Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

------------------------------------------------------------

Cerita 14 – Karena itu

Part 3 – Lagi..?

Tidak sampai sepuluh menit.. Evi kembali menggenggam batang kontolku yang masih layu.. lalu dikocok-kocok dengan lembut kontolku beberapakali.
Dan tak lama batang kontolku terasa berdenyut-denyut mengeras dan kemudian tegak ngaceng kembali.

Kontolku yang besar dan panjang tersebut diguncang-guncangkan oleh Evi..
mulai membentur bagian permukaan memek Evi yang berbaring berhadap-hadapan denganku.

Kemudian kontolku diulas-ulaskan ke bagian permukaan memeknya.
"Uhhh.. aahhh..” desahku ketika kepala kontolku terasa ngilu tersentuh bebuluan yang rimbun di sekitar permukaan lubang memek Evi.

"Eeessst..” desah Evi ketika merasakan bibir memeknya teroles kepala kontolku yang besar.
Mata Evi terpejam-pejam menahan nikmat. Kelentitnya terasa berdenyut-denyut dan memeknya mulai basah oleh lendir memeknya.

Tiba-tiba Evi bangkit dari tidurannya. Lalu sambil mengocok-ngocok batang kontolku dengan telapak tangannya..
kemudian melangkahi tubuhku yang terbaring di bawah tubuhnya.

Sambil mengarahkan lubang memeknya ke bagian kepala kontolku yang tegak menghadap ke atas itu, perlahan-lahan Evi menurunkan pantatnya ke bawah.
Bleessep.. batang kontolkupun melesak ke dalam liang senggama Evi yang terasa licin akibat cairan yang keluar dari memeknya..
hingga memudahkan masuknya batangku ke dalam liang memeknya.

“Ooouuuwww.. eeessst.. uuufhhh..” desah Evi dengan kedua belah mata terpejam..
di kala merasakan batang kontolku yang masuk semuanya di liang memeknya sampai menyentuh dinding rahimnya..
ditambah lagi bibir memeknya yang tergesek bebuluan yang ada di sekitar pangkal kontolku.

"Uuuuufhhh.. akhhhh.. eeeesssst..” erangku di kala aku merasakan remasan lembut dinding-dinding liang senggama memek Evi.
Empotannya sungguh luar biasa nikmatnya. Tak terbayangkan betapa nikmat rangsangan yang dirasakan kami berdua ketika itu.

Namun semua itu belum membuat kami untuk segera mencapai puncak kenikmatan.
Perlahan-lahan Evi mengangkat pantatnya.. hingga pantatnya menempel di pangkal kontolku yang penuh dengan bulu-bulu jembut terangkat naik..

Efeknya.. batang kontolkupun perlahan-lahan keluar dari liang memek Evi..
hingga sebatas bagian kepala kontolku.. yang masih tejepit di bagian bibir memeknya.

Lalu.. jlebb..! Evi langsung menghempaskan kembali pantanya ke bawah.. blessepp..!
Batang kontolkupun masuk kembali ke dalam liang senggama memek Evi sedalam-dalamnya.. hingga pantatnya menindih pangkal kontolku.

Dengan cara menaik-turunkan pantatnya.. Evi terus mengocok batang kontolku di dalam liang senggama memeknya.
Decak-decak bebunyian becek akibat kontolku yang keluar-masuk liang memek Evi yang mulai banjir dengan cairan memeknya mulai terdengar lagi.

Bunyi becek seperti melodi indah mengiringi pertemuan dua kelamin itu membuat kami semakin bergairah.
Gerakan Evi yang mengangkat dan menurunkan pantatnya ke atas dan ke bawah.. lama kelamaan membuat sekujur tubuhnya kembali basah oleh keringat.

Nafas Evi tersengal-sengal, kepalanya tertatap menghadap ke atas dan kedua belah matanya terpejam.
Kedua payudara Evi yang besar tersebut bergerak-gerak naik turun mengikuti gerakan tubuhnya yang sedang menaik-turunkan pantatnya.

Dengan gemas kemudian kedua tanganku meremas-remas kedua payudara Evi tersebut sambil sesekali memilin-milin putingnya dengan jari-jari tanganku.
"Ooouww .. eesst.. Aukhhh.. uuufhh.. eeeesssst..” Evi mendesah hebat ketika merasakan sentuhan hangat batang kontolku..
menggesek dinding liang memeknya dan remasan tanganku di kedua payudaranya serta pilinan jari-jari tanganku pada puting payudaranya.

"Aaauukhhh.. Eeesst.. aakhh.. Eekhhh.. oooouuuuwww..”
rintihku merasakan nikmatnya jepitan memek Evi yang terus-menerus mengempot menyedot-nyedot kontolku di dalam liang senggama memeknya.
Sungguh.. memek Evi sekretaris baruku yang bertubuh padat.. sekal dan montok itu betul memberikan sensasi kenikmatan yang sangat hebat kepadaku.

Waktu semakin beranjak.. Evi terus memacu tubuhnya naik turun di atas tubuhku yang terlentang di bawahnya. Tubuh Evi meliuk-liuk bagai penari erotis.
Cairan memeknya kian banyak keluar membuat liang senggama memeknya menjadi semakin licin..
memperlancar gerakan kontolku yang keluar-masuk liang senggama memeknya.

Clokk.. crekk.. clokk.. clekk.. bunyi pergesekan kulit batang kontolku dengan dinding memek Evi yang semakin becek..
akibat banjir oleh cairan memeknya yang terus keluar dari memeknya. Bunyi berdecak-decak tersebut sungguh merangsang.

Keringat yang membasahi tubuh Evi semakin lama semakin banyak.
Degub jantung Evi yang semakin kencang tersebut membuat dadanya berguncang-guncang.

Nafasnya tersengal-sengal. Sungguh membuat aku benar-benar puas pagi ini.
"Oouuww.. Akhhh.. Eeessst.. Eviiiii gak tahan Paaaaak.. Uuukhh.. eeekhhh.. nikmaaaaattt.. Evi mau nyam...pai lagi Paaaaak.. Eeeesssttt..” desah Evi.

Suaranya serak-serak parau akibat menahan rangsangan birahi semakin meningkat.. matanya terpejam-pejam menikmati kenikmatan yang amat sangat.
Waktu menunjukkan pukul lima pagi. Evi masih berada di atas perutku.

Tubuhnya tampak sudah sangat basah oleh kucuran keringat. Rambutnya awut-awutan tak menentu.
Gerakan naik turun tubuh Evi mulai melemah.

Melihat Evi yang berada di atas perutku tampak sudah mulai kecapean.. aku lalu meminta Evi mencabut kontolku..
kemudian menyuruhnya untuk membaringkan tubuhnya dengan posisi miring membelakangi tubuhku.

Sambil meremas kedua belah payudara Evi aku mengangkat kaki kiri Evi kemudian aku menempatkan tubuhku di antara kedua kaki Evi..
sehingga kaki kiri Evi kini berada di pundakku.

Sambil menggenggam batang kontolku dan mengarahkan kepala kontolku hingga tepat berada di permukaan lubang memek Evi yang terkuak itu..
aku mengambil ancang-ancang dan kemudian aku tekan pantatku.
Blesspp.. batang kontolku kembali menyeruak membelah celah di antara bibir memek Evi.

Melihat batang kontolku masuk ke dalam liang senggama memek Evi menambah aku semakin terangsang.
Dengan sepenuh gairah aku tekan kuat-kuat pantatku.. jlebb.. sehingga kontolku amblas seluruhnya masuk ke dalam liang senggama memek Evi.

Evipun merasakan nikmat yang tiada tara di saat pelupuk dasar lubang memeknya tersentuh oleh kepala kontolku.
Ditambah lagi dengan posisi senggama seperti itu membuat liang memeknya menjadi semakin sempit..
sehingga gesekan batang kontolku semakin terasa banget didingding liang senggama memeknya.

"Oohhkhh.. eesssst.. Paaak.. nikmaaattt.. baaangeeet.. Evi gak kuat Paaaaak.. Eeessst.. aakkhhh..!”
Desis Evi dengan kepala menggeleng ke kanan dan ke kiri serta matanya terpejam-pejam.

"Aaakhhh.. eeessstt.. Viiiii.. eeenaaak Viiii.. Ohhh..” akupun mengerang merasakan kuatnya jepitan dan empotan liang senggama memek Evi.
Aku menarik keluar batang kontolku dari dalam liang memek Evi hingga tinggal menyisakan kepala kontolku yang masih terjepit bibir memek Evi.

Setelah itu perlahan-lahan aku tekan lagi pantatku ke depan sampai batang kontolku kembali amblas masuk seluruhnya di dalam liang memek Evi..L
alu batang kontolku aku tarik lagi perlahan-lahan dan kemudian aku tekan lagi sampai amblas.

Sementara itu tanganku mulai meremas-remas payudara Evi yang membuat Evi menggeliat dan merintih hebat.
"Ooouuww.. uuufhhh.. eeessst.. Evi keluuaaarrr.. Aaaaakkkhhh..!!!” Jerit Evi dengan muka tegang menatap ke arahku.

Tangan Evi menekan kuat-kuat pantatku..
sehingga batang kontolku masuk seluruhnya di liang senggama memeknya yang berkedut-kedut akibat orgasme yang dialaminya.
Ser.. seerr.. seerrr.. cairan orgasmen Evi menyemprot dengan derasnya memenuhi liang senggama memeknya.

Mendengar rintihan Evi tersebut, aku semakin memperkuat hujaman pantatku dan semakin kuat meremas-remas payudara Evi.
Aku betul-betul merasa gemas dan geram menghadapi kemolekan tubuh Evi tersebut.

Mendapat serangan dariku, membuat gairah Evi langsung bangkit kembali.
"Ohhhh.. Aahhhh.. Enaaaakkk.. teruussss Paaak.. sodok yang kuat memek Evi Paaak.. ssshhh.. aahh..” rintih Evi dengan tensi birahi yang semakin tinggi.

Aku semakin memperkuat seranganku dengan menghujami liang senggama memek Evi dengan batang kontolku.
Evi menggoyang-goyangkan pantatnya mengimbangi setiap tusukan kontolku.

Crekk.. crokkk.. crekkk.. crokk.. bunyi decak-decak pergesekan antara batang kontolku dengan diding liang senggamanya semakin terdengar keras.
Seakan menyemangati kami berdua.

Aku semakin memperkuat dan mempercepat enjotan kontolku di liang senggama memek Evi.
Sedangkan Evi dengan sebelah kaki berada dipundakku mengimbangi helaan dan hempasan pantatku dengan menggoyang-goyangkan pantatnya..

Pergesekan dinding-dinding kontolku dan dinding-dinding liang senggama memek Evi terasa begitu nikmat kami rasakan.
Waktu terus beranjak. Keadaan semakin memuncak tinggi. Tubuh kami berdua sudah tak karuan.
Rambut acak-acakan, tubuh basah oleh keringat yang terus mengalir.

Tubuhku terasa semakin bergetar hebat. Akupun merasakan kalau sebentar lagi akan mencapai puncak orgasme.
Aku menggenjot kontolku semakin cepat dan kuat.

Sel-sel yang berada di tempat persembunyiannya, tiba-tiba terasa bergerak menuju ujung kepala kontolku.
Dengan sekali hentakan aku sodokkan kontolku kuat-kuat diliang senggama memek Evi hingga mentok dan terasa menyentuh dinding rahim Evi.

Crott.. Crott.. Crott.. menyemprotlah pejuku yang kental dan hangat di dalam liang senggama memek Evi.
“Ooooohh.. Viiiii.. aku keluuuaaaaar..!” Teriakku penuh nikmat.

Di saat Evi merasakan adanya muntahan dan deyut-denyut kontolku di dalam liang senggama memeknya..
sambil menarik pantatku dengan kedua tangannya, Evi langsung menggoyang-goyangkan pantatnya..
menggiling-giling batang kontolku yang masih menancap di dalam liang senggama memeknya.

Tubuh Evi semakin menegang kencang. Denyut-denyut memeknya terasa sangat kuat. “Paaaaak.. Eviiiii.. keluaaaaarrrr.. Aahhh..!” Jerit Evi.
Tubuhnya bergetar hebat merasakan orgasmenya yang kesekiankalinya dipagi ini.
Ser.. seerr.. serrr.. kembali cairan orgasmenya menyembur memenuhi liang senggama memeknya bercampur dengan cairan pejuku.

Akibat terlalu banyaknya cairan diliang senggama memek Evi.. tidak tertampung lagi di dalam liang senggama memeknya..
hingga cairan yang berwarna putih keruh tersebut meleleh keluar dari memek Evi.
Tak terbayangkan kenikmatan yang kami rasakan saat itu. Bagai terdampar di pantai surga.

Aku melepaskan kaki Evi yang masih menggantung di pundakku.
Begitu kaki Evi turun, dengan sedikit memutar pantatku, tubuhku ambruk menghimpit tubuh Evi.
Tubuh kami saling berhimpitan. Evi memeluk erat-erat tubuhku.

Terdengar nafas kami berdua terengah-engah, kedua tubuh kami seolah menyatu.. tubuh kami berdua basah oleh keringat kami berdua..
Senyum kepuasan menghiasi kami. Kami berdua betul-betul merasa puas dengan persetubuhan pagi ini, kami berdua terkapar kelelahan kehabisan tenaga.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, aku mencabut kontolku dari memek Evi, lalu aku berbaring di sisinya.

"Terimakasih Vi, akhirnya kesampean juga aku ngentoti kamu. Sejak pertamakali melihatmu dulu, kontolku langsung ngaceng pingin ngentot denganmu. Perempuan dengan kumis tipis sepertimu pasti memiliki nafsu seks yang tinggi dan ternyata memang benar.
Nafsumu memang benar-benar tinggi. Kalau saja aku gak rajin olah raga dan menjaga staminaku, sudah pasti aku akan kedodoran melayani kamu.
Aku puas banget, ngentot dengan kamu nikmat banget..” kataku sambil mengelus-eleus pipi Evi.

"Sama-sama Pak.. dientot sama Bapak nikmat banget. Evi puas banget. Seumur hidup baru dengan Bapak Evi benar-benar merasakan nikmatnya ngentot..”
balas Evi. Sambil menciumi pipiku, Evipun berulangkali bilang bahwa dia sangat puas ngentot denganku.

Bahkan dia bilang, “Pak boleh gak kalau lain waktu Evi ingin dientot lagi”
"Boleh. Kapan saja Evi kepingin hubungi saja aku. Lagian aku juga ketagihan dengan jepitan dan empotan memek kamu..” balasku sambil tersenyum.

