Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
--------------------------------------------------------ooOoo----------------------------------------------------

Cerita 110 – Sex-Force

Part 07

Nadia masih berada
dalam arus birahi yang menanjak tajam saat Joko mendekap pantat Nadia dari bawah.
Lalu Joko menekan pinggul itu.. sehingga bibir kemaluan Nadia tepat berada di depan mulutnya.

Lidah Joko menjulur keluar. "Ggaaaaaaahhhh..”
Nadia mendesah lebih keras saat arus listrik itu kembali menghajar sekujur tubuhnya.
Joko menggunakan lidahnya sebagai pengganti ibu jari yang sudah turun dari singgasana.

Tubuh Nadia bergelinjang merasakan kenikmatan surgawi itu.
Tekstur lidah yang lembut dan hangat sangatlah berbeda dengan tekstur jari.

Dalam keputusasaannya.. Nadia langsung melahap batang penis yang sejak tadi berdiri menantang di hadapannya.
Oh, tidak..! Sepertinya sebentar lagi aku akan mencapai klimaks..! Aku harus lebih dulu membuatnya klimaks..!
Teriak Nadia dalam hati.

Kepala Nadia bergerak naik turun. Bibirnya menjepit lingkar batang yang keras itu.
Lidahnya membalur kepala penis Joko.
Suara desahannya yang terbungkam penis Joko terdengar seperti suara kucing yang mengeong-ngeong tinggi.

Oh..! TIDAK..! Aku kalah..! "Uaaaaaaaaaahhhh..!" Nadia berteriak bersamaan dengan orgasmenya.
Sekujur tubuh Nadia mengejang dan bergetar dengan cepat.
Sakit yang ia rasakan pada klitorisnya sungguh terasa nikmat.

Matanya terpejam kuat dan mulutnya tanpa sadar menganga..
seakan hendak memproklamirkan kepuasan tiada tara yang ia rasakan saat itu.

Air liur bercampur cairan Joko meleleh keluar dari pinggir mulutnya.
Saat itu Nadia merasa roh dan jiwanya seakan tertarik keluar dari raganya.

Selesai orgasme tenaga Nadia benar-benar habis terkuras.
Tangan dan kaki Nadia sudah tidak dapat menopang berat tubuhnya sendiri..
sehingga ia jatuh terjerembab menindih tubuh Joko.

Dampak orgasme yang begitu kuat masih terasa oleh Nadia karena terlihat sesekali tubuhnya masih bergelinjang.
Joko membiarkan tubuh Nadia tergolek lemas di atas badannya sampai jiwa Nadia kembali masuk ke raganya.

"Bagaimana..? Enak..? Sudah puas..?" Suara Joko mengembalikan Nadia ke dunia nyata.
Wajahnya masih terkulai di atas paha Joko.

Pertanyaan Joko seakan memecut harga dirinya dan membuatnya kehilangan muka.
Namun masih ada utang tanggungjawab yang harus ia tunaikan.
Ia melihat batang penis Joko masih mengacung dengan bangga di hadapannya.

Dengan tenaga yang mulai pulih, Nadia meraih penis itu lalu mulai mengocoknya lagi.
"Diisap saja, Nad..” kata Joko santai.

Rupanya Joko menyukai isapan Nadia. Bahkan ia lebih memilih mulut Nadia daripada vaginanya.
Bisa saja Joko menancapkan penisnya ke dalam vaginanya sewaktu Nadia tidak berdaya barusan..
Namun ia sengaja memilih mulut Nadia.

Nadia masih ragu untuk memasukkan penis Joko ke dalam mulutnya.
Ah.. sudah kepalang tanggung. Ada baiknya kalau aku selesaikan secepat mungkin.. pikir Nadia dengan pasrah.

Nadia membuka mulutnya dengan lidah yang sedikit terjulur ke depan.
Saat lidahnya menyentuh kepala penis Joko, Nadia memejamkan matanya erat-erat.

Nadia mulai melakukan manuver-manuver dengan lidah dan bibirnya pada batang penis itu.
Setelah beberapa menit, mulai terlihat tanda-tanda keberhasilan atas usahanya.

Otot-otot perut dan paha Joko sesekali mengeras dan mengejang, sepertinya ia sedang menahan ejakulasinya.
Sudah tidak sabar untuk menyelesaikan semua ini..
tangan Nadia ikut beraksi untuk membantu mempercepat tercapainya klimaks oleh Joko.

Tangan Nadia mengocok-ngocok batang penisnya..
sementara mulutnya mengulum bulatan kepala penis itu seperti sedang mengulum lolipop.

Hanya selang beberapa detik.. tangan Joko mencengkeram paha Nadia..
Lalu sekujur tubuhnya mengejang. Cratt.. cratt.. cratt.. cratt..!!

Gumpalan-gumpalan sperma panas seakan meledak dengan kekuatan dahsyat dari penis Joko..
Kemudian menghantam langit-langit mulut Nadia.

Dua atau tiga semburan setelah itu.. penis Joko akhirnya berhenti memuntahkan sperma.
Mulut Nadia terasa penuh oleh sperma yang bergumpal-gumpal mengambang di atas lidahnya.

Kemudian ia memuntahkan sisa sperma Joko di mulutnya ke telapak tangannya yang ia bentuk seperti mangkuk.
Nadia yakin satu atau dua teguk sempat tertelan olehnya tadi.

Dengan tangannya yang masih bebas, Nadia mengambil beberapa lembar tisue yang berada di samping meja.
Sperma yang tertampung di tangannya, ia tuang ke tisue yang baru ia ambil.
Pekatnya aroma dan rasa sperma Joko masih terasa oleh Nadia.

"Ahhh.. sudah lama saya tidak ejakulasi seperti itu..” Joko berkata puas.
"Itu bukan urusanku. Sekarang aku pulang..” sanggah Nadia sambil mengenakan pakaiannya satu per satu.

Sementara Nadia mengenakan pakaiannya, Joko berceloteh ringan..
"Jadi kamu pikir saya memasukkan obat perangsang ke dalam minuman kamu, yah..? Hahaha..
Memang, tadi saya bilang kalau saya menambahkan bumbu khusus ke dalam minuman kamu.
Dan saya memang menambahkan sesuatu ke dalam minuman kamu.
Tapi.. yang saya tambahkan itu tak lain hanyalah gula pasir biasa, kok.
Tidak ada obat-obatan apapun yang saya tambahkan.. baik di gelasmu maupun di gelas saya..”

Lalu Joko melanjutkan..
"Berarti.. sejak tadi kamu pikir kamu berada di bawah pengaruh obat perangsang, ya..? Hahahaha..”
Nadia terbengong-bengong mendengar penjelasan Joko.
-------ooOoo-------

Sejak kejadian hari Sabtu lalu itu hampir setiap hari Joko menagih Nadia untuk menuruti setiap permintaannya.
Beberapakali Nadia harus bernegosiasi atas permintaan-permintaan Joko yang menurutnya sulit untuk dipenuhi.
Bahkan ada beberapa permintaan yang ia tolak mentah-mentah.

Namun secara keseluruhan.. permintaan-permintaan Joko cukup masuk akal.
Ia tidak meminta Nadia untuk melakukan hal-hal yang jelas-jelas melanggar pidana..
seperti mencuri.. membunuh.. dan sebagainya.
Ia juga tidak meminta Nadia untuk menaikkan gajinya atau menceraikan Yusdi.

Tingkat kesulitan permintaan-permintaan Joko juga beragam.
Dari yang sangat mudah, seperti membuatkan kopi, mengambilkan berkas file di kabinet;
Yang masuk ke tingkat menengah.. seperti mengambil pena yang sengaja ia jatuhkan di kolong meja..
supaya ia dapat menikmati pantat Nadia yang menungging sewaktu mengambilnya.

Membiarkan satu kancing kemejanya terbuka sepanjang hari..
Memijit pundak Joko selagi tidak ada orang lain di sekitar mereka..

Sampai ke tingkat yang sulit.. diantaranya seperti menciumnya.. membiarkan puting susunya dijilati Joko..
Mengulum batang penis Joko.. dan lain-lain.
Setiap harinya paling sedikit lima permintaan yang Joko ajukan kepada Nadia.

Demikian pula yang terjadi pada hari Kamis.
Pagi harinya Joko sudah meminta Nadia untuk menanggalkan celana dalamnya dan menaruhnya di atas meja Joko.
Nadia sempat menolak permintaan ini, namun Joko tetap bersikeras.

Ia memang sudah menunggu-nunggu Nadia mengenakan rok pendek model A-Line ini
–Di bagian pinggang kecil dan makin ke bawah semakin lebar..– untuk mengajukan permintaan ini.

Rok pendek Nadia berayun lemah saat Nadia melangkahkan kakinya menuju meja Joko.
Tangannya menggenggam erat celana dalam putih yang telah ia masukkan ke dalam kantong plastik.

Walaupun orang-orang lain tidak ada yang tau.. Nadia tetap merasa canggung..
berjalan di tengah teman-teman kantornya tanpa mengenakan celana dalam.

Tanpa berhenti sama sekali Nadia melewati meja Joko..
lalu meletakkan dengan hati-hati bungkusan plastik di atas meja.

"Bu Nadia..” panggil Joko dengan resmi walaupun situasi kantor masih sepi.
Nadia menghentikan langkahnya.

Ia menarik dua nafas panjang lalu berbalik dan menghampiri Joko.
Mau apa lagi dia..? Pikirnya dalam hati.

"Ada apa, Pak..?" Setengah berbisik Nadia berusaha bersikap seprofesional mungkin.
"Besok kamu jangan parkir di tempat biasa..” ujar Joko dengan nada yang penuh otoritas.

"Kamu parkir di area parkir belakang, di samping pohon besar di pojokan..”
"Lho Bapak tau dari mana besok aku bawa mobil..?"

"Saya kan tau Yusdi sedang dinas luar kota 2 hari ini..” jawab Joko.
"Lalu, kenapa aku harus parkir di sana..?"

"Akhir pekan ini saya harus pergi mengunjungi mertua. Jadi saya mau minta 'jatah besar'-nya besok saja..”
Nadia berpikir keras mencari-cari alasan untuk menolak permintaan itu.

"Bapak mau kita melakukannya di tempat parkir..??"
"Lebih baik di sana dari pada di ruang makan, kan..?"
Nadia mengatupkan mulutnya rapat-rapat untuk menahan emosinya yang mulai naik.

"Tenang, Nad. Area parkir belakang itu selalu sepi..” Joko menjelaskan untuk menenangkan hati Nadia.
"Paling banyak juga 1 atau 2 mobil. Apalagi kalau hari Jumat..”

Setelah berhasil meredam emosinya Nadia menyanggupi permintaan tersebut.
"Aku balik ke mejaku kalau sudah tidak ada permintaan apa-apa..”

"Sampai saat ini saya cuma butuh celana dalammu..” jawab Joko..
sambil mengintip ke dalam kantong plastik di tangannya.
Kemudian ia mendongak dan menatap Nadia dalam-dalam.

"Apa..?"
Joko tersenyum penuh kelicikan.
"Saya kan masih perlu memastikan kalau kamu benar-benar menanggalkan celanamu..”

"Aku tidak mau mengangkat rokku..!" Sanggah Nadia spontan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri..
seakan ingin menunjukkan kekuatirannya kalau-kalau ada orang yang bisa melihat apa yang mereka berdua kerjakan.

"Sini mendekat..”
Nadia dengan enggan melangkah mendekati lelaki paruh baya bertubuh kurus ini, sampai ia berdiri tepat di sampingnya.

Joko yang tadinya duduk menghadap Nadia langsung memutar bangkunya..
sehingga mereka sama-sama menghadap ruangan besar kantor mereka.

Nadia berdiri tak bergeming menunggu aksi Joko.
Walaupun sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi.. tubuh Nadia tetap terlonjak..
saat ia merasakan jari-jari Joko menyentuh paha bagian dalamnya.

Joko menyelusupkan jari-jarinya dari belakang paha Nadia..
sambil pandangan mereka berdua menyapu ke sekeliling ruangan untuk memastikan tak ada seorangpun yang melihat.

Sentuhan itu bergerak perlahan naik menuju ke selangkangannya.
Semakin dekat jari-jari Joko ke kemaluannya, otot-otot leher dan pinggul Nadia semakin mengencang.

Tanpa melupakan radar yang ia pancarkan untuk mendeteksi orang yang melihat mereka..
Nadia menggerak-gerakkan bola matanya ke kanan dan ke kiri dengan cepat..
karena lehernya kini sudah menjadi kaku yang menyebabkan dirinya tidak leluasa lagi untuk menoleh ke kiri atau ke kanan.

Setelah ujung-ujung jarinya menyentuh bulu-bulu halus di selangkangan Nadia..
sebenarnya Joko sudah diyakinkan bahwa Nadia telah menanggalkan celana dalamnya.

Namun ia belum puas sebelum menancapkan jari-jarinya ke dalam liang kewanitaan Nadia.
Clepp.!! Joko menekan jari tengahnya ke celung di selangkangan Nadia. Masih kering.

Lalu ia mulai mengusap-usap dengan lembut kelopak bibir kemaluan Nadia..
menggunakan jari telunjuk dan jari tengahnya.. dengan harapan vagina Nadia meleleh basah..
sehingga memudahkan aksi pencelupan jarinya.

Setelah beberapa saat.. dengan gerakan agak tergopoh.. Nadia membuka pahanya sedikit lebih lebar.
Joko tidak menyangka Nadia membuka pahanya tanpa diminta.

Mendengar suara nafasnya yang berat.. saya tau dia udah horny sih.. Joko membatin.
Tapi benar-benar nggak nyangka dia bakalan buka pahanya tanpa disuruh..

Joko melirik ke wajah Nadia. Dengan dada yang mengembang dan mengempis bergantian..
Nadia menggigit bibirnya.. sehingga nafasnya yang berat itu keluar masuk hanya melalui hidungnya.

Alisnya sedikit mengernyit dan kelopak matanya sedikit tertutup seperti orang yang sedang menahan kantuk.
Sialan..! Apa dia mau orang-orang kantor sampai tau apa yang sedang ia perbuat..!? Jerit Nadia dalam hati.

Sesekali Joko menyelusupkan jari ke celah kemaluan Nadia..
Untuk memastikan apakah lelehannya sudah merembes keluar.
Dan terkadang Joko mengusap lingkaran di sekeliling kelentit Nadia untuk memberi setrum tambahan.

Bibir Nadia yang sejak tadi terkatup rapat tiba-tiba terbuka.
Ia mengembuskan nafas panjang dan berat disertai dengan erangan yang nyaris tak terdengar. "Hhhhh..!”

Tak lama setelah itu dapat terdengar bunyi decak becek dari selangkangan Nadia.
Jari-jari Joko sudah memenangkan pertandingan dan cairan cinta Nadia merupakan imbalannya.

Serta merta jari-jari Joko mengeruk cairan yang seakan luber meluap dari dalam liang sanggama itu..
lalu mengolesinya ke sepanjang jari-jarinya.
Berlimpahnya lelehan yang mengalir itu ditandai oleh bunyi berkecipak-kecipak di kemaluan Nadia.

Pandangan mata Nadia masih nanar saat Joko membuka suara.
"Nad, kalau kamu nggak mau orang lain curiga..” kata Joko tanpa menghentikan aksi jari-jarinya..

"Lebih baik kita pura-pura lagi ngomong tentang kerjaan..” Nadia menutup mulutnya yang sedikit terbuka itu.
Diikuti dengan satu hembusan nafas berat melalui hidungnya..

Nadia membungkukkan tubuhnya lalu mengambil kertas di meja Joko..
berpura-pura hendak membahas sesuatu dengan Joko.

Jari-jari yang sudah basah itu terus menari-nari di bibir kemaluan Nadia..
membuat dadanya kembang kempis mengikuti nafasnya yang semakin berat.

Karena sudah licin oleh lelehan cinta..
Maka dengan mudahnya Joko menekan masuk jari tengahnya ke dalam celah lipatan kelopak vagina Nadia.

"Anhhhh..!” Secara refleks Nadia kembali membuka bibirnya..
mengeluarkan lenguh lirih yang terdengar sangat erotis.

Joko menambahkan jari telunjuknya juga masuk ke liang kewanitaan Nadia..
lalu mulai mengocok-ngocok relung sempit itu.

Kepalanya yang tertunduk, matanya yang terpejam, dahinya yang mengkerut..
serta tubuh bagian atasnya ditopang kedua tangan yang mengepal kuat di atas meja.
Memberi bukti kuat bahwa Nadia sedang bergumul untuk menahan gejolak birahi yang sudah tersulut.

"Ehem..!" Deham Joko terdengar dibuat-buat.
Nadia langsung membuka matanya lalu mendongakkan kepalanya untuk melihat apa maksud isyarat Joko.
Nadia heran karena tidak menemukan hal-hal yang patut diwaspadai.

Tujuan Joko bukanlah untuk memberi isyarat..
melainkan ingin mengembalikan arwah Nadia yang seakan sedang terperangkap dalam dunia kenikmatan birahi.

"Nad, kamu boleh saja sih menikmati semua ini. Tapi kalau kamu cuma berdiam-diam kaya gitu..
orang-orang bisa curiga melihatnya..” ujar Joko setengah berbisik.

Jari telunjuk dan jari tengahnya itu kini meliak-liuk dengan gerakan seperti gerakan jari-jari yang sedang berjalan.
"Ayo dong.. ngomong sesuatu kek.. diskusi mengenai apa kek, apa saja. Ayo..”

"Mmmmhhh.. hhhhh..” aksi jari-jari Joko membuat desah basah berulangkali..
keluar dari mulut yang Nadia katupkan rapat-rapat.
Nadia masih berusaha sekuat tenaga untuk tidak mendesah.

Dan setelah beberapa saat akhirnya ia berhasil menjaga sikapnya menjadi lebih tenang.
"Baik, Pak Joko..” kalimat Nadia terhenti sejenak untuk menarik nafas dalam.
"Untuk laporan.. nhhh.. laporannhh.. laporan kwartal..!”

Nadia masih belum berhasil menyelesaikan kalimat itu. Tiba-tiba tubuhnya tersengal maju ke depan.
"Nghhh..” erangannya terdengar lebih seperti rengek manja.

Senyum lebar tak henti-hentinya menghias wajah Joko.. lantaran menahan tawa geli..
melihat Nadia yang terus berusaha menjaga sikapnya.
"Laporan kwartal apa, Bu..?" Tanya Joko dibuat-buat sembari jarinya ia tekan ke G-Spot Nadia.

Istilah G-Spot diambil dari inisial nama Gräfenberg.. seorang peneliti asal Jerman..
yang mempelajari hubungan antara saluran kencing dan orgasme pada wanita.

Dalam laporannya disebutkan bahwa rangsangan fisik di liang vagina bagian depan sepanjang saluran kencing.
Terutama di area terbawah kandung kemih, membuat wanita sangat terangsang birahinya.

Ketika area ini dirangsang, gairah birahi timbul hampir secara spontan atau sangat cepat.
Dan ketika dirangsang secara seksual di area ini, sebagian wanita dapat memproduksi cairan..

Yang diklaim berbeda dengan air seni maupun cairan lubrikasi vagina..
dan secara kontroversi dimuncratkan dari saluran kencing. –yang biasa dikenal dengan female ejaculation..–

Kepala yang akhirnya tertunduk lunglai menjadi saksi bisu atas ketidakmampuan Nadia untuk menahan birahinya.
Kepalan tangannya pun menjadi lebih kencang.. sampai buku-buku jarinya menjadi putih.

Joko hampir yakin bahwa Nadia sedang mengalami orgasme mini.
Tak ada suara yang keluar dari mulut Nadia. Yang terdengar hanyalah bunyi kecipak basah dari bawah sana.

Setelah sekian lama menahan gejolak dalam dirinya.. Nadia menoleh ke Joko.
"Pak, aku mohon.. nhhh.. stop..” lirih Nadia dengan kepala yang masih tertunduk.

Kedua jari Joko secara bergantian menekan-nekan G-Spot Nadia..
Sampai akhirnya tubuh wanita itu bergelinjang-gelinjang kecil..
masih tanpa adanya suara yang keluar dari mulut Nadia.

"Pak.. mmmhhh.. please.. hhhh..” suara desah Nadia bergetar.
Perlahan-lahan Joko menarik jari-jarinya keluar dari liang sanggama Nadia.

Begitu jari-jari itu keluar sepenuhnya.. tanpa menunggu lebih lama lagi Nadia langsung lari..
berhamburan keluar dari ruangan itu.

Perhatian Joko jatuh pada jari-jarinya yang berlumuran lelehan lendir atasannya itu..
sehingga ia tidak menggubris Nadia yang pergi meninggalkannya.

Joko menggunakan sikunya untuk menopang kedua tangannya di atas meja.
Dengan telapak tangan kirinya menutupi punggung tangan lainnya..
Joko sembunyi-sembunyi menjilati lendir yang mulai menetes-netes dari jari-jari tangan kanannya.

Lima menit kemudian Nadia kembali masuk ke ruangan itu, bergegas langsung ke mejanya.
Dari ekor matanya, Joko melihat Nadia berjalan tanpa berpaling ke arahnya.
Ia memutuskan untuk membiarkan Nadia untuk beberapa waktu.
-------ooOoo-------

Tak terasa beberapa jam telah berlalu.
Menjelang makan siang Joko menghampiri Nadia yang terlihat sejak tadi duduk dengan gelisah.

Saat Joko menepuk pundaknya, Nadia terlonjak seakan baru saja mendengar mercon meledak di dekatnya.
"Aduh..! Pak Joko.! Jangan kagetin aku seperti itu dong..!" Omel Nadia.

"Lha, saya nggak berniat ngagetin kamu kok..” bisik Joko sopan.
"Saya lihat dari tadi kamu kayanya gelisah, karena itulah saya mampir ke sini..”

"Aku baik-baik saja..” jawab Nadia sedikit ketus. "Terima kasih atas perhatiannya..”
"Oh, bagus. Kalau begitu saya mau minta tolong diambilkan teh hangat yah, Nad..”

Nadia menghentikan apa yang sedang ia kerjakan. Ia terdiam untuk beberapa saat..
seakan ragu apa yang harus ia kerjakan.
Akhirnya dengan enggan ia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menuju ruang makan.

Setelah memastikan Nadia sudah menghilang masuk ke ruang makan..
Joko langsung menghampiri kursi di hadapannya.

Kursi berukuran besar itu dilapisi oleh kulit sintetis berwarna merah kehitaman.
Bagian sandarannya berlapis busa empuk layaknya kursi-kursi para boss.

Joko memperhatikan area tempat Nadia duduk.
Senyum lebar Joko kembali menghias wajah yang mulai dipenuhi oleh kerut-kerut penuaan.
Dugaannya tepat..!

Dengan perlahan namun sigap Joko berlutut di depan kursi Nadia.
Jari-jari Joko mengusap-usap licin area yang berlumuran lendir itu.
Joko mengangkat jari tengah dan telunjuknya.. sehingga dari jari-jari itu terjuntai lelehan lendir panjang.

Nadia masuk kembali ke ruangan itu dengan secangkir teh hangat di tangannya.
Air muka yang memancarkan kedongkolan itu tiba-tiba berubah memancarkan keterkejutan..
begitu ia mendapati Joko sedang setengah berjongkok di depan kursinya.

Sial..! Ternyata dia melihat kursiku..! Umpat Nadia dalam hati.
Langkah kakinya yang berat sama sekali tidak membantu Nadia untuk menghilangkan rasa cemas dan malu dalam dirinya.

Sesampainya di sana Nadia segera meletakkan cangkir berisi teh itu di atas meja..
berpura-pura tidak menghiraukan apa yang sedang Joko lakukan pada kursinya.

"Ini teh yang Bapak minta..”
Masih dalam posisi setengah berlutut Joko menoleh dan menatap mata Nadia.
Jari-jarinya basah meliak-liuk saling melumuri satu dengan yang lainnya.

Mau tidak mau pandangan Nadia jatuh pada jari-jari Joko yang basah itu.
"Kamu tau apa ini, Nad..?" Tanya Joko sambil bangkit berdiri, mengacuhkan teh yang dihidangkan Nadia.

"Pak, jangan diangkat tinggi-tinggi dong. Nanti terlihat oleh yang lain..”
Bisikan Nadia terdengar penuh desakan.. ditambah dengan tangannya yang memaksa turun tangan Joko.

"Jadi.. kamu tau apa ini..?" Nadia menggigit-gigit bibir bawahnya.
Terpancar dari raut wajahnya..
ketidakinginan untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya telah Joko ketahui jawabannya.

"Jawab dong..”
"Iya.. iya..! Itu cairanku. Puas..!?" Jawab Nadia ketus masih setengah berbisik.

"Lho.. saya kan cuma tanya kamu tau atau nggak..” Joko mencibir.
Joko mengecup jari telunjuknya yang basah oleh lelehan Nadia sebelum bertanya..

"Lalu.. kamu tau apa artinya kalau seorang wanita mengeluarkan cairan ini..?"
"Tau..”

"Apa artinya?.."
Nadia semakin kesal dengan pertanyaan-pertanyaan konyol Joko. "Artinya perempuan itu terangsang..”
Jawabnya singkat.

"Hahahaha..!" Suara bahak Joko membuat Irfan dan Rini menengok ke arah mereka.
"Sssstt..! Jangan keras-keras..!" Bisik Nadia.

"Hehehe.. jawabanmu itu lho.. Nad, to-the-point banget..” kekeh Joko.
Nadia semakin gelisah melihat Irfan dan Rini yang memandangi mereka dengan penuh tanya.

Menyadari bahwa Joko tidak akan melepaskan dirinya..
Nadia memutuskan untuk melanjutkan percakapan ini di meja Joko yang lebih terpencil dibanding mejanya.

"Kita lanjutkan percakapan ini di meja Bapak..” ucap Nadia dengan nada memerintah.
Tanpa menunggu persetujuan Joko.. Nadia sudah berjalan menuju meja Joko.

Joko memandangi pinggul Nadia yang berayun dengan sensual ke kanan dan ke kiri..
semakin lama semakin menjauh darinya, sambil membayangkan kemaluan Nadia yang tak bercelana dalam.
Ia akhirnya menyusul Nadia.

Joko melihat Nadia berdiri di belakang mejanya sambil berpura-pura meneliti berkas-berkas di atas meja itu.
Joko memutuskan untuk mengikuti permainan sandiwara Nadia. Ia mengitari Nadia dan langsung duduk di kursinya.

"Kamu mau tau apa artinya menurut saya..?" Suara Joko terdengar lebih berat dan dalam.
Butuh beberapa detik untuk Nadia menyadari..
bahwa Joko masih merujuk pada pertanyaannya tadi mengenai cairan yang keluar dari vaginanya.

Tubuh Nadia sontak terlonjak maju saat ia merasakan jari-jari Joko menyelinap licin.
dengan mudahnya masuk ke dalam liang vaginanya. "Ahh..!" Pekiknya lemah.

Nadia memejamkan matanya saat jari-jari berbonggol itu memulai aksinya keluar masuk kemaluannya.
Bunyi berkecipak kembali terdengar oleh telinga mereka berdua.

Ia menggigit kedua bibirnya untuk menahan suara desah yang keluar dari mulutnya.
Usahanya ini pun ditandai oleh kernyit di dahinya yang tak kunjung pudar.

"Kalau seorang wanita mengeluarkan cairan ini..” Joko memutar-mutar jari-jarinya..
yang masih berada di dalam vagina Nadia sebelum melanjutkan penjelasannya..

"Artinya tubuhnya sudah siap untuk disetubuhi..”

CONTIECROTT..!!
--------------------------------------------------------ooOoo----------------------------------------------------
 
--------------------------------------------------------ooOoo----------------------------------------------------

Cerita 110 – Sex-Force

Part 08

Mendengar penjelasan Joko..
Nadia tiba-tiba merasa seakan ada gelombang hangat..
yang masuk melalui selangkangannya.. mengalir dan menyebar ke sekujur badannya.

Dan secara tiba-tiba pula jari-jari Joko ditarik keluar dari tubuhnya.
Brengsek..! Dia sengaja ingin menyiksaku..! Umpat Nadia dalam hati.

Ada bagian dari dirinya yang berharap jari-jari itu tidak keluar dari kemaluannya.
Perlahan-lahan Nadia membuka matanya sayu.

Bibirnya mengelopak terbuka dan mengeluarkan embusan panjang dari dalam dadanya.
Pandangannya masih nanar dan kosong, sampai tiba-tiba sosok di hadapannya menjadi semakin jelas.

Matanya terbelalak saat ia sadar sosok yang sedang berjalan menghampiri mereka berdua tak lain adalah Pak Ardi, managernya.
Dengan secepat kilat Nadia meluruskan posisi berdirinya, merapihkan rok pendek yang ia kenakan..
Lalu mengambil secara asal lembaran-lembaran dari meja Joko.

"Terimakasih atas laporannya, Pak Joko..” ucap Nadia tidak peduli lagi pada Joko..
yang saat itu sedang berpura-pura menulis sesuatu di kertas.

Rupanya Joko sudah melihat Pak Ardi datang menghampiri mereka..
sehingga ia cepat-cepat menarik tangannya dari selangkangan Nadia.

Melihat wajah Pak Ardi yang seperti baru saja melihat hantu.. Nadia dapat mengira-ngira apa yang baru saja beliau lihat.
Otaknya segera berpikir keras agar ia dapat keluar dari permasalahan yang mungkin terjadi.

Dengan langkah pasti, Nadia menghampiri Pak Ardi. "Pak Ardi mencari aku..?"
"Ah, a-a-anu..” mata Pak Ardi berkejap-kejap karena tidak berhasil menemukan kata-kata yang ingin ia ucapkan.
Otaknya malah mendaftar hal-hal yang membuat Nadia terlihat begitu cantik menggoda hari ini:

Bibirnya yang penuh dan merah merekah.. dadanya yang terbungkus ketat oleh kemeja putih..
Pinggulnya yang gemulai.. pahanya yang putih mulus, betisnya yang jenjang..
Ditambah lagi dengan rona merah di pipi dan lehernya seperti wanita yang baru saja selesai bersanggama.

"Iya, aku menelpon mejamu tapi tidak dijawab..” jawab Pak Ardi cepat-cepat.
"Oh, aku sedang mencari laporan kwartal terakhir tahun lalu di tempat Pak Joko..” dusta Nadia.

Pak Ardi melirik curiga ke arah Joko, lalu kembali menatap Nadia. "Hmmm.. Baiklah..” lanjutnya.
Nadia berdiri mematung menunggui Pak Ardi.

Tanpa ada yang tau selain oleh dirinya sendiri..
lelehan dari vagina Nadia mulai mengalir turun perlahan ke paha bagian dalamnya.

Pak Ardi tampak bingung mendapati mereka berdua memandanginya.
Matanya bolak-balik melirik ke Nadia lalu ke Joko bergantian.

"Kenapa..?" Pertanyaan Pak Ardi lebih ditujukan ke mereka berdua walaupun wajahnya menghadap ke Nadia.
"Oh.. tadi Bapak kan bilang Bapak mencari aku. Ada perlu apa..?"

"Oooohhh.. Hahahaha..” perutnya yang besar itu berguncang-guncang.
Gelak tawa Pak Ardi tiba-tiba terinterupsi begitu ia kembali mencoba mengingat apa alasan dia mencari Nadia.
"A-anu.. aku udah lupa jadinya..” cengiran Pak Ardi tampak kikuk setelah ia berusaha keras untuk menelusuri ingatannya.

Mengingat lendir yang meleleh di pahanya semakin lama semakin turun..
Nadia melihat ini sebagai kesempatan yang baik untuk kabur dari sana.

"Baiklah kalau begitu. Aku kembali ke mejaku untuk melanjutkan laporanku..” katanya tegas.
Meninggalkan Pak Ardi yang masih termenung berdiri di depan meja Joko..

Nadia melangkahkan kakinya sambil berharap agar cairannya tidak meleleh lebih jauh lagi.
Belum lagi sampai ke mejanya, Nadia mendengar Pak Ardi berseru.. "Ah.. aku ingat sekarang..!"

Nadia berhenti dan menoleh ke Pak Ardi. "Oh, bukan..” jelas Pak Ardi yang menatap Nadia.
"Aku ternyata bukan mencari kamu, Nadia. Aku butuh berkas laporan dari Pak Joko. Hahaha..
Ya, kamu boleh lanjutkan kerjaanmu, Nad..”

Suara kekeh Pak Ardi masih terdengar samar-samar saat Nadia sampai di mejanya.
Nadia lekas-lekas duduk. Lalu dengan gerakan yang tak kentara ia memeriksa pahanya.

Menggunakan tangan kanannya, Nadia meraba paha bagian dalamnya.
Ia tidak mendapati cairan apa-apa. Aneh.. pikirnya.. Aku kira sudah meleleh ke bawah..

Ia merogoh selangkangannya jauh lebih dalam dan saat ibu jarinya hampir mencapai ke pangkal paha..
barulah ia mendapati lelehannya. Rabaan yang tadinya terasa halus berubah menjadi licin oleh lendir itu.

“Hmmm.. ternyata masih jauh di atas. Mungkin tadi itu semua hanya perasaanku saja..”
Nadia bergumam pada dirinya sendiri.

Setelah makan siang Pak Ardi terus menerus mendatangi Joko..
sehingga sisa hari itu dilewati Nadia tanpa adanya perintah tambahan dari Joko.

Walau demikian sore itu boleh dibilang bukanlah sore yang tenang buat Nadia.
Birahinya sudah terlanjur tersulut dan terus berkobar bahkan sampai waktu jam pulang kantor.

Nadia sudah merelakan celana dalamnya yang masih disimpan Joko.
Ia malah lebih memikirkan untuk berendam air hangat di bathtub malam ini.

Sebenarnya ia merasa enggan mengingat harus melewati dua malam ini tanpa adanya Yusdi.
Terlebih lagi kala ia memikirkan apa yang akan terjadi esok bersama Joko.
Membayangkan dirinya bersetubuh dengan Joko di dalam mobilnya membuat Nadia bergidik.

Nadia menghela nafas dalam-dalam sebelum akhirnya bangkit dari kursi.
Saat merapatkan kursi itu ke meja, ia melihat banyaknya cairan lendir yang membasahi kursi itu.

Dari dalam tasnya ia mengeluarkan tissue untuk menyeka kursinya.
Setelah membuang tissue itu ke tong sampah di dekat mejanya..
Nadia berjalan meninggalkan ruangan menuju ke tempat parkir.

Berjalan tanpa mengenakan celana dalam memberi Nadia sensasi tersendiri.
Terlebih lagi cairan cinta yang meleleh keluar itu membuat gesekan-gesekan dinding vaginanya terasa licin dan sexy.

Nadia menggigit bibir bawahnya untuk meredam birahi yang masih saja bergejolak.
Ah.. persetan dengan Joko..! Nadia menepis bayangan Joko mencumbu dirinya di dalam mobilnya.

Malam ini aku mau menikmati berendam air hangat dengan tenang..! Batinnya.
Nadia memandang ke sekeliling ruangan kantor. Tidak ada siapa-siapa. Ia memang sengaja datang lebih awal pagi itu.

Ia ingin memulai harinya dengan lebih tenang. Ia merasa lebih lega Joko belum muncul di kantor.
Nadia sungguh malas untuk bertemu dengan Joko.

Sejak kejadian awal itu –baca: bagian 3..– masuk kantor menjadi hal yang menyiksa bagi Nadia.
Kemeja pink ketat lengan pendek yang ia kenakan memberi kesan chic..
dipadukan dengan rok span berwarna hitam kemerahan.

Hari itu penampilan Nadia terlihat berbeda.. dibandingkan dengan kaos berkerah dan celana jins..
yang biasa ia kenakan pada hari Jumat. –Pada hari Jumat pegawai diperbolehkan untuk berpakaian lebih santai..–

Walau enggan untuk memasuki hari Jumat ini.. Nadia sebenarnya sudah mempersiapkan semuanya secara khusus.
Ia sengaja memilih setelan baju dan rok yang mudah untuk ditanggalkan.

Barang-barang yang berserakan di jok belakang mobilnya pun sudah ia singkirkan pagi tadi.
Dua paket kondom juga sudah ia masukkan ke dalam tasnya.
Ia bahkan menghabiskan waktu ekstra untuk membersihkan area kemaluannya.

Pagi itu Nadia memarkir mobilnya di lokasi yang telah dijabarkan oleh Joko kemarin.
Selama bekerja di kantor ini, belum pernah sekalipun Nadia menginjakkan kakinya ke sana..

Berhubung tempat parkir utama letaknya lebih dekat walaupun sedikit lebih ramai.
Tidak ada mobil lain di area parkir belakang saat Nadia memarkir mobilnya.

Nadia membuka laci untuk menaruh tasnya.
Hatinya mencelos saat ia mendapati secarik kertas putih terlipat rapi bertengger di dasar laci itu.

Taruh celana dalam dan BeHa kamu di dalam laci saya..
Nadia tau siapa penulis pesan itu walaupun tidak ditulis dengan tulisan tangan.

Setelah membacanya beberapakali.. Nadia meremas kertas itu dan membuangnya.
Ia memutuskan untuk tidak melepaskan BeHa-nya..
karena ia yakin orang-orang dapat melihat puting susunya tercetak pada kemejanya yang ketat.

Saat Nadia menaruh celana dalamnya ke laci Joko.. hatinya bersyukur ia datang lebih pagi..
Sehingga tidak ada seorangpun di sekitarnya. Lalu Nadia bergegas kembali ke mejanya.

Sulit bagi Nadia untuk mengusir Joko dari benaknya.. terutama sejak kejadian kemarin pagi.
Nadia menyalakan layar monitornya untuk memulai aktivitas rutinnya: Memeriksa email.

Larutnya Nadia dalam kesibukan membaca dan membalas email-email membuatnya mulai melupakan Joko.
Limabelas menit berlalu tanpa ada seorangpun yang masuk ke ruangan besar kantor itu.
Setelah itu satu per satu mulai datang mengisi meja-meja kosong di ruangan itu.

Pukul 10 pagi Nadia melirik ke arah meja Joko. Meja itu masih kosong, tidak ada tanda-tanda Joko sudah datang.
Hatinya sangat berharap Joko tidak masuk kerja hari itu.

Namun menjelang makan siang harapannya pupus begitu Nadia melihat email dari Joko masuk ke inbox-nya.
Saya tunggu di mobilmu..

Nadia cepat-cepat menekan tombol Del untuk menghapus email itu.
Selama beberapa menit pikirannya kosong setelah membaca email tersebut.

Menghadapi kenyataan bahwa sebentar lagi harus melayani Joko selayaknya suaminya sendiri..
Nadia merasa hatinya seperti terhempas dari gedung lantai 34.. telapak tangannya terasa seperti es.
Tenggorokannya kering.. otot lehernya terasa kencang.

Nadia memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam.
Sambil mengembuskan nafas keluar lewat mulutnya Nadia membatin.. Ayo, tenang. Semuanya akan segera berlalu..

Pelan-pelan Nadia membuka matanya. Ia melirik ke jam di komputernya. 11:48 AM.
Setelah sekali lagi memberi dirinya sugesti, Nadia akhirnya bangkit berdiri..
menggaet tasnya lalu meninggalkan ruangan itu menuju area parkir belakang.

Perjalanan ke area parkir belakang terasa sangat jauh buat Nadia saat itu.
Ia merasa semua mata menyorotnya dengan pandangan menghakimi.
Perempuan jalang..! Pelacur..! Cewe murahan..!

Nadia tidak berani menatap ke depan..
alih-alih ia memandangi langkah kakinya yang membawanya semakin mendekat ke tempat tujuan.

Dari kejauhan Nadia dapat melihat mobilnya namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Joko.
Dan benar saja seperti yang Joko katakan.. Nadia hanya melihat 3 mobil lainnya di area parkir itu.

Baru setelah hampir sepelemparan batu dari mobilnya..
Nadia dapat melihat bayang-bayang Joko yang sedang bersandar di belakang.
Nadia menekan tombol remote untuk membuka kunci mobilnya.

Joko terlonjak mendengar suara alarm mobil bercericip.
Nadia terus melangkahkan kakinya ke bagian belakang mobil untuk menemui Joko.

Namun Joko sudah menghampirinya sebelum ia sampai..
menarik tangannya dan setengah paksa menyeretnya masuk ke kursi belakang.

"Ayo cepat masuk..!" Suara Joko terdengar kasar dan marah.
"B-baik, Pak..” Nadia tidak memprotes secara ia ingin segera menuntaskan semua ini.

Joko mendorong Nadia masuk terlebih dahulu.
Setelah Nadia dan Joko menempati posisi duduknya masing-masing..
Joko menarik lengan Nadia agar Nadia menghadap ke arahnya.

Dengan tangannya yang lain.. yang ia letakkan di belakang leher Nadia..
Joko menarik wajah Nadia mendekat wajahnya.
Joko langsung memagut bibir Nadia. Nadia sama sekali tidak menyangka Joko memulai aksinya secepat itu.

Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka berdua.
Yang ada hanyalah erangan Joko yang melumat bibir Nadia seperti orang yang tidak makan berhari-hari.

Tanpa menunda-nunda waktu, tangan Joko mulai menggerayangi dada Nadia.
"Heh..!? Kok kamu tidak lepas BeHa..!?” Joko melepas ciumannya. Ujung alisnya naik.

Nadia tidak berani menatap wajah Joko saat ia hendak menjawab pertanyaannya. "Aku..!”
"Ah, persetan..! Sudah, nggak usah banyak ngomong..!"

Dengan kasar tangannya membuka paksa kemeja Nadia.. sehingga kancing-kancing bajunya berlompatan putus.
"Aih..! Stop..! Jangan begitu dong, Pak..!" Nadia berusaha protes.

"Diam..!" Joko mencengkram kerah baju Nadia dan menariknya..
sehingga wajah mereka berdua hanya terpaut beberapa sentimeter. "Kalau kamu buka mulut lagi..!”

Nadia mengatupkan bibirnya ke bibir Joko sebelum Joko sempat menyelesaikan kalimatnya.
Ia melumat bibir Joko dalam-dalam.. sambil membuka sisa kancing bajunya..

Lalu melepaskan bra yang ia kenakan secepat mungkin.
Ia tak ingin Joko membawa kerusakan lebih banyak lagi pada pakaiannya.
Terlihat Joko menanggapi ciuman Nadia secara positif.

Lalu Nadia menggiring tangan Joko menyentuh payudaranya, berharap kemarahan Joko mereda.
Setelah tangannya meremas payudara kenyal itu, Joko melepaskan dirinya dari ciuman Nadia.

"Lain kali jangan sekali-sekali langgar perintah saya..!" Kata Joko dengan wajah serius.
Cepat-cepat Nadia menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

Nadia dapat merasakan ada hal lain yang membuat Joko marah.. dan kini ia menjadi tumbal pelampiasan amarahnya.
Nadia tak ingin memperburuk keadaan..
sehingga ia membatalkan niatnya untuk menjelaskan alasannya tidak menanggalkan bra.

Joko meremas dengan kasar buah dada montok Nadia.
Mulutnya melahap puting susu yang sudah mengeras itu dengan beringas.

Nadia sadar amarah Joko belum reda..
dan setidaknya ia merasa yakin bahwa dirinya bukan penyebab kemarahan Joko.

Tidak berlama-lama menggarap payudara Nadia.. Joko pun segera membuka sabuk dan celananya.
Gerakan tangannya yang terburu-buru malah memperlambat proses pelepasan burung dari sangkarnya.

Nadia diam terpaku menatap batang kejantanan Joko yang akhirnya keluar.
Tatapannya kosong tak menunjukkan perasaan apa-apa.

Ini bukan pertamakalinya Nadia melihat batang penis Joko.
Akan tetapi ini pertamakalinya Nadia merasa tak berdaya di hadapan Joko..
dengan penisnya yang mengacung dengan bangga.

Nadia sudah pasrah terhadap apa yang akan terjadi pada dirinya.
Saat ini ia hanya ingin semuanya segera berlalu.

Nadia melihat penis Joko tidaklah terlalu berbeda dengan penis suaminya dalam hal ukurannya.
Namun penis Joko mempunyai kesan kokoh.. sangar, dan bertenaga.

Warna penis Joko jauh lebih gelap dibanding milik Yusdi. Kepala penisnya pun lebih bulat.
Sedangkan kepala penis Yusdi agak pipih.

Tanpa menunggu lebih lama lagi.. Joko memutar dan mendorong pundak Nadia..
sehingga wajahnya menghadap ke sisi mobil yang sama.

Lalu dengan kasar Joko mengangkat pinggul Nadia..
hingga memaksa Nadia bertumpu pada kedua lutut dan kedua tangannya.
Ya, Joko akan melakukannya dengan doggy-style.

Seks dengan gaya doggy-style merupakan salahsatu gaya yang menunjukkan dominasi..
Yang berarti membuat si penerima –pihak wanita..– dapat merasa takluk di bawah kuasa si pelaku –pihak pria..– .

Dengan seks gaya ini banyak wanita merasakan sensasi yang 'lebih penuh' di liang kewanitaannya..
karena posisi ini memungkinkan penetrasi yang sangat mendalam.

Tangan pria pun mendapat akses yang lebih banyak.. seperti meremas dan menggerayangi payudara pasangannya.
Merangsang klitoris, dan meremas atau menampar bulatan pantat si wanita, dan lain-lain.

Walau gaya seks doggy-style terasa kurang romantis.. karena tatap mata sulit untuk dilakukan..
pada kenyataannya banyak perempuan yang sangat menikmatinya.

Karena melalui gaya ini mereka dapat dibawa ke puncak orgasme secara total:
Melalui rangsang vaginal, rangsang pantat, rangsang payudara, rangsang klitoris dan rangsang G-Spot.

Joko menyingkapkan rok span Nadia naik ke punggung pantatnya.
Senyum kecil tersungging dari mulut Joko..
begitu ia mendapati Nadia menuruti perintahnya untuk menanggalkan celana dalamnya.

Slebb.. Jlebbb.!! Dengan satu hujaman kuat Joko mengamblaskan batang kejantanannya..
ke dalam liang kewanitaan Nadia yang belum terlalu basah itu.

"Aaaahhhhh..!!!!" Nadia berteriak sejadi-jadinya.. saat ia merasakan vaginanya seakan disobek-sobek.
Matanya yang terpejam erat-erat itu pun meneteskan air mata.

"STOOOP..!" Nadia berusaha menarik tubuhnya maju menjauh dari serangan Joko.
Ia menoleh ke belakang dan mendapati tidak adanya niat Joko untuk menghentikan gempurannya.
Kedua tangan Joko mengunci pinggul Nadia.. sehingga Nadia tidak dapat mengelak kemana-mana.

Joko menarik batang penisnya namun tidak sampai keluar sepenuhnya..
lalu menghempaskannya kembali dengan kuat dan cepat ke dalam vagina Nadia.

"Aaaaaaww..!!" Jeritan Nadia kembali memekakkan telinga mereka berdua.
Joko sama sekali tidak menggubris protes yang Nadia lontarkan..
alih-alih ia terus menggenjot pinggul Nadia tanpa mengurangi intensitas dan kecepatannya.

Nadia hampir yakin lelehan yang merembes keluar dari kemaluannya adalah darah segar akibat hantaman penis Joko.
Namun tidaklah demikian adanya. Tidak ada darah yang keluar..

Melainkan cairan pelumas yang mengalir dengan deras melumuri dinding vaginanya.
Tak henti-hentinya Nadia berteriak kesakitan.. seakan berharap teriakan-teriakannya dapat mengurangi rasa sakitnya.

Setelah lebih dari 5 menit terus-menerus dihujami genjotan kuat itu.. Nadia mau tidak mau harus menerima kenyataan..
Bahwa rasa sakitnya sedikit demi sedikit mulai hilang, digantikan oleh gejolak birahi.

Teriakan-teriakannya sudah tidak lagi terdengar.
Yang ada hanya erang dan sengal embusan nafas kencang dari mulutnya..
Setiapkali Joko membenamkan batangnya ke dasar liang sanggamanya.

Satu telapak tangannya harus ia sanggakan pada kaca jendela mobil di hadapannya..
untuk menahan hentakan-hentakan tubuhnya.

Pipinya masih basah oleh air matanya saat desahan panjang.. tanpa ia sadari, keluar dari mulutnya.
Desahannya ini merupakan reaksi bawah sadar tubuhnya saat gesekan penis Joko pada dinding vaginanya..
membawa birahinya ke tingkat yang sangat mengkhawatirkan Nadia.

Nadia bahkan tidak sempat untuk mengumpat dalam hati atas birahinya yang muncul di luar keinginannya itu.
Ia bak dililit ular birahi secara perlahan.
Saat tersadar atas lilitan ular itu, ia sudah tidak sempat berpikir apa-apa lagi selain pasrah 'tersiksa' oleh lilitan maut itu.

Walaupun berhubungan seks tidak membuatnya menderita..
sejak dulu Nadia tidak pernah merasakan kenikmatan bersetubuh dengan suaminya.
Dengan alasan itulah Yusdi menanam alat canggih Sex-Force® di tubuh Nadia.

Nadia sama sekali tidak curiga mengapa ia jadi sering diterpa gelombang nafsu seks di saat-saat yang tidak terduga.
Ia bahkan akhirnya dapat merasakan orgasme untuk pertamakali dalam hidupnya.

Oleh karena orgasme tidak pernah masuk dalam kamus hidupnya.. Nadia tidak pernah antusias dalam urusan seks.
Namun sejak merasakan kenikmatan orgasme.. minat Nadia dalam urusan syahwat ini mulai tergelitik.

Mendengar erangan erotis itu.. Joko semakin gencar melancarkan serangannya.
Keringatnya bercucuran menetes di punggung Nadia.
Ia tak mengurangi intensitas genjotannya walaupun dirinya sudah mulai lelah.

Lalu Nadia mendengar Joko mulai mengerang-erang seirama dengan hentakan pinggulnya.
Semakin lama erangan Joko terdengar semakin kuat. Dia sudah hampir klimaks..!! Jerit Nadia dalam hati.

Mata Nadia langsung melebar begitu ia teringat.. "KONDOM..! Pak, stop..! Kondomnya ada di dalam tasku..!"
Crot.. Crot.. Crot..!! "Aaaahhhhhh..!!” Joko keras-keras mengerang penuh kelegaan.

Nadia berusaha untuk mengibas-ngibaskan pinggulnya supaya penis Joko lepas dari vaginanya.
Namun tangan Joko masih mengunci pinggul Nadia kuat-kuat.

Ia ingin memastikan Nadia merasakan gumpalan-gumpalan spermanya..
yang kental dan hangat itu menghantam-hantam dinding vaginanya.

Nadia masih dalam posisi menungging saat tubuh Joko tergolek menindih punggungnya.
Pikiran Nadia kosong.
Ia membiarkan dirinya merasakan penis Joko perlahan-lahan melembek di dalam kemaluannya.

Nadia menutup matanya.
Dadanya kembang kempis mengikuti deru nafasnya yang berangsur-angsur mereda.

Joko akhirnya bangkit lalu memakai celananya. Ia terlihat agak tergesa-gesa untuk meninggalkan tempat itu.
Sambil mengenakan ban pinggangnya, Joko menatap wajah Nadia.

Sulit buat Joko untuk menebak apa yang ada di pikiran Nadia dari raut wajahnya.
Raut wajahnya merupakan perpaduan antara lega, lelah, dan puas.

Setelah sekali lagi memastikan celana dan sabuknya terkancing, Joko membuka pintu mobil.
"Saya harus segera kembali ke tempat si keparat Ardi. Kita lanjutkan permainan kita hari Senin besok..”
Nadia setengah mengacuhkan kata-katanya. Ia masih tenggelam dalam kepasrahannya pada keadaan.

Sosok Joko sudah menghilang masuk ke dalam gedung saat Nadia akhirnya bangkit dan mulai membereskan pakaiannya.
Ia mengambil tissue untuk mengelap lelehan sperma Joko yang mengalir keluar dari kemaluannya.

Aneh.. Tidak banyak yang meleleh keluar. Padahal tadi terasa begitu banyaknya yang dia semburkan di dalam..
Nadia mencampakkan tissue itu ke keranjang sampah.

Hampir semua kancing-kancing di kemeja yang ia kenakan putus oleh Joko tadi.
Nadia mengambil jaket kain berwarna biru gelap yang memang selalu ia siapkan di mobil untuk keperluan darurat.
Jaket itu dikenakannya di atas kemejanya, lalu ia menarik ritsleting jaket itu untuk menutupi dadanya.

Sepanjang perjalanannya kembali menuju gedung kantor..
Nadia terus merasakan sperma Joko masih mengalir keluar dari kemaluannya.
Kondisinya yang tidak mengenakan celana dalam sama sekali tidak membantunya dalam situasi ini.

Nadia harus mengurungkan niatnya untuk berhenti dan memeriksa lelehan sperma di pahanya..
karena ia tidak ingin perbuatannya itu malah menarik perhatian orang-orang.

Sesampainya di dalam gedung, Nadia segera masuk ke WC.
Benar saja sperma itu sudah meleleh turun ke pahanya.
Ia menyeka lelehan itu dengan tissue lalu mencuci kemaluannya dengan air dan sabun.

"Kenapa kamu bisa sampai lupa memakai kondom..!? Gobl*k..! Sia-sia saja kondom yang telah kau siapkan..!
Apa jadinya kalau si Joko itu berpenyakit..? Bagaimana kalau kamu hamil..!?” Maki Nadia kepada dirinya sendiri.

TERPAKSA END
-------------------------------------------------------------ooOoo-----------------------------------------------------------

End Cerita 110.. :Peace:

Mohon mangap kalo 'terasa' sangat ngegantung.
Coz.. cuma segitu nyang sempat Nubi dapet + saving.

Sampai Jumpa di Lain Cerita.. adios.. :ciao:
 
-------------------------------------------------------ooOoo--------------------------------------------------

Cerita 111 – Istri Bosku yang Aduhai

Mbak Titis

Kenalkan.. namaku Dimas.
Aku tinggal di kota jogja. Ceritaku ini terjadi pada tahun 2001.
Pada waktu itu aku masih kuliah di sebuah PTN terkenal di jogja.
Aku ambil cuti kuliah untuk bekerja di sebuah radio swasta yang baru berdiri.

Waktu itu aku bekerja sebagai kru produksi.
Pekerjaannya sangat sederhana yaitu merekam lagu, membuat iklan radio..
Dan mempersiapkan segala hal yang sifatnya off-air.

Pemilik radio itu namanya Bapak Damian. Dia mempunyai istri yang sangat cantik.
Aku biasa menyebutnya dengan Ibu Titis. Ibu Titis tingginya kira-kira 170cm, bahkan lebih tinggi dari suaminya.

Ibu Titis bekerja di sebuah perusahaan swasta di Yogja.
Sejak pertamakali masuk kerja di radio itu, aku udah kepincut dengan Ibu Titis.
Ibu Titis ini berparas sangat cantik, mungkin sensual. Tinggi kira-kira 170cm, berat 50kg.

Payudaranya tidak besar.. malah sama sekali tidak besar. Sungguh.
Akan tetapi.. justru payudaranya yang kecil itu yang membuatku sangat penasaran.
Aku selalu terobsesi dengan payudara yang kecil.

Ibu Titis suka memakai pakaian yang seksi.
Baju-bajunya selalu tanpa lengan dan sering memakai rok yang sedikit di atas lutut.

Pernah suatu ketika, aku sedang santai di kantor karena tidak ada order pembuatan iklan.
Aku hanya duduk di balik meja marketing. Ibu Titis baru pulang dari kantornya.

Aku perhatikan beliau turun dari mobil dan ketika melintas di dekatku
“Selamat siang, Bu. Jam segini kok udah pulang Bu..?” Sapaku.

Ibu Titis tersenyum. “Iya Mas. Ini mau nganter Bapak ke Bandara.”
Aku seketika merasa senang. Terus terang, aku ga suka ama bosku. Bawaannya cerewet mulu.
Tapi aku mencoba bersikap biasa aja.

“Oh, rapat lagi ya bu di Jakarta..?” Tanyaku asal-asalan.
“Iya, Mas. Mau nyelesein urusan frekuensi katanya..”
Ibu Titis menjawab sambil berlalu dengan meninggalkan senyum yang sangat manis.

Tak berapa lama.. Pak Damian dan Ibu Titis keluar dari rumah membawa beberapa koper.
“Mas, nanti malam jangan lupa matiin pemancarnya ya..” pesan Pak Damian padaku.
“Siap Pak..” jawabku sambil berlagak kayak prajurit.
“Hati-hati pak..” sambungku lagi.

Setelah beliau berdua pergi, aku masuk lagi ke ruang operator untuk ngecek properti.
Iseng aja si benernya. Abis di kantor lagi sepi. Marketingnya pada keluar semua.
Yang ada cuma 1 penyiar yang lagi bertugas, ama aku doang. Abis itu aku duduk lagi di meja marketing.

Selang 1 jam, Ibu Titis udah nyampe lagi di studio. Waktu ngliat, Ibu Titis cantik sekali.
Bajunya merah berkerah agak rendah dan memakai kulot. Aku langsung kesengsem abis.

Ibu Titis ga langsung masuk ke rumah tapi mampir dulu ke studio.
Melihatku duduk Ibu Titis bertanya apakah semua order iklan sudah selesai. Aku jawab aja udah.

Kupikir abis nanyain Ibu Titis langsung masuk ke rumah eh ternyata malah nyamperin ke mejaku.
Pas nyampe di depanku, Ibu Titis meletakkan sikunya di meja dan meraih majalah yang ada.

Posisi tubuhnya membungkuk di depanku. Seketika gaunnya terbuka..
sehingga aku dengan jelas melihat payudaranya yang kecil terpampang di depan mataku.

Ya ampun.. ternyata ada juga payudaranya. Tanpa ba bi bu, penisku langsung berdiri.
Pemandangan ini yang selalu kutunggu.
Payudaranya masih tertutup beha putih tapi itu sudah cukup untuk membangkitkan penisku.

“Marketingnya lagi keluar semua, Mas..?” Jderr..!! Aku kaget bukan main mendengar pertanyaan itu.
Bukan karena pertanyaannya..
tapi karena aku baru sadar kalo aku baru terbengong-bengong menyaksikan payudara istri bosku.

Dan aku tau banget kalo Ibu Titis tau apa yang barusan aku lakukan. Aku malu setengah mati.
Mukaku langsung terasa panas. “Iya, Bu..” jawabku cepat sambil mengalihkan pandanganku.

“Nanti, Pak Min ijin ga masuk. Mas Dimas tolong bantuin beres-beres ruang siaran ya..!?”
Katanya sambil menegakkan tubuh dan berjalan menuju pintu.

Aduh.. Pak Min nih ijin melulu deh.. umpatku dalam hati.
Pak Min itu orang yang dipekerjakan untuk membereskan kantor, semacam OB gitu.

“Iya, Bu” jawabku lagi.
"Ya, udah. Ibu masuk dulu ya..” katanya lagi sambil berlalu dengan tetap memberikan senyum.

Kali ini aku benar-benar deg-degan. Takut kalau-kalau Ibu Titis berpikir untuk mendepakku dari perusahaan.
Sekali dilaporin ke suaminya, habislah aku. Ah biarin ajalah. Kalo emang dipecat ya tidur aja di kost. Hehehe..
Yang lebih memenuhi kepalaku justru payudara Ibu Titis yang tadi kulihat.

Sumpah.. indah banget. Ingin sekali aku menelanjangi Ibu Titis dan mengulum puting payudaranya.
Aku membayangkan apa kira-kira warna puting payudaranya.
Ahh.. Memikirkannya aja aku udah ngaceng gini.
-------ooOoo-------

Singkat cerita.. malamnya aku lagi-lagi harus lembur nungguin penyiar terakhir kelar. Gara-gara Pak Min nih.
Bete juga nungguin ampe tengah malem kalo ga ngapa-ngapain.

Aku masuk lagi ke ruang produksi. Masang headphone di telingaku. Aku puter aja musik tahun 80an.
Lumayanlah, musiknya agak melow-melow gitu jadinya asik di dengerin sambil ngantuk.

Kulirik jam tanganku, masih jam 11. Huh.. masih 2 jam lagi. Lagu-lagu yang kuputar membuatku terbuai.
Entah kenapa.. bayangan payudara Ibu Titis tiba-tiba nyantol lagi di kepalaku.

Tanpa bisa kutahan, senjataku segera mengacung memenuhi celanaku. Dudukku menjadi tidak tenang.
Hmm..!! Kuelus pelan senjataku yang masih terbalut celanaku. Kuperhatikan sejenak situasi sekitarku.

Lampu di ruanganku sudah sejak tadi kumatikan.. sehingga tidak ada yang tau kalo aku masih ada di situ.
Kualihkan pandanganku ke ruang siaran. Mbak Rani, penyiar terakhir hari ini, masih bercuap-cuap aja di depan miknya.

Aman.. pikirku. Kubuka ritsleting celanaku dan segera kuturunkan sedikit celanaku.
Otomatis senjataku yang dari tadi tersekap di dalam mengacung dengan gagahnya.

Kukocok-kocok pelan penisku sambil membayangkan payudara kecil Ibu Titis. Indah banget.
Pengen rasanya menyentuh, meremas, mengulum putingnya.

Beberapa lama aku terpejam sambil tanganku tetap mengocok penisku pelan.
Aku bayangkan ibu Titis dengan rambutnya yang sebahu, bibirnya yang selalu merah.

Aku ingin sekali bibir itu mengulum penis.
Sesekali aku mendesah sambil menyebut Ibu Titis. “Akhh.. Ibu Titis..”

Tiba-tiba di penisku ada benda lain yang menempel. Dan ketika kubuka mataku.. wuaduhh..!!
Kaget setengah mati, aku. Karena ada tangan lain yang menyentuh penisku.

Dan lebih kaget lagi karena itu adalah tangan Ibu Titis yang sedang berjongkok di samping kursi yang aku duduki.
Spontan aku segera melepas tanganku dan mencoba menarik celanaku.

Tapi tangan ibu Titis yang satunya menahanku.
“Dimas, biarian aja. Ibu juga pengen megang kok..” katanya sambil tersenyum.

“Ma.. maaf bu..” kataku terbata sambil tetep berusaha menarik celanaku.
“Dimas, biarin aja..” kata Bu Titis lagi.

“Sekarang mas Dimas tetep duduk aja dan jawab pertanyaan ibu..!” Perintahnya..
sambil tetep tangan kanannya menggenggam penisku.
Kagetku berangsur pulih.. aku mengangguk sambil berusaha menenangkan diri.

Ibu Titis menggeser tubuhnya.. dan sekarang sudah berada tepat di depanku dalam posisi jongkok..
dengan tangannya tidak lepas dari penisku.
Uhhhh..!! Aku merasakan nikmat yang luar biasa ketika tangannya dengan halus meremas penisku.

“Menurut kamu, ibu cantik ga..?” Tanya ibu Titis dengan menatap mataku.
Aku bengong sesaat, tapi segera menganggukkan kepalaku. “Ibu cantik..” jawabku pendek.

Mendengar jawabanku ibu Titis tersenyum kecil sambil memutar tangannya di penis.
Ahh.. Sumpah.. rasanya luar biasa..!!

“Mas Dimas juga ganteng..” kata ibu Titis tapi kini tidak memandangku lagi. Matanya justru melihat ke penisku.
Aku berusaha sepenuhnya menguasai diriku.

Tiba-tiba lidahnya menjulur dan menjilat bagian belakang penisku dari pangkal sampai ke ujung.
Oughh.. Jilatannya menimbulkan sensasi yang luar biasa yang membuatku meregang menahan kenikmatan.

“Dan, jangan panggil ibu lagi.. kecuali di depan bapak sama karyawan yang lain.
Panggil aja Mbak. Ngerti..!?” Sambungnya lagi.
“I..iya bu.. Mbak..” jawabku pendek.

Entah kenapa perasaan senang menyelimutiku. Dia adalah istri bosku. Gila neh..!
Dan lagi-lagi Mbak Titis menjilat penisku pelan. Aku hanya diam saja menikmati sensasinya.

Mbak Titis kemudian memasukkan penisku lama ke dalam mulutnya.
Lama sekali ditahan di dalam mulutnya sebelum Mbak Titis menaikturunkan mulutnya.
Aku diam saja karena tidak tau harus ngomong apa.

Mbak Titis pun masih asik dengan penisku di mulutnya.
Sesekali bibirnya turun ke pelirku dan mengisap dengan kuat. Mimpiku jadi kenyataan.

Kulirik arlojiku, udah jam 24.40. Artinya 20 menit udah mau selesai siarannya. Aku agak panik karenanya.
Tapi kenikmatan di penisku mengubur habis kepanikanku. Mbak Titis masih terus mengisap penisku.

Dan tangan kanan kirinya sekarang menyusup di balik kemejaku, mengusap halus putingku.
Segera saja aku melenguh keenakan.
Aku tidak terlalu khawatir dengan suaraku karena ruang produksi di desain kedap suara.

Perlahan aku mulai berani untuk bereaksi.
Aku ulurkan tanganku untuk meraih kepalanya mencoba membelai rambutnya. Tapi ditepisnya tanganku.

Akhirnya aku diam saja membiarkan Mbak Titis bermain dengan penisku.
Payudaranya yang kecil menggesek pelan di kedua lututku.

Semakin lama Mbak Titis semakin cepat naik turun di penisku.
Dan aku merasa ada sesuatu yang mau keluar. Kedua tanganku mencengkeram pegangan kursi.

“Mbak.. Sshh.. Sshh.. Mau kkeluar Mbak..” kataku setengah mendesis.
Mbak Titis terus saja mengisap penisku.

Sampai suatu saat aku tidak dapat lagi menahan dan muncratlah air maniku.
Crooottt.. crooottt .. "Ssshhh.. ahhhh..!!" Pantatku sampai terangkat dr kursi karena kenikmatan.

Banyak sekali mani yang kukeluarkan. Emang udah lama gak kukeluarin sih..
Sekalinya keluar di mulutnya Mbak Titis. Gimana ga banyak coba..?

Kulihat Mbak Titis masih tetap mengulum penisku dan mengisap semua mani yang kukeluarkan.
“Oh Mbak.. Enak banget..” desisku lagi. Mbak Titis menjilati penisku sampai bersih. Rasanya geli banget.

Setelah bersih, Mbak Titis berdiri dan melepas headphoneku.
“Nanti kalo dah selesai beres-beres.. jangan lupa taro kuncinya di rumah ya..” bisiknya.
Aku hanya mengangguk pelan belum pulih dari kenikmatanku.

Setelah Mbak Titis keluar dari ruanganku aku segera membereskan celanaku.
Tanpa sempat mikir aku segera membereskan ruangan..
kemudian berjalan menuju ruang siar.. karena Rani pun sudah selesai siaran.

“Halo Mas.. loh mukanya kok merah gitu..?” Sapa Rani sambil membereskan form request di meja.
“Hehehe.. panas banget nih.. AC ruang produksi lagi macet..” jawabku sambil pura-pura membereskan mik.
Padahal aku grogi setengah mati takut ketauan boongnya.

“Oh.. Ya udah Mas. Aku balik dulu ya..” kata Rani.
“Iya deh. Ati-ati ya..” sahutku cepat.. berharap Rani segera pulang.

Setelah mematikan semua komputer dan lampu.. segera kukunci semua ruangan.
Setelah itu aku naik ke lantai 2.. untuk mematikan pemancar dan menyerahkan kunci studio.

Ketika akan menyerahkan kunci studio..
aku baru ingat kalo yang akan menerima kunci nanti adalah ibu Titis alias Mbak Titis. Karuan aja aku jadi deg-degan..

“Gerbang depan udah di kunci, Mas..?” Sebuah suara membuyarkan lamunanku.
“Belum Mbak..!” Jawabku setengah berteriak. Celingukan aku mencari sumber suara.
Rupanya Mbak Titis sudah tau kehadiranku. “Dikunci dulu, trus ntar kuncinya bawa ke sini ya, Mas..!”

Sesaat aku bingung sambil berjalan turun menuju pintu gerbang. Pikiran kotor menyerbu otakku.
Siapa tau Mbak Titis minta ditemenin. Wah.. pucuk dicinta ulam pun tiba neehhh..!!

Bergegas aku mengunci pintu gerbang dan naik lagi menyerahkan kunci.
Sesampai di dalam rumah aku tidak menemukan siapa pun. Di mana Mbak Titis..? Pikirku.

Kulangkahkan kakiku ke ruang tengah. Kosong juga. Wah.. di mana nih..?
Perlahan aku berjalan ke dapur sambil berharap cemas. Kalo udah pada tidur ya aku pulang aja.

Sampai aku dikejutkan oleh sepasang tangan yang melingkar di pinggangku dari belakang.
“Malam ini temenin Mbak ya..” terdengar bisikan di telingaku.

Tanpa basa-basi aku segera memutar tubuhku..
dan di depanku telah berdiri Mbak Titis dengan paras yang sangat cantik. Wajah Mbak Titis persis di depanku.

Hidungku nyaris bersentuhan dengan hidung Mbak Titis.
Terasa hangat di wajahku ketika Mbak Titis mengembuskan nafas. Aku benar-benar dibuat terpesona.

Mbak Titis sudah berganti pakaian dengan kimono warna pink. Matanya sayu menatapku.
Entah keberanian dari mana yang mendorong wajahku.. sehingga bibirku mengecup lembut bibir Mbak Titis.

Tidak ada perlawanan dari Mbak Titis. Bibirku terus bermain di bibir Mbak Titis beberapa lama.
Kurasakan tangan Mbak Titis meremas lembut kemejaku.

Aku mencoba melingkarkan tanganku di punggung Mbak Titis.
Kuusap perlahan punggungnya sambil terus memainkan bibirku.

Lidahku mulai menerobos masuk ke dalam mulut Mbak Titis. Bibir Mbak Titis lembut sekali..
dan juga wangi dan itu membuatku semakin bernapsu.

Lidahku semakin liar bermain. Kuciumi lagi bibirnya, hidungnya, matanya, keningnya, pipinya, dagunya.
Dan semuanya terasa lembut. Napas Mbak Titis semakin memburu.

Tanganku bergerak ke bawah mencari-cari tali kimono. Setelah ketemu.. kuloloskan talinya pelan.
Ketika berhasil kulepaskan.. kimono tersebut merosot sedikit menjuntai ke lantai.

Kumundurkan tubuhku dan nampaklah pemandangan sangat indah yang sering kubayangkan selama ini.
Mbak sudah tidak memakai bra dan cd. Payudara yang selama ini hanya ada dalam imajinasiku..
kini terpampang jelas di hadapanku.

Tampak puting yang kecil berwarna coklat dan merah muda pada ujungnya.
Bener-bener sesuai ama yang kuharapkan. Payudaranya kecil, mungkin ukuran 34a.
Tapi aku suka banget ama yang segitu.

“Dimas Kenapa berhenti..?” Ucapnya lirih seraya matanya yang sayu memandangku.
Tanpa pikir panjang kuhampiri Mbak Titis dan berlutut di depannya.

Aku membungkuk dan mencium lembut jari kaki sebelah kirinya..
sementara tangan kananku membelai lembut betis kanan Mbak Titis.
Yang kudengar saat itu hanya lenguhan nikmat dari Mbak Titis.

Kudongakkan kepalaku menatap Mbak Titis. Mbak Titis hanya menatapku sayu dengan nafas yang memburu.
Kuarahkan perhatianku lagi ke bawah.

Kuciumi lagi kaki kiri dan kanan berganti sementara tanganku mengusap lembut betisnya.
Mbak Titis terus mendesis sampai suatu saat Mbak Titis hampir terduduk..
karena menahan kenikmatan dari ciuman dan belaian di betisnya.

Aku bangkit dan kusandarkan tubuh Mbak Titis di tembok dapur dengan posisi tubuh berdiri.
Aku berlutut lagi dan kini yang menjadi sasaranku adalah pahanya. Kuciumi pelan paha kanan Mbak Titis.
Tangan kanan Mbak Titis mencengkeram tembok.

Kuciumi terus mulai dr atas lutut sampai mendekati pangkal pahanya.
Tercium aroma yang membuatku semakin mabuk asmara ketika menciumi sekitar pangkal paha.

Mbak Titis berusaha mengatupkan pahanya.. tapi aku menahannya dengan kedua tangan supaya tetap terbuka.
Ciumanku pindah ke paha yang kiri.. sementara tangan kananku bergerak ke atas..

Ya.. ke wilayah perut dan mengusap pelan dengan ujung jariku.
Sontak Mbak Titis semakin mendesis tidak karuan. “Oh.. Mas.. Shh.. shhhh.. aahhhh..”

Ciumanku terus naik mendekati pangkal pahanya.
Dengan gerakan sedikit menyentak kurenggangkan lagi paha Mbak Titis.

"Oughhh..!!" Mbak Titis melenguh panjang menerima perlakuanku yang tiba-tiba.
Kupandangi sejenak gundukan di depanku. Jembutnya lebat sekali dan baunya wangi.

Sambil tetap memegangi kedua lutut Mbak Titis.. kujulurkan hidungku menyapu jembutnya.
Tubuh Mbak Titis bergetar menerima sapuan hidungku.

Tampak samar belahan daging dan kucoba menjilat pelan membelah hutan jembut yang lebat itu.
“Ouhh.. Mas..” tangannya meraih rambutku dan menjambak pelan.

Lidahku terus menjilat mencari-cari daging nikmat. Kurasakan ada cairan menempel di lidahku.
Gurih terasa di mulutku. Mulutku pun mulai mengisap gundukan indah Mbak Titis.

“Ooh.. Sshh.. Sshh.. Mas.. enak banget Mas..hhhhh..” desah Mbak Titis. Desahan itu membuatku semakin ganas.
Penisku sudah tegang dari tadi.. tapi aku masih ingin bermain dengan Mbak Titis.

Isapanku di vagina Mbak Titis semakin liar. Sementara Mbak Titis meliuk-liuk menerima serangan di vaginanya.
“Mas.. Kamu kok pinter banget sih..!?” Kata Mbak Titis manja. Aku hanya tersenyum aja mendengarnya.

Perlahan ciumanku naik ke perut Mbak Titis.
Tidak lama di situ aku berniat untuk langsung menyerbu tetek Mbak Titis.

Aku segera bangkit. Kupandangi sejenak tetek Mbak Titis yang sedari tadi belum kusentuh sama sekali.
Lalu kupandangi wajah Mbak Titis.. titik-titik keringat bermunculan di keningnya.

Kumajukan wajahku ke arah tetek Mbak Titis.. tanpa mengalihkan pandangan dari matanya.
Sampai di tetek yang sebelah kiri.. kukecup pelan putingnya.

"Nghhhh..!!" Mbak Titis mendongakkan wajahnya.. menerima sensasi kecil di putingnya.
Kukulum puting tetek kiri Mbak Titis. Terasa hangat di dalam mulutku. Mbak mulai mendesis lagi.
“Shhhhhh.. hessshhh.. terusin Mas.. terusin.. hhhh..”

Aku semakin gencar mengulum puting tetek Mbak Titis. Sesekali kusedot dengan keras.
“Ahhhhh.!” Mbak Titis berteriak kecil. Aku melirik ke tetek yang sebelah kanan.
Segera kuarahkan bibirku ke puting kanan.

Perlakuanku beda kali ini. Aku menyerbu tetek kanan Mbak Titis dengan sangat liar..
sementara tangan kananku meremas-remas dengan kuat tetek yang kiri.

Menerima perlakuanku yang berubah drastis..
Mbak Titis berteriak keras.. dengan menggoyangkan kepalanya kiri kanan.
Keliaranku itu bertahan selama 10 menitan.. sementara penisku sengaja kugesek-gesekkan ke vagina Mbak Titis.

Mbak Titis terus menerus meracau. Tidak jelas apa yang diucapkan. Aku sudah tidak tahan lagi.
Segera kubalik tubuh Mbak Titis kupaksa untuk menungging.

Mbak Titis lantas menahan tubuhnya dengan tangan di tembok. Kuarahkan penisku ke vagina Mbak Titis.
Slebb..!! Pelan aku coba menerobos liang vagina Mbak Titis. Agak susah juga mencari posisi lubang vagini Mbak Titis.

Slebb.. clebbb..!! Setelah beberapa saat akhirnya penisku sudah berada dalam jepitan vagina Mbak Titis.
“Mbak..hhhh..” aku menahan sebentar penisku. Mbak Titis melenguh panjang.
“Oouhh.. hss.. Mmas..” desahnya sambil memeluk tubuhku.

Slepp.. aku segera menarik penisku pelan sampai tersisa kepalanya dalam vaginanya.
Jlebb..!! Lalu kutusuk lagi dengan gerakan cepat. Mbak Titis lagi-lagi melenguh panjang.
Kulakukan berulangkali sampai 15 menit. Tanpa berganti posisi aku percepat gerakanku.

Tanganku kubiarkan bebas menggantung. Penisku terus kupacu di dalam vagina Mbak Titis.
Sampai suatu ketika tubuh Mbak Titis mengejang hebat..
Hingga Mbak Titis melolong hebat saat merasakan orgasme pertamanya.

Tubuh Mbak Titis masih bergetar beberapa saat.
Aku harus menahan tubuhnya karena seperti mau terjatuh ke lantai.

Sebenarnya aku juga sudah hampir sampai tapi sekuat tenaga aku bertahan.
Aku tidak mau permainan ini cepat selesai.

Kudiamkan sebentar penisku di dalam vagina Mbak Titis..
Dan membiarkan Mbak Titis mengatur napasnya, menikmati orgasmenya.

Beberapa saat kemudian, aku melanjuntukan lagi serbuanku ke vagina Mbak Titis.
Clebb.. clebb.. creb.. crebb. clebb..!! “Oh.. uh.. oh.. uh..” suara Mbak Titis keenakan.

“Mas, enak banget..” tambahnya lagi. Tangan kirinya meraih tangan kiriku dan meletakkannya di teteknya.
Spontan kuremas tetek Mbak Titis.
Sensasi di dua wilayah sensitifnya membuatnya menggelinjang ga karuan.

Sodokanku di vaginanya kupercepat.. sementara remasanku semakin kuat di teteknya.
Akhirnya, aku mengeluarkan senjataku yang terakhir.
Tangan kananku yang bebas kuarahkan ke lubang anusnya.

Kuludahi anusnya dan kuusap keras bagian anus Mbak Titis.
Sekarang 3 bagian sensitifnya habis aku garap. Mbak Titis semakin melolong tidak karuan.

Kepalanya terayun-ayun menambah keseksiannya.
Badannya terus terguncang-guncang menerima sodokan penisku.

Beberapa saat kemudian aku pun mulai kacau.. merasakan sensasi di penisku.
“Mbak.. enak banget Mbak.. ahhh.. aahhh..” cerocosku.
“Hehh.. heh.. uhhh.. terusin Mas. Ahhhh..!!” Desahan mbak Titis kian ramai.

Crepp..!! Jariku mencoba menerobos ke liang anus Mbak Titis.
Aku tidak berani terlalu dalam. Takut menyakiti Mbak Titis.

Penisku masih terus menghunjam di vagina Mbak Titis.
Sampai akhirnya aku merasakan gelombang sangat kuat yang siap menerobos keluar dari penisku.

“Mbak.. Aku dah mo keluar Mbak.. Mphhh..” geramku menahan kenikmatan.
"Iiiiyyaaaa Maasss.. mbak juga..aahhhh.. aaayooo Masss..!!” Erang mbak Titis membalas.

Clebb-crebb-crebb-clekk-clekk-clekk-clebb-clebb-clebb..!! Kupercepat gerakan genjotanku.
Penisku terus menerobos vagina sampai aku tidak kuat lagi menahan gejolakku.

Croot.. croot.. croot.. croot..!! "Ah.. Ah.. Ah..!!" Spermaku muncrat.. menyemprot deras di dalam vaginanya.
Gerakan penisku kuhentikan di dalam vagina Mbak Titis. Dan tubuh Mbak Titis pun bergetar sangat hebat.

Tangan kirinya mencengkeram tangan kiriku yang bermain di teteknya dengan sangat kuat.
“AHHH.. DIMAAASSSSHHHHH..!!” Teriaknya memenuhi ruangan dapur.

Kujatuhkan kepalaku ke punggung Mbak Titis. Kutarik penisku pelan-pelan..
Kemudian kuhujamkan lagi ke dalam vagina Mbak Titis.. tapi dengan gerakan yang sangat pelan.

Kedua tanganku meremas lembut tetek Mbak Titis. Ahhhhh..!! Nikmat banget. Sumpah nikmat banget.
Kuciumi pelan punggung Mbak Titis sementara Mbak Titis masih berguncang-guncang menerima orgasmenya.

Setelah beberapa saat, aku tetap membiarkan penisku bertahan di dalam vagina Mbak Titis.
Lalu, pelan-pelan kutarik penisku. Mbak Titis melenguh merasakan gesekan pelan di liang vaginanya.

“Mbak.. Nikmat banget. Mbak cantik sekali..” bisikku pelan.
“Dimas.. Kamu hebat. Hhh.. mbak nggak ngira kamu mau ama mbak..”

Katanya sambil membalikkan tubuhnya dan kini duduk terkulai lemas di lantai.
Aku tersenyum aja mendengarnya.

“Kapan-kapan, kalo mbak pengen, Dimas mau ya nemenin Mbak lagi..?”
“Mmmmm.. Siap Mbak..! Apa pun buat Mbak..!” Jawabku sambil berkelakar.
-------ooOoo-------

Itu adalah kisah pertamaku dengan Mbak Titis, istri bosku.
Setelah hari itu.. selama empat hari aku nemenin Mbak Titis tiap malam.

Ga jadi nyesel deh, Pak Min banyak izinnya. Izin terus aja Pak Miiinnn..!! Teriakku dalam hati. Hehehe..
Setiap bosku keluar kota aku selalu menemani Mbak Titis dan memberinya kepuasan.

Demikian juga Mbak Titis memberiku pengalaman.. dan sensasi-sensasi baru lainnya. Oughhh..!! E(. )n( .)D
-------------------------------------------------------ooOoo--------------------------------------------------
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd