Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

Bimabet
:beer: .. melaM dooG
eperibadi..

Noh.. di atas Nubi posting Part 5 Cerita 130..
Sialkan dikenyot.. nyott.. :nenen:
 
lanjut lagi bang
 
-------------------------------------------------------ooOoo-------------------------------------------------------

Cerita 130 – Rangsangan Berselingkuh

Part 6

Ketika mereka menyelam
di terumbu karang.. Dende hanya memberikan seluruh perhatiannya pada Mila..
saat menunjukkan indahnya kehidupan bawah laut.
Ternyata Dende dan Mila adalah perenang dan penyelam yang berfisik lebih kuat dibandingkan Aldi.

Awalnya.. mereka bertiga masih beriringan. Seringnya Mila menunggu agar Aldi dapat menyusul.
Namun seiring berjalannya tur tersebut dan pemandangannya bertambah menarik.. mereka mulai terpisah.

Mila dan Dende terus pergi dan bergerak untuk mendapatkan pemandangan bawah laut yang lebih bagus.
Sedangkan Aldi berjuang untuk dapat menyusul mereka. Di perairan yang jernih, Aldi bisa melihat keduanya.

Terkadang Dende akan memegang pinggang Mila untuk memberinya tanda.. terkadang hingga dekat pantat Mila.
Terkadang saat mereka berhenti untuk melihat sesuatu, paha mereka akan saling bersentuhan.

Terkadang tiba-tiba saja Dende berputar.. dan membuat tubuhnya menempel rapat pada tubuh Mila.
Dada kekarnya menekan buah dada Mila.. batang keras di selangkangannya menggesek paha Mila.

Sekitar satu jam kemudian mereka kembali ke permukaan.
Setelah menaruh semua peralatan ke dalam loker.. mereka duduk santai di kursi pantai.

Wajah Mila terlihat merona merah. Mata Aldi melirik buah dada isterinya.
Putingnya terlihat keras dan membekas jelas pada bikini atasnya. Apa Dende telah membuatnya terangsang..?

“So.. apa rencana kalian berikutnya..?” Tanya Dende.
“Oh, belum tau..” jawab Aldi. “Kami belum punya rencana. Mungkin hanya santai-santai saja di pinggir kolam..
lalu cari makan malam..”

“Restoran terbaik di sini adalah Baja Salsa..” ucap Dende meyakinkan.
“Nggak terlalu dipublikasikan, jadi nggak banyak turis yang tau dan makanannya lezat.
Di sana selalu ada live band dan dansa..”

“Kedengarannya menarik. Gimana menurutmu, honey..?”
Mila mengangkat bahu.. tak melihat ke arah Aldi mau pun Dende. Dia terlihat bingung.

“Nggak tau. Aku sedang memikirkan sesuatu yang lebih tenang, mungkin cuma room service saja..”
Lalu dia berdiri. “Ayo, honey, kita balik ke hotel..”
“Baiklah..” jawab Aldi, agak terkejut dengan kekasaran isterinya.

Baru saja dia akan berdiri saat dia melirik ke bikini bawah Mila yang ada di depan matanya.
Hampir saja Aldi menjerit.. karena pada kain tipis tersebut tercetak sebuah camel toe.
Tak diragukan lagi.. isterinya telah terangsang oleh Dende.

Begitu Mila melangkah menuju ke hotel..
Aldi melirik ke arah Dende, yang tersenyum padanya dengan pongah.
Jelas sudah kalau Dende juga melihat camel toe Mila.

Dende berpaling untuk menatap Mila yang berjalan menjuh.
Matanya menatap tajam dari pantat ke paha jenjang Mila.
Sama sekali tak peduli untuk menyembunyikan dari Aldi, akan rasa tertariknya terhadap pengantin barunya.

Jantung Aldi berdebar kencang.
Saat dia berjalan menyusul Mila.. dia betulkan celana renangnya agar ereksinya tak terlihat.
-------ooOoo-------

Beberapa jam kemudian.. Aldi pergi ke resepsionis saat Mila berdandan.
“Aku dan isteriku berencana untuk pergi ke Baja Salsa malam ini. Gimana menurutmu tempat itu..?”

Sang resepsionis, seorang pria paruh baya, menatap Aldi dengan khawatir.
“Tuan, anda dan isteri anda sedang bulan madu, kan..?”

“Benar. Dende, instruktur diving kami, merekomendasikan tempat itu pada kami..”
Sang resepsionis tampak semakin khawatir.

Dia lihat sekeliling untuk memastikan tak ada seorang pun yang mendengar.
“Tolong jangan katakan pada siapa pun kalau saya katakan ini..” bisiknya.

“Dende teman dekat pemiliknya dan dia bisa membuatku dipecat.
Tapi Baja Salsa itu tempat untuk orang yang masih single.. bukan orang yang sudah menikah seperti anda.
Tempatnya sangat liar.. gimana bilangnya ya..? Sebuah tempat ‘pasar daging’.." ujarnya seperti berbisik.

"Dan Dende.. dengarkan saranku, tuan, jaga isteri anda jangan dekat-dekat dengan Dende.
Dia suka .. dia suka dengan isteri orang, wanita yang sudah bersuami, anda paham maksud saya, kan..?”

Aldi mengangguk pelan dan memberi uang tips pada sang resepsionis.
Dengan pelan dia berjalan balik ke kamarnya, jantungnya berdebar kencang.

Begitu dia buka pintu kamar.. dia dapati Mila sedang memberi sentuhan akhir pada rambut dan makeupnya.
“Aku baru saja ngobrol dengan resepsionis..” ucapnya, puluhan kupu-kupu terbang di dalam perutnya.

“Dia juga suka Baja Salsa, dia sangat merekomendasikannya..”
-------ooOoo-------

Antrean masuk ke Baja Salsa sangatlah panjang, tapi itu karena malam ini adalah Ladies’ Night.
–Aldi baru tau kemudian.. ternyata di sana memang selalu ladies’ night–
Jadi mereka diantarkan hingga ke bagian depan antrean.

Puluhan kepala menoleh saat mereka masuk. Mila terlihat begitu menawan.. mengenakan sebuah sundress sederhana.
Dengan bagian atas ditopang dengan spaghetti straps yang tipis dan bagian bawah hanya sampai di pertengahan paha.

Penampilannya disempurnakan dengan sepasang ankle strap high heels membungkus kakinya.
Di balik gaunnya dia pakai strapless bra dan celana dalam sutera berenda.

Mereka dapat sebuah meja dan tiba-tiba saja seorang pria mendatangi mereka dan meminta Mila untuk berdansa.
Beberapa saat setelah dia menolak, ada seorang pria lagi yang mengajak.

“Aku nggak percaya gimana beraninya para pria di sini..” ucapnya pada Aldi seusai dia tolak ajakan pria kedua tadi.
“Maksudku, aku pakai cincin kawin dan kamu ada di sampingku..” Aldi juga merasa terganggu, tapi juga penasaran.
Dia angkat bahu dan setelah mempelajari daftar menu selama beberapa saat, mereka pun memesan makanan.

Lalu, secara berturut-turut, ada dua lagi pria yang mengajak Mila berdansa.
Aldi dan Mila tertawa dengan kekonyolan tersebut.

Kemudian sebelum seorang pria lagi yang datang dan berkata untuk mengajak isterinya berdansa, Aldi tertawa lagi.
“Lebih baik kamu meng-iya-kan saja, honey. Kurasa mereka nggak akan berhenti mengajakmu..
sampai kamu berdansa dengan salahsatu dari mereka..”

Mila juga tertawa dan mengikuti pria tersebut ke lantai dansa.
Aldi menyaksikan mereka berdansa dalam irama lagu yang cepat.

Lalu sebuah lagu bertempo lambat mulai diputar dan pria itu membisikkan sesuatu ke telinga Mila.
Mila gelengkan kepala dan kembali ke mejanya. “Apa yang dia bisikkan..?” Tanya Aldi.
“Dia mengajakku berdansa dengan lagu slow ini, tapi kubilang aku harus kembali ke sampingmu..”

Saat mereka menunggu pesanannya datang.. Aldi dan Mila turun ke lantai dansa saat lagunya berganti..
dengan tempo cepat lagi, disambung dengan sebuah lagu slow berikutnya.

Baru saja mereka duduk kembali di meja mereka, pesanan mereka datang.
Kondisi kehamilan Mila saat ini membuatnya tak begitu berselera makan.

Sebenarnya dia merasa lebih banyak bergerak lebih baik bagi dirinya dari pada hanya duduk saja.
Lalu, saat ada seorang pria lagi yang mengajaknya berdansa, Aldi berkata..
“Turun saja honey, aku akan nikmati makanannya dulu..”

Aldi saksikan mereka berdansa dalam irama lagu yang tinggi dan disambung dengan lagu berikutnya.
Sedikit demi sedikit mereka hilang dalam keramaian lantai dansa.

Beberapa lagu berikutnya berlalu dan Mila masih belum kembali ke meja mereka.
Merasa curiga..
Aldi bangkit dan melangkah menuju kerumunan di lantai dansa. Akhirnya dia temukan Mila.

Dia sedang berdansa dengan seorang pria, tapi bukan dengan pria yang mengajaknya tadi.
Kerongkongan Aldi berubah kering saat dia tau..
bahwa ternyata pria yang tengah berdansa dengan Mila tersebut adalah Dende.