Jam telah menunjukan pukul 6 pagi. Karena hari ini kami harus kembali ke Jakarta.
Akupun bangkit dari tempat tidur menuju ke kamar mandi yang segera diikuti oleh Evi.

Kontolku yang mulai mengkerut, tampak mengkilat karena cairan orgasme Evi yang bercapur dengan cairan pejuku.
Begitu pula dengan memek Evi. Saat dia berdiri dari lubang memeknya terlihat cairan putih keruh mengalir perlahan.

Di kamar mandi, kami berdua membersihkan diri kami masing-masing. Setelah membersihkan diri, aku mulai mengenakan pakaian.
Sementara dengan berbalut handuk sambil menjinjing pakaiannya,

Evi minta ijin kembali ke kamarnya sendiri. Namun sebelum melangkah menuju kamarnya sekali lagi Evi mencium lembut pipiku.
“Terimakasih Pak, atas semua kenimatan yang telah Bapak berikan ke Evi..” bisik mesra Evi ditelingaku lalu pergi menuju ke kamarnya.

Setelah sarapan pagi dan beres-beres barang bawaan kami masing-masing, tepat pukul 9, aku dan Evipun kembali lagi ke Jakarta.
Dalam perjalanan aku merasa betul-betul beruntung dapat menikmati kepuasan bersetubuh sampai beberapakali dengan Evi.

Sementara nampaknya Evipun merasa puas juga dientot kontolku yang gede dan panjang ini, yang membuat dia memperoleh orgasme berkali-kali.
Sungguh pengalaman yang tak pernah aku lupakan.
-----------------

Sudah seminggu lebih sejak persetubuhanku yang pertama dengan Evi di Bandung berlalu.
Namun rasanya masih membekas.. sehingga timbul keinginan untuk mengulangnya.

Saat aku lagi mengenang persetubuhan saat itu, tiba-tiba HPku berdering. Ketika kuangkat ternyata dari Evi.
“Halo Vi, tumben nih malam-malam telepon..?” Sapaku.
“Halo Bang.. belum tidur..?” Balas Evi.

“Gak tau malam ini aku gak bisa tidur..” jawabku dengan sedikit kaget.. karena tiba-tiba Evi menyebutku dengan sebutan Abang.
“Sama Bang. Evi juga gak bisa tidur. Evi teringat kejadian saat kita di Bandung minggu lalu..” sambung Evi,
“Rasanya kontol Abang masih mengganjal di memek Evi. Memek Evi jadi gatal ingin digaruk lagi sama kontol Abang yang gede itu..” jelasnya.

Ternyata apa yang aku rasakan dirasakan juga oleh Evi.
Sejak memeknya merasakan nikmatnya sodokan kontolku saat itu, kini memeknya terasa gatal ingin digaruk lagi dengan kontolku.

“Abang juga lagi mengenang nikmatnya empotan memek Evi saat menjepit kontol Abang..” kataku, “Rasanya abang pingin ngentoti Evi lagi..” sambungku.
“Ah Abang bisa aja. Memek Evi jadi basah nih Bang..” kata Evi. Lalu sejenak kami saling terdiam di telepon.
Tak lama kemudian Evi memecah kebisuan tersebut.

“Bang.. besok malam mau gak ke rumah Evi? Evi ingin dientot lagi sama Abang..” ajak Evi.
Aku sangat senang, mendengar ajakan Evi tersebut. Kali ini Evi mengajakku untuk ngentot di rumahnya.

“Bang.. Kebetulan besok kan hari Sabtu. Kita libur kerja. Pagi-pagi aku akan mengantar anakku ke neneknya..
aku akan minta pembantuku untuk menemaninya.. jadi malamnya kita punya banyak waktu. Kita bisa ngentot sepuasnya..” jelas Evi.

Kayaknya memeknya yang sudah seminggu lebih tidak dientot rasanya sudah amat gatal pingin digaruk sama kontol..
sehingga membuat dirinya tanpa malu-malu memintaku untuk ngentoti dirinya di rumahnya.

“Oke.. besok malam aku pasti datang. Sekarang kita istirahat agar besok stamina kita jadi fresh..” kataku.
“Baik Bang.. met bobok. Jangan lupa besok malam ke rumah Evi..” jawab Evi kemudian mematikan teleponnya.
Pasti sebelum tidur Evi membayangkan alangkah nikmatnya ngentot dengan diriku sepuasnya di rumahnya nanti.. hehe.. aku kege-eran.

Sesuai permintaan Evi.. Sabtu malam aku datang ke rumah Evi dengan menggunakan Taxi.
Begitu masuk ke ruang tamu.. aku langsung mencium mulut Evi dengan rakus dan ganas. Sebentar saja kami sudah telanjang.

Di sofa.. aku berlutut menghadap memek Evi.. dan Evipun lalu merenggangkan kakinya untuk memudahkanku menjilati memeknya.
Kelentit Evi tak luput dari jilatan lidahku. Lama juga aku mengerjai memeknya dengan lidahku.

Evi sangat suka saat memeknya aku jilati. Tak lupa aku menyedot-nyedot kelentit Evi.. akibatnya.. sebentar saja memek Evi sudah cukup basah.
Aku kemudian berdiri.. kini giliran Evi yang berlutut menghadap kontolku. Evi mengulum dan mengisap batang kontolku.

Sekitar 10 menit kemudian kugang bahu Evi mengajak untuk segera memulai persetubuhan.
Evi mendorong tubuhku.. sehingga kini aku terduduk di sofa. Batang kontolku tegak berdiri.

Evi mengangkangkan kakinya sambil menghadap ke arahku. Tangan kirinya memegangi batang kontolku agar posisinya tepat di atas lubang memeknya. Setelah kepala kontolku tepat menempel di atas celah memeknya yang sudah sangat basah dan licin.. Evi pun menurunkan pantatnya perlahan-lahan.

Sleeeeep.. Bleeeeeesssss.. Batang kontolku masuk lubang memek Evi.
“Ahhhh.. sssss.. mmmmm.. aaaahhh.. aaabbbaannnggg.. mmmm.. aaaahhh..”
Desah Evi seiring batang kontolku yang terus menerjang masuk lubang memeknya menggesek-gesek dinding lubang memeknya..
hingga akhirnya batang kontolku amblas seluruhnya di dalam lubang memeknya.

Evi mendekapku erat-erat sambil melumat bibirku dengan ganas.
Memeknya berkedut-kedut. Itulah empotan memek Evi yang sungguh sangat nikmat rasanya.

Evi sangat menyukai ngentot dengan gaya seperti ini.
Karena kontolku dapat masuk sedalam-dalamnya di lubang memeknya dan dia dapat mengontrol dan mengambil kendali..
sehingga dia dapat mengarahkan kontolku menggesek bagian-bagian sensitif di lubang memeknya.

Dan akupun dapat meremas dan mengisap teteknya. Tanganku juga dapat meremas-remas pantatnya.
Dalam posisi tersebut, tanganku juga dapat dengan mudah menggesek-gesek kelentitnya. Semua itu semakin menambah kenikmatan bagi Evi.

Gerakankan pantat Evi semakin tidak beraturan, ke depan, ke belakang, ke kiri dan ke kanan.
Terkadang Evi mengangkat pantatnya lalu menekan ke bawah kuat-kuat. Semua gerakan tersebut menimbulkan rasa yang sangat nikmat.

Aku mengimbangi gerakan Evi tersebut dengan mengisap-isap kedua tetek Evi secara bergantian.
Tangankupun tidak tinggak diam, menggesek-gesek kelentit Evi sambil melumat bibirnya.

“Ahhh.. eeerrghh.. mmmm.. bang.. isap tetek Evi bang.. gigit-gigit putingnya bang.. oohhh.. ssssshhh.. mmmmm.. aahh.. eeerrrgh.. aaahhh.. ssshhhhh..!”
Evi mengerang merasakan kenimatan sambil bergerak naik turun di atas pangkuanku dengan batang kontolku yang mengisi penuh lubang memeknya.

Kontolku yang besar dan panjang tersebut selalu membuat memek Evi pingin terus merasakan sodokan-sodokan nikmat kontolku.
Membuat memek Evi senantiasa merindukan batang kontolku walaupun baru seminggu lebih aku entoti memeknya.

Gerakan pantat Evi semakin tak karuan. Akibat isapan dan jilatan mulut dan lidahku di kedua tetek Evi secara bergantian..
serta gesekan antara kelentit dengan bulu jembutku membuat membuat pertahanan Evi bobol.

“Ohhh.. sssssshhhhhh.. nnniikkkmmaaattt.. bbaangg.. Evviii.. sammmpaaiii.. uuuuhhhh.. Eviiiiiii.. kkkeellluuuaarr.. bbbaannnngg.. oohhh.. aaahhhh..!”
Evi menjerit sambil menghentakan pantatnya kuat-kuat ke bawah.. sehingga batang kontolku terbenam dalam-dalam di dalam lubang memeknya..
hingga menyentuh pangkal rahimnya.

Seeeerrrr.. seeerrr.. seerr.. cairan kenikmatan Evi menyembur membasahi batang kontolku yang berada di dalam memeknya.
Tubuh Evi menggelepar dan mengejang menahan nikmat yang luar biasa saat dia mencapai klimak.

Lubang memek Evi berkedut-kedut dengan kuatnya. Batang kontolku serasa diremas dan diisap-isap di dalam lubang memek Evi.
Bukan main nikmatnya merasakan empotan memek Evi tersebut.

Setelah memberikan waktu istirahat sebentar buat Evi menikmati orgasmenya, aku minta Evi untuk mencabut kontolku dari dalam memeknya.
“Vi, aku pingin ngentoti kamu dari belakang..” ajakku.
Tanpa banyak bicara, Evipun kemudian menunggingkan pantatnya sambil tangannya berpegangan sandaran sofa dan akupun segera menyusulnya.

Aku peluk Evi dari belakang sambil memciumi punggungnya, kedua tanganku meremas-remas kedua teteknya.
Dari punggung, ciumanku pindah ke leher Evi. Kemudian kedua telapak tanganku berusaha semakin merenggangkan kedua belah paha Evi..
sehingga kedua belah pahanya mengangkang lebar-lebar.

Dari belakang terlihat belahan memek Evi mengkilat akibat basah oleh cairan yang terus keluar dari memeknya akibat rangsangan nafsu birahinya.
Evi menggoyang-goyangkan pantatnya saat aku mengusap-usap permukaan bibir memeknya dan menggosok-gosok kelentitnya.

“Buruan Baaaaaang.. sodok memek Eviiiii.. Baaaaaangggg.. Evi dah gak tahan pingin disodk lagi sama kontol Abang yang gede.. sssshhhh.. aaahhhhh..!”
Rengek Evi memintaku untuk segera menyodokkan kontolku ke dalam lubang memeknyai yang sudah sangat becek tersebut.

Aku mendekatkan kepala kontolku yang masih tegak dan keras tersebut ke permukaan bibir memek Evi.
Perlahan-lahan kepala kontolku menguak bibir memek Evi dan disaat bibir memek itu sudah terkuak..
Lalu jlebb.. kepala kontolku kusodokkan ke dalam lubang memek Evi.

Evi yang sudah seminggu gak dientot, menggoyang-goyangkan pantatnya begitu merasakan batang kontolku menyeruak masuk lubang memeknya..
dan perlahan-lahan batang kontolku melesak masuk ke dalam lubang memek Evi.

Rongga memek Evi berkedut-kedut akibat merasakan kenimatan tersebut.
Kemudian aku mengayunkan pantatku maju mundur.. sehingga kontolku keluar-masuk lubang memek Evi.

Gerakan maju mundur pantatku kadang perlahan, kadang cepat.
Sesekali aku mendiamkan seluruh batang kontolku di dalam lubang memek Evi sambil menikmati nikmatnya empotan di dalam lubang memek Evi.
Kemudian aku enjot lagi kontolku perlahan-lahan lalu semakin cepat.

Enjotan kontolku yang berirama di dalam lubang memek Evi itu membuatkan nafas Evi terengah-engah.
Aku terus mengayun pantatku maju mundur dengan mantap..
sehingga kontolku terus keluar-masuk menyodok lubang memek Evi. Evi merasakan kenikmatan yang tak terkira.

“Oohhhh.. aaabbbanngg.. Evvviiiii.. dah tak tahan..!” Evi mengerang merasakan kenikmatan enjotan batang kontolku..
membuat rongga memeknya seolah-olah menggenggam erat batang kontolku dan meremas-remas batang kontolku.

Aku menghentikan enjotan kontolku di dalam memek Evi untuk menikmati empotan memek Evi tersebut.
Kemudian aku merunduk menjilat-jilat tengkuk Evi. Evi menggeliat kegelian.

CROK.. CROK.. CROK.. CROK.. terdengar bunyi yang tibul saat aku mengenjotkan batang kontolku di dalam memek Evi yang makin becek dan licin.
“Ahhh.. ohhh.. aaaabbbbaangggg.. nnnniiiikkkmaattnya.. eeerrghhh..!” Evi mengerang.

“Abanggg.. oohhh.. enjot yang kuuuaatttt.. baaaaang.. goyang baaaaang.. ssssshhhh.. ohhhh.. Evvviiiii.. keeeellluuuuaaaarr.. laggggiiiii.. ahhhh..!” Jerit Evi. Tubuhnya mengejang sambil menekan kuat-kuat pantatnya hingga pangkal kon toku menempel di antara bongkahan pantatnya yang bahenol.

Seeeerrrr.. seeerrr.. seerr.. cairan hangat menyembur dari dalam memek Evi. Evi kembali mencapai puncak kenikmatannya.
Kedutan memeknya semakin kuat meremas-remas batang kontolku.
Aku diamkan sebentar kontolku yang amblas seluruhnya di dalam lubang memek Evi sambil menikmati nikmatnya empotan memek Evi.

Setelah itu menyadari bahwa ejakulasiku juga hampir sampai, aku langsung mempercepat enjotan kontolku di dalam memek Evi.
Seakan tau bahwa aku akan segera mencapai ejakulasiku, Evi menggoyang-goyangkan pinggang dan pantatnya mengikuti enjotan kontolku.

"Oohhh.. sssshhhhh.. aaahhh.. Viiiiiii.. abbaaaanggg.. gaakk tttaaahhannnn Viiiiiiiiiiii.. abbaaaanggg.. keeeellluuuuaaaarr.. ahhhh.....!!!!!..”
Aku melenguh, dengan kuat aku hentakkan pantatku hingga pangkal kontolku membentur pantat bahenol Evi.

Croott.. crot.. croot.. crooot.. pejuhku menyemprot di dalam rongga memek Evi. Seketika rongga memek Evi dipenuhi oleh pejuhku yang hangat.
Semburan pejuhku yang hangat dan pekat itulah yang Evi rindukan siang dan malam selama ini.

“Evi suka semprotan pejuh Abang di dalam memek Evi. Apalagi barusan kita keluar bersamaan.. nikmat banget Bang..!”
Ujar Evi saat istirahat melepas lelah setelah persetubuhan kami.

Evi bangun dan berjalan ke dapur mengambil air minum untuk kami berdua.
Saat Evi melangkah menuju dapur.. cairan pejuhku yang sudah bercampur dengan cairan orgasme Evi mengalir keluar dari memek Evi, meleleh ke pahanya.
Evi menoleh dan melihat ke arahku yang tersenyum melihat cairan tersebut keluar membasahi pahanya.

Kami duduk di sofa sambil minum air dingin yang diambil oleh Evi barusan.
“Bang kita lanjutin di kamar Evi saja yuk..?” Ajak Evi sambil menarik tanganku dan membimbingku menuju kamarnya.

Sesampai di kamarnya, Evi menarik tubuhku hingga tubuhku dan tubuh Evi rebah di atas ranjang.
Di atas ranjang, aku dan Evi berpelukkan dan saling menikmati hangatnya tubuh masing-masing.

"Hebat kamu Bang.. belum-belum Evi udah keluar dua kali.. kayaknya Evi malam ini akan puas banget dapat ngentot dengan Abang sampai pagi..” kata Evi.
"Sini aku bikin bangun kontol Abang yang masih lemes..!” lanjut Evi sambil tangannya mengelus-elus kontolku.
"Tenang saja Vi.. kalau Evi yang bangunin sebentar lagi kontolku juga akan bangun dan keras seperti tadi tapi..!” kataku tersenyum.

Darahku berdesir ketika mataku menatap tetek montok Evi dengan putingnya yang merah kecoklatan.
Entah bagaimana awalnya dan siapa yang mengawali tiba-tiba bibirku sudah dalam lumatan bibir Evi.

Nafsu birahi Evi semakin tak terkendali saat tanganku mulai meremasan lembut kedua tetek Evi..
dan gelitikan lidah nakalku pada puting tetek Evi membuat tubuh Evi menggeliat erotis disertai erangan manja Evi.

Evi tak menyangka kali ini ketika aku menyurukkan wajahku di selangkangan Evi dan mencumbui bibir memeknya.
“Baaaaang.. sssshhh.. ohhhh.. ammpuunn.. nikmaaaatnyaa..” desah Evi merasakan nikmat cumbuan lidahku pada kelentit Evi membuatku tambah semangat.

Menghadapi seranganku pada memek Evi membuat Evi mengerang.. merintih bahkan menjerit setengah histeris..
untung deru hujan yang lebat ditimpa suara guruh meredam suara Evi.

Luluh lantak tubuh Evi akibat aksiku tersebut.. tapi buat Evi adalah sebuah sensasi seksual yang sangat luar biasa.
“Bang jujur sama Evi ya..? Setelah ngentot dengan Evi waktu itu.. abang sudah ngentot dengan siapa lagi..?” Tanya Evi datar namun penuh hati-hati.

“Oh itu.. Jujur.. setelah ngentot dengan kamu waktu itu.. sampai sekarang aku belum pernah sekalipun ngentot dengan perempuan lain.
Justru aku ingin mengulangi lagi ngentot dengan kamu..” jawabku sambil tersipu saat mengakui bahwa aku ingin ngentoti dirinya.
“Mmmmm.. kaciaaan.. Abang tentunya kangen pingin ngentoti Evi ya..?” Bisik Evi bangga..

Sambil mendaratkan kecupan di bibirku tubuh Evi bergerak menindih tubuh atletisku. Tubuh Evi kurengkuh dan tubuh kami menempel ketat.
Kemudian dengan telaten tanganku yang nakal menggerayangi setiap inchi tubuh Evi.

Jilatan dan kecupanku merambah setiap bagian tubuh Evi yang sensitif. Tubuh Evi menggeliat erotis kadang menggelepar liar. Rintihan Evi mulai terdengar.
“Ayo.. Baaaaanngg.. ssssshhhhh.. Evi udah gak tahaaaan..”
Bisik Evi lembut setelah dirinya nggak tahan lagi merasakan kuluman dan jilatanku pada kelentitnya.

”Cepat masukin kontolnya Bang! Buruan entoti Evi.. Evi udah nggak tahan lagi pingin dientot..!”
Evi sudah tak bisa tahan lagi ingin segera dientot olehku.

Kemudian aku mulai menindih tubuh Evi. Perlahan aku mendorong pantatku..
sehingga kepala kontolkupun perlahan mulai membelah celah di antara bibir memek Evi dan perlahan masuk ke dalam liang memeknya.
“Aoooouuuhhh.. Baaaannnggg.. sssshhhhhhh.. aahhh..” suara Evi terdengar bergetar.

Mata Evi meredup sayu menatap wajahku manakala liang memeknya untuk kesekiankalinya ditembus batang kontol besar milikku.
Kali ini aku menekan kontolku pelan sekali memasuki liang memek Evi.. sehingga hal tersebut memberikan sensasi yang sungguh nikmaaaaat bagi Evi..
akibat lamanya gesekan batang kontolku pada dinding-dinding liang memek Evi.

Kedua kaki Evi yang melingkari pinggangku seakan mengejang tak tahan menahan kenikmatan yang luar biasa.
“Enaaak Viiiii..!” bisikku lembut sambil tersenyum manis ketika liang memek Evi sudah tak ada tempat lagi bagi batang kontolku.

Evi menjawab dengan mengangkat alis matanya. Bibirnya kembali menyambar bibirku. Dengan penuh nafsu dilumatnya mulutku.
Dorongan gelegak birahi kami memang luarbiasa. Permainan semakin panas dan semakin liar.

Tanpa kendali kembali tubuh Evi dihentak hentak olehku dengan garangnya.
Jeritan dan rintihan Evi silih berganti dengan dengus nafas birahiku yang mendengus buas.

“Ahhkkk.. bbaaaaang.. aammppuuunn.. ooowww.. ssshhh.. niiikmaaat.. banggeet ssiih..!”
Rengek Evi dengan suara memelas namun goyangan pinggulnya dengan gemulai masih..
dengan sengit mengimbangi enjotan batang kontolku di liang memeknya.

CROK.. CROK.. CROK.. CROK.. bunyi decak di selangkangan Evi kembali terdengar. Sensasi malam itu sungguh luar biasa kami rasakan.
“Baaanggg.. aahh.. Evi hampiir.. nyampaiiii.. sssshhh..!”
Desis Evi dengan suara bergetar matanya garang menatapku, mengerikan tapi aku sangat menyukai ekspresi tersebut.

“Ayoooo.. Viiiiiiii.. keluarkan bareng Abang.. ooouuuuhhhh..!” Erangku. Tubuh Evi terguncang guncang hebat akibat hentakan tubuhku..
saat kontolku menghajar liang memeknya pada detik2 menjelang puncak kenikmatan kami berdua.

"Hmmhh... keluarin aja Baaaaang.. keluarin pejuh Abang di dalam memek Evi.. memek Evi siap menampung.. Evi udah nggak tahan
Baaaaang.. tusuk yang kuat... mmhh.. uuuuuuh.. sodok yang kuat Baaang.. masukin yang dalam kontolnya.. mmmmhhhhh.. adduuh Baaaaang..
Eviiiii.. keellluuuaaaar lagi.. aaaagghhh..!!” Teriak Evi. Mulutnya menganga lebar tanpa suara..
tangannya mencengkeram erat seprei yang sudah tidak beraturan keadaannya. Tubuh Evi mengejang.

Seeeerrrr.. seeerrr.. seerr.. pada saat itu cairan orgasme Evipun menyembur dahsyat.
"Viiiiiii.. mmmmhhhhhh.. ssssshhhh.. aaahhh.. aduuh.. Abang keluaarr.. aagghh.....!!..” akupun berteriak.
Croott.. crot.. croot.. crooot..! Semburan dahsyat pejuhku memenuhi rongga memek Evi menyertai kenikmatan orgasmeku.

Entah berapa lama suasana hening hanya suara nafas kami terengah engah yang terdengar.
Hingga hampir tengah malam aku dan Evi saling bergumul malam itu hingga akhirnya kami tenggelam dalam kenikmatan orgasme masing2.

Tampak Evi tergolek kelelahan disampingku, dia tersenyum penuh kepuasan. Sementara itu pejuhku tampak mulai menetes dari celah memek Evi.
Akupun terbaring lemas, kontolku tampak mulai lemas. Tiba-tiba aku merasa sangat haus dan lapar.

Aku bangkit lalu mengambil sekaleng soft drink dan menyantap sebungkus roti yang ada di kulkas Evi..
untuk mengembalikan tenagaku yang terkuras akibat ngentoti Evi. Setelah itu aku kembali ke kamar Evi.

Aku membaringkan tubuhku disamping tubuh Evi yang tampak sudah tertidur pulas. Sebentar kemudian akupun tertidur sambil memeluk tubuh Evi.
-----------------

Pagi itu aku terbangun, sayup-sayup kudengar suara adzan subuh.
Tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Ternyata Evi sudah bangun lebih dulu dan dia sedang asyik mengulum kontolku.

"Aduh.. Evi.. pagi-pagi udah sarapan pisang..!” Candaku sambil tertawa.
"Hmm.. sorry ya Bang.. Evi tadi bangun duluan terus Evi nggak tahan liat kontol abang.
Evi langsung ngebayangin kayaknya enak banget kalau pagi-pagi gini dientot lagi sama Abang.. nggak apa-apa khan Bang...?”

Kulihat kontolku sudah berdiri tegak akibat ulah Evi. Tampaknya Evi sudah sangat bernafsu..
nafasnya memburu tak teratur dan pandangan matanya menunjukkan dirinya sedang berada pada puncak birahinya.

"Abang sayang.. Evi pengen ngerasain kontol Abang lagi yaa.. sebelum Abang pulang.. jadi sekarang Evi pengen dientot lagi sama Abang.. mau khan...?” Pinta Evi.
"Masukin aja Vi.. Aku juga suka ngentoti Evi.. pokoknya pagi ini Aku mau ngentot sampai kita bener-bener udah nggak kuat lagi.. Evi mau khan..?” Ajakku.

Hhhhmmmmm.. dengan senang hati Abang sayang.. ssssshhhhh.. oohhhhh..” sambut Evi
Ah.. kali ini aku akan memberikan sesuatu yang lain untuk Evi. Aku akan membuatnya mengalami orgasme berkali-kali tanpa sempat istirahat.
Aku rasa ini tidak terlau sulit karena tampaknya Evi tipe wanita yang sangat sensitif dan mudah mengalami orgasme.
Lagipula semalam aku sudah duakali orgasme.. aku yakin bisa bertahan lebih lama lagi sekarang..
batinku.

Kubiarkan Evi menaiki diriku dan memasukkan kontolku ke dalam memeknya.
Seperti biasa dia mulai menaik-turunkan pinggulnya.. sehingga kontolku meluncur keluar-masuk memeknya.

Dengan sengaja kusentakkan pinggulku untuk mengimbangi gerakan Evi.. sehingga membuatnya makin terangsang.
Benar saja.. tidak sampai lima menit Evi mulai kehilangan kontrol dan melenguh kuat, ia mengalami orgasmenya yang pertama pagi ini.

"Aahh.. Baaaang.. Eviiiiii.. keluuuaaaarrar.. mmhh.. adduuuuhh.. aaaaaaghh..!!!” Evi menjerit.
Seeeerrrr.. seeerrr.. seerr.. memeknya menyemburkan cairan orgasmenya yang pertama.

Liang memeknya berkedut-kedut dengan kuat. Sungguh nikmat empotan memek Evi tersebut.
Empotan memek itulah yang bikin aku ketagihan untuk selalu ngentoti memek Evi yang legit dan nikmat.

Aku tidak memberi Evi kesempatan beristirahat. Setelah tubuhnya melemas aku langsung membaringkan Evi dan membuka pahanya..
Tanpa basa-basi aku langsung menancapkan kontolku ke dalam memeknya.

Dan kali ini aku menusukkan kontolku dengan kuat dan cepat. Benar saja, Evi tampak kaget dan tidak siap dengan serangan tiba-tiba ini.
Tidak sampai tiga menit kemudian tubuhnya mulai bergetar hebat. "Adduhh.. Baaaaaaang.. Evi keluuuuaaaauar.. laaaggii.. aahhhh..!!”

Kurasakan badan Evi mengejang dan kemudian lemas, ini orgasmenya yang ke-2 di pagi ini.
Seeeerrrr.. seeerrr.. seerr.. memek Evi kembali menyemburkan cairan orgasme yang ke-2.

Sementara itu kontolku masih keras dan besar kudiamkan sejenak di dalam memeknya..
sambil menikmati empotan memek Evi saat mencapai orgasmenya tersebut.

Kemudian tanpa memberinya kesempatan istirahat bagi Evi, aku kembali memompa kontolku dengan kuat dan ganas di liang memek Evi.
Evi yang belum sempat istirahat untuk memulihkan tenaganya, tubuhnya kembali tergetar dan terangsangan akibat enjotan kontolku di liang memeknya.

"Ohhh.. Baaaaang nakal.. Evi bisa keluar lagi nih.. aduuhh.. mmmhhh.. aahhhh.. mmmhhh.. Baaaaaang.. Evi mau keluar lagii.. aduuhh.. aahhhh..
Dorong yang keras Bang.. iya.. tusuk yang dalam.. iya gitu.. terus.. terus.. jangan berhenti.. aahhhh.. enak sekali Bang.. mmmhhh.. Baaaaaaaang..
Evi keeeluuuaaar.. laaagiii.. aahhhh..!!!” Evi mendapatkan orgasmenya yang ke-3.

Kembali aku tidak memberi kesempatan Evi istirahat, kali ini kuangkat kedua kakinya dan pantatnya kuganjal dengan bantal..
sehingga kontolku masuk semakin dalam hingga menyentuh dasar memeknya.

Kutusukkan kontolku ke dalam memek Evi berulang-ulang dengan cepat dan kuat.
Hanya berselang satu atau dua menit dari orgasme sebelumnya kembali tubuh Evi bergetar hebat untuk mengalami orgasmenya yang ke-4.

"Aahh.. Baaaaaang.. uuuggghhh.. masukin yang dalam Bang.. masukin sampai mentok.. aahhhh.. enak banget.. aahhhh..
G-gimana nih.. Evi bisa keluar lagi.. mmmhhh.. aahhhh.. aduuuuuuhh.. Evi keeeluuuaaar.. lagi Baaaaang.. aahhhh..!”

Kali ini tubuh Evi menggelinjang cukup lama, pinggulnya berkedut-kedut tidak beraturan..
matanya terpejam rapat-rapat dan giginya terkatup menahan kenikmatan yang luar biasa.

Begitu selesai orgasme yang ke-5.. kembali aku meneruskan tusukan kontolku.
Kali ini Evi mulai merasa tidak kuat lagi, matanya memelas memintaku untuk berhenti.

"Udah dong Bang.. Evi capek banget.. memek Evi mulai perih Bang, jangan cepet-cepet dong.. sakit.. udah Bang.. Evi istirahat dulu.. sebentar aja..
nanti kita lanjutin lagi.. kasih kesempatan Evi istirahat dulu Bang..” katanya sambil mencoba menahanku.

Tapi aku tidak peduli, namun gerakanku kuperlambat supaya Evi tidak merasa sakit saat aku menusukkan kontolku ke dalam memeknya.
Aku sendiri sekarang mulai terangsang berat melihat pandangan sayu tanpa daya seorang wanita yang haus kenikmatan seperti Evi.

Setelah beberapa saat tampaknya Evi mulai kehilangan rasa sakitnya dan berubah menjadi rasa nikmat kembali..
dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti gerakanku.

Sekarang aku ubah sedikit posisiku, hanya kaki kiri Evi yang kuangkat..
sementara kaki kanannya tergeletak di kasur dan kaki kiriku kuletakkan diatas paha kanannya.

Kelihatan Evi menikmati sekali posisi ini, dia mulai bergairah lagi dan gerakan pinggulnya mengganas kembali.
Tak lama kemudian iapun mengalami orgasmenya yang ke-6.

"Aahhhh...ohhh.. Baaaaaang.. Abang pinter banget sih.. aaahhh.. tusuk memek Evi yang kuat Bang.. ohhhhh.. Evi keeeluuaauar laaagiii.. aahhhh..!!!”
Teriakan Evi kali ini begitu keras dan panjang.

Jleghh.. kutekan kontolku dalam-dalam di memek Evi sambil menunggunya kembali siap.
"Udah Bang.. Evi udah capek.. Evi nggak kuat lagi Bang.. udah ya Bang.. memek Evi udah ngilu sekali.. please.. Evi udah nggak sanggup lagi..!” pinta Evi.

"Ssssshhhh.. hhhmmm.. Abang masih pengen terus ngentoti Evi.. khan sebentar lagi pulang..
Abang mau menikmati tubuh Evi hari ini sepuas-puasnya..!” kataku sambil memulai lagi tusukan kontolku.

"Ayo dong Bang.. udah dulu.. kapan-kapan kita khan bisa ngentot lagi.. Evi janji deh.. tapi sekarang udah dulu Evi capek banget.. tenaga Evi udah abis..!”
Rengek Evi agar aku membiarkan dirinya istirahat barang sejenak.

"Tanggung.. Viii.. ini terakhir Evi.. Abang juga udah mau keluar kok.. boleh yaa..!” rayuku sambil mengecup bibir Evi.
Evi terdiam dan berusaha menikmati permainan kontolku yang terus mengganas nyaris tanpa henti.

Sementara itu aku sudah merasakan diriku mulai mendekati orgasme juga. Kontolku terasa membesar dan memenuhi memek Evi.
Tampaknya Evi juga merasakan hal yang sama, iapun segera terangsang berat serta mulai mendesah-desah untuk orgasmenya yang ke-7.

"Aahhhh.. Baaaaaaaang.. keluarin pejuhnya sekarang Bang.. tusuk memek Evi yang kuat.. Sssssshhhhh..
Oohhh.. Baaaaang.. Evi mau keeeluuuaaar sekarang.. ohhhh..!!..” erang Evi

"Ohhhh Viiiiii.. Ayo kita barengan.. ssshhh.. aahhhh.. Abang keeeluuuaaarrr.. Viiiiiiii.. ssssshhhhh.. aaaaagggghh..!!!” teriakku.
Croott.. crot.. croot.. crooot..! aku menyemprotkan pejuhku yang pertama pagi ini di dalam memek Evi.

Sementara tubuh Evi menggelinjang hebat menahan nikmat orgasmenya yang ke-8.
"Aahhhh.. mmhhhh.. Evi juga keluar Baaang.. adduhh maakk.. enak bangeett.. argghh..!”
Teriak Evi keras sekali mengiringi orgasmenya yang ke-8 sepanjang pagi ini.

Akhirnya kali itu persetubuhan kami benar-benar terhenti dan kamipun berpelukan lemas.
Kukecup bibir Evi dan perlahan-lahan kulepaskan kontolku dari dalam memeknya.

Kulihat memek Evi sudah sangat merah dan Evi sendiri masih memejamkan matanya kehabisan energi.
Tampak pejuhku yang bercampur dengan cairan orgasme Evi meleleh keluar dari dalam memek Evi..
akibat rongga memeknya tidak dapat menampung lagi cairan orgasmenya yang berkali-kali keluar dan juga semburan pejuhku barusan.

“Terimakasih ya Abang sayaang. Abang emang benar-benar hebat. Evi sangat-sangat puas..”
Kata Evi sambil menciumku kemudian turun dari tempat tidur menuju kamar mandi yang ada di kamarnya.
Sementara aku masih menikmati sisa-sisa kenikmatan ngentoti memek Evi.

Sebentar kemudian Evi keluar dari kamar mandi dengan berbalut baju tidur yang seksi.
Melihat Evi telah selesai membersihkan dirinya, akupun bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri.

“Kalau selesai mandinya, Evi tunggu di ruang makan Bang. Kita sarapan dulu sebelum Abang pulang..!!”
Teriak Evi sambil berlalu dari kamar menuju dapur menyiapkan sarapan buat dirinya dan aku.

Akhirnya.. sehabis sarapan aku minta izin pulang. Sebelum pulang.. Evi memintaku untuk sering ngentoti dirinya.

Aku berjanji akan ngentoti Evi kapanpun dia ingin.
Karena sejujurnya akupun ketagihan dengan empotan memek Evi yang memang luar biasa. Ahh.. (. ) ( .)
------------------------------------------------------------
 
----------------------------------------------------------------

Cerita 15 – Gadisku

Chapter 1 – Affair Pertamaku

06/12/96, The true story begin..
Aku
adalah seorang manajer di sebuah perusahaan multinasional yang cukup ternama di Jakarta.
Mungkin karena prestasi kerjaku yang dinilai lumayan oleh atasanku.. maka pada usiaku yang baru menginjak kepala tiga ini..
aku telah diberi kepercayan untuk menangani penjualan produk perusahaanku untuk berbagai area di Indonesia.


Tugas ini mengharuskan aku untuk sering melakukan perjalanan ke luar kota.. disamping itu kesibukan ini juga seringkali menyita hampir seluruh waktuku.
Aku sering harus masih tinggal hingga larut malam di kantor.. bahkan kadang-kadang juga masuk ke kantor..
pada saat weekend, ketika teman-temanku yang lain sedang menikmati waktu istirahatnya di rumah.
Untunglah segala jerih payahku ini juga mendapatkan kompensasi yang memadai dari perusahaan.

Aku memiliki sebuah ruang kerja yang cukup luas dan nyaman, selain itu akupun dibantu oleh seorang asisten yang cantik..
Eksanti namanya. Sebenarnya Eksanti sudah cukup lama membantuku sebagai asisten.
Walaupun dalam struktur birokrasi perusahaan Eksanti adalah bawahanku..
namun sebenarnya aku lebih senang memperlakukannya sebagai seorang teman.

Hal itu bukan karena aku ingin membedakan perlakuan dengan anak buahku yang lain..
namun memang aku tidak suka dengan hal-hal yang bersifat formal.
Maka tidak heran bila lebih banyak anak buah yang memanggilku dengan sebutan.. 'Mas..' ketimbang 'Bapak..'

Demikian pula dengan Eksanti.. karena memang usia kami cuma terpaut kira-kira 3-4 tahun..
sehingga memang lebih pantas baginya untuk memanggilku dengan sebutan “Mas..”

Walaupun demikian.. Eksanti juga selalu bisa memposisikan dirinya..
hingga meskipun kami sering bercanda namun sejauh ini hubungan kami adalah murni sebagai layaknya atasan dengan bawahannya.

Kecantikan,, keramahan dan kegesitannya telah menjadikan Eksanti sebagai sosok yang sempurna..
sehingga aku sering mendengar bahwa banyak rekan-rekan sekantorku yang naksir kepadanya.

Aku tidak begitu mengetahui apakah Eksanti telah memiliki pacar atau belum.
Aku tidak terlalu peduli dengan hal-hal semacam itu.. karena aku tidak ingin mencampuri urusan pribadi orang lain.

Terus terang.. sebelum kejadian itu.. aku hanya sempat memperhatikan Eksanti untuk urusan-urusan kantor..
namun entah mengapa hari itu dengan cepat telah mengubah hubungan kami berdua..

Begini ceritanya..
oOo

Waktu itu jarum jam di dinding ruangan kantorku telah menunjukkan pukul 7 malam.
Aku sudah berkemas-kemas untuk pulang, karena kebetulan waktu itu aku mempunyai janji dengan seorang teman lamaku di daerah Cinere.

Saat aku berjalan melewati front office, aku melihat Eksanti juga sedang berbenah hendak pulang.
Ketika aku bertanya mau pulang ke arah mana, ternyata ia mau ke rumah salah seoarang kawannya di daerah Lebak Bulus. Jadi kami bisa searah satu jalan.

Kebetulan, Eksanti tidak membawa kendaraan sendiri.. sehingga aku menawarkan untuk pulang bersama semobil denganku.
Ternyata Eksanti pun setuju, “Terimakasih Pak, daripada kehujanan..” Lumayan ada teman ngobrol di jalan.. pikirku dalam hati.
oOo

Gerimis rintik-rintik membasahi jalanan yang kami lewati.
Dan seperti biasa kalau sedang hujan, penyakit di daerah selatan Jakarta, macetnya minta ampun..

Waktu sangat cepat berlalu, jam di mobilku menunjukkan pukul 20.15.
“Dingin Santi..?” Aku bertanya memecah keheningan kami berdua ketika kami sampai di sekitar Blok A.

Memang aku merasakan mobilku dingin sekali AC-nya, padahal sudah aku setel minimal. Mungkin karena hujan, meskipun tidak begitu deras.
“Iya Pak. Dingin banget..” jawabnya sambil mendekapkan tangannya ke dada.

“Kalau lagi di luar kantor gini jangan panggil aku Pak dong.. ntar kelihatan tua aku. Panggil aku Mas saja yaa.. Toh, usia kita nggak beda jauh..”
kataku berusaha untuk mencairkan suasana.
“Ya.. Mas..” Ia tersenyum ke arahku.

Hujan makin deras. Jalanan makin macet. Pukul 21.00 kami masih berkutat di kawasan Blok A. “Aku lapar, Santi..” ujarku spontan.
“Sama. Aku juga dari tadi, Mas..” Eksanti menjawab jujur. Kami tertawa bersama. Perut kosong, badan menggigil.

Bayangkan.. kami mengobrol apa saja tentang kantor.. teman-temannya.. keluarga..
sampai keinginannya untuk segera mendapat pacar yang mau mengerti dirinya. Aku lebih banyak menjadi pendengar cerita Eksanti.

Kali ini baru aku sadari, ternyata Eksanti yang duduk di sebelahku bukanlah seperti Eksanti yang aku kenal dalam waktu-waktu terdahulu di kantor.
Dalam Curhatnya, ia terlihat sangat rapuh. Entah memang nasibku untuk selalu menjadi tempat Curhat orang lain.

Dari dulu semasa di bangku sekolah hingga kini setelah bekerja, aku selalu dijadikan tempat Curhat orang-orang dalam lingkaran terdekatku.
Dan kini aku harus menghadapi Eksanti yang sesekali sesengukan..
meremas-remas sapu tangannya dan menghapus air matanya yang mulai jatuh satu per satu.

Love.. look what you have done to her, bastard..!

Aku mencoba menenangkannya sebisaku dengan menganalisis kehidupannya dari berbagai perspektif.
Aku hanya bisa mengatakan bahwa ia masih beruntung.. karena ditunjukkan ketidaksetiaan kekasihnya pada saat mereka belum menikah..
sebab akan lebih sangat menyakitkan jika semua itu dihadapi justru ketika mereka telah menikah.

Setelah beberapa waktu kami membahasnya.. Eksanti terlihat sudah agak tenang.
“Thanks Mas.. kamu mau jadi tempat sampah Santi..” katanya sambil sedikit tersenyum.
“That what friends are for..” jawabku singkat sambil menepuk-nepuk kepalanya seperti kepada seorang anak kecil.

“Mas, kamu itu aneh yaa..?” Tiba-tiba suara Eksanti menyentakku.
“Aneh..? Apa sih maksud kamu..?” Tanyaku asal.

“Hihihihi..” terdengar Eksanti cekikikan mendengarnya. “Yaa.. aneh aja.. Santi sudah kenal mas dari beberapa tahun yang lalu..
tapi rasanya Santi nggak pernah merasa dekat dengan Mas, sampai dengan hari ini..” kata-kata Eksanti meluncur lancar dari mulutnya.

“.. Sampai Santi mau Curhat sama mas.. padahal Santi paling jarang Curhat.. apalagi sama orang yang nggak deket bener dengan Santi..”
“Sama, aku juga gitu kok. Bisa aja.. jangan-jangan kita pernah ketemu di kehidupan lain sebelumnya yaa..?” Jawabku sambil nyengir.
“Ada-ada aja kamu, mas..” katanya sambil tiba-tiba merebahkan kepalanya di bahu kiriku.

Jujur saja.. aku cukup terkejut menerima perlakuannya.. tapi santai saja..
lagipula apalah yang mungkin terjadi dari sebuah bahu untuk menyandarkan kepala sejenak..?

Dengan sudut mataku, aku meliriknya, Eksanti tampak sangat damai.
Ia sedang menggosok-gosokkan tangan kanannya ke hand rem, mungkin biar hangat.

Lalu tiba-tiba, dengan tangan kiriku sengaja aku pegang tangannya. “Tanganmu dingin banget, Santi..”
“Daritadi, mas..”
“Tanganku juga yaa..?”
“He-eh..” sahutnya tanpa mencoba melepas tangannya dari remasanku.
Hujan tetap lebat.. sehingga praktis mobilku berhenti seperti yang lain. Macet.

Dalam keheningan, aku meremas-remas tangannya. Eksanti diam saja. Bahkan ia juga mulai ikut membalas meremasi jari-jemariku.
“Lumayan. Agak hangat..” kataku.
“He eh..” jawabnya lagi sambil senyum.

Aku melirik ke arah Eksanti.. ia mengenakan rok mini warna gelap berbunga-bunga kecil warna terang.
Meskipun cahaya di dalam mobilku agak gelap, namun aku masih bisa melihat dengan jelas kaki jenjangnya yang putih mulus tanpa cela..
semakin kelihatan kontras dengan warna roknya.

Aku membawa tanganku ke atas pahanya. Eksanti masih terdiam.
Lalu dilepaskannya tangannya agar tanganku leluasa menyentuh.. meraba.. kulit mulusnya.

Ughh.. Halus, haluus.. sekali pahanya. Aku mengusap-usap naik-turun.
Perlahan tapi pasti, aku mulai menyentuh ujung-ujung renda celana dalamnya.

Dari ujung lutut, merayap perlahan ke atas.. dengan gerak mengambang aku mengusap-usap sampai menyentuh kembali pangkal celana dalamnya.
Berulang-ulang.

“Hmm..” lenguhnya.
“Makin hangat, Santi..” bisikku.
Eksanti diam saja. Aku meliriknya lagi.. ia memejamkan matanya.

Tangannya memegang tanganku dan diusap-usapkan ke atas lapisan satin celana dalamnya.
Kini Eksantilah yang mengendalikan tanganku. Aku merasakan, ia mulai basah.

Tanpa aku sadari, mobilku sudah melewati Golden Trully. Aku menarik tangan Eksanti..
Aku membawa jemari halusnya ke atas kejantananku yang sejak tadi sudah menegang, tetapi masih rapi tertutup celana pantalonku.

Eksanti mengerti. Dia meremas-remas lembut batang kejantananku.
Lama.. kami saling mengelus, mengusap dan meremas bagian-bagian yang paling sensitif dari tubuh kami masing-masing.

Aku juga merasa, setetes cairan bening sudah mulai membasahi celana dalamku. Eksanti tetap memejamkan matanya. Tanganku terus aktif bergerilya.
Perlahan-lahan aku tarik dengan lembut rambut kewanitaannya dari celah samping celana dalamnya.
Eksanti terus melenguh. Pahanya makin panas. Tangannya makin aktif mengelus-elus kejantananku dari luar.

Tidak terasa, kami sudah sampai di perempatan Fatmawati – Simatupang.
Arah lurus ke Cinere masih macet, kanan ke arah Pondok Indah jalanan kosong. Jam di mobil sudah menunjukkan pukul 23.00.

“Aku laper..” bisikku lembut sambil menjilat belakang telinganya.
“Cepet mampir. Bisa pingsan aku. Laparrr juga aku..” ia mendesah pelan.

Aku memutuskan untuk mengambil arah ke kanan, lalu menyusuri jalur paling kiri.
Untuk sementara kegiatan usap-mengusap.. remas-meremas kami dihentikan. Sekarang kami akan mencari makan dulu.

Aku melihat bangunan berpagar bambu gelap, jalan masuknya menurun. Mungkin itu adalah sebuah hotel dan kami bisa makan di sana.
“Kiri yaa..? Mungkin kita bisa makan di resto-nya..” bisikku.
“Itu restoran..?” Tanya Eksanti.
“Nggak tau. Kalo resto yaa.. syukur, kalau hotel kita bisa makan di restonya..” jawabku sejujurnya.
Sejujurnya, waktu itu aku memang belum tahu sama sekali tempat apa itu.

Aku membelokkan mobil ke kiri, lalu terlihat ada orang yang berlari-lari memakai payung menyambut dan memberi kode untuk mengikutinya.
Dia menunjuk suatu tempat seperti garasi dan mempersilakan mobilku masuk ke dalam garasi itu.

Aku masuk, lalu ia segera menutup pintu garasi. Aku memandang bingung ke arah Eksanti.
Dia mengangkat bahunya tanda bahwa ia bingung atau tidak tau juga.

Aku lalu turun, sementara Eksanti masih tinggal di dalam mobil. Aku mengikuti petugas yang masuk ke sebuah pintu di dalam garasi itu.
Ternyata pintu itu langsung menghubungkan garasi ke suatu kamar tidur. Sebuah spring bed besar berada di tengah ruangan.
Dua tempat duduk dan satu meja kaca, lemari buffet kecil dengan pesawat TV 20 inch di atasnya, melengkapi perabotan di sisi-sisi ruangan.

Di dindingnya tertempel sebuah kaca cermin yang besar. Di sana juga tersedia kamar mandi di dalam ruangan, yang dilengkapi dengan shower.
Ooo.. ternyata ini hotel atau motel garasi, seperti yang sering diceritakan teman-teman priaku.

Setelah membereskan pembayaran kamar dan memesan makanan, petugas segera keluar melalui pintu penghubung ke garasi tadi. Aku mengikutinya.
"Turun yuk..” kataku kepada Eksanti, yang masih berada di dalam mobil.
Eksanti turun dari mobil dan aku menggandengnya masuk ke dalam kamar.

Lalu pintu segera aku kunci dari dalam. Melihat isi kamar itu Eksanti tampak tertegun. Aku lalu bergeser, berdiri tepat di hadapannya.
Mataku tajam memandang ke arah mata indahnya, aku tidak bisa menduga apa yang ada dalam benaknya saat itu.

Eksanti pun membalas memandangku, ada sesuatu yang bergelora di sana. Agak lama kami berdua saling tertegun, terdiam.. ..
Cukup lama kami masing-masing terdiam dalam posisi ini..
sambil memandang sebagian horizon langit yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang yang mulai nampak setelah hujan reda dari jendela kamar itu.

Sayup-sayup terdengar suara dari TV dalam kamar, rintihan Sinnead O’Connor yang tengah menyanyikan lagu legendarisnya: ..
I can eat my dinner in the fancy restaurant but nothing..
I said nothing can take away this blue cos nothing compares..
nothing compares to you
..

Perlahan aku usap rambutnya dan memberanikan diri untuk mengecup keningnya. Eksanti mendongakkan kepalanya untuk memandangku.
Beberapa saat kami saling berpandangan, ah oase kedamaian dari pancaran matanya inikah yang selama ini aku cari..?

Mungkinkah aku menemukannya hanya dalam beberapa jam saja setelah sekian lama aku mencarinya entah ke mana..?
How can I be so sure about that..?
Dan sekian banyak pertanyaan lainnya berkecamuk dalam pikiranku melewati detik demi detik kami berpandangan.

Yang aku tau.. beberapa saat kemudian wajah kami semakin mendekat..
Sekilas aku melihat Eksanti menutup matanya dan pada akhirnya aku kecup lembut bibirnya.

Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba tubuh kami sudah saling merapat. Aku mencium Eksanti sampai nafasnya terengah-engah.
Aku menjilati bibirnya sambil tetap dalam posisi berdiri. Lidahku meliuk-liuk di dalam mulutnya.

Eksanti pun tak kalah garang. Dia memeluk tubuhku erat-erat dan membalas ciuman buasku.
Tangan kiriku menyusup ke dalam blouse-nya.. sementara tangan kananku menyusup ke celana dalamnya bagian belakang..
perlahan mulai mengusap.. meremas lembut belahan pantatnya.

Aku menciumi Eksanti dengan buas. Bibir sensualnya yang tipis itu aku lumat habis.
Lidahku meliuk-liuk di dalam mulutnya dan disambut dengan kelincahan lidahnya.

Lalu mulutku turun ke arah leher jenjangnya, aku menjilati lehernya.
Eksanti memejamkan matanya, ia tampak sangat menikmati rangsanganku.
Tangannya terus mengusap-usap kejantananku yang masih rapi berada di dalam sarangnya.

Kami berciuman seakan-akan kami sepasang kekasih yang telah lama tidak berjumpa.
Menumpahkan segala kerinduan dalam kehangatan sebuah ciuman.

Perlahan aku raih pinggang Eksanti dan mendudukkannya dalam pangkuanku di atas tempat tidur.
Kini kami semakin dekat.. karena Eksanti aku rengkuh tubuhnya dalam pangkuanku.

Aku usap lembut rambutnya, sedangkan dia memegang lembut pipiku.
Ciuman bibirnya semakin dalam, seakan tidak pernah dia lepaskan.

Cukup lama kami berciuman, sesekali terdengar tarikan nafas Eksanti yang terdengar begitu lembut.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk mulai menurunkan bibirku ke arah lehernya.

“Ugh..” hanya terdengar lenguhan lembut Eksanti ketika ia mulai merasakan hangatnya bibirku menjelajahi lehernya.
Tidak ada perlawanan dari aksi yang aku lakukan.

Eksanti justru makin mendongakkan kepalanya.. semakin memamerkan lehernya yang putih dan jenjang.
Kedua tangannya meremas seprai tempat tidur sebagai tumpuan. Aku pun semakin terhanyut terbawa suasana.

Aku perlakukan Eksanti selembut mungkin.. menjelajahi milimeter demi milimeter lehernya..
mengusap rambutnya dan makin menekankan punggungnya ke arah tubuhku.

“Mas.. ookkhh..” lenguh Eksanti saat dia menyadari terlepasnya satu per satu kancing kemeja blouse-nya.
Ya.. aku memang melepaskannya untuk melanjutkan cumbuanku kepadanya.

Jilatan-jilatan lembut mulai menjalari dada Eksanti, seiring meningkatnya hasrat manusiawi dalam diri kami.
Dengan sekali gerakan.. aku dapat menggendongnya.

Kami lanjutkan percumbuan dalam posisi berdiri lagi dengan tubuh Eksanti dalam gendonganku.
Tangannya mulai meremasi rambutku.

Perlahan-lahan kemejanya terjatuh terhempas ke karpet ruangan..
menyisakan bagian atas tubuh Eksanti yang tinggal berbalutkan sehelai bra putih.

Beberapa saat kami bercumbu dalam posisi ini.. sampai akhirnya aku merebahkannya lagi di ranjang.
Terdengar suara Donita.. presenter MTV Asia, terakhirkali sebelum aku meraih tombol off TV yang terletak di buffet samping ranjang.

Kali ini suasana benar-benar senyap.. hanya tarikan nafas kami berdua yang masih sibuk bercumbu.
Eksanti mencoba untuk melepaskan satu per satu kancing kemejaku.. hingga akhirnya ia berhasil melepaskannya..
Hampir bersamaan saat aku berhasil melepaskan bra-nya.

Kami meneruskan pergumulan, namun sebuah perasaan aneh menyusup ke dalam hatiku. She’s different, pikirku.
Jujur saja, aku sudah beberapakali mengalami sexual intercouse, pun dengan orang-orang yang baru saja aku kenal.

Namun kali ini terasa berbeda. Ada perasaan lain yang mengiringi nafsu yang bergejolak.. sebegitu dahsyatnya..
sehingga nafsu itu sendiri menjadi tidak berarti lagi keberadaannya.

Rasa sayang, yaa.. mungkin inilah yang disebut dengan perasaan sayang itu, sesuatu yang sudah lama tidak aku rasakan keberadaannya.
Ini membuatku ingin memperlakukannya seindah dan selembut mungkin.

Eksanti bukan hanya seseorang yang mengisi sebuah babak pelampiasan nafsu manusiawi dalam hidupku.
Dia berbeda, she deserves the best!

Terdengar lagi lenguhan Eksanti saat aku mulai mengulum buah dadanya.
Kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Mungkin hasrat itu telah memenuhi kepalanya.

Jilatan-jilatan diselingi gigitan-gigitan kecil mendarat di sekitar putingnya, berkali-kali membuatnya berjingkat terkejut.
Aku meneruskan cumbuanku ke arah perutnya, hingga pada akhirnya berhasil membebaskan roknya ke karpet.

Sekarang terpampanglah pemandangan indah yang tidak mungkin aku lupakan..
Seorang dewi cantik.. rebah dengan hanya berbalutkan celana dalam satin putih.

Untuk pertamakalinya aku memandang seorang wanita dalam kondisi seperti ini, tidak dengan nafsu yang menguasai.
Begitu terasa bagaimana aku memang menyayangi dan menginginkannya.

Matanya yang memandang lembut ke arahku, menghadirkan begitu banyak kedamaian..
sesuatu yang terus aku cari selama ini dari diri seorang wanita.

Kini aku mengulum pusarnya.. seiring lenguhan-lenguhan kecil yang terdengar dari bibirnya.
Perlahan aku mulai menurunkan kain terakhir yang menempel pada tubuh Eksanti.

Terdengar sedikit nada terkejut Eksanti.. saat aku mulai menurunkan centi demi centi celana dalamnya..
menyusuri kedua kakinya hingga terlepas entah ke mana.

Seiring itupun. aku mulai menurunkan jilatan ke arah selangkangannya. “Masss.. mau ngapain.. uugghh..”
Pertanyaan yang coba diajukan Eksanti tidak dapat diselesaikannya begitu dirasakannya sebuah jilatan mendarat di bibir kewanitaannya.

Permainan lidahku pada liang kewanitaannya memang aku usahakan selembut mungkin..
hingga terkadang hanya sedikit saja ujung lidahku menyentuhnya.

Namun hal ini malah justru memicu reaksi Eksanti semakin terbakar.
“Oghhh.. Masss..” lenguhnya panjang diiringi nafasnya yang semakin tidak beraturan.

Isapan dan jilatan silih berganti aku lakukan dengan penuh kelembutan padanya..
hingga pada akhirnya terdengar Eksanti seperti mendekati puncaknya.

“Aaacchhh..!!” Jeritnya panjang sambil menghentakkan tubuhnya ke atas.. saat puncak itu datang melandanya..
Menggulungnya dalam suatu sensasi keindahan yang sangat melenakan dan menghempaskannya ke dalam jurang kenikmatan yang begitu dalam.

Kini aku memandang wajahnya. Matanya yang terpejam sambil menggigiti bibirnya sendiri..
tangannya yang mencengkram seprei di tepian ranjang dengan kencang.. serta nafasnya yang tidak beraturan..
cukup untuk mengekspresikan betapa tingginya Eksanti telah terbuai dalam gelombang orgasme yang baru saja dilaluinya.

Aku biarkan Eksanti meregang dirinya dalam detik demi detik puncak kenikmatan yang baru saja didapatnya.
Tiba-tiba pintu diketuk dari luar.. sehingga kami harus menghentikan aktifitas yang sangat menggairahkan itu.
“Aku ke kamar mandi dulu..” bisiknya, aku mengangguk.

Makanan pesanan kami telah tiba dan terhidang rapi di atas meja. Aku duduk di atas kursi dan menarik kursiku mendekat ke arah meja kaca itu.
Aku menuangkan sebotol coca-cola ke dalam gelas yang telah berisi es. Aku meneguk.. hmm.. segar.

Di tengah keheningan kamar itu, aku mendengar suara shower dari arah kamar mandi, rupanya Eksanti sedang mandi.
Pantas lama sekali dia di dalam sana. Aku melangkahkan kakiku menuju kamar mandi.

Gila..! Gila..! Belum pernah aku melihat pemandangan seindah dan seeksotik ini. Menggairahkan, menakjubkan.
Aku bengong.. terpana, terpesona.
Suasana kamar mandinya remang-remang, karena hanya ada cahaya lampu 15 watt yang menerangi.

Eksanti sedang mandi di bawah pancuran shower. Lekuk-lekuk tubuhnya sangat sempurna.
Putih dan mulus tubuhnya yang tersiram air bagaikan gambar-gambar wanita yang sering aku lihat di majalah Playboy.
Badannya tinggi, kakinya panjang dan jenjang, pinggangnya kecil, tapi pinggulnya cukup besar. Sangat sempurna.

Eksanti sedang menggosok lehernya dengan sabun sambil memejamkan matanya.
“Mas, tolong matikan AC kamar. Biar nggak kedinginan kalau aku keluar nanti..” katanya.

Aku terjaga dari lamunanku, cepat-cepat aku keluar. Memang dingin sekali di dalam kamar ini.
AC tidak aku matikan tapi aku setel menjadi 35 derajad. Biar hangat. Lalu aku kembali melangkah ke kamar mandi lagi.
“Jangan bengong. Mas, mandi sekalian aja..” katanya waktu aku bengong lagi. Aku segera melepas hem dan celana pantalonku.

Airnya hangat. Pantas Eksanti berlama-lama mandi setelah kedinginan di dalam mobil tadi.
Sesaat ketika badanku basah tersiram air, Eksanti menyabuni seluruh tubuhku dengan pelan dan lembut.

Mula-mula tanganku, lalu dada dan perut. Dimintanya aku berbalik badan dan kemudian punggungku mendapat giliran.
Setelah bagian atas tubuhku rata terkena sabun, Eksanti berjongkok.

Disabuninya kakiku.. lalu naik ke paha. Aku memejamkan mata. Aku merasakan seluruh elusan dan usapan tangan lembutnya di sekujur tubuhku.
Akhirnya, Eksanti memegang kejantananku dan mengelus batangnya pelan-pelan, terasa sangat licin dengan sabun.
Setelah bersih.. kemudian Eksanti menarik dan melepaskan tangannya dari batang kejantananku.

Kini tiba giliranku. Aku segera mengambil sabun dari tangan Eksanti. Mula-mula aku mengusap kedua tangannya. Lalu beralih ke perutnya.
Kemudian tanganku merayap naik, kedua payudaranya aku sabuni dengan lembut. Kenyal..
Puting kecoklatannya mencuat ke atas.. sangat kontras dengan warna putih mulus kedua bukit kembarnya.

Tangan kiriku membelai lembut dada kanannya, sementara tangan kananku mengusap-usap dada kirinya.
Aku lakukan berulang-ulang.. berganti-ganti.. Eksanti memejamkan matanya sambil mendesah, menikmati sensasi.

Tubuhku merapat ke tubuhnya dan dengan posisi seperti memeluk, tanganku beranjak menyabuni punggung dan pantatnya.
Ketika tanganku sampai di belahan pantatnya, sengaja dengan lembut aku sedikit menusukkan jemariku ke lubang anusnya.
“Emmhh.. masss..” Eksanti mendengus perlahan.

Setelah bagian atas tubuhnya rata dengan sabun, aku lalu berjongkok. Aku mulai mengusap kaki dan betis indahnya. Pelan.. perlahan sekali.
Aku sungguh sangat menikmati keindahan ini. Lalu tanganku naik ke pahanya.

Eksanti agak merenggangkan kakinya, agar tanganku bisa menyusup ke celah pahanya.
Lalu tanganku naik lagi, sampai akhirnya aku bisa menyabuni rambut-rambut kewanitaannya.

Agak lama aku mengusap-usap sekitar daerah kewanitaannya dengan lembut, hingga bibir kewanitaannya merekah.
"Sudah.. Mas, sudah.. please..” lenguhnya.

Aku berdiri.. aku segera memeluk tubuh Eksanti. Terasa licin, tetapi nikmat. Tubuh kami bersatu.
Aku mencium mulutnya sampai Eksanti kembali terengah-engah. Tubuh kami terus bergerak mencari kenikmatan.

Tanganku mengusap pantat, paha dan kedua bukit payudara indahnya. Tangan Eksanti juga terus menggerayangi tubuhku.
Dari usapan di punggung, pantat dan akhirnya bermuara ke kejantananku. Dikocok-kocoknya kejantananku. Aku merasa nikmat.
Belum pernah aku mengalami pengalaman sedahsyat ini sebelumnya.

Eksanti mundur dan bersandar di dinding. Kakinya direnggangkan, matanya terpejam seolah membayangkan sesuatu..
Tangannya lalu memegang batang kejantananku. Sabun makin mencair tapi masih tetap licin.

Eksanti baru membuka matanya ketika dirasakannya sebuah benda menempel lembut pada bibir kewanitaannya.
Dibukanya matanya, memandang lembut ke arah wajahku yang tepat berada di depan wajahnya.

“Santi, bolehkah aku..?” Bisikku sambil mengecup keningnya.
Eksanti hanya mengedipkan kedua matanya sekali, sambil tetap memandangku. That’s enough for me to know the answer of this question.

Perlahan-lahan aku tekan kejantananku menerobos liang kewanitaannya. So gentle and smooth.
Eksanti mengerti. Direnggangkannya lagi kakinya. Dibimbingnya kejantananku ke arah lubang kewanitaannya.

Dan.. Slebb.. Clebb..! Acchh.. aku mulai masuk.

Terdengar nafas Eksanti tertahan di tenggorokannya.. menikmati sensasi mili demi mili penetrasi yang aku lakukan terhadapnya..
Blessepp.. hingga akhirnya keseluruhannya terbenam utuh.
Kami terdiam dan saling berpandangan sejenak.. menikmati bersatunya raga (dan hati) kami berdua.

Aku kecup bibirnya lembut sebelum mulai melenakannya dalam sebuah percintaan yang sangat indah.
Mula-mula perlahan. Makin lama makin cepat. Tangan Eksanti memeluk kedua pantatku ikut menekan.

Erghh.. Nikmat sekali rasanya. Badan kami masih licin.

Terus aku ayun-ayunkan pantatku dan kejantananku menghujani kewanitaan Eksanti berulang-ulang.
Aku masih ingat persis.. bagaimana kedua tangan kami saling bergenggaman erat saat kami terus bergumul menyatukan hasrat dan raga kami.

Betapa lembut buah dadanya menekan dadaku dan betapa hangat dinding-dinding kewanitaannya..
melingkupi kejantananku yang terus memompanya.. membawa kami semakin tinggi terbuai kenikmatan duniawi.

Tak lama, Eksanti merasa tak tertahankan lagi. Dipeluknya aku erat-erat.
Eksanti telah sampai ke puncaknya lebih dulu. Kejantananku makin kencang menancap.

Aku ayun lagi pelan. Makin lama makin cepat. clebb.. clebb.. clebb.. clebb.. crebb.. crebb.. crebb..
“Achh.. achh.. terus mas.. terusss..” lenguhnya. Pinggulnya terus bergerak mengimbangi tusukanku.

Sejurus kemudian, kami saling berpelukan erat sekali. Mulutnya lalu aku cium. Bibir sensualnya terlalu sayang untuk dilewatkan.
Plopp.. Aku mencabut kejantananku. Aku menghadapkan tubuh indah Eksanti ke arah dinding.

Aku sangat menginginkan doggy style. Eksanti mengerti, lalu ia menungging.
Pantatnya masih licin oleh sabun. Aku usap-usap. Jari tengahku mulai memainkan kewanitaannya. Eksanti melenguh.

Aku mainkan klitorisnya. Aku usap, aku pelintir, aku sodok. Eksanti makin menggelinjang. “Sekarang.. sekarang..” desahnya.
Dipegangnya kejantananku dan dibimbingnya masuk ke dalam celah kewanitaannya.

Aku memejamkan mata. Slebb.. kutusukkan pelan-pelan kejantananku.
Kucondongkan badanku.. bersatu dengan punggungnya. Licin.. enak sekali.

Tanganku meraih kedua bukit indah payudaranya. Aku mengusap-usap. Licin.. ohh.. nikmat sekali.
Kulakukan berulang-ulang, sambil tetap menusuk, menggenjot kejantananku ke dalam kewanitaan Eksanti.

Aku lalu menegakkan badanku. memegang sisi pinggulnya. Aku mulai mempercepat ayunan.
Eksanti menggoyang-goyangkan pinggulnya. Aku menarik pinggulku.. Eksanti juga ikut menarik pinggulnya.

Jlebb.. Aku menusukkan sekuatnya, Eksanti pun mengimbanginya. Clepp.. clepp.. clepp.. clepp.. clepp..!
Akhirnya aku mau keluar. Gerakanku makin aku percepat. Jeritan Eksanti makin keras.

“Di dalam atau di luar Santiii..” bisikku sambil terengah-engah.
“Di luar saja..” sahutnya.

Eksanti tetap dalam posisi menungging. Pinggulnya makin liar. Aku makin tak tahan.
Dan.. aku cabut kejantananku dari lubang kewanitaan Eksanti. “Sekarang Santiii..” kataku sambil memejamkan mata.

Eksanti segera membalik badannya, lalu ia jongkok dan mengocok kejantananku. “Acchh..!“ Cret.. cret.. cret..!
Benih-benih cintaku muncrat ke wajah dan badan Eksanti. Banyak sekali.
Eksanti terus meremas kejantananku sampai tetesan terakhir air nikmatku.

Eksanti meratakan cairan cintaku ke dadanya, perut dan mengusapkan sedikit ke wajahnya.
Baru kemudian dibasuh dengan air shower. To be Contiecrott..

---------- oOooOooOooOooOooOo ----------
 
Terakhir diubah:
----------------------------------------------------------

Cerita 15 – Gadisku

Affair Pertamaku
Part 2

Aku membantunya
menggosok-gosok tubuhnya dari sisa-sisa sabun yang masih menempel.
Tetapi tetap saja, yang lama aku gosok adalah payudaranya yang ranum itu. Putingnya aku isap-isap, aku mainkan dengan lidahku.

“Sabar, Mas. Nanti lagi, yaa..” bisiknya mesra.
“Nggak usah pakai handuk Santi..” kataku, ketika Eksanti mau keluar menuju tempat tidur.

Eksanti tersenyum. Dia keluar kamar mandi dengan tubuh telanjang. Aku mengikuti.
Eksanti langsung menuju ke tempat tidur. Hawa sudah hangat.

“Lapar..?” Tanyaku.
“Sangat..” jawabnya singkat.

Aku duduk selonjor di atas tempat tidur, bersandar ke bantal di belakang punggungku.
Eksanti duduk di atas pangkuanku. Kewanitaannya menempel erat di atas kejantananku.
Sepiring mie goreng berada di atas tangannya dan kami makan berdua.

Sesendok disuapkan ke mulutnya dan sesendok kemudian ia menyuapiku. Sungguh sangat romantis suasana waktu itu.
Kami makan mie goreng itu dengan lahap.. sehingga cepat tandas.
Namun perut kami masih belum merasa cukup, Eksanti meraih piring lain bersisi nasi goreng dan kami makan lagi bersama.

Sambil makan, Eksanti menggerak-gerakkan pantatnya. Kejantananku yang terjepit mulai mengeras.
“Sakit punyaku, Santii..” bisikku sedikit mengerang.
“Sebentar.. tolong pegang piringnya..” ujarnya sambil mengangkat pantatnya.. kemudian memegang kejantananku yang sudah siap tempur.

Slebb.. Perlahan dimasukkannya ke dalam celah kewanitaannya.
Blesebb.. “Nggak sakit lagi kan..?” Katanya sambil tersenyum.

Piring yang tadi aku pegang dimintanya lagi.
Gila.. kami lalu makan kembali, sementara kejantananku menancap erat di dalam kewanitaannya.

Eksanti menggerak-gerakkan pinggulnya sambil makan. Akhirnya habis juga sepiring nasi goreng itu.
Ia mengambil coca-cola dingin segar..

“Siap..?” Tanyanya.
“Ntar dulu, biar turun nasinya..” kataku.

Aku raih tubuh mulus Eksanti, aku peluk dan aku tidurkan di atas tubuhku. Kejantananku tetap menancap di dalam kewanitaannya.
Karena tinggi badan Eksanti tidak beda jauh denganku, maka wajah Eksanti tepat berada di atas di wajahku.

Kami diam menikmati tubuh kami yang sedang bersatu. Agak lama kami terdiam. Tanganku memeluk erat punggungnya.
Ruangan makin hangat. Bahkan cenderung panas. Kami mulai berkeringat. Wangi tubuh Eksanti menyapu hidungku.

“Mau didinginkan AC-nya..?” Tanyaku.
“Dikit aja, Mas.. Makin panas makin asyik. Makin berkeringat..” ujarnya.

Eksanti menggulingkan tubuhnya telentang di sampingku. Clepp.. bunyi ketika kejantananku tercabut dari kewanitaannya.
Aku berbalik memandang Eksanti. Aku cium bibir Eksanti dalam-dalam.

Eksanti menyambut dengan menyedot dalam-dalam bibirku. Disedotnya pula lidahku.
Lalu turun ke leher dan akhirnya aku isap-isap puting susunya yang menantang. Eksanti melenguh-lenguh.

Tangannya memeluk kepalaku, mengusap-usap dan menekan agar aku lebih dalam mengulum bukit dadanya. Capek.
Aku cium mulutnya dengan ganas. Tanganku meraba-raba pahanya, lalu mengusap-usap lembut rambut kewanitaanya, berulang-ulang.

Jari tengahku lalu memasuki celah sempit kewanitaannya. Aku masukkan perlahan-lahan. Keluar.. masuk.. keluar.. masuk.. berulang-ulang.
Kepala Eksanti bergerak-gerak tak beraturan ke kiri, kanan, kadang maju, mundur.

Sepertinyanya ia mulai on lagi. Aku pindah lagi. Aku jilati putingnya dengan lidahku.
Aku puntir-puntir, aku sentuh-sentuh dengan ujung lidah. Lalu aku isap dan aku kunyah. Berulang-ulang.

Matanya terpejam menikmati permainanku. Bibirnya aku lihat meringis menahan nikmat.
Jari tengahku menemukan klitorisnya. Aku mainkan. Kutekan, aku gelitik dan aku tangkap dengan jempolku lalu aku pencet pelan-pelan.

Eksanti makin menggelinjang. Keringat mengucur di wajah dan lehernya. “Aaacchh..” Eksanti menjerit dan menegang.
Entah berapa lama keadaan ini berlangsung, ketika pada saatnya terdengar Eksanti mulai mendekati orgasme kesekian kalinya.

Tangannya merangkul pundakku, mendekap tubuhku erat seakan ingin mengajakku ikut dalam gelombang orgasmenya.
Nafasnya makin memburu, terdengar jelas di telinga kananku.

Aku pun meningkatkan kecepatan penetrasi jemariku untuk membantunya mendapatkan puncak berikutnya.
“Eeegghhh.. Mass.. aacchhh..!” Jerit Eksanti tertahan saat gelombang orgasmenya benar-benar datang menggulungnya..
Menelannya kembali ke dalam jurang kenikmatan yang sangat dalam.

Tanganku terjepit di antara pahanya. Sejenak Eksanti terdiam. "Nikmatt.. sekalii.. mas..” desahnya sambil memandangku.
Aku menghentikan pergumulan kami sejenak, memberinya kesempatan untuk kembali mengatur nafasnya seusai melewati puncaknya yang kedua.

Aku hanya memberikan senyuman dan kecupan lembut di keningnya saat pada akhirnya Eksanti mulai membuka matanya.
“You’re so lovely tonight..” bisikku padanya.

Aku turun dari tempat tidur. Aku setel AC menjadi 28 derajad. Embusan hawa agak dingin mulai menyapu ruangan.
Lampu utama aku matikan. Juga lampu dekat kamar mandi. Pintu kamar mandi aku tutup agar cahayanya tidak masuk.
Yang menyala hanya lampu kecil di kedua sisi atas tempat tidur.

Aku berdiri di samping tempat tidur. Aku memandang tubuh Eksanti yang bugil tanpa selimut.
Indah.. sempurna. Berkulit putih bersih tanpa ada cacat atau bekas goresan atau luka setitik pun.

Kedua tangannya ditarik ke belakang kepala. Rambutnya tergerai di kedua sisi bantal.
Matanya terpejam seperti menikmati orgasme yang baru saja aku berikan lewat jemari tanganku barusan.

Dadanya menantang. Putingnya mencuat. Wajah, leher dan dadanya basah oleh keringat. Seksi sekali.
Aku layangkan pandangan ke bawah. Perutnya rata, tanpa lekukan lemak. Pinggangnya kecil.

Pinggulnya seakan selalu siap ditempel. Rambut-rambut kewanitaannya sebagian menyeruak ke atas.
Pahanya juga kecil, panjang, seperti jangkrik. Betisnya panjang. Mulus sekali. Ramping. Jari-jari kakinya lentik. Indah.

Jagat Dewa Batara..! Mimpi apa aku semalam..! Aku menelan ludah. Tanpa sadar aku mengelus-elus kejantananku.
“Jangan masturbasi sendiri.. sini naik Mass..” kata Eksanti dengan lirih mengagetkanku.

Matanya masih terpejam. Eksanti menggeliat. Dadanya dinaikkan. Duhai.. indahnya.
Putingnya mencuat. Sekeliling payudaranya basah oleh keringat. Kakinya ditekuk sedikit. Mulus sekali..

Aku rebahkan badanku di samping tubuh indah Eksanti. Aku miringkan badanku.
Aku peluk Eksanti dari samping. Eksanti tetap diam. Matanya terpejam. Nafasnya agak cepat tapi teratur.

Kaki kananku di atas pahanya. Lututku tepat berada di tulang kewanitaannya. Aku gerak-gerakkan mengusap rambut kewanitaannya.
Kejantananku menempel erat di pinggul sampingnya. Tanganku mengusap-usap payudara kirinya.

“Giliranku..” ujar Eksanti sambil langsung bangun dan duduk bersila di sampingku.
Dipandanginya tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Eksanti tersenyum. Dibasahinya bibirnya dengan lidahnya.

Tanpa basa basi, langsung dipegangnya kejantananku dengan tangan kirinya.
Ufff.. Aku memejamkan mata. Dipermainkan di kejantananku. Dicengkeram kuat.. lalu dilepas.
Cengkeram lagi, lepas lagi. Senut-senut rasanya.

Jempol jarinya lalu mengusap-usap topi baja kejantananku. Aku merasa melayang.
Apalagi kalau jarinya tepat menyentuh ujung kejantananku. Uuuff.. rasanya tak tergambarkan.

Dengan ganas Eksanti lalu menyerbu mulutku. Dilumat dan diisapnya bibirku hingga aku sesak nafas.
Rambutnya yang agak panjang tergerai menerpa wajahku.

Mulut Eksanti terus menerobos mulutku dan lidahku menyusup masuk ke dalam mulutnya.
Bagai ular, aku rasakan bibirnya menari-nari, mematuk-matuk lidahku.

Mulut Eksanti menyerbu mulutku yang aku buka dan mengisap lidahku dalam-dalam.
Dimainkannya lidahku di mulutnya, dikeluarkan sedikit dan diisapnya lagi. Nikmat sekali.

Tangan Eksanti tak kalah aktif. Dikocoknya kejantananku dari lembut, makin cepat, cepat dan lembut lagi.
Permainannya ini aku nikmati sambil memejamkan mata. Aku merasa di awang-awang.

Tanganku menemukan payudaranya dan aku remas-remas. Kenyal dan nikmat sekali untuk diremas.
Jariku memainkan putingnya dan memang menonjol karena ia juga sangat terangsang.

Eksanti melepas ciumannya dari bibirku dan mulai menciumi wajahku.
Dari dahi, kelopak mata, pipi, lalu turun ke leher dan telinga. Diisapnya telingaku bergantian.
Ini membuatku geli namun mm.. nikmat sekali.

Eksanti mulai menciumi dadaku. Sampai di puting, dimainkannya lidahnya di putingku.
Bergantian, yang kiri dan yang kanan. Rasanya tak tertahankan.
Diisapnya putingku dan di dalam mulutnya, putingku dipelintir dengan lidahnya. Aaccchh..

Eksanti kemudian mengubah posisi. Tangannya tidak lepas dari kejantananku.
Eksanti melangkahi aku dan dengan perlahan Eksanti hendak mendudukiku.

“Mass.. eh..!” Teriaknya sedikit terkejut saat tiba-tiba aku menarik kedua tangannya..
untuk kemudian mendudukkan pantatnya di atas pangkuanku.

Punggungku bersandar di kepala ranjang dan wajah kami saling memandang. Kami kembali berciuman.
Perlahan kuangkat tubuhnya.. untuk kembali menekankan kejantananku pada liang kewanitaannya.

Tangan Eksanti membimbing kejantananku untuk memasuki lubang surgawinya.
Dan uuuff.. blesebb.. kejantananku masuk ke lubang kewanitaannya.
Clebb..! Eksanti langsung duduk dengan mantap. Kejantananku tenggelam di dalam kewanitaan Eksanti.

Walaupun kami tengah berciuman.. masih sempat kudengar erangan lirihnya..
saat Eksanti merasakan bagaimana kejantananku perlahan menikam tubuhnya.

Aku membuka mataku. Eksanti tersenyum manis. Dadanya yang indah dengan puting yang menonjol tergantung dengan manisnya.
Tanganku tak kuasa untuk tidak meraihnya. Aku usap pelan payudaranya. Juga putingnya.

“Kamu cantik dan seksi sekali Santi..” kataku tulus dan pelan.

Eksanti mulai menggerakkan pinggulnya. Pelan, memutar.
Aku masih diam, tetapi kedua tanganku mengelus-elus kedua bukit dadanya.

Kali ini kubiarkan Eksanti memegang kendali. Aku biarkan bagaimana dengan bebasnya Eksanti memompa diriku.
Pundakku dijadikan tumpuan olehnya untuk terus menaik-turunkan tubuhnya di atasku.

Aku hanya membantunya dengan meremas buah pinggulnya dan sedikit menaikkan posisi selangkanganku..
hingga batang kejantananku terasa makin dalam menghujamnya.

Acchh.. sungguh suatu pemandangan yang tidak akan terlupakan..
bagaimana melihat dirinya terus menyatukan raga kami ke dalam suatu persetubuhan yang sangat intim.

Matanya yang terpejam.. rambut sebahunya yang sudah mulai dibasahi keringat terurai bebas..
bibirnya yang digigitnya sendiri dan tubuhnya yang berguncang-guncang. Ughh.. It’s really a loveable thing to see.

Eksanti mulai menggerakkan pinggulnya makin cepat. Aku mulai menaik-turunkan pantatku.
Nikmat sekali. Tangan Eksanti mendekap tanganku di dadanya. Menekan agak keras.

Aku makin mengeraskan cengkeramanku pada payudaranya. Aku remas keras.
Eksanti makin menggila. Pinggulnya berputar hebat. Erangan Eksanti makin keras. “Acchh.. aachh.. tusuk lebih keras..” erangnya.

Aku makin ganas menembak Eksanti. Untung spring bednya bagus, bisa memantul.
Makin keras aku menyodok, makin keras desahan dan erangan Eksanti.

Dan.. “..Aaccchh..” Eksanti mengerang panjang, menggelinjang.. lalu diam.
Eksanti lalu rebah ke atasku. Aku peluk erat tubuhnya. Ternyata Eksanti mengalami orgasme lagi.

Kejantananku masih tegak dan keras di dalam kewanitaannya. Aku mulai menggerakkan perlahan.
Eksanti duduk lagi. Kali ini Eksanti mengambil posisi jongkok.

Mulanya diangkatnya pantatnya pelan, lalu dimasukkan lagi pelan. Makin lama makin cepat.
Aku juga makin cepat, makin keras dan makin dalam menusuk Eksanti. Gila..!

Bagai naik kuda, Eksanti menghunjamkan kewanitaannya ke batangku di bawahnya.
Eksanti mulai mengerang lagi. Dengan binal Eksanti menaik-turunkan pantatnya dan aku serbu kewanitaannya dengan kejantananku.

“Accchh.. achh.. Masss..” Eksanti terus mengerang.

Ketika pantat Eksanti meluncur ke bawah, dengan kekuatan penuh aku naikkan pantatku.
Aku sambut kewanitaannya dengan kejantanan perkasaku. Aku tak tahu lagi rasa nikmat apa ini.

Berulang-ulang kami mereguk kenikmatan. Mata Eksanti terpejam. Kepalanya tengadah ke atas bergoyang-goyang. Seksi sekali.
Keringat deras mengucur dari wajah dan lehernya yang putih bersih.

Pemandangan yang sangat melenakan ditambah dengan kehangatan yang makin erat menghimpit kejantananku.
Menit demi menit mulai membuaiku ke dalam sensasi kenikmatan sebuah persetubuhan.

Terasa sesuatu mendesak.. menghimpitku untuk keluar dari dalam tubuhku.
Oh My God.. aku rasa aku akan sampai puncaknya.. pikirku.

“Mass.. I’m almost there..” bisik Eksanti lirih sambil mempercepat gerakan tubuhnya memompaku.
“Yes.. babe.. me too..” jawabku sambil mengecup erat bibirnya.

Selanjutnya terasa bagaimana gelombang menuju puncaknya seakan berpacu dengan gelombang menuju puncakku.
Goncangan tubuhnya makin terasa mendesak cairan kejantananku untuk keluar..
Sementara tikaman batangku semakin menghadirkan sensasi kenikmatan suatu orgasme yang hanya tinggal sejengkal dari raihannya.

“Aaacchhh.. Mass..” jeritnya lirih memanggil namaku saat ternyata gelombang orgasme lebih dahulu menyapanya.

Aku merasa hampir sampai. Aku percepat tusukanku. Clebb-clebb-clebb-clebb-crebb-crebb-crebb-crebb..

“Acchh.. acch.. achh.. cepat.. cepat..” Eksanti juga makin liar. Gerakannya makin tak beraturan.
“Aku mau keluar Sannn..” bisikku pada Eksanti, Eksanti diam saja. Terus saja dia menggoyangku.

Dan, ”..Aaaacch..!!” Eksanti menjerit lagi. Kejang. Menggelinjang lagi. Orgasme lagi dia..!
Kurasakan jepitan bibir kewanitaannya semakin kencang.. seolah memijat-mijat batang kejantananku.

“Santiii.. di dalam atau di luar..?” Tanyaku sambil ngos-ngosan karena terus menggoyang Eksanti.

Plopp.. Eksanti kemudian mencabut kewanitaannya dari kejantananku. Dikocoknya kejantananku dengan cepat.
Aaacchh.. makin cepat Eksanti mengocoknya, berulang-ulang. Tapi belum juga keluar.

“Kulum Santiiiii.. please..” pintaku.
“Aku belum pernah..” jawabnya sambil terus mengocok.

Namun Eksanti kemudian menunduk dan memasukkan kejantananku ke dalam mulutnya.
Clapp.. Tangannya tetap mengocok. Eksanti tidak memainkan lidahnya atau mengemut-emut kejantananku. Mungkin masih janggal.
Aku yang mulai. Aku naik-turunku pantatku. Kejantananku keluar masuk mulut Eksanti yang terus mengocok.

Aku masih sempat meneruskan tikaman kejantananku beberapakali lagi hingga pada akhirnya..
“Santiii.. aku keluaarrr..!” Teriakku sambil mendekap erat tubuhnya.

Dan, acchh.. acchh.. eeemm.. cratt.. cratt.. cratt.. cratt.. berkali-kali cairan cintaku muncrat di dalam mulut Eksanti.
Terasa bagaimana derasnya cairanku menyembur keluar..
di sela-sela gulungan ombak ejakulasi yang menenggelamkanku dalam suatu sensasi kenikmatan yang sangat dahsyat.

Namun Eksanti tetap saja mengocok. Aku merasa diperas sampai habis benih-benih nikmatku.
Agak lama kejantananku berada di dalam mulut Eksanti. Ketika sudah loyo, Eksanti mengeluarkan kejantananku.

Diambilnya tissu dan disekanya bibirnya. Dikeluarkannya cairan cintaku dari mulutnya dan diseka dengan tissu berikutnya.
Kemudian Eksanti mengambil coca cola, berkumur dan ditelan.

Aku pandangi Eksanti yang luar biasa dengan perasaan kagum. Eksanti tersenyum padaku.
Dalam beberapa saat ke depan kami hanya mampu berpelukkan erat, untuk kemudian bersisian rebah di ranjang.

“Thanks honey, you’re so great..” bisikku sambil mengecup lembut bibirnya.
“Acchh.. Mass..” lirih suaranya terdengar.. seakan ingin mengatakan hal yang sama kepadaku

Kemudian dipeluknya aku. Kami masih telanjang. Aku tarik selimut. Aku peluk Eksanti erat-erat.
oOo

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 dinihari. Dari jendela kamar ini terlihat bagaimana lengangnya jalan tol Simatupang yang melintas di atas sana.
Hanya lampu jalanan yang mengerjapkan cahaya kuningnya yang menandakan maasih adanya kehidupan di sana.

Sesekali masih melintas mobil menuju arah Pondok Indah atau ke arah Cawang. Kami hanya duduk menatapnya tanpa banyak berkata-kata.
Aku genggam erat Eksanti dalam dekapanku.. menatap kesunyian tanpa sehelai benangpun yang melekat di tubuh kami.

Terkadang aku dengus lembut telinga Eksanti, yang selalu saja diiringi desahan manjanya.
Ah.. betapa romantisnya, memandang cahaya lampu lewat tengah malam tanpa selembar busana pun yang melekat.

Tak terasa sudah lebih dari limabelas menit kami berdua tertegun memandang jalanan..
sejak gelombang-gelombang orgasme tadi menelan kami berdua dan menenggelamkan hingga ke dasarnya.

“Mas, Eksanti pengen mandi lagi rasanya..” tiba-tiba suara Eksanti mengejutkanku.
“Ya udah sana mandi..” jawabku.

“Ehh.. pintunya jangan dikunci yaa.. siapa tau ntar aku mau nyusul..” godaku lagi.
“Huuh.. maunya.. aku sudah lemess..” sahut Eksanti manja sambil menjentikkan telunjuknya di hidungku..
kemudian berlalu menghilang di balik pintu kamar mandi.

Selanjutnya aku hanya terdiam.. melanjutkan lamunanku sendiri.
Mengingat betapa beberapa menit yang lalu aku telah melalui sebuah permainan cinta yang sangat indah.

Kali ini sungguh berbeda rasanya, lembut dan melenakan.
Sungguh jauh lebih indah dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman terdahulu, dengan beberapa wanita yang sempat hadir dalam malam-malamku.

Entah mengapa tiba-tiba timbul keinginanku untuk selalu berdekatan dengan Eksanti.
Hanya beberapa menit ia tinggalkan (dan itupun hanya untuk mandi), rasa kehilangan itu sudah hadir dalam benakku.

Tanpa aku sadar telah aku langkahkan kakiku ke arah kamar mandi untuk menyusul Eksanti.
Krekk.. terdengar pelan bunyi handle pintu kamar mandi yang kuputar. Hmm.. ternyata memang Eksanti tidak menguncinya.

Perlahan aku buka pintu untuk kemudian kembali mendapatkan suatu pemandangan yang sangat memukau.
Terlihat samar-samar dari belakang bagaimana Eksanti tengah menikmati pancuran air dari shower yang membilas lembut tubuhnya.

Kaca penutup shower menghalangi pandanganku karena telah tertutup uap dari air hangat yang Eksanti gunakan.
Entah mengapa pemandangan yang tersamar ini membangkitkan kembali gairahku. Terasa bagaimana kejantananku mulai menunjukkan reaksinya.

Perlahan aku buka pintu kaca shower untuk kemudian mendekap tubuh Eksanti dari belakang.
“Hei..!?” seru Eksanti terkejut sesaat menyadari ada orang lain yang berada dalam kotak showernya.

“It’s me honey..” kataku menenangkan sambil mendaratkan ciuman bertubi-tubi ke arah leher belakangnya.
"Ughh.. Mass..” lenguh Eksanti pendek.

Terus aku daratkan ciuman bertubi-tubi ke tubuhnya. Kadang di leher belakangnya, kadang di punggungnya, terkadang pula kulumat bibirnya.
Kami berciuman di tengah derasnya pancuran shower yang membasahi tubuh kami.

Ingin sekali rasanya aku tikamkan kembali kejantananku dari belakang ke dalam liang kewanitaannya..
menikmati sensasi bercinta di sebuah shower yang deras menghujani tubuh kami dengan butiran-butiran air.

Setelah aku rasa percumbuan kami cukup untuk kembali membuatnya bergairah..
perlahan aku tuntun batang kejantananku ke dalam liang kewanitaannya.

Sejenak terasa lembut dan hangat tatkala kejantananku menempel pada bibir liang kewanitaannya..
sebelum aku hentakkannya menerobos hingga ke pangkal batangku.

“Arrggghh..” jerit Eksanti tertahan ketika ia mulai merasakan dirinya sesak dipenuhi oleh desakan kejantananku.

Aku mulai memompanya perlahan, keluar dan masuk. slebb.. slebb.. slebb.. slebb.. slebb..
Eksanti membuka kedua kakinya lebar sambil kedua tangannya bertumpu pada kedua keran panas-dingin pada shower.

Kami kembali bercinta.. bergumul dalam desakan arus birahi yang memenuhi kepala dan tubuh kami.
Kami bercinta di bawah siraman kehangatan shower yang terus menghujani tubuh kami tiada henti.
Terdengar sayup-sayup deru nafas Eksanti di antara derasnya suara air yang tumpah keluar dari shower.

Aku lingkarkan tangan kananku di leher Eksanti.. ketika aku daratkan tangan kiriku untuk mempermainkan puting kanannya..
sambil tentunya terus memompanya dari belakang.

Terus aku tikamkan batang kejantananku ke dalam liang kewanitaannya tiada henti.
Menit demi menit berlalu, mengiringi persetubuhan kami yang sangat indah.
Terasa bagaimana semakin ketatnya lubang kewanitaan Eksanti kian menghimpit kejantananku.

Tiba-tiba kedua tangan Eksanti menjangkau tangkai shower yang terpaku pada dinding bagian atas kepalanya..
mendongakkan kepalanya seraya melenguhkan erangan yang begitu menggairahkan perasaan.

“Occhh Massss.. ahhh..”
Ternyata Eksanti kembali meraih orgasmenya yang menariknya kembali ke dalam kenikmatan yang bergulung-gulung mendera batinnya.

Aku dekap erat tubuhnya, menjaganya dari kelimbungan yang mungkin dapat saja menghempaskannya ke lantai marmer yang kami injak.
Beberapa saat tetap aku dekap erat tubuhnya, sampai pada saat akhirnya Eksanti mulai dapat menggerakkan dirinya sendiri.

Kami sejenak bertatapan, perlahan aku cium lembut bibirnya.
“You’re wonderful, Babe..” pujiku saat dia mulai membuka matanya dan memandang ke arahku.

Eksanti membalikkan tubuhnya dan memelukku erat.
Aku cium kembali bibir Eksanti sambil aku angkat tubuhnya meninggalkan kotak shower tempat kami memadu nafsu.

Aku rebahkan tubuhnya di lantai marmer kamar mandi dengan perlahan.
Kembali aku letakkan kejantananku di bibir kewanitaannya seraya perlahan.. blessepp.. mendorongnya masuk ke dalam.

Sejenak aku lihat Eksanti mengigit bibirnya sendiri..
seakan tengah menikmati sensasi penetrasi batang kejantananku ke dalam liang kewanitaanya.

Kembali aku pompakan kejantananku ke dalam tubuh Eksanti..
membiarkan tungkainya bersandar di pundakku untuk kemudian membuat kami terbang meraih kenikmatan duniawi dengan lembut dan perlahan.
Terus aku setubuhi tubuh Eksanti yang tergolek di lantai.. mencoba mengimbangi gerakan pinggulnya yang makin menjepit batangku.

“Eksanti, Mas mau keluar..” bisikku lirih saat mulai kurasakan sesuatu mendesak keluar dari batang kejantananku.. setelah beberapa waktu berlalu.
“Yes Maass.. semprotkan ke dadaku, please..” sahut Eksanti sambil mengecup perlahan bibirku sejenak.

Terus aku pompakan batang kejantananku untuk mencapai puncak ejakulasiku yang ketiga sejak malam hari tadi.
Aku mencoba untuk menahannya selama mungkin.. namun usahaku tidaklah banyak membawa hasil..
karena tidak berapa lama kemudian aku pastikan bahwa benteng pertahananku tidak akan bertahan lama lagi.

Sempat aku hujamkan beberapakali lagi kejantananku ke dalam liang kewanitaannya sebelum berteriak keras..
seraya menarik keluar batangku dan memuntahkan isinya, membanjiri seluruh permukaan dada Eksanti.

“Accchhh.. Aku keluaaarrr..!!” Teriakku parau.
“Yes.. ehhhmmm..” erang Eksanti tidak dapat menyelesaikan kalimatnya..
karena dirasakannya cairan kejantananku ternyata juga mendarat di wajah dan rambutnya.

Cukup lama aku meregang diriku dalam orgasme yang sangat dahsyat..
di mana Eksanti ikut membantunya dengan mengurut-urut batang kemaluanku, menghabisi cairan yang mungkin masih tersisa di dalamnya.

Aku cium bibirnya dalam-dalam sambil mengucapkan terimakasih atas klimaks yang baru saja aku dapatkan..
sebelum akhirnya merebahkan diriku di sampingnya.
oOo

Pukul 5 pagi hari, aku tersadar dari tidur dengan mendadak.
Di sampingku tergolek tubuh Eksanti yang tidur memunggungiku sambil aku peluk dari belakang.
Sejenak aku coba mengingat-ingat apa yang baru saja aku alami.

Samar-samar aku mulai mengingat bagaimana sekitar dua setengah jam yang lalu..
aku lalui sebuah klimaks yang dahsyat dalam dekapan Eksanti di lantai kamar mandi.

Yaa.. aku ingat bagaimana kemudian kami saling membersihkan diri..
mengeringkannya untuk kemudian menikmati tidur dalam posisi saling berpelukan.

Terasa dinginnya udara AC kamar menjalari tubuhku yang tidak ditutupi selembar kain pun..
saat aku singkapkan selimut untuk kemudian mencari pakaianku yang berserakan di lantai kamar yang ditutupi karpet bernuansa maroon.

Aku kecup lembut kening Eksanti saat telah lengkap aku berpakaian.
Terdengar lirih suara Eksanti saat dia mulai tersadar sedikit demi sedikit dari tidurnya.

Aku kecup bibirnya saat dia benar-benar telah membuka matanya, memandangku dengan suatu tatapan yang sangat sulit ditebak artinya.
Tatapan sayangkah itu..?
oOo

Jam mobilku menunjukkan pukul 05.30 pagi.. ketika dengan santai aku kendarai mobilku membelah jalanan yang masih lengang..
sambil mendengarkan musik yang mulai dimainkan radio-radio swasta yang mulai mengudara.

Aku baru saja mengantarkan Eksanti kembali pulang ke rumah kostnya di sekitar jalan Radio Dalam.. sedangkan aku langsung berangkat lagi menuju kantor.
Toh di dalam bagasi mobilku selalu tersedia baju ganti dan aku bisa membersihkan diri di Executive Toilet di kantor nanti.

Aku memang harus segera pergi dari sisi Eksanti, setidaknya untuk hari ini, karena dia harus segera berbenah untuk berangkat ke kantor lagi.
Sungguh, apa kata orang nanti kalau aku datang bersamanya ke kantor di pagi hari begini, apalagi dengan pakaian kusut yang belum diganti sejak kemarin.

But no business talks allowed..”
Masih terngiang di telingaku perkataan Eksanti saat aku ajak dirinya melewatkan malamnya menikmati suasana romantis semalam.
Yaa.. semoga memang begitu keadaan selanjutnya. Terus terang aku paling tidak mau mencampurkan urusan pekerjaan dengan pribadi.

Dalam hati aku masih sedikit terbersit harapan untuk tetap melanjutkan hubungan ini.
Masih terasa bagaimana Eksanti mengecup lembut bibirku saat dia melepasku sebelum dia turun dari mobilku.

As I said before, everything seems so right when we’re together. Is she the Miss.
Right for me after I’ve been looking for all over places?
Why do I feel that she’s the one, eventhough I have known her deeply only by a day
.

Biarlah waktu yang menjawabnya.. karena orang bijak berkata;
hanya waktulah yang dapat secara pasti menentukan apa yang akan kami jalani di masa depan..
sepasti sinar matahari yang selalu menyapa penduduk bumi setiap pagi.

Seperti saat ini.. di mana sinar matahari yang pertama jatuh menemani perjalananku menembus lengangnya jalanan kota ini.

Sungguh beruntung sekali. Tak terduga. Tak dinyana. Aku bisa bercinta dengan gadis secantik Eksanti, berulangkali tanpa rencana.
oOo

Siang hari di kantor.. ketika aku sedang menulis cerita ini.. ada email masuk dari Eksanti yang isinya:
“Mas, nanti sore kalau boleh Eksanti ikut lagi, yaa..?“

Ahh.. Apakah aku sedang bermimpi.. ? (. ) ( .)
---------------------------------------------------------------

End of Chapter 1 - Affair Pertamaku

---------------------------------------------------------------
 
Binal luar biasa si Evi.
Butuh disetel dikit aja langsung panas dia
 
Mantabs koleksinya hu......lanjut terus.....thanx udah mw berbagi yaaaa
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd