Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

Bimabet
@Pecah Utak
Masih berlanjut suhu? Siapa murid perempuan ki Jaya, jadi penasaran :gila:
Lanjutkan
:semangat:
:mantap:
:Peace:
Siaapp brada @Cazzo ..
Kayaknya (yang sempat Nubi save n edit) cuma di sini doank yang sesuai tema Trit kita ini.
Ada juga petualangan si Hendra dengan Tetangga-tetangganya.. (Cek di Trit 'Rumput Tetangga').

Nah.. kalo mengenai wanita murid Ki Jaya.. mungkin harus dibikin Trit khusus yaa..
Mungkin lain kali deh.. Nubi coba..
 
----------------------------------------------------------------

Cerita 11 – Sahabat Jadi ..

Rini

Kenalkan.
. namaku Rudi. Ini kisah ketika aku bekerja di biro penyelidik yang membantu tugas kepolisian.
Bersama team yang berjumlah lima orang kami banyak bekerja di laboratorium lapangan yang bisa berpindah pindah tergantung situasinya.
Kalau ada kasus yang pelik terkadang kami harus nglembur berhari hari di lab. Lab juga menyediakan tempat tidur dan loker yang nyaman.

Team kami terdiri dari 3 cowok dan 2 cewek.. Tidak terasa sudah 5 tahun kami bersama sama dalam suka dan duka.
Dimulai dari tugas tugas yang ajaib.. tugas yang memerlukan konsentrasi tinggi.. dan situasi situasi yang terkadang berbahaya.
Tetapi justru kondisi kondisi ekstrem itulah yang menyebabkan kami jadi kompak.

Hubungan kami semua sudah seperti kakak dan adik. Aku paling dekat dengan Rini dan Niken.
Mereka aku anggap adikku sendiri. Sering mereka bermanja manja denganku. Terkadang mereka suka iseng duduk di pangkuanku.

Atau kalau kami kecapean mengerjakan tugas dan harus tidur di kantor.. Rini tidak sungkan tidur di sebelahku sambil peluk-peluk.
Aku juga tidak merasa aneh.. malah sering merasa kasihan karena mereka jauh dari keluarga demi tuntutan tugas.

Rini baru menikah jalan satu tahun. Sementara Niken masih single. Sebagai pasangan yang masih baru menikah..
hubungan Rini dengan suaminya bukannya mesra.. tapi malah sering bertengkar.
Alasannya sederhana.. suami keberatan dengan cara kerja kami yang jarang pulang.

Aku jadi berpikir.. bagaimana dulu mereka memutuskan untuk menikah kalau tau situasinya seperti ini.
Sedang aku sendiri memilih untuk tidak menikah. Karena aku sangat menikmati ke jombloanku ini.

Kali ini kami mendapat kasus yang luar biasa rumit. Korban pembunuhan ditemukan di laut di bawah Rig di lepas pantai Karimun Jawa.
Kondisi korban mengenaskan, melepuh seperti terkena cairan amonia.
Padahal jelas di daerah tersebut tidak ada celah dalam laut yang mengeluarkan gas tersebut.

Kami melakukan penelitian.. penyusuran.. selama 2 minggu.. tapi hasilnya masih nihil.
Aku sendiri sudah berkali- kali diving di bawah Rig untuk memeriksa TKP.. mencari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk.
Melakukan wawancara dengan orang-orang yang dicurigai.

Kondisi under pressure ini membuat kami sering bertengkar antar team.
Bayangkan.. di tengah laut.. udara dingin.. badai yang kadang menerpa membuat kami mudah naik darah.
Terutama Andi.. Niken dan Rini. Aku dengan Tony lebih sering mendengarkan saja apa yang mereka ributkan.

Ujung-ujungnya Niken atau Rini mengalah dengan kembali ke kabin mungil mereka di lantai bagian bawah rig ini.
Dan seperti biasa.. aku menghibur dengan mengajak bercanda.
Sejauh ini sih ok-ok saja dan selalu berhasil mengembalikan keceriaan mereka.

Tapi kali ini tampaknya cara ini sudah tidak manjur lagi. “Rin.. Rini..” aku ketok pintu kabinnya.
Perlahan pintu terbuka. ”Masuk, Rud..” kata Rini sambil mengusap air matanya.

“Aduh, bidadariku kok nangis terus neh, yuk main monopoly sama Tony. Aku panggil ya..?”
Seperti biasa aku berusaha mengalihkan perasaan sedihnya, ke sesuatu yang aku harap bisa sedikit menghibur.
“Gak usah, Rud. Kita ngobrol aja..” kata Rini sambil mengangkat kakinya mojok di ujung cabin.

“Gue pengen ke darat, Rud. Pusing. Pengen ketemu suami..” Dilemparnya jas lab ke pojok kamar.
“Yeee.. jemputan helicopter baru datang 2 minggu lagi, non. Minggu ini kan bagiannya si Tony. Ia udah 3 bulan lho gak pulang.
Kamu kan baru 2 minggu..” kataku mengingatkan.

“Gak deh.. gue mau keluar aja.. mengundurkan diri. Gue udah nikah. Loe tau kan, Rud.. kalo udah nikah kalo pusing harus bagaimana..?”
Katanya sambil merengut.

“Iya-iya, gue ngerti. Elu sih.. ngapain nikah..? Mending kayak gue nih.. kalo pusing gak pengen macam- macam.
Paling olahraga bentar udah ilang pusingnya. Kalo elu udah ngrasain yang satu itu bakal keenakan dan pasti larinya kesitu deh kalo pusing..”
kataku sok memberi saran.

Aku memang bukan tipe cowok yang suka ke cewek untuk pelarian. Bagiku sex tidak terlalu penting.
Entahlah.. masih banyak yang menarik selain sex untuk melepas kepenatan dan stress. Bisa diving.. mendaki gunung.. ke ujung kulon.. atau rafting.
Wow.. semua itu jauh lebih menarik daripada sex. Aku punya kelainan..? Ahh, gak juga.

Aku suka juga kok lihat cewek sexy. Aku suka Sandra Dewi.. aku juga suka si sexy Aura Kasih.. hahahaha..
Cuma menurutku.. ribet kalo sudah berurusan dengan yang namanya perempuan.

“Rud.. kenapa sih loe kok gak menikah..? Gak tertarik sama perempuan ya..?
Gue lihat loe kok gak punya temen cewek, alim banget gitu..” tanya Rini ingin tau.

“Sorry, Rud.. jangan tersinggung ya. Gue tanya ya.. loe homo ya, Rud..? Sorry lho. Tapi gak pa-pa kok.. homo juga manusia.
Soalnya gue sudah curiga ketika gue tiduran di sebelah loe kapan itu. Kok loe nggak nakal sama sekali. Biasanya cowok suka jahil..” kata Rini menyerocos.

“Walah, Rin.. Loe ini lucu. Gue juga normal kok. Kemarin gue gak nakal sama loe karena loe udah gue anggap adik saja.
Selain itu rasanya aneh.. masa' temen sendiri dijahilin. Ah.. loe ini ada-ada saja. Gue normal, non. Normal senormal normalnya.
Coba deh loe ganti baju di depan gue.. dijamin gue horny.. pusing juga. Hahahahaha..” kataku asal ngomong.

“Ah, gak percaya. Paling loe gak mau ngaku, iya kan..? Biasa.. cowok suka gengsi kalo ketahuan, iya kan..?”
Katanya sambil perlahan membuka blazer.. diikuti rok spannya.. kemudian melemparnya ke pojok kamar. Aku hanya memandangnya terkaget-kaget.

Ups..! Bra hitam menerawang dan berenda membuat Rini lumayan seksi.
Hmm.. eh.. sebenarnya malah seksi banget. Hmmm, ukuran berapa tuh ya..!?

Sengaja Rini menggodaku. “Coba.. loe terangsang nggak lihat gue..?”
Dia tersenyum-senyum sambil melepas stocking hitamnya yang berenda di depanku.
Kemudian kaki jenjangnya dinaikkan di antara pahaku.

“Tolong dong lepasin kaitannya, please..” rajuknya sambil menarik tanganku ke pahanya.
“Rin, kamu nakal deh. Gue nggak terangsang bukan karena homo, non. Udah.. cepetan ganti bajunya..” suaraku serak sambil membuka kaitan stokingnya.

“Nah.. ketahuan kan kalo homo.. hehehe.. Gitu aja gak mau ngaku..” kata Rini sambil mencubit dadaku.
Kemudian tangannya ke belakang untuk membuka kaitan branya. Dadanya sengaja didekatkan ke wajahku.

”Rud, gimana.. dadaku.. seksi nggak..? Gue buka deh. Kalo loe gak terangsang.. berarti loe harus ngaku kalo homo..”
kata Rini sambil mengedipkan matanya menggoda.

Sedikit mendesah menggoda.. ia menggoyangkan dadanya ketika meloloskan bra 15 cm di depan hidungku.
Geletar buah dadanya yang ternyata putih mulus mulai membangunkan ‘adikku’. Ujung putingnya mungil dan merah muda..! Gila..!

“Hhhhhh.. Rin.. kamu jahil banget..” kataku serak agak gemetar. Rini kini topless di depanku hanya menggunakan cd hitam kecil menerawang.
Mau tak mau aku agak menunduk jengah. Sialan anak ini. Rupanya dia masih bersikukuh kalo aku homo.

“Bener kan loe homo, hehehehe.. Lihat tuh, gak terangsang sama sekali..” dia menunjuk benda yang ada di balik celana jinsku.
Wajahku merah padam karena malu. Perlahan benda imut di balik celana jinsku bertambah besar.

Hmmm.. anak ini perlu diberi pelajaran. Batinku. “Oke non.. kalo itu maumu. Nih gue tunjukin..!!“ Kataku sambil melepas kancing jinsku.
Belum tau dia kalo punyaku gede banget. “Ini, coba liat.. besar kan..?“ Kataku sambil mengeluarkan batangku yang mulai membesar.

“Wooo.. besar juga punya loe..! Tapi gak keras gitu.. loe terangsangnya terpaksa ya..? Hahahaha..” Rini tertawa.
“Kan belum loe lepas semua.. gimana gue bisa terangsang hebat..? Ayo lepas semua..!” Tantangku sambil menarik ringan celana dalamnya.

“Oke-oke.. gue lepas..” katanya senyum-senyum sambil memejamkan matanya.
“Gimana, udah besar belum..? Udah keras kan..? Atau .. apa perlu dicium biar gede..?”

Gila nih cewek.. nantang terus. Aku pegang tangannya lalu aku arahkan untuk memegang batangku yang sudah mengeras dan membesar.
Mata Rini membelalak ketika meremas batangku.

”Gede banget, Rud..!!!” Katanya sambil melepas remasannya.. kemudian menutup mulutnya.
Mungkin dia kaget melihat ukuran milikku yang di atas rata-rata.. maklum.. aku sedikit ada keturunan arab.

“Jadi loe normal dong..?” Katanya memandangku dengan pandangan aneh.
“Ah.. loe ini bandel banget. Gue udah bilang gue normal. Gue terangsang berat nih sekarang. Loe kudu tanggungjawab..!”
Kataku bercanda.. pura-pura protes.

Tapi.. tanpa kusangka.. perlahan Rini mendekat. Sambil menyentuh dadaku.. dia berbisik serak..
”Gue tanggungjawabnya musti gimana, Rud..? Trus kita enaknya ngapain.. pake baju lagi..?“ Wajahnya mendekat ke wajahku.

Ganti aku yang bengong.. terkaget-kaget melihat reaksinya. Wajahnya cuma berjarak 10 cm dari wajahku. Tambah mendekat dan mendekat.
Aku agak panik.. aku tidak tau harus berbuat apa. Jujur.. aku memang gak ahli soal perempuan.
Bahkan aku sebenarnya belum pernah tidur dengan perempuan. Hahahaha.. aku masih perjaka..!! ****** ya..!? Tapi kenyataannya memang begitu.

Dan kini tangan Rini mulai melingkar di leherku sementara aku masih tidak tau harus berbuat apa.
Tapi entahlah.. seperti ada magnet yang membuat bibirku harus menyentuh bibirnya yang menawan itu.

Matanya yang ternyata indah.. kecoklatan dengan bulu matanya yang lentik itu terpejam lembut..
bibirnya sedikit membuka seakan menunggu aku menyentuhnya dengan bibirku.

Perlahan aku sentuh sekilas.. kemudian aku ulangi lagi lebih lama.. Unghh.. bibirnya terasa hangat.. empuk sekali.. terasa badanku meremang.
Jantungku berdentangan di dadaku. Kakiku mendadak lemas. Sialan.. aku baru sadar ternyata Rini cantik dan menggairahkan sekali.

Secara naluri tanganku yang gemetar mulai mengarah memegang buah dadanya yang ternyata juga empuk dan lembut.
Tangan Rini mulai menyentuh batangku yang menegang keras. Matanya kini membuka ketika mulai meremas batangku.
Perlahan bibirnya turun mencium kedua puting dadaku kemudian turun sedikit bawah ke perut sixpack-ku.

Turun.. Turun.. dan terus turun hingga tiba tiba terasa ujung batangku menjadi hangat.
Kehangatannya bertambah panas menuju pangkal batangku. Uhh, ternyata begini rasanya dioral.

Gila.. ternyata nikmat banget. Kakiku sudah tidak kuat berdiri. Tanganku memegang meja untuk menahan tubuhku yang melemas.
Dan Rini tampaknya mengerti.. perlahan dia berdiri lagi lalu menarik tanganku menuju tempat tidur kecil.
O..oo.. apa aku harus menidurinya..? Aduh.. rasanya aneh. Tapi entahlah.. aku tidak bisa menghentikan naluriku.

“Rud, loe kok pasif sekali sih..?” Bisiknya lembut di telingaku. “Gue kurang sexy ya..?”
“Mmm. Rin.. Gue belum pernah ..” kataku tercekat dengan wajah memerah.

“Hah..!? Belum pernah..?” wajah Rini benar-benar terkejut. Sampai perlu-perlunya dia menarik tubuhnya agak menjauh saking kagetnya.
Tapi rupanya Rini cepat paham.. dia tidak mau memperpanjang pertanyaan-pertanyaan konyolnya yang bakal membuatku makin bertambah malu.

“Kita santai aja ya.. loe berbaring aja..” bisiknya tersenyum sambil mempermainkan ujung dadaku.
Tubuh hangatnya kembali menyatu dengan menindih tubuhku. Kami kembali berciuman dengan lembut.

Makin lama makin liar.. ganas. Ludah kami sudah saling bertukar. Nafas Rini makin menderu.. perlahan jemarinya kembali meremas batangku.

Tak lama kemudian Rini duduk di atas tubuhku.. sambil mengarahkan batangku ke miss V nya.
“Meski belum pernah.. jangan buru-buru loe keluarin ya, Rud..” katanya memohon.

”Gila, punya loe jauh lebih besar dari punya suami gue..!” Bisiknya mendesah sambil mulai memasukkan batangku.
Posisinya yang di atas memang memudahkan dirinya mengatur penetrasi batangku.

Slebb.. Perlahan batangku mulai sedikit demi sedikit menghilang tenggelam di miss V-nya.
"Nghhh..ohhh.." Rini merintih sambil memejamkan matanya menikmati.
Gila.. rasanya batangku dijepit kuat. Apakah memang begini rasanya bercinta. Apakah memang senikmat ini..?

Slebb.. blebb.. blessebb.. Perlahan Rini menggerakkan tubuhnya naik turun.
Ya ampun.. gesekannya ternyata geli dan enak sekali. Gerakannya mulai liar dan cepat.

“Rud, besar bangetthh..! Aaaahh.. enak, Rud.. Aduh, kok enak sih..!? Jangan keluar dulu ya, Rud..”
Sementara dia sibuk menerocos, aku malah terkagum-kagum melihat wajahnya yang terangsang hebat.

Aku baru sadar ternyata Rini cantik sekali, wajahnya sensual, dan ini bukan wajah yang sehari hari aku lihat.
Dalam hati aku menyesal.. kenapa gue ****** banget.. ngapain aja aku selama ini.

Aku mencoba mencium puting buah dadanya. Ingin tau bagaimana rasanya puting buah dadanya yang indah itu.
Aku kulum pelan-pelan. Gila, ternyata enak sekali! Perasaanku melayang.

Matanya terpejam.. keringatnya yang wangi berjatuhan di dadaku. Bibirnya yang tipis sedikit terbuka.
Puting buah dadanya yang merah muda benar-benar suatu keindahan yang tiada taranya. Ya ampun, bodoh sekali aku.

Timbul penyesalan dalam diriku mengapa Rini harus menikah dengan laki- laki lain. Seharusnya aku yang mendapatkan dirinya.
Seharusnya aku yang resmi menikmati tubuhnya. Seharusnya aku sadar kalau dia juga menyukaiku.

Sementara itu.. Rini makin mempercepat gerakan tubuhnya. Sedangkan aku sendiri merasa ada yang sesuatu yang akan keluar.
Gila.. masa' aku harus secepat ini ejakulasi..? Malu dong. Jadi aku coba bertahan. Aku mulai mengerang.

Rini mulai menjerit kecil. Tiba-tiba tubuhnya tersentak-sentak. Suaranya tercekat.. inikah yang dinamakan orgasme..?
Beberapa detik kemudian tubuhnya lunglai di dadaku. di bawah sana.. aku masih berusaha memompa miss V-nya.

Clebb--clebb--crebb--clebb--clebb--crebb--crebb--clebb--clebb- Erghhh.. Semakin lama semakin geli.
Juga semakin nikmat.. aku sudah tidak kuat menahan sesuatu yang mengalir di sekujur batang kemaluanku.

Dan.. aaah.. cratt.. cratt.. cratt.. cratt.. cratt.. Rini menjerit kecil ketika aku menyemprotkan spermaku jauh ke dalam memeknya.
Kami berpelukan lama. Nafsu liar Rini mulai kembali normal.

“Rud, terimakasih..” bisiknya. Aku mencium keningnya sambil memeluknya erat. Kemudian kembali melumat bibirnya, lama.
Sepertinya aku mulai menikmati permainan cinta ini.

Dug dug dug...!! Bunyi tendangan sepatu Niken yang sudah aku hafal terdengar jelas menggedor pintu.
”Rin.. suamimu datang pake helicopter tuh.. kayaknya dia bikin surprise nih..!” Teriak Niken dari balik pintu cabin.
"Kamu ngapain sih..? Cepet temuin dia.. katanya kangen…!! Ditunggu di atas tuh..!!” Teriaknya lagi.

Upppsss..! Sontak kami sama-sama terlonjak kaget. (. ) ( .)
----------------------------------------------------------------
 
----------------------------------------------------------------

Cerita 12 – Sang Pejantan

Part 1

”Kapan
suamimu pulang, Tan..?”
Bisikