Chapter 5: Puncak Perselingkuhan Puncak Kenikmatan
Selepas Winda curhat mengenai persetubuhannya dengan Tommy hari Rabu lalu, aku menjadi galau membayangkan kesendirianku di weekend minggu ini, sudah cukup lama aku tidak merasakan nikmatnya persetubuhan, walau malam minggu lalu nyaris melakukannya dengan Om Sadewo. Darren sempat mengabari ingin ke Jakarta namun akhirnya batal karena harus ada pekerjaan yang diselesaikan, entah apakah benar atau tidak, namun apapun kebenaran dari alasannya, hal itu membuyarkan bayangan indahku untuk bermesraan dengannya...kembali aku bayangkan kesendirianku ditemani buku dan suasana kos yang sepi.
Sabtu itu aku mengambil giliran piket setengah hari menggantikan rekanku yang sedang ada perlu, aku tidak keberatan karena memang tidak ada rencana apapun, dan kebetulan dapat uang makan yang lumayan untuk anak kos seperti aku. Bekerja di hari Sabtu memang menjemukan, namun aku memanfaatkan waktu untuk merapihkan file di komputer atau bahkan dokumen-dokumen yang kadang tersebar tidak karuan, selama kita menikmatinya, waktu akan berlalu begitu saja dan akhirnya tiba waktunya untuk pulang!
Suasana kos di hari Sabtu begitu sepi, karena kebanyakan dari penghuni libur dan punya acara masing-masing, entah pulang ke rumah orang tua atau saudara atau sekedar pergi keluar kota bersama teman-teman sekerja mereka. Aku naikin tangga menuju lantai 2, dan kudapati pintu kamar Om Sadewo sedikit terbuka, aku tak berani mengintip, namun detak jantungku bertambah cepat...apakah secara tidak langsung aku mengharapkan Om Sadewo di weekend ini, atau aku malu bertemu dengannya setelah kejadian minggu lalu.
“Hai Mita! Kok kayak kaget gitu mukanya....”, Om Sadewo mengejutkanku, dengan balutan handuk dan dada bidangnya yang kekar, dia begitu saja keluar dari kamar mandi lantai 2 yang bersebalahan dengan tangga menuju lantai 3.
“Aduh Om, ya kagetlah, kirain ada di kamar, soalnya pintunya agak terbuka...eh tau-tau muncul dari kamar mandi”, jawabku sambil menghela nafas dan memegang dadaku karena cukup terkejut.
“Loh ya diintip aja tadi, ada didalam kamar atau tidak hehe...kamu ga kemana-mana?”, kata Om Sadewo menggoda dan dilanjutkan dengan pertanyaan.
“Enggak Om, di kos aja...Om Sadewo besok ke Bandung ya?”, jawabku diiringi pertanyaan, pertanyaan spontan begitu saja, mengingat minggu lalu dia ke Bandung di minggu pagi setelah malamnya ‘menelanjangi’ diriku.
“Enggak, kemarin sudah pulang agak lama, karena beberapa minggu ini bakal lemburan terus kejar proyek kelar, kalo ga kemana-mana kita nonton yuk....”, jawab Om Sadewo diakhiri ajakan nonton yang tidak kusangka-sangka.
“Mmm...gimana ya...boleh aja sih, daripada bengong di kos”, jawabku dengan mimik pura-pura ragu, padahal aku senang sekali karena sudah cukup lama tidak nonton ke bioskop.
“Okay, dandan yang cantik ya...Om ganti baju dulu...”, kata Om Sadewo sambil berlalu ke kamarnya.
Aku sempat tertegun dengan maksud perkataan ‘dandan yang cantik', setahuku bioskop tidak jauh dari kos dan untuk nonton kenapa harus pakai dandan segala, aku memang bukan wanita yang terlalu suka dandan karena agak tomboy saat masih remaja dulu, apalagi kalau hanya pergi ke tempat yang tidak terlalu jauh letaknya.
“Om...maksudnya dandan yang cantik memang apa Om?”, aku mengirim sms ke Om Sadewo begitu sampai kamar dan sebelum ke kamar mandi.
Bunyi sms masuk tak lama setelah aku mengambil peralatan mandiku, “Ya pake rok misalnya, kan biasanya kamu pake clana panjang pas ngantor”, isi sms balasan dari Om Sadewo. Aku begitu naif dan polos, mungkin Om Sadewo ingin aku kelihatan agak berbeda ketika berjalan bersamanya, terlintas pikiran dalam pikiranku mungkin istrinya Om Sadewo pintar berdandan dan selalu membuatnya bangga berjalan bersama saat keluar di tempat umum.
“Trus atasannya pake apa Om?”, jawabku yang sebenarnya kelihatan bodoh, seperti wanita yang tak tahu harus berpenampilan seperti apa untuk mengimbangi lelaki yang mengajaknya jalan keluar.
“Maunya ga pke atasan tp kan ga mungkin hehe,pake apa aja...tapi ga pke bh klo boleh”, balasan sms dari On Sadewo yang membuatku menjadi gugup, entah apa yang sedang direncanakannya.
“Iya Om, tp aku pake sweater ya”, balas smsku dengan cepat, entah kenapa aku seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, dulu Darren memang pernah memintaku tidak memakai daleman saat kuliah dan selepas kuliah diakhiri dengan persetubuhan kilat di warnet belakang kampus yang memacu adrenalin kita berdua, kenangan itu begitu melekat dan jujur saja kami berdua begitu menikmati sensasinya. Om Sadewo tidak menjawab sms terakhirku hingga aku selesai mandi, dan saat selesai mengenakan rok kainku yang agak sedikit dibawah lutut, sms dari Om Sadewo masuk dan hanya menjawab “Ok”.
Aku menuruni anak tangga dengan langkah gugup, rok kain motif bungaku dipadukan dengan kaos youcansee hitam yang kututupi dengan cardigan warna hijau (gambar ilustrasi), kulihat dibawah tangga Om Sadewo tak berkedip menatapku, dia seperti terpana...”Kamu manis sekali Mita....”, ujarnya memberikan tangannya saat menuruni anak tangga terakhir, aku tersipu malu dan sudah cukup lama tidak menerima pujian dari seorang lelaki.
Om Sadewo memesan taksi ternyata, walau bioskop tidak jauh dari kos, namun berjalan kaki kesana bukan ide yang bagus mengingat polusi Jakarta dan trotoar yang kadang habis dimakan pedagang kaki lima atau pengendara motor yang tidak sabaran. Di dalam taksi kami duduk berdampingan dan terlihat kikuk, mata sang supir kelihatan sesekali mengamati kami berdua dari kaca spion tengah, aku tak ambil pusing, mungkin dia agak heran melihat pasangan wanita muda umur 20an dengan Om-Om berusia paruh baya, atau mungkin dipikir aku adalah ‘wanita nakal' untuk Om Sadewo.
(To be continued....pegel tangan ngetik di hape)