Lagunya bertempo cepat.. tapi Mila dan Dende berdansa dengan tempo lambat.
Tubuh mereka begitu dekat, nyaris bersentuhan.

Keduanya terlihat begitu asik mengobrol, bicara di telinga satu sama lain..
agar dapat terdengar di tengah kerasnya suara musik dan keramaian.
Mungkin mereka hanya ngobrol tentang diving tadi siang.. pikir Aldi.

Lalu Aldi perhatikan jari Dende bergerak menyusuri salahsatu spaghetti straps Mila.
Mila menghentikannya begitu jari Dende mulai mendekati tonjolan buah dadanya.

Mila gelengkan kepalanya menolak dan Dende hanya tertawa.
Dende lingkarkan lengannya di pinggang Mila dan mulai menuntunnya ke bagian belakang club tersebut.

Mila menghentikannya dan menanyakan sesuatu. Jawaban Dende tampak menenangkan Mila..
karena dia membiarkan saja saat Dende menuntunnya menuju ke belakang club tersebut.

Aldi membuntuti, dengan berhati-hati..
berusaha agar selalu berada di belakang kerumunan orang agar tak terpergok.

Mereka berhenti di salahsatu dinding ruangan dan kelihatannya Mila mengira mereka hanya akan berdiri..
di depan dinding tersebut untuk melihat keramaian orang-orang sejenak.

Ternyata.. Dende berusaha memposisikan agar Mila bersandar di dinding dan dia berdiri di depannya..
tubuh mereka nyaris bersentuhan.
Dende rendahkan kepalanya mendekati Mila. Tampak Dende berbisik di telinga Mila.

Selang beberapa saat.. Mila mulai gelisah. Dia terlihat bicara dengan keras pada Dende..
Kemudian Mila mengangkat tangan kirinya.. menunjukkan cincin kawin mereka.

Dende tertawa dan dia kembali menunduk dan berbisik di telinga Mila.
Mila mulai telihat risau lagi.. dan raut wajahnya terlihat panik, seperti seekor rusa yang kena sorot lampu mobil.

Aldi menerka-nerka apa yang sedang terjadi.. dan kemudian dia menyadari..
kalau dia tak bisa melihat tangan Dende karena terhalang oleh tubuh Mila.

Tepat di saat itu, ada pasangan yang sedang berdansa dengan tak sengaja menabrak Dende..
hingga mendorong tubuhnya ke samping.

Mila terlihat seolah tersadarkan diri dan dengan cepat dia melangkah pergi.
Aldi bergegas membelah keramaian orang agar sampai lebih dulu ke meja mereka.

“Hai honey, dari mana saja kamu..?” Tanya Aldi. “Aku sudah mulai cemas..”
“Maafkan aku..” jawab Mila, pipinya tampak merona merah.

“Aku suka dengan musiknya, kelihatannya aku jadi lupa waktu...”
Aldi perhatikan kalau isterinya tak menyinggung telah bertemu Dende.

Hatinya terasa cemburu dan juga gairah gelapnya terasa bangkit.
Dia yakin melihat puting isterinya mengeras.. meski pun di balik bra dan sun dressnya.

Dia membayangkan apakah celana dalam isterinya sudah basah sekarang.
Dia yakin kalau itu sangatlah mungkin.

Bayangan tersebut membuat benaknya penuh berselubung gairah gelap.
-------ooOoo-------

Permainan cinta mereka malam itu berlangsung begitu penuh gelora, tapi hanya berlangsung singkat.
Begitu bergairahnya Aldi hingga hanya dalam beberapakali sodokan saja, dia langsung keluar.

Paginya.. kegelisahan dan perasaan sakit serta cemburu kembali hadir.
Tapi begitu Aldi memikirkan bagaimana Dende merayu isterinya di lantai dansa kemarin malam..
dan di manakah sebenarnya tangan Dende berada dan apa yang sebenarnya sudah dilakukan mereka..
membuat birahi Aldi langsung bangkit kembali.

Dia cek emailnya. Bossnya butuh laporan..
Tapi sebenarnya mudah saja kalau dia suruh sekretarisnya mengerjakan itu.

Tapi kemudian dia memikirkan tentang Dende lagi dan apa yang dikatakan sang resepsionis:
Dengarkan saranku, tuan, jaga isteri anda jangan dekat-dekat dengan Dende.
Dia suka.. dia suka dengan isteri orang, wanita yang sudah bersuami, anda paham maksud saya kan..?


Dengan hati serasa ada di tenggorokannya, Aldi teriak pada pengantin barunya.
“Honey, bossku menyuruhku menyiapkan laporan hari ini...”
“Oh tidak..” jawab Mila, dia kalungkan lengannya di leher Aldi.

“Ini kan bulan madu kita. Butuh berapa lama menyelesaikan laporanmu..?”
“Hanya aku yang bisa membuat laporannya, karena ini di tanggung jawabku..” dusta Aldi.

"Paling tidak aku bisa menyelesaikannya sampai sore..” Mila tampak kecewa dan Aldi melihat kesempatannya.
“Hey, aku punya ide..” ucapnya dengan nada gembira.

“Kelihatannya kamu sangat suka diving kemarin. Kenapa nggak kamu hubungi instruktur selam..
Siapa namanya, Dende..? Dia bisa memberimu tur lagi hari ini...”

“Aku nggak tau..” jawab Mila ragu, dia palingkan pandangannya untuk menghindari mata Aldi.
“Aku nggak yakin apa aku suka dengannya...”

“Oh ayolah, dia hebat dan kemarin dia bilang ada bangkai kapal tenggelam di suatu tempat.
Mungkin saja ada pemandangan yang cantik di sana, dia bisa memperlihatkannya padamu...”

“Tapi, aku nggak tau..” jawab Mila bimbang..
Tapi Aldi rasa dia menangkap sedikit kegembiraan dalam suara isterinya.

“Honey, aku bisa selesaikan laporannya lebih cepat kalau nggak ada kamu di sini.
Bersiaplah sana dan hubungi toko alat selamnya dan atur turnya..”
-------ooOoo-------

Mila keluar dari dalam kamar tidur beberapa menit kemudian.
Aldi perhatikan kalau isterinya menyisir rambutnya dan bahkan memakai makeup.

Dia juga mencium bau parfum. Isterinya memilih bikini stringnya yang paling minim untuk dipakai sekarang.
Semua bikini yang dibeli Mila untuk bulan madunya banyak memamerkan kemulusan tubuhnya.

Tapi yang ini, bagian atas berbentuk segitiga yang menutup buah dadanya berukuran lebih kecil.
Bikini tersebut lebih cocok untuk dipakai berjemur di pinggir kolam, bukannya untuk pergi menyelam.

Aldi pura-pura tak perhatikan bagaimana Mila mendandani dirinya.
Dia arahkan matanya terus fokus pada layar komputernya.. pura-pura terus kerja.

Mila sendiri bergegas melewati ruangan itu..
terlihat berharap suaminya tak perhatikan bagaimana dia berdandan.
-------ooOoo-------

Aldi keluarkan teropongnya dan mengamati Dende membantu Mila naik ke atas kapalnya.
Tampaknya, mereka harus berlayar ke kapal yang tenggelam terlebih dulu.
Dende bertelanjang dada, tapi dia tak memakai speedo, melainkan sebuah celana pendek yang longgar.

Empat jam ke depan bagaikan sebuah siksaan bagi Aldi.
Dia tak bisa hentikan membayangkan apa yang mungkin dilakukan Dende terhadap pengantin barunya.

Apa Dende menciumnya, sekarang ini..? Apa dia sedang meremas buah dada isterinya..?
Apa dia sedang menyetubuhinya..? Atau mungkin batang penisnya sudah terbenam dalam vagina Mila..

Dan sekarang berada dalam kuluman mulut Mila.. untuk dibuat ereksi lagi..
agar bisa disodokkan dalam vagina pengantin barunya sekali lagi.

Aldi mengocok dengan cepat.
Dia sudah ejakulasi dan kemudian rasa menyesal serta bersalah hinggap di hatinya.
Lalu saat dia memikirkan apa yang mungkin tengah dilakukan Dende dengan Mila..

–Atau menonton video Mila dengan Bimo atau Mila dengan Jacques..
Atau tentang bekas cacat di stoking Mila pada hari pernikahan mereka..
Atau bau sperma pada bustier pengantinnya..–
Dan gairahnya pun langsung meninggi dan dia kembali bermasturbasi lagi.

Sekitar pukul 1, Aldi melihat kapal mereka kembali.
Dende membantu Mila turun dari kapal dan mengatakan sesuatu pada Mila.
Mila menggelengkan kepala menolak, lalu mulai melangkah kembali ke kamar hotel mereka.

Aldi Berpikir sejenak, lalu dia membuat keputusan.
Dengan cepat dia menulis dalam selembar notes dan meninggalkannya di atas meja.

Dia sambar camcordernya.. kemudian bersembunyi di dalam lemari pakaian.
Dengan memastikan menyisakan sedikit celah di pintu..
agar dia bisa mendapatkan pandangan dari ranjang sepenuhnya.
-------ooOoo-------

“Aldi..?” Panggil Mila begitu dia masuk ke dalam kamar hotel mereka.
Dia lihat sebuah kertas notes di atas meja dan membacanya:

Hai honey – Aku harus pergi ke kota untuk cari Warnet.. harus browsing buat bahan laporannya.
Aku akan kembali saat makan malam. Love, Aldi.


Mila membiarkan notes tersebut jatuh ke atas lantai.. lalu dia duduk di pinggir ranjang.
Pandangannya menerawang jauh, dia tak tau harus berbuat apa.
Dia merasa cemas dan tegang, dia merasa hampir gila.

Tubuhnya berteriak padanya.. merengek padanya, terus menerus mengingatkannya:
Tentang kebutuhannya dan memohon padanya untuk sebuah penyaluran dan kepuasan.

Dia berusaha semampunya untuk mengendalikan tubuhnya..
Tapi dia merasa pikiran dan hatinya telah kalah dalam pertempuran dengan tubuhnya sendiri.

Semua itu berawal dengan Bimo, di malam sebelum hari pernikahannya.
Dia sudah tau siapa Bimo sesungguhnya dan dia berjanji untuk tak bicara lagi dengan Bimo.

Tapi semua rabaan dan sentuhannya pada tubuhnya.. serta blowjob yang dia berikan padanya..
telah memantikkan sepercik api pada gairah tubuhnya.

Semua jadi bertambah parah kemarin, saat dia bertemu Dende. Langsung saja Mila tertarik padanya.
Pesona ketampanan yang kasar.. tinggi kekar.. kulitnya gelap oleh sengatan matahari dan air laut.

Tangannya kuat dan kapalan karena kerja beratnya.. penuh dengan kepercayaan diri hingga terasa arogan.
Tipe pria yang selalu menarik hati Mila.
Meski pun Mila tau pria seperti itu buruk baginya.. tapi dia tak bisa mencegah untuk tertarik pada mereka.

Kemarin saat diving.. Dende memanfaatkan setiap kesempatan yang dia dapat..
untuk menyentuhnya dan menggesekkan tubuh kekarnya pada tubuhnya.

Ya.. Dende telah membuatnya terangsang. Tapi hanya sebatas itu saja.
Namun kemudian, Dende berhasil menemuinya di club dan berikutnya, berhasil menyudutkannya di dinding.

Berada begitu dekat dengannya membuat lutut Mila terasa lemas, tunduk pada rangsangannya..
karena terperangkap di antara jepitan dinding dan tubuh kekarnya.

Lalu Dende mulai berbisik di telinganya dan mengingat panas nafas Dende..
yang mengembus leher dan di telinganya mampu mengirimkan getaran birahi di selangkangannya.

Kemudian Dende mulai mengelus pahanya, sebentar saja awalnya.. menyentuh kulit pahanya sekilas saja.
Percumbuan yang wajar, Mila meyakinkan dirinya: Jarinya masih di bawah ujung rokku.

Tapi kemudian Dende mulai bergerak naik.. merayapi paha bagian dalamnya yang sensitif.
Bergerak pelan semakin bertambah naik mendekati ujung roknya.

Mila menghentikannya.. mengingatkan Dende bahwa dia sudah menikah.
Bahkan dia mengangkat tangan kirinya untuk menunjukkan cincin pernikahannya.
Tapi Dende cuma tertawa dan jarinya terus mendaki menaiki pahanya.

Tangannya berhenti di balik roknya.. dan Mila merasa lumpuh tanpa daya.. kepalanya menyuruhnya untuk lari.
Tapi tubuhnya telah terbakar dan mendambakan lebih banyak lagi sentuhan Dende.

Dende menekan ereksi di selangkangannya ke tubuh Mila. Tubuhnya terus bergerak naik di dalam roknya.
Dan di telinganya Dende merayunya untuk ikut bersamanya ke ruang belakang.

Tubuhnya bertarung melawan akal sehatnya.. merengek dan memohon untuk menuruti ajakan Dende.
Dia tak tau apa yang akan dia lakukan..

Jika saja tak ada pasangan yang tengah berdansa itu menabrak tubuh Dende.
Gangguan tersebut kelihatannya mengembalikan kesadaran Mila dan dia kembali ke Aldi secepat yang dia bisa.

Tapi kemudian Aldi harus kerja hari ini dan dia memaksanya untuk pergi diving dengan Dende.
Begitu mereka bertemu pagi tadi.. Dende meminta maaf dengan kejadian semalam.
Dia menjelaskan kalau dia pasti mabuk karena terlalu banyak minum tequila.

Mila merasa cemas dengan maksud tersembunyi Dende.. tapi dia terlihat begitu wajar dan perhatian.
Serta dia juga tak memakai speedo yang kemarin, hanya sebuah celana renang pendek yang longgar saja.

Perjalanan kapal berlangsung wajar saja. Dende tak berusaha merayu atau pun coba menyentuhnya.
Tapi saat Mila duduk tepat di depan Dende..
celana renangnya yang longgar membuat Mila bisa melihat dengan jelas paha Dende.

Mila berusaha palingkan pandangannya.. tapi itu terlalu menggoda untuk diacuhkan.
Mila curi lirikan saat dia rasa Dende tak perhatikan.
Apa yang dilihatnya, membuat selangkangan Mila langsung terasa basah.

Dende memiliki penis berukuran besar. Batangnya begitu panjang dan lembut.
Laksana seekor ular yang melata di pahanya. Tampak begitu lebar bagian pangkalnya..
Dan kemudian semakin mengecil.. tapi bagian kepalanya laksana kepala jamur yang besar.

Mila tak mampu mencegah dengan pesona ukurannya dan bahkan itu sama sekali belum ereksi.
Mila merasa bagaikan seorang wanita jalang.. yang mencermati ukuran kejantanan Dende.
Dan dia marahi dirinya sendiri karena bertingkah bagaikan wanita binal yang diamuk birahi.

Saat mereka tiba di area kapal karam..
Mila berharap dinginnya air dan indahnya pemandangan bawah laut..
akan membuatnya lupa apa yang ada dalam celana Dende.

Tapi celana Dende sebenarnya bukanlah celana renang.
Hanya celana pendek biasa dan bahan kainnya cukup tipis.

Maka begitu basah.. celana tersebut menempel di kulitnya..
hingga batangnya yang panjang dan gemuk tercetak jelas di celananya.

Celana renang pendek itu sebenarnya jadi lebih mempertontonkan kejantanan Dende..
dibandingkan speedo kemarin..
karena bahan speedo yang ketat membuat batangnya terlihat lebih kecil dari ukuran yang sebenarnya.

Perjalanan balik ke resort jadi siksaan bagi Mila. Vaginanya berdenyut liar.
Setelah Dende muncul dari dalam air.. celananya yang basah melekat di tubuhnya layaknya kulit kedua.
Dia duduk di depan Mila seperti sebelumnya, tubuhnya disuguhkan dengan bebas.

Benak Mila jadi gila oleh nafsu.. setiapkali dia berusaha menghindar agar tak memandang tubuh Dende.
God.. aku sungguh binal.. dia rutuk dirinya sendiri..
berusaha sembunyikan dari Dende efek yang dia beri padanya.

Hormon kehamilannya yang bergejolak semakin membuatnya bertambah parah.
Menyadari kalau dia baru saja menikah, juga hamil.. begitu mendambakan Dende..
membuatnya merasa seperti wanita murahan.

Dia lilitkan handuk ke pinggangnya agar paling tidak Dende tak bisa melihat betapa basah selangkangannya.
“Kamu mau makan siang denganku..?” Tanya Dende saat dia bantu Mila turun dari kapal.

Mila menggelengkan kepala menolak.. tak mengucapkan sepatah kata pun..
karena dia takut suaranya akan terdengar gemetar dan membuka kelemahannya di hadapan Dende.

Mungkin saja tubuhnya menginginkan Dende.. tapi dia masih bisa mengontrol kepala dan hatinya..
dan dia sudah menetapkan hati untuk tak akan lagi mengkhianati Aldi.

Dia bergegas menuju kamarnya.. berharap mendapat seks di siang hari untuk melepaskan birahinya.
Tubuhnya butuh kepuasan. Tapi Aldi tak ada dan baru akan kembali hingga makan malam nanti.

Masih duduk di pinggir ranjang, Mila menaruh kepalanya dalam tangannya.
Air mata frustrasi seksual mulai mengaburkan matanya. Dia telah lakukan apa yang dia bisa.

Dia lantas naik ke atas ranjang dan dengan satu tangan masih menutupi matanya..
dia turunkan tangannya yang satu lagi masuk ke dalam bikini bawahnya.

Jarinya menyentuh kelentitnya dan hampir saja sengatan rasa nikmat membuatnya memekik.
Dia buka pahanya lebar saat jarinya mulai menggesek kelentitnya dengan gerakan melingkar..
Sringg..!! Ombak orgasmenya datang dengan cepat.

Aldi menyaksikan pengantin barunya bermasturbasi dari kegelapan lemari pakaian.
Dia merasa lega sekaligus kecewa.. mendapati Mila masuk ke kamar hotel hanya seorang diri.
Bagian gelap dirinya berharap Mila bersama Dende di atas ranjang.

Tak diragukan.. Dende sudah membuat Mila birahi..
Dan Dendelah alasan Mila melakukan masturbasi di tengah hari.

Sama sekali tiada ragu.. Mila tengah membayangkan Dende saat dia memuaskan dirinya sendiri.
Pikiran itu membuat batang penis Aldi berdenyut.

Tubuh Mila mengejang.. punggungnya melengkung naik, jari kakinya menekuk ke dalam matras..
Dan dia mendesah panjang saat ombak orgasme menghantam tubuh mungilnya yang lentur.

Namun selang beberapa saat berusaha mengatur nafasnya..
Mila memukul ranjang dengan tangannya dan menangis frustrasi.

Orgasme yang dia dapat bisa sedikit menolong.. tapi apa yang diinginkan tubuhnya:
Adalah sebuah persetubuhan yang selayaknya.
Sebuah kepuasan sejati yang hanya bisa diraih dari sebatang penis besar dan keras.

“Tadi itu sangat indah..” sebuah suara terdengar dari arah pintu.
“Oh my god..!” Teriak Mila begitu dia lihat ternyata itu adalah Dende.
Dengan panik dia tutupi tubuhnya dengan selimut.

“Apa yang kamu lakukan di sini..? Bagaimana kamu bisa masuk..?”
“Kamu nggak kunci pintunya..” jawab Dende ringan.. senyuman bejat tersungging di wajahnya.

Dia melangkah mendekati ranjang. “Sangat indah, yang tadi..” katanya dengan mata yang nyalang.
“Nggak ada yang lebih seksi dibandingkan seorang wanita yang bermain dengan tubuhnya..”

“Kamu harus keluar..” kata Mila panik, perasaannya bercampur antara takut dan mengharap.
“Aku sudah menikah, kamu nggak boleh di sini..”

“Kurasa kamu butuh yang lebih..” ucap Dende, tak mengacuhkan ucapan Mila.
Dia buka celananya dan membiarkannya jatuh ke kakinya.

“Oh god..!” Mila tercekat.. matanya terbelalak lebar menatap batang penis Dende yang besar.
Kini telah ereksi dengan sempurna.. terlihat sangat gagah dan menaikkan birahinya.

Dende tertawa kecil.. dia tak kaget dengan reaksi wanita dengan tubuhnya.
Batang penisnya lebih keras dari biasanya sekarang ini.

Dia suka menikmati keindahan tubuh wanita yang sudah bersuami.
Dia suka menyetubuhi isteri orang. Ada sensasi tersendiri saat merayu dan menaklukkan isteri orang.

Tapi Mila adalah seorang pengantin baru, yang sedang berbulan madu.
Dan dia adalah wanita tercantik dan paling seksi dibandingkan dengan semua wanita yang pernah dia nikmati.
Penaklukannya kali ini akan dia ingat dalam waktu yang sangat lama.

Mila tak melawan saat Dende menyingkapkan selimut yang menutupi tubuhnya.
Dia juga tak melawan saat Dende melucuti bikininya, atau pun saat dia pentangkan pahanya lebar.

Dia tak menolak saat batang penis Dende menembus tubuhnya.
Dia tak menolak saat Dende menyetubuhinya dan menyemburkan spermanya di dalam rahimnya.

Mila sudah tak memiliki perlawanan dalam dirinya lagi..
Tubuhnya telah memenangkan pertarungan dengan kepala dan hatinya.

Dan dari kegelapan di dalam lemari pakaian..
Aldi merekam adegan syurr yang dimainkan Dende dengan Mila, sang pengantin barunya.

Satu tangan yang gemetar memegangi camcorder..
Dan satu tangannya yang lain mengocok penisnya dengan cepat dan keras. F(. )i( .)N
-------------------------------------------------------ooOoo-------------------------------------------------------

Catatan Author

Attention:
Semua cerita postinganku adalah hasil dari translate/terjemahan.
Sekedar berbagi tanpa ada maksud lain.


Judul asli: ‘Aroused by Cheating’.. by xleglover©
-------------------------------------------------------ooOoo-------------------------------------------------------

End of Cerita 130..

Sampai Jumpa di Lain Cerita .. Adios.. :ciao:
 
lanjut lagi ceritanya
 
-----------------------------------------------------ooOoo--------------------------------------------------

Cerita 131 – Bingkai, Galeri Seni

[Part 1] – Bingkai..

Undangan dari Susan
kuterima di kantor menjelang pukul tiga.. ketika aku keluar dari ruang rapat.
Rencana menyeduh kopi untuk mengusir kantuk segera terlupakan.
Perhatianku tersita pada amplop yang didesain sangat bagus itu.

Saat kubuka sampul plastiknya, telepon di mejaku berdering. Aku mengangkat telepon..
tanpa menghentikan upayaku mengeluarkan art-carton yang dicetak dengan spot ultra violet pada tulisan ‘Bingkai’.

"Selamat siang, dengan Dudi, Auto Suryatama..” sambutku automatically.
"Hai.. tumben kamu ada di tempat..!" Seru suara dari seberang.

"Maaf, siapakah ini..?"
"Susan..! Kamu lupa suaraku..? Padahal baru dua bulan yang lalu kita bertemu.
Tak hanya bertemu, karena sepanjang dua malam kita bersama-sama.."
Ada nada gemas yang merasuk ke telingaku. "Sorry, aku telepon ke kantor. Hape-mu tidak aktif.."

"Astaga..!" Aku tertawa dan meminta maaf. Bukan tidak aktif.. lebih tepatnya: Nomornya Berbeda.
"Aku baru saja menerima sebuah undangan, jadi konsentrasiku bercabang.
Tampaknya ini undangan darimu..! Jadi rupanya kamu serius dengan rencana itu..?"

"Tentu..! Kenapa tidak..? Kamu pasti ingat cita-citaku sejak SMA.
Sudah sejak lama aku bermimpi bisa tinggal di Ubud.
Tapi tidak mungkin aku terus-terusan berlibur membuang uang di sana.
Jadi kuputuskan untuk mendapatkan kepuasan batin sekaligus finansial.."

"Aku harus bertepuk tangan untuk kegigihanmu. Hebat..!"
"Ini juga karena ada bara cinta yang terus-menerus membakar.." Aku terkesiap mendengarnya.
"Cintamu, Dudi..!" Sambung Susan.

Entahlah:
Seharusnya aku melonjak gembira atau terkesiap waspada mendengar ucapannya yang demikian mantap..?

Tentu agak mengherankan jika seorang gadis Solo memekikkan kata itu.. bukan membisikkan..
Yang mudah-mudahan tidak sedang antre di depan kasir supermarket.

"Dudi, kenapa kamu diam saja..?"
"Oh, sorry..! Sebenarnya aku mau melonjak-lonjak, tapi tentu salah tempat.
Di depan mejaku sudah ada yang menunggu, mau membicarakan pekerjaan..”
"Oke, Sayang. Aku akan meneleponmu lagi nanti. After office hour, ya..!"

Gagang telepon masih di telinga.. menunggu Susan memutuskan hubungan.
Bahkan setelah hubungan telepon terputus.. seperti masih kudengar nada gembira Susan di telinga.
Uhhh..! Rembes ke dalam hati.

Aku menghela napas seperti keluar dari ruang yang pengap.. dan kusandarkan punggungku ke kursi yang lentur.
Tak ada siapa-siapa di depanku. Jadi, aku tadi berdusta. Maafkan aku, Susan.

Ternyata aku telah banyak berdusta. Tapi, percayalah.. kasih sayangku kepadamu begitu jujur.
-------ooOoo-------

Seingatku tadi Ratih minta dibawakan kue.. karena malam ini sepupunya akan datang.
Sambil meluncur pulang aku merencanakan singgah di sebuah bakery.

Ada toko kue langganan sebenarnya..
Tapi di tengah perjalanan aku terpikat pada kerumunan yang mengundang selera untuk mampir.

Selintas kulihat.. di kiri dan kanan tempat ramai itu juga ada kafe dan kedai roti.
Jadi tak terlampau salah jika aku sejenak berhenti dan mencari tempat parkir.
Untung Swift yang kukendarai bukan tipe mobil besar.. sehingga mudah mendapatkan tempat.

Rupanya sedang berlangsung seremoni pembukaan sebuah galeri..
yang ditandai dengan pameran karya para pelukis muda Surabaya.

Kulihat sepintas.. ada Joko Pekik di ruang benderang itu: Ikut berpameran atau hanya diminta pidato..?
Entahlah..!
Yang terbayang olehku adalah peristiwa serupa, yang akan berlangsung minggu depan di Ubud.

Dan di tengah lingkaran para tamu.. kuangankan si anggun Susan..
dengan rambut dibiarkan terurai, bak burung merak yang tersenyum lebar memperkenalkan galerinya.
Apa namanya tadi..? Bingkai..!

Aku turun dari mobil, melenggang masuk dalam kerumunan. Siapa pemilik galeri ini..?
Kalau Ratih tau.. tentu ingin juga ‘cuci mata’ di sini, apalagi dia sedang keranjingan mengapresiasi seni lukis.

Gara-gara pernah diminta oleh majalah untuk menulis liputan pameran di Balai Pemuda.
Waktu itu dia mengeluh.. karena tak tau harus mulai dari mana untuk menilai lukisan.

"Aku ini bisanya cuma menulis cerpen.. kenapa disuruh membuat apresiasi lukisan, bagaimana sih..!?”
Aku nyaris terpingkal melihat dia mencak-mencak.

Tapi rasa ingin tau dan semangat belajarnya cukup tinggi..
Sehingga waktu itu, selang sehari dia bisa bertemu dengan beberapa pelukis.
Bahkan hari berikutnya dia berhasil membuat janji dengan seorang kurator untuk berbincang-bincang.

Seharusnya kini ia berterimakasih kepada majalah wanita di Jakarta yang pernah memintanya untuk melakukan itu.
Karena sekarang pikirannya lebih sensitif terhadap seni lukis dan grafis.

Sepuluh menit kuhabiskan waktu di galeri yang berinterior minimalis.
Meskipun tampaknya tidak perlu menunjukkan undangan.. tapi aku tentu bukan tamu yang dimaksud.

Selanjutnya aku masuk ke kedai roti di sisi kanan, dan memenuhi pesanan Ratih.
Sepanjang sisa jalan pulang, yang kupikirkan adalah cara pergi ke Bali.

Meskipun Surabaya tak terlampau jauh dari Bali..
rencana ke sana di luar tugas kantor tentu akan memancing keinginan Ratih untuk ikut. Itu tak boleh terjadi..!

Tidak mungkin mempertemukan dua perempuan yang kusayang itu dalam satu ruang dan waktu.
Bukan khawatir akan menjadi gagasan buruk sebuah novel bagi Ratih..
tetapi pasti menyebabkan tiupan badai yang kemudian merubuhkan perkawinan.

Jadi.. mesti ada perjalanan dinas ke Bali..!
Barangkali, agar tidak terlampau mencurigakan, isu itu harus kuembuskan ke telinga Ratih sejak dini.

Nanti malam, sebelum bercinta. Dengan demikian, tidak terkesan sebagai kepergian mendadak.
Tapi.. astaga, bukankah benak perempuan sering dihuni oleh akal yang fantastik..?

Bisa jadi, karena waktunya masih lama, Ratih membongkar tabungan dan berinisiatif untuk ikut.
Dengan cara itu, biaya penginapannya gratis, bukan..?

Keringat mengembun di keningku. Tiba-tiba pendingin udara dalam mobil terasa tak sesejuk biasanya.
Mungkin sebaiknya kusampaikan sehari menjelang keberangkatan.

Sambil pura-pura mengeluh: Kenapa perusahaan tidak pernah mempertimbangkan karyawan..
seenaknya saja menugaskan keluar kota tanpa perencanaan yang matang.

Aha.. aku tersenyum membayangkan reaksi Ratih, yang akan menghibur dengan:
"Ya sudahlah.. namanya juga tugas. Tentu ada hal yang bersifat urgent di sana.."
Seraya mengelus pipiku. Dan aku akan memeluknya dengan manja seperti bayi.

Tapi tarikan pipiku berubah. Senyumku beralih rasa cemas.
Bagaimana jika Ratih justru menyikapi dengan kalimat seperti ini:
"Ya sudah.. biar tidak suntuk di sana, aku ikut menemani.
Malamnya kan bisa jalan-jalan ke kafe di Legian atau Kuta.."

Belokan terakhir menjelang tiba di rumah mendadak terasa tidak nyaman. Padahal tak ada polisi tidur di situ.
Tapi aku berharap jarak yang kutempuh masih panjang dan perlu beberapa lampu merah.

Agar sempat mengatur strategi yang paling masuk akal.
Namun pikiran itu tercerabut sewaktu telepon selularku bergetar. Susan!

"Hai.. aku lupa meneleponmu..! Tadi ada kawan yang tanya ini-itu soal acara di Ubud.
Biar murah aku menggunakan event organizer milik teman SMP-ku.."

"Oh, no problem. Kebetulan aku sudah di jalan raya.."
"Ya sudah.. aku paling benci melihat orang mengemudi sambil telepon. Sampai besok, ya. Mmmuah..!"

Rasanya pipiku jadi basah oleh sentuhan bibirnya.
Kuembuskan napas keras-keras dan mengharap rasa nyaman masuk ke dalam hati.

Pagar rumah sudah di depan mata.
Langit mulai gelap, lampu-lampu teras di kompleks perumahan sudah menyala.

Dan seperti biasa, pembantu segera menarik-geser gerbang besi yang warnanya sudah mulai pudar.
Aku memarkir mobil ke carport.

"Ingat pesananku..?" Ratih menyambut di pintu.
"Tentu, Cantik.." Kuangkat tinggi-tinggi oleh-oleh titipannya.

"Terimakasih.." Dipeluknya aku, meskipun aroma tubuhku tak sesegar tadi pagi.
Lalu jemarinya membuka dasi dari leherku.
Mudah-mudahan itu bukan caranya mencari harum parfum lain yang mungkin menempel di bajuku.

Yang tak ingin terjadi adalah: Ratih menemukan undangan Susan.
Aku mesti menyimpannya di tempat yang jauh dari jangkauan Ratih.
----ooOoo----

Aku akan datang sehari sebelum grand opening Galeri Bingkai..
Yang ternyata letaknya tak jauh dari Galeri Rudana.
Tempat yang sungguh rupawan dan sesuai dengan selera Susan.

Dia seorang pemilih yang baik. Dia pula yang memilihkan hotel ketika aku bertugas ke Solo.
"Kamu harus menginap di Lor In..” usulnya. Karena tempat itu memiliki banyak taman yang khas gaya Bali.

Walaupun.. ketika sudah melebur di kamar tidur yang luas, nyaris tak berbeda dengan hotel lain.
Ingatanku justru selalu tersangkut pada rambut Susan yang berulangkali memenuhi wajahku.

Biasanya kesibukan yang membuat tubuh kami lembab itu..
akan berakhir dengan aroma terapi di seluruh kamar mandi. Harum cendana memenuhi bath-tub.

"Cantik.. akhir-akhir ini kamu begitu sibuk.." Aku menelepon Ratih dari kantor.
"Ya. Dalam seminggu ini aku harus sudah selesai memeriksa..
dan memberikan persetujuan pada calon bukuku sebelum naik cetak. Kenapa..?"

"Besok aku tugas ke luar pulau. Ke Lombok, tapi mungkin singgah di kantor cabang Bali dulu.
Aku belum sempat membereskan kopor, bisa minta tolong..?"

"Oke, tak masalah. Kok mendadak..? Berapa hari..?"
"Baru kudapat surat tugasnya tadi siang. Sekarang aku harus mengambil tiket sendiri ke agen.
Sekitar tiga-empat hari, tergantung bagaimana kondisi network di Lombok.."

"Ya sudah, jangan malam-malam pulangnya. Kamu perlu istirahat malam ini.."
Tentu tidak akan larut malam, karena sebenarnya tiket sudah kupegang.

Tapi yang penting aku tau, Ratih begitu sibuk membaca ulang naskahnya yang sudah di-setting.
Rasanya tadi Ratih mengingatkan agar aku cukup istirahat malam ini.

Tetapi yang dilakukan berbeda dengan sarannya. Ia menandai halaman buku yang sedang dibaca..
menyurutkan lampu kamar hingga temaram, lalu masuk ke bawah selimutku.

Cumbuannya selalu dimulai dari bibir. Mungkin untuk mengingatkanku..
bahwa ia sesungguhnya tak hanya cerewet.
Tapi juga cekatan ketika pekerjaan larut malamnya dilakukan tanpa kata-kata.

Sorot kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku.
Hidungnya yang putih mancung mendengus pelan..
dan bibirnya yang ranum kemerahan terlihat basah setengah terbuka, duh cantiknya.

Kukecup lembut bibir Ratih yang setengah terbuka. Terasa begitu hangat dan lunak.
Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir manisnya.

Kukecup wanitaku itu dan kuresapi segala kehangatan yang dia berikan.
Kuraih tubuhnya yang berada di atas tubuhku dan kubawa ke dalam pelukan.

"Apa yang akan kau berikan padaku sebagai kenang-kenangan..?" Bisiknya lirih setengah kelihatan malu.
Kedua tanganku yang memeluk pinggang rampingnya.. terasa sedikit gemetar memendam sejuta rasa.

Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah berada di atas pantatnya yang bulat, sekal dan padat.
Lalu perlahan kuusap mesra sambil kuberbisik.. "Kamu pasti tau apa yang akan kulakukan.
Akan kupuaskan nafsumu, Cantik.." bisikku pelan. Jiwaku telah terlanda gairah.

Kuelus-elus seluruh tubuhnya, ahh.. mulus sekali.
Dengan sedikit gemas kuremas-remas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal dan padat.
"Oouuhh..” Ratih mengeluh lirih.

Aku berusaha menahan diri untuk tidak bersikap over atau kasar terhadapnya..
walau nafsu seks-ku saat itu terasa sudah diubun-ubun.
Aku ingin memberinya seks yang penuh dengan kelembutan dan kemesraan.

Dengan gemas, aku kembali melumat bibirnya.
Kusedot dan kukulum bibir tipisnya secara bergantian, atas dan bawah.

Kecapan-kecapan kecil kami terdengar begitu indah, seindah cumbuanku pada bibir Ratih.
Kedua jemariku masih terus mengusap-usap.. sembari sesekali meremas pelan..
kedua belah pantatnya yang bulat dan kenyal. Oooh.. terasa begitu nikmat.

Kurasakan kedua lengan Ratih telah melingkar di leherku..
Dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku.

Batang kejantananku terasa semakin membesar..
apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat..
membuat batang kejantananku yang menonjol dari balik celana jadi terjepit..
dan menempel keras di perut Ratih yang empuk.

Sejenak, kulepaskan pagutan bibirku pada bibirnya.
Kupandangi wajah cantiknya yang tersenyum manis padaku.

Kuturunkan kepalaku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya yang langsing..
kemudian terus turun sampai ke daerah yang paling kusukai.

"Ohhhhhh.. Apa yang akan kau lakukan.. akhhhhh.."
Desis Ratih sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakannya.

Beberapa saat kemudian tangan itu malah mendorong kepalaku semakin ke bawah dan...
"Nyam-nyam.." langsung kesergap dan kujilati kemaluannya.

Kuserang bukit kecil yang berwarna merah merangsang itu dengan lidahku.
Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan.. Creep.. ujung hidungku kupaksakan masuk..
ke dalam celahnya yang sempit yang sudah sedari tadi becek itu.

"Aaahh.. kamu nakal..!!” Jeritnya cukup keras.
Terus terang, kemaluan Ratih adalah vagina terindah yang pernah kucicipi.

Bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuk yang gemuk dan lebar itu..
selalu membuatku semakin bernafsu saja.

Bergiliran kutarik kecil kedua belah bibir kemaluannya dengan mulutku.
"Ooohh.. lidahmu! Oooh.. nikmatnya..!" Lirih Ratih sambil menggelinjang.

Sementara aku asyik menikmati bibir kemaluannya.. ia terus mendesah merasakan kegelian..
persis seorang gadis perawan yang baru merasakan seks untuk pertamakali.
Memang begitu tabiat Ratih kalau vaginanya kukerjai.

"Ahh.. sayang, aku ingin cicipi punya kamu juga..”
Katanya seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas kemaluannya.

"Ahh.. baiklah. Sekarang giliranku, Cantik.."
Aku pun berdiri dan mengangkang di atas wajahnya yang masih berbaring.

Ratih langsung meraih batang kemaluanku dan sekejap terkejut menyadari ukurannya yang sudah begitu besar.
”Cepet banget..!” Bisiknya lirih sambil menjulurkan lidahnya ke arah kepala penisku yang sudah memerah.

"Ini nggak akan cukup masuk ke- aahhhhh.. mmhhmm.. nggmmmmm..!!!"
Belum lagi kata-kata isengnya keluar.. aku sudah menghujamkan burungku dalam-dalam dan.. Croop..!
Langsung memenuhi rongga mulutnya yang mungil itu.

Matanya menatapku dengan pandangan lucu.. sementara aku sedang meringis..
merasakan kegelian yang justru semakin membuat senjataku tegang dan keras.

"Aduh.. enak banget, Cantik..! Ooohh.. nikmatnya! Ooohh..” rintihku menikmati sedotan..
dan kocokannya pada batang kemaluanku yang keluar masuk di mulutnya dengan lancar.

Tangan kananku meraih payudaranya yang menggelayut besar dan bergoyang-goyang ke sana ke mari..
sementara tangan kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus.

Sesekali Ratih menggigit kecil kepala kemaluanku yang semakin membengkak dan membesar.
"Mmhh.. hmmhh..” hanya itu yang keluar dari mulutnya..
seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di depan dadanya.

Sluppp.. Ratih mengeluarkan penisku dari mulutnya. Aku langsung turun dan menyergap pinggulnya..
Dan lagi-lagi kuserbu daerah selangkangannya yang sedikit berbulu itu.

Slruppp..!! Kusedot cairan kewanitaannya yang sepertinya sudah membanjir di bibir kemaluannya.
"Aoouuhh.. aku nggak tahan lagi, sayang. Ampuun! Hhhmmm.. masukin sekarang juga, ayoo...!"
Pinta Ratih sambil memegangi pantatku.

Segera kuarahkan batang kemaluanku ke selangkangannya yang tersibak indah itu.
Kutempatkan penisku tepat di depan liang kemaluannya yang sudah terbuka lebar..
Plepp.. pelan kutempel bibir kemaluannya.. slebb.. kemudian kudorong pinggulku.

"Ngghhhggg.. Aaahhhhhh.. Ooohh.. masuuk..! Aduh, besar sekali, sayang, oogghhhhhhh.."
Ratih merintih.. wajahnya memucat seperti orang yang kehabisan darah.

Aku tau kalau itu adalah reaksi dari bibir kemaluannya yang terlalu rapat untuk ukuran burungku.
Buah dadanya yang membusung besar..
langsung kuhujani dengan kecupan-kecupan pada kedua putingnya secara bergiliran.

Sesekali aku juga berusaha mengimbangi gerakan turun naiknya di atas pinggangku..
dengan cara mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul.. hingga membuatnya semakin bernafsu..
namun tetap menjaga ketahananku dengan menghujamkan kemaluanku pelan-pelan.

Tangannya menekan-nekan kepalaku ke arah buah dadanya yang tersedot keras..
sementara burungku terus keluar-masuk semakin lancar dalam liang senggamanya..
yang perlahan terasa sudah semakin banjir dan amat becek itu.

Puting susunya yang juga merupakan titik nikmatnya kugigit kecil..
hingga Ratih berteriak kecil merintih menahan rasa nikmat yang sangat hebat.

Puas memainkan kedua buah dadanya.. kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya ke arah wajahku.
Sampai di situ mulut kami beradu.. kami saling memainkan lidah dalam rongga mulut secara bergiliran.

Setelah itu lidahku menjalar liar di pipinya.. naik ke arah kelopak matanya..
melumuri seluruh wajah cantik itu dengan air liurku, dan menggigit daun telinganya.

Genjotan pinggulnya semakin keras menghantam pangkal pahaku.
Burungku semakin terasa membentur dasar liang senggamanya.

"Ooohh.. aaaahh.. aahhhhh.. geli, mass..! Ooohhhhhh.. tapi enak..!" Desah Ratih tak henti-henti.
"Yah, aku juga enak, Cantik. Rasanya nikmat sekali, yeaahh.. Genjot yang keras, sayang.
Tubuhmu nikmat sekali. Ooohh.. enaakk.. oohhhh.." kata-kataku yang polos keluar begitu saja tanpa kendali.

Tanganku yang tadi berada di atas kini beralih meremas bongkahan pantatnya yang bahenol itu.
Setiapkali ia menekan ke bawah dan menghempaskan kemaluannya tertusuk burungku..
secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan pantatnya.

Ughhhh..!! Secara refleks pula vaginanya menjepit dan berdenyut seperti menyedot batang kejantananku.

CONTIECROTT..!!
-----------------------------------------------------ooOoo--------------------------------------------------
 
------------------------------------------------------ooOoo----------------------------------------------------

Cerita 131 – Bingkai, Galeri Seni

[Part 2] – Galeri Seni..

Sepuluh menit setelah itu..
goyangan tubuh Ratih terasa menegang..
Aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya.

"Mas.. aahhh aku nggak.. kua .. aahhhhhhhhhhhhh..!!" Jeritnya.
"Tahan, Cantik. Tunggu aku dulu. Hggggg.. oohhhhh.. enaknya..! Tahan dulu.. jangan keluarin dulu.."

Tapi sia-sia saja.. tubuh Ratih menegang kaku, tangannya mencengkeram erat di pundakku.
Dadanya menjauh dari wajahku..
hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya.

Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu..
hingga aku meremas keras payudaranya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasmenya.

"Ooo.. ngghhhh.. aahhhhh.. sayang, oohhhhh.. enak banget..! Aku keluaar.. oouugghhhhhhhhhhhhh..!!”
Teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu.

Aku merasakan jepitan kemaluan Ratih di sekeliling burungku mengeras.. dan terasa mencengkeram erat sekali.
Desiran zat cair kental terasa menyemprot enamkali di dalam liang kemaluannya..
sampai sekitar sepuluh detik kemudian ia mulai lemas dalam pelukanku.

Sementara itu, makin kupercepat gerakanku..
makin terdengar dengan jelas bunyi gesekan antara kemaluanku dengan vaginanya yang telah basah oleh cairan.

"Aaakhhhhh.. enakk..!" Desah Ratih sedikit berteriak.
"Cinta, aku juga mau keluar. Aarrgghhhhh.." desahku.
"Keluarkanlah, sayang.." balasnya.
"Ughh.. aagghhhhh..!!”
Teriakku agak keras saat spermaku yang kental keluar dan menyembur di dalam kemaluan Ratih.

Kelelahan.. kami menikmati sisa-sisa orgasmo yang masaih melanda..
dengan berpelukan erat dan saling berciuman tanpa ada berani bersuara.

Sebelum tertidur, Ratih membiarkan wajahku menyusup ke lehernya. Ke dekat urat nadinya.
Setidaknya ia tau bahwa napasku terembus penuh cinta.

Tetapi besok, begitu tiba di Denpasar, kutelepon Ratih seperlunya, selanjutnya aku akan menggunakan nomor lain.
Hanya Susan yang tau nomor itu. Bagaimanapun, berdusta itu mendebarkan..!
----ooOoo----

Aku memarkir mobil yang kupinjam dari kantor cabang di Bali. Senja baru saja lenyap.
Aku langsung check-in dan menunggu di kamar hotel..
setelah sebelumnya aku memberitau Susan bahwa aku sudah sampai.

Tapi sampai 3 jam aku menunggu, Susan tidak muncul-muncul.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, ketika tiba-tiba ada ketukan halus dari pintu kamarku.
Dengan berdebar-debar aku pun bergegas mengintip dari pintu, ternyata Susan..!

Ketika aku bukakan pintunya.. Susan langsung bergegas masuk..
meninggalkan aku di depan pintu sambil terbengong-bengong.

Hari itu dia menggunakan kaus hitam berkerah rendah dilapisi dengan blazer coklat tua..
dengan rok panjang hitam bercorak pudar.

”Nggak capek, sayang..?” Sapa Susan sambil membuka blazernya.
Tanpa menjawab, aku mengecup mesra pipi wanita cantik itu.

"Aku kangen..” bisikku dengan tangan melingkar di payudaranya yang besar dan meremas pelan.
”Ughh..” Susan merintih.

”Aku mandi dulu ya..” dia menyingkirkan tanganku dan beranjak ke kamar mandi.
”Tunggu di situ, jangan ke mana-mana..” bisiknya dengan kerling mata nakal.

Aku menunggu sambil menonton TV, kulepas kaos dan celanaku.
Aku cuma memakai celana dalam saja biar Susan tau kalau aku sudah siap tempur.

Susan keluar dari kamar mandi dengan mengenakan baju tidur model handuk.
”Sudah nggak sabar, ya..?” Tanyanya sambil tersenyum manis.

Aku mengangguk.. ”Sekamar dengan bidadari seperti kamu, siapa sich yang tahan..”
Kuraih tubuhnya dan kutarik ke pelukanku.

”Auw..!” Susan memekik kaget. Saat aku ingin mencium bibirnya, Susan menarik diri.
”Pijat aku dulu, ya. Badanku capek.” pintanya dengan wajah memelas.

Aku tidak sampai hati untuk menolaknya, jadi.. ”Di mana yang sakit..?” Aku bertanya.
"Sini, leher dan punggung aku..” Susan menunjuk bagian belakang tubuhnya.

Aku segera berdiri, sementara Susan duduk di kasur.
Aku mulai memijat lehernya yang mulus dan putih bersih, kutekan dengan lembut.

Merasakan kulitnya yang halus membuatku makin terangsang..
Apalagi ketika Susan menurunkan kerah baju tidurnya sedikit ke bawah..

Hingga aku bisa mengintip belahan payudaranya yang cukup besar.
Karena rupanya Susan tidak mengenakan apa-apa lagi di balik tubuhnya yang sintal.
Wangi sabunnya yang segar juga menusuk hidungku.

”Sini, sayang. Punggungnya." kataku.
”Iya, di situ juga pegal." sahutnya.

Dengan nakal tanganku mengusap-usap punggungnya..
sementara hidung dan mulutku menggelitik lehernya yang putih, bersih dan mulus serta berbulu halus itu.

Tiba-tiba Susan berpaling ke arahku dan mencium bibirku dengan kuat.
Bibirnya yang mungil dan lembut melumat mulutku dengan rakus. Rupanya dia juga sudah mulai terangsang.

"Sayang, aku kesepian. Aku membutuhkanmu." bisiknya.
Aku tidak bisa menjawab..
karena Susan keburu memasukkan lidahnya ke mulutku dan mengajak lidah kami bertautan.

Tanganku yang ada di punggungnya ditarik ke arah payudaranya..
sehingga putingnya dan payudaranya yang kenyal tersentuh tanganku.
Hal ini membuatku semakin terangsang.

Aku pun lantas mengubah posisi. Aku bergeser ke depan..
hingga sekarang aku berhadapan dengan Susan yang telah meloloskan baju tidurnya sebatas pinggang..
hingga payudaranya yang bulat dan padat terlihat jelas olehku.

Aku tertegun. Setelah sekian tahun tidak bertemu.. tubuh Susan ternyata masih tetap seperti dulu.
Masih tetap sintal dan menggiurkan seperti saat pertamakali kita ketemu.

"Say, kok bengong..?” Tanyanya. ”Kamu kecewa ya dengan tubuhku..?”
Dia menggoyangkan payudaranya hingga sepasang daging kembar itu berombak bertabrakan satu sama lain.
Sungguh pemandangan yang begitu indah di malam yang sunyi ini.

"Ah, ng-nggak.” aku menggeleng. ”Justru, aku sangat menyukainya..”
”Kalo begitu, cepat lakukan..! Aku membutuhkanmu..!”

Susan menarik tubuhku hingga aku jatuh di atas tubuhnya.
Lalu bibirku dikecupnya kembali, lebih dalam dan lebih liar.

Aku yang terangsang membalasnya dengan memasukkan lidahku ke dalam mulutnya.
Susan langsung menyedot dan mengisap-isapnya penuh nafsu.

Tanganku yang sudah gatal segera bergerilya pada payudaranya.
Kuremas-remas benda bulat berukuran 36B itu.. putingnya yang mungil kemerahan kupilin-pilin kecil..
hingga membuat Susan menggoyangkan tubuhnya karena keenakan.

Tangan Susan yang mungil menggerayang ke bawah..
Kemudian meraih batangku yang masih berada di balik celana dalam.
Diusap-usapnya benda itu hingga batangku menjadi semakin mengeras dan membengkak.

Susan menurunkan sedikit celana dalamku dan tangannya menelusup masuk.
Dia mengorek-ngorek di sana hingga tersentuhlah kepala penisku.

Susan langsung menggenggam dan mengusap-usapnya pelan. ”Ough..” aku merintih gelisah.
Keringat kami mulai bercucuran. Payudaranya yang besar sudah tidak terpegang lagi olehku..
Tapi sebagai gantinya, mulutku sudah mulai menari-nari di atas putingnya.

Kugigit.. kuisap dan kukenyot-kenyot benda mungil itu hingga Susan kelojotan karena kegelian..
sementara tangannya terus mengocok penisku.

Kusedot makin keras, dan kocokan Susan pun menjadi semakin cepat..
hingga batangku menjadi semakin menegang. Kuraba-raba selangkangan wanita cantik itu.

Ikatan baju tidurnya, karena menghalangi.. segera kulepas hingga kini Susan telanjang sepenuhnya di depanku.
Kontras dengan milik Ratih yang lumayan bersih, vagina Susan ternyata berbulu lebat.
Tapi meski begitu, tetap tidak mengurangi daya tariknya. Aku tetap bernafsu melihatnya.

Jari-jariku yang sudah tidak sabar segera menerobos masuk ke liangnya yang sudah basah dan bermain disana.
Aku mengusap-usap dan menusuk-nusuk.. hingga membuat Susan makin mengelinjang..
dan makin mempercepat kocokan tangannya pada batangku.

Hampir 10 menit lamanya kukerjai vagina sempit itu hingga membuatnya menjadi semakin basah dan memerah.
Cairan yang keluar dari dalamnya tampak mengotori paha dan pinggul Susan yang bulat.

Kulepaskan tanganku dan Susan melepaskan tangannya dari batangku yang sudah keras.
Dia lalu berdiri di hadapanku, dicopotnya baju tidur acak-acakan yang masih melekat di tubuhnya.

Dengan tinggi 167 cm.. payudara berukuran 36B dan vagina mungil yang berbulu lebat..
Susan berhasil membuatku menelan ludah saat melihatnya.

"Sayang, ayo. Puasin aku." pintanya.
"Tubuhmu bagus sekali..” bisikku masih tetap tak berkedip.
"Ah, masa’ sih..?" Susan tertawa.
"Iya, kalau saja kita ketemu lebih awal, pasti kamulah yang aku nikahi.."

"Ah, kamu bisa aja.."
"Iya, sungguh. Bener deh.."
"Iya deh, iya. Sekarang, puasin aku dulu. Aku udah nggak tahan.
Yang penting khan kamu bisa menikmati tubuhku sekarang.."

Susan lalu duduk lagi dan menurunkan celana dalamku hingga ke lutut.
Dengan tak sabar dia menggenggam batangku dan mengocoknya.

Meski semuanya tidak terpegang karena penisku yang terlampau besar..
Tapi tangannya yang lembut terasa sangat mengasyikan.

"Say, burungmu besar sekali, pasti istrimu puas banget ya..?"
Mulut mungil Susan sudah menyentuh kepala penisku dan menjilatnya dengan lembut.
"Ah, nggak. Biasa aja kok." rasa lidahnya membuat diriku kelojotan, kepalanya kuusap dengan lembut.

"Hmm, kalau gitu, biar aku saja yang kamu puasin sekarang..!" Batangku mulai dijilatnya sampai ke biji pelir.
Susan mencoba memasukkan batangku yang besar ke dalam mulutnya yang mungil tapi tidak bisa.
Akhirnya hanya kepala penisku saja yang bisa masuk ke dalam mulutnya.

"Oughh, Ok, sayang.." Tapi hal ini pun sudah membuatku kelojotan..
karena saking nikmatnya lidah Susan menyentuh batangku dengan lembut.

Hampir 15 menit lamanya penisku diisapnya..
hingga membuat benda itu menjadi agak basah oleh ludah Susan yang sekarang sudah tampak kelelahan.

Setelah itu Susan duduk di Sofa dan sekarang aku yang gantian jongkok di hadapannya.
Kedua kakinya kuangkat dan kuletakkan di bahuku.

Vagina Susan terpampang di hadapanku dengan jarak cuma sejengkal..
hingga bau harumnya yang menyegarkan menusuk hidungku.

"Say, vaginamu wangi sekali, pasti rasanya enak sekali yah..?" Aku membuka bibirnya.
"Ah.. masa’ sih, wangi mana dibanding punya istrimu..?" Tanya Susan.

"Jelas lebih wangi punyamu dong." Jawaban standar.
Tak mungkin aku menjawab punya Ratih di saat aku sedang menghadapi vagina Susan.
Bisa-bisa permainan ini jadi batal.

"Aaakkhh..!" Dan Susan langsung merintih begitu vaginanya kusentuh dengan lidahku.
Kujilat lembut liang benda sempit itu.
Rasanya begitu menyegarkan hingga membuatku jadi makin menjadi-jadi melumatnya.

"Say, vaginamu sedap sekali. Rasanya segar.." kutusuk benda itu makin dalam dengan lidahku.
Tak lupa juga kucucup klitorisnya yang rasanya juga sangat legit dan menyegarkan.

"Iya, Sayang. Auw..! Baru kali ini ada yang menjilati vaginaku. Ougghhh.. terus, sayang..!"
Rintih Susan saat lidahku kuputar dalam vaginanya.

Biji klitorisnya yang mungil kujepit di lidahku lalu kuisap sarinya yang mulai merembes keluar..
hingga membuat Susan menjerit keenakan..
dan tubuhnya yang sintal menggelepar ke kanan ke kiri di atas sofa, seperti cacing kepanasan.

"Ahhhhh.. ahhhhh.. oghhhhh.. auw..! Aku keluar, say. AARRGGHHHHHHHHH..!!!”
Dia menggelinjang dan terpelanting ke sana ke mari.

Srrrr.. srrrr.. srrr..! Dari vaginanya menyembur cairan putih bening yang kental yang rasanya manis juga.
Cairan itu pun dengan cepat kuisap dan kujilat sampai habis tak tersisa, baik di vagina maupun di pahanya.

Susan langsung ambruk di atas sofa dengan tubuh lemas tak berdaya..
Sementara aku yang merasa segar setelah menelan cairan vaginanya, langsung berdiri..
dan dengan cepat kutempelkan batang kemaluanku yang sudah tegang dari tadi tepat ke liang vaginanya.

Susan yang mengetahui hal itu segera melebarkan kakinya..
Sehingga memudahkanku menekan penis ke dalam vaginanya.

Tapi meski begitu, aku tetap merasa liang vagina Susan tetap sempit dan sulit ditembus, aku pun keheranan.
"Say, vaginamu kok sempit ya..? Kaya jarang dipake..?" Aku bertanya.

"Kenapa, nggak enak ya..?” Sahut Susan.
"Justru aku sangat menyukainya..” kutekan lagi penisku.

Susan membuka kakinya makin lebar. ”Aku memang nggak pernah ML lagi sejak berpisah denganmu.
Aku ingin mempersembahkan tubuhku hanya untukmu, sayang..” bisiknya.

Aku mengecup pipinya dan terus menekan.. slebbb.. clebbb..!
Hingga perlahan namun pasti, batangku pun amblas masuk ke dalam vaginanya.

Susan merintih. Aku segera membungkam mulut manisnya itu dengan ciuman mesra yang hangat.
”Ehm, rasanya nikmat sekali, say.” aku mendesis.
”Ahh, batangmu juga besar sekali, bikin vaginaku jadi terasa begitu penuh..” balas Susan.

Sambil berpegangan pada payudaranya yang besar.. aku pun mulai menggerakkan pinggulku maju-mundur.
Menekan vagina Susan yang hangat dan basah hingga wanita cantik itu hanya bisa merintih-rintih..
dengan mata terpejam menahan rasa nikmat yang melanda tubuh sintalnya.

Susan juga menggoyang-goyangkan badannya hingga membuatku semakin bersemangat menggenjot tubuhnya.
Jlebb jlebb jlebb jlebb..!! Kutusukkan seluruh penisku hingga benda itu masuk dalam-dalam ke liang vaginanya.

"Say, ngghhhh.. b-batangmu menusuk sampai ke perut nich..!
Agghhhhh.. agghhhhh.. aahhhhh.. enakhhhhh..!!!" Susan merintih.

Aku pun merasa heran karena pada saat awal-awal tadi batangku terasa kesempitan..
tapi sekarang bisa tembus seolah sampai ke 'perutnya'.

Sambil terus menggoyang.. payudara Susan yang ranum dan terbungkus kulit putih kuterkam dengan mulutku.
Putingnya yang mungil kemerahan kuisap dan kujilat-jilat penuh nafsu.
Hingga benda itu mengeras dan menegak seperti batu.

Tubuh Susan belingsatan.. tangannya membekap kepalaku di payudaranya.. sedangkan vaginanya berkedut-kedut..
menerima hujaman penisku yang tak henti-hentinya menghajar selama 15 menit terakhir.

”AAARRRGGGHHHHHHHH..!!!” Tiba-tiba Susan berteriak dan melenguh panjang..
saat orgasme yang kedua melanda tubuh mulusnya.

Cairan putih bening kembali memancar dari dalam vaginanya..
dan membasahi batangku yang masih terus bergerak lincah menikmati hangat kemaluannya.

Begitu banyaknya cairan itu hingga sebagian merembes keluar membasahi pahaku.
"Ahh.. ahh.. ahh.. Aku keluar lagi, Say. Kamu belum yah..?" Susan bertanya dengan nafas masih ngos-ngosan.

Bukannya menjawab.. aku malah memutar tubuhnya hingga sekarang Susan menungging di depanku.
Batangku yang masih tertancap di kemaluannya, kembali kugerakkan.

Clebb-clebb-clebb-crebb-crebb-crebb-crebb-crebb..!! Kutusuk tubuh sintal itu maju-mundur.
Tak lupa juga aku berpegangan pada buah dadanya yang menggantung indah.

Susan yang sudah lemas tak berdaya, menerima saja apapun yang aku lakukan pada tubuhnya.
Bahkan saat aku meledak dan keluar di dalam vaginanya, dia juga tidak protes.

”Ahh.. ahhh.. apa kamu tidak takut hamil..?” Tanyaku sambil menarik penisku yang tampak basah.
Susan meraih dan segera mengulumnya..
”Yang penting aku puas, say. Aku siap dengan segala risikonya..” dia memelukku dan mencium pipiku.

"Aku juga sangat menikmati bercinta denganmu, sayang..”
Balasku dengan tangan kembali melingkar di payudaranya yang besar.

"Air manimu hangat sekali, Say. Berasa sekali waktu kamu muncrat tadi..” Susan berbisik.
”Vaginamu juga nikmat. Aku jadi ketagihan..” sahutku.

"Kita main lagi..?" Dia bertanya.
”Boleh..?” Dan tentu saja aku tidak menolaknya.

Kami pun menghabiskan malam itu dalam nafsu birahi yang tak kunjung padam.
Menjelang fajar menyingsing, barulah kami tidur..

Itu pun setelah aku mengingatkannya kalau pagi nanti kami masih ada acara.
Kalau tidak, bisa-bisa Susan minta terus sampai pagi.
-------ooOoo-------

Kudengar musik sayup gamelan Bali. Rupanya Susan telah mengemas suasana menjadi begitu etnik.
Kulihat dinding teras galeri mungil itu dibuat dengan batu paras.
Lantai batu alam membuat kesan natural lebih mendalam.

Cahaya lampu yang menyiram beranda langsung memperlihatkan wajahku.. sehingga Susan yang..
-seperti telah kuduga sebelumnya..-
berdandan anggun dengan rambut terurai dan mengenakan kain corak Bali, menoleh ke arahku.
Senyumnya merekah. Aku melihat matanya berbinar.

"Oke, teman-teman.. para undangan dan wartawan, kekasih yang kutunggu sudah tiba. Kita akan mulai acaranya.."
Aku agak kikuk.. namun Susan meleburnya dengan pelukan yang begitu mesra.

Ada beberapa bule yang hadir di sana. Justru membuat Susan tidak merasa sungkan mencium bibirku.
Dan entah kenapa, para wartawan itu begitu gemar dengan hal-hal yang berlangsung sebentar tetapi berdenyar.
Mereka memotret. Sejenak mataku silau.

Namun ketika pelukan Susan lepas dan aku mencoba mengitarkan pandangan..
di antara pengunjung kulihat seseorang yang sangat kukenal.

Mataku masih terpengaruh oleh kilat lampu blitz. Tapi tidak mungkin lupa wajah istriku.
Ratih ada di sudut itu..! Dengan sebuah kamera digital di tangannya. Wajahnya tertegun.

Atau terpesona..? Tapi parasnya memucat. "Baiklah..” ujar MC.
"Kita akan mendengar awal gagasan mengenai Galeri Bingkai. Silakan Susan bercerita untuk kita..”

Selanjutnya telingaku tidak menangkap kata-kata Susan.
Karena aku segera bergegas mengejar Ratih yang beringsut begitu cepat ke arah pintu keluar.

Aku mengutuk diriku yang mengganti nomor ponsel. Pasti ia telah mencoba menghubungiku sejak kemarin.
Apakah aku juga harus mengutuk majalah yang memintanya meliput acara ini..?
Bukankah dia sedang sibuk dikejar batas waktu oleh penerbit bukunya..?

"Cinta..!" Aku memanggil. Di luar sunyi.. tapi tidak dengan degup jantungku yang gemuruh.
"Nama Bingkai kupilih karena .." suara Susan semakin sayup.

Sementara di taman yang separuh gelap itu.. aku mencari degup jantung Ratih. F(. )i( .)N
-----------------------------------------------------ooOoo--------------------------------------------------
 
lanjut lagi ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd