

Sabtu siang sepulang kerja setengah hari, Winda pamit untuk pergi ke Tangerang dan suasana kembali sepi. Sepintas saat melewati kamar Om Sadewo tadi, sepertinya dia juga belum kembali dari bekerja atau mungkin pulang ke Bandung bertemu anak dan istrinya.

Tanpa ada kegiatan berarti di hari Sabtu itu selain tidur siang, makan, baca buku, nonton televisi, tak terasa malam sudah tiba dan aku pun sudah bersiap untuk tidur memakai kaos tangtop warna hitam dan celana pendek. Dan saat hendak memejamkan mata, pintu kamarku diketuk "Mita...Mita, sudah tidur ya....", ujar suara yang kukenal, Om Sadewo! Aku sempat ragu untuk menjawab dan bahkan membuka pintu, apalagi aku sudah melepaskan bra-ku di balik tangtop hitam yang tipis ini, namun aku tak mampu menguasai diri untuk beranjak berdiri dan membukakan pintu walau hanya sedikit, dengan tubuhku berada tertutupi pintu.
"Ya Om, ada apa ya? Baru aja mau tidur...", kataku dengan menampakkan bagian kepala saja dari balik pintu.

"Oh maaf, ini loh mau balikin buku, soalnya besok pagi-pagi mau ke Bandung, takut lupa balikin", sahut Om Sadewo dengan gesture tubuh seolah-olah ingin masuk ke dalam.

"Kirain ada apa, besok-besok juga gakpapa kok....", kataku sambil mengambil buku yang disodorkan Om Sadewo, namun begitu buku itu dalam genggamanku, Om Sadewo merangsek masuk ke kamar, tangan kirinya meraih tubuhku dalam pelukannya sementara tangan kanannya memegang wajah bagian kiriku dan melumat bibirku! Aku yang tak siap dengan 'serangan' mendadak itu agak gelagapan dan bingung berbuat apa. Anehnya aku tak berontak dan membiarkan bibirku dilumati dengan lembut oleh Om Sadewo, aku memang tak membalas setiap lumatan atau kuluman bibirnya yang dihiasi kumis tipis menggelitik, namun aku juga tak berusaha menarik diri atau mendorong tubuhnya dengan kuat walau tangan kananku yang memegang buku seolah-olah ingin mendorongnya.

Aku terbuai dengan permainan bibirnya, lidahku diburu lidahnya untuk saling bertemu, begitu lembut, hangat dan tidak terburu-buru, Om Sadewo sangat lihai melakukan "fench kiss" yang mungkin hanya 'intens' aku lakukan dengan Darren atau mantanku di saat awal-awal berpacaran saja. Aku tak tahu sudah berapa lama permainan bibir kami berdua, yang pasti aku mulai menyambut aktif setiap kuluman dan tautan bibirnya, bahkan akupun tak tahu jika pintu kamar sudah tertutup dan kini jemari kanan Om Sadewo mulai merabai payudara bagian kiriku.

"Sshhhh....Om jangan!", spontan aku menarik diri dan menjatuhkan buku yang aku genggam, Om Sadewo meremas lembut payudaraku dan tiba-tiba mencubit pelan puting susuku yang mengeras dibalik tangtop tanpa beha.

"Maaf Mita, Om terbawa suasana...", kata Om Sadewo dengan raut muka menyesal.

"Iyah Om Gpp...", ujarku spontan, "Damn, kok bisa gpp sih Mita? Lelaki ini barusan grepe-grepe tetek lo!", pikirku membathin. Aku tak kuasa menahan gejolak birahi yang terpancing barusan, apalagi sebelum aku menarik diri aku dapat merasakan sesuatu yang keras dan hangat menempel di perutku.

Tanpa pikir panjang dalam kekalutanku, walau bayangan tentang Darren selintas ada dalam pikiranku, bayangan yang indah namun secepat kilat rusak menyadari dia telah selingkuh dan mungkin sedang merasakan kenikmatan dengan wanita lain, tangan kananku meraih tangan kanan Om Sadewo dan mengarahkannya memegang payudara kiriku yang tidak terlalu besar, namun bulat padat dengan puting susu yang menjadi kegemaran mantanku dan Darren untuk dinikmati. Om Sadewo meremasi payudaraku dan kembali melumati bibirku yang kali ini kusambut dengan kuluman dan desahan pelan, namun tak seberapa lama dia menarik wajahnya dan menatapku seakan-akan meminta persetujuan untuk berbuat lebih lanjut, dia memintaku untuk duduk ditempat tidur bersandar ke dinding beralaskan bantal, tali tangtop sebelah kananku diloloskan melewati bahu hingga memperlihatkan keseluruhan bentuk bulat payudara kananku dengan puting susu coklat kemerahan. Tanpa meminta persetujuan, Om Sadewo mengecupi bagian sekitar puting susuku sambil sesekali menjilatinya, membuat bulu kudukku meremang dan puting susuku semakin menegang.
 
Lanjutan Chapter 3

Entah kapan terakhir Darren menikmati payudaraku atau memberikanku kenikmatan, namun yang pasti, malam ini aku hanya dapat memejamkan mata sambil menggigit bibirku sendiri menahan desah karena rangsangan kumis tipis Om Sadewo yang menjelajahi daerah sekitar puting susuku. Tak hanya payudara kananku, kini tangan besar Om Sadewo meremasi pelan payudara kiriku yang masih terbalut tangtop, aku mendesah pelan dan menggelinjang saat tiba-tiba puting susuku dilumatinya perlahan sambil sesekali dihisap...."Arrgghh Om...."

"Om buka ya kaosnya....", kata Om Sadewo sambil meloloskan tangtopku dan melemparnya ke pojok bagian kamar kosku, tubuhku sudah setengah telanjang dengan kedua payudara mungilku yang bergantung bebas tanpa dibalut apapun.

Tanpa menyentuh bagian intimku, Om Sadewo berhasil membuatku orgasme dengan ciuman, kuluman, hisapan dan bahkan cupangan yang meninggalkan bekas merah di kedua payudaraku, perutku terasa tergelitik saat kumis tipisnya menyentuh sambil sesekali menjilati daerah sekitar pusarku...."Mita, celananya boleh Om buka?...", pintanya sambil menatap wajahku yang sayu sehabis mendapatkan orgasme pertamaku malam itu. Aku mengangguk pelan sambil menggigit jari, aku tak tahu kenapa aku tak dapat berkata tidak atau menahan diri untuk menghentikan kegilaan ini. Dengan mudah Om Sadewo meloloskan celana pendek sekaligus celana dalamku tanpa perlawanan berarti, aku mengatupkan kedua kakiku berusaha menutup celah kenikmatan yang sudah basah sedari tadi.

"Mmm...jangan Om....", sergahku saat Om Sadewo berusaha membuka kedua pahaku yang terkatup rapat, aku tak mau menjadi wanita murahan, aku tak mau dipandang rendah oleh lelaki paruh baya yang baru aku kenal seminggu ini!

"Ehmm okay kalo kamu gamau, tapi Om boleh tidur sini ya, nanti subuh Om keluar sekalian mau pulang dulu", pintanya yang menatapku sambil mengusap lembut lututku.

"Uhmm iyah, boleh Om...tapi....", kataku yang berhenti karena jari telunjuknya memintaku diam...."Iyah Om tahu, Om cuma mau tidur peluk kamu aja....", katanya memotong perkataanku.

Sebelum merebahkan tubuh tegapnya disampingku, dia membuka kaos menampakkan dada bidangnya yang dihiasi bulu-bulu halus, aku semakin meleleh membayangkan tubuh telanjangku direkuh dalam pelukannya, belum habis degup jantungku berkecamuk, Om Sadewo melepas celana pendek dan celana dalamnya sekaligus! Aku berusaha tak menatapnya, namun batang kejantannya yang keras menegang membuatku mau tak mau sempat melihatnya, ukuran diameternya sangat besar walau sepintas sepertinya sedikit lebih panjang milik Darren.

"Om biasa tidur telanjang, gakpapa kan? Om ga akan ngelakuin yang aneh-aneh tanpa persetujuan Mita kok....", katanya sambil menarik selimut dan merengkuh tubuh telanjangku dalam pelukannya, aku sendiri masih belum dapat mengatur degup jantungku yang berdebar kuat dan memilih tidur memunggungi Om Sadewo.

"Uhmmm iyah Om...kita langsung tidur aja yahh.....", sahutku pelan, batang kejantanannya berada diantara kedua pahaku dan sepertinya dengan sengaja Om Sadewo menggesekkannya perlahan, aku tahu pasti dia tersiksa dan ingin menuntaskan malam ini dengan puncak kenikmatan, namun aku tak mau begitu saja memberikan lubang intimku untuk dijejali penis besarnya.

Dalam pelukannya, aku dapat merasakan Om Sadewo menghirup lembut rambutku dan gesekan penisnya diantara kedua pahaku semakin kuat, aku sendiri seperti tertahan untuk mendapatkan orgasmeku yang kedua, tanpa berkata apa-apa, aku membalikkan tubuhku dan menggenggam penis besarnya sambil mengocokinya perlahan dengan jemari tangan kiriku.

"Uhmm Mita....Om boleh usap memeknya?", desah Om Sadewo sambil meminta persetujuanku untuk menyentuh bagian intimku yang dipenuhi bulu kemaluan yang tidak terlalu lebat karena bulan lalu habis kucukur.
 
Masih lanjutan Chapter 3...

"Iyah boleh Om, tapi jangan dimasukin ya jarinya.....", kataku sambil mengocoki penisnya, kubuka sedikit kedua pahaku dan membiarkan jari jemari Om Sadewo mulai mengusapi belahan kemaluanku. Aku agak tersentak dan mendesah tertahan saat jarinya menyentuh klitorisku yang menegang, dia memainkannya dengan lembut sambil sesekali jarinya membelai bibir liang vaginaku yang basah. Permainan jarinya di kemaluanku begitu berbeda dengan Darren dan mantanku, mereka biasanya memainkan dengan lembut di awal namun tiba-tiba berubah agak kasar terbawa nafsu hingga memasukkan jarinya ke dalam lubang vaginaku tanpa berkata apapun, pernah lubang vaginaku terasa sakit saat mantanku sebelum Darren memasukkan 3 jari besarnya dengan paksa sehingga membuatku harus mendiamkannya beberapa hari karena marah.

"Uhhmm dikit lagi Mita.....agak dicepetin....arrgghh....", Om Sadewo mendesah kenikmatan dan memberi isyarat sebentar lagi akan memuncratkan spermanya, aku berusaha menarik selimutku menjauh agar tidak terkena semprotan spermanya, kugenggam kuat-kuat penisnya sambil aku sendiri menahan geli kenikmatan karena jari jemari Om Sadewo begitu lihai memainkan klitoris, bibir vaginaku dan sesekali mencubiti dengan nakal dan lembut.

"Arrgggh......Mitaaaaa..", erangnya tertahan sambil kugenggam kepala penisnya agar spermanya tidak muncrat kemana-mana, walau sebagian keluar meleleh membasahi batang penisnya dan buah zakarnya, spermanya terasa hangat kurasakan ditelapak tanganku, aku sendiri disaat yang bersamaan kembali orgasme saat klitorisku dicubiti dengan gemas oleh Om Sadewo.

Kubersihkan tanganku, batang penis dan buah zakar Om Sadewo yang terkena lelehan sperma dengan tissue basah yang kuletakkan tak jauh dari tempat tidur, kuberikan juga untuk Om Sadewo untuk membersihkan jarinya yang basah setelah memainkan bagian intimku. Dalam larutnya malam dan lemas kenikmatan, Om Sadewo memeluk tubuhku yang membelakanginya, kurasakan kecupan lembut dibahu telanjangku dan kamipun tertidur penuh kepuasan, aku tak tahu apakah ini awal dari perselingkuhan atau hanya nafsu sesaat karena kami berdua adalah insan yang sedang jauh dari pasangan masing-masing...

Ilustrasi Mita dengan tangtop hitamnya:
 
Terakhir diubah:
Istimewa..
Perasaan gak pernah curcol ke TS, kok bisa sama yaa..
:thumbup
 
Chapter 4: Penggalan Kisah Masa Lalu

“Rasa sesal di dasar hati
diam tak mau pergi
haruskah aku lari dari
kenyataan ini
pernah kumencoba tuk sembunyi
namun senyummu
tetap mengikuti”

Ada rasa sesal yang sesekali hinggap mengingat apa yang sudah kulakukan malam minggu kemarin dengan Om Sadewo, aku membiarkan pertahanan diriku terbuka sehingga dengan mudahnya lelaki lain menikmati tubuhku, walau belum melakukan persetubuhan seutuhnya. Antara rasa sesal yang sesekali hinggap, aku mengagumi sikap ‘gentleman’ Om Sadewo yang memegang teguh janjinya malam itu, dia tidak memaksaku melakukan persetubuhan dan bahkan menutupi tubuhku dengan selimut diikuti kecupan di kening saat dia lebih dahulu terbangun karena harus kembali ke Bandung. Aku tak mau larut dalam kegalauan dan berusaha kembali ke rutinitasku bekerja, namun ketiadaan On Sadewo di kos selama 3 hari belakangan ini sedikit banyak membuatku terasa....sepi.

Setelah bekerja lembur di hari Rabu itu, aku menyempatkan diri makan di warung dekat kantor supaya begitu sampai kos bisa langsung beristirahat. Dengan rasa lelah yang mendera, kunaiki satu per satu anak tangga menuju kamar kosku, hari ini begitu melelahkan karena begitu banyak hal yang harus aku kerjakan di kantor. Setibanya di lantai 3, kulihat pintu kamar Winda tertutup rapat, namun aku mendengar samar-samar suara erangan dari dalam kamar...”Gila ini Winda, masih sore udah main aja sama si Tommy..”, pikirku dalam hati. Aku bergegas masuk ke kamar dan merebahkan diri sebentar sebelum beranjak mandi, “Uhm beruntung sekali Winda bisa merasakan kenikmatan bersama Tommy kapanpun mereka mau.....mmmm”, bathinku berkata dan membayangkan kembali apa yang kulakukan bersama Om Sadewo malam minggu kemarin.

“Mbak....Mbak Mita....udah tidur ya”, samar suara Winda sambil mengetuk pintu, tampaknya aku ketiduran sekitar satu jam saat rebahan, padahal niatnya tadi mau langsung mandi.

“Eh iya ketiduran, ada apa Win?”, kataku setelah membukakan pintu untuk si cerewet Winda ini.

“Ihh belum mandi ya Mba, mandi dulu aja, aku tungguin di kamar Mbak ya sambil baca-baca...Winda mau curhat nih”, sahut Winda yang langsung masuk begitu saja tanpa basa-basi, “duh anak ini pasti mau curhat yang mesum-mesum lagi....aku padahal mau tidur cepet malam ini”, pikirku dalam hati sambil meraih handukku dan beranjak mandi.

“Tadi Tommy datang kesini sore-sore, kita habis berantem kemarin Mbak...”, Winda langsung bersuara begitu aku selesai mandi dan baru saja duduk menyalakan radio.

“Aku sih males nemuin sebenernya, tapi dia maksa-maksa gitu, trus kita ngobrol aja di kamar soalnya ga enak kalo ada anak kos yang lain ngeliat kita ribut...”, lanjutnya lagi sementara aku hanya menganggukan kepala seolah-olah mendengarkan dengan seksama apa yang dia sampaikan, padahal sebenarnya aku sudah mengantuk, ceritanya panjang lebar dan berbelok kesana-kesini.

“...aku kaget Mbak, tiba-tiba Tommy ngeluarin di dalem.....gimana donk Mbak?”, kata Winda sambil menggoyangkan bahuku, akupun terkejut dengan apa yang dikatakan Winda barusan.

“Hah? Kok bisa? Kamu ga minta dia ngeluarin di luar atau pake kondom kek”, kataku dengan wajah terperanjat, biar bagaimanapun Winda aku anggap sebagai adikku sendiri walau kadang menyebalkan, di awal-awal aku kos ditempat ini, dialah yang sering menemaniku dan mengajakku keliling kota Jakarta, namun semenjak menjalin hubungan dengan Tommy 3 bulanan lalu, dia lebih sering menghabiskan waktu bersama kekasihnya itu.

“Iya Mbak, aku juga khilaf, soalnya Tommy kayaknya lagi nafsu banget, apalagi kita habis berantem sebelumnya...aku takut dia marah lagi....”, ujarnya pelan dengan mimik wajah penuh kekhawatiran.

“Kira-kira aku bakal hamil ga ya Mbak?”, lanjutnya dengan wajah memelas, aku jadi kasihan melihatnya, apalagi jika Winda sampai hamil maka bisa mengancam pekerjaannya di travel agency dekat kos.

“Semoga aja enggak, lain kali jangan keburu nafsu...”, ujarku dengan bijak, aku tahu bagaimana rasanya mengakhiri pertengkaran diakhiri dengan pergumulan penuh nafsu, pernah mantanku sebelum Darren cemburu denganku karena seringkali bersama dengan Darren saat ada aktifitas pentas seni di kampus, dia secara kasar menarik tanganku yang sedang asik berdiskusi dengan sekelompok teman-temanku dimana ada Darren salah satunya. Dengan penuh emosi dengan memacu motor tuanya menuju kos sambil bergumam tidak jelas, aku sendiri hanya dapat memeluknya dari belakang berusaha menenangkan hatinya. Sesampainya di kosnya, dia menarik tanganku masuk dan mulai menuduh yang tidak-tidak bahwa aku ada main dengan Darren, aku mencoba menjelaskan apa adanya namun dia tetap tidak mau terima.

“Kamu selingkuh kan iya kan? Ngaku saja!”, katanya kasar saat itu sambil menuding-nuding wajahku, aku menangis tersedu, karena saat itu aku memang tidak ada hubungan apapun dengan Darren walau aku kagum dengan kepintaran dan wawasannya yang luas. Dengan tetesan air mata dipipiku, mantanku itu mulai melunak, dia menyeka air mataku sambil berkata...”Maaf, aku sayang banget sama kamu”. Dan dengan perilakunya yang sudah seperti itu, aku tahu apa yang akan dia lakukan, dia menciumi bibirku sambil memelukku erat. Ciuman yang diawali dengan lembut semakin menggebu diikuti oleh sisa emosi bercampur hawa nafsu, tangannya meraba kemana-mana, meremasi setiap bagian tubuhku yang bisa dijangkau, dari payudara hingga remasan kuat di pantat bulatku. Aku yang masih kesal hanya dapat mengikuti permainannya tanpa kuasa menolak, aku takmau dia kembali emosi dan memukuli dirinya sendiri, seperti ketika aku ancam untuk putus ketika pertama kali menuduhku selingkuh dengan Darren.

Dinding kos kamar mantanku itu menjadi saksi pergumulan-pergumulan hebat kami berdua dari akhir masa SMA hingga tahun kedua masa kuliah, dengan kasar dan nafas memburu, dia melucuti pakaianku hingga telanjang bulat. Dia senang menciumi setiap bagian tubuhku, terutama bagian payudara dan klitorisku, namun aku yang kala itu bergerak kesana kesini karena tidak tahan menahan geli dan sakit saat klitorisku dikulumnya dengan kasar, membuat dia agak kesal karena mungkin dianggapnya sebagai penolakan. Dengan kasar dia mengambil sapu tangan dan mengikat kedua tanganku dengan erat, membuka celananya dan dengan paksa memasukkan penis hitam besarnya ke dalam rongga mulutku yang membuatku sulit bernafas, dia begitu kasar menyodok-nyodok penisnya keluar masuk mulutku sambil menjambak rambutku. Aku hanya dapat memasrahkan tubuhku menghadapi nafsu liarnya, dia menciumi payudaraku sambil sesekali menggigitinya hingga menimbulkan memar, aku tak kuasa menjerit saat dengan gemas dia menggigit puting susuku hingga terasa perih, tangannya mengocok-ngocok lubang vaginaku, mulai dari 1 jari, 2 jari hingga 3 jari, dia sepertinya ingin benar-benar menguasai setiap senti dari tubuhku. Dengan penuh nafsu yang mungkin masih bercampur emosi, dia menyetubuhiku dengan posisi misionaris, penis besarnya menyeruak masuk mengoyak lubang vaginaku yang sudah sangat basah karena mendapatkan orgasme saat dikoyak dengan jari jemarinya. Tubuhku ditindih badannya yang besar hitam sambil bibirnya menciumi wajahku dan sesekali dengan gemasnya mengigit bahuku, aku melenguh panjang dan mendesah-desah saat penisnya menusuk dalam-dalam lubang vaginaku hingga menyentuh dinding rahimku.

Entah berapa lama dia menyetubuhiku, namun yang kuingat, dalam keadaan tangan terikat dia membalikkan tubuhku beberapa kali untuk merubah posisi dari atas, samping dan diakhiri dengan seruan kasar untuk memintaku menungging untuk disetubuhinya dari belakang. Saat itu aku tidak merasakan cinta atau kasih sayang, yang ada hanyalah nafsu, hubungan seperti itu hanya akan dihiasi dengan pertengkaran karena posesif, emosi dan menguras pikiran. Dengan satu sentakan kuat ke dalam lubang vaginaku, dia melenguh dab memanggil namaku diikuti dengan kata-kata kasar...”Arrgggg....Mita....memek kamu enak bangetttttt”, penisnya menyemburkan sperma hangat di dalam lubang vaginaku, aku sendiri merasakan orgasme hebat hampir bersamaan dengannya, namun yang aku khawatirkan adalah semburan sperma yang begitu kuat didalam lubang vaginaku, aku tak pernah mengijinkannya melakukan itu, aku marah, kesal dan cemas luar biasa, aku takmau hamil selagi masih kuliah dan belum memberikan apapun untuk kedua orang tuaku.

“Enak banget memek kamu sayang, jangan dikasih ke orang lain ya memeknya....”, katanya dengan kata-kata yang menghujam hatiku sambil mencabut penisnya yang mulai lunglai, mungkin dia terbawa nafsu atau bercanda tapi hari itu aku sudah putuskan.....aku harus putus dengannya!

Dan, aku masih sangat bersyukur kala itu, karena bulan berikutnya aku mendapatkan menstruasiku, dengan penuh keberanian aku menghadapi mantanku itu...”Kita putus!”
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Sundul lagi hu...
sayang babget cerita mantap tenggelam jauh,
Semoga segera diupdate kisah selanjunya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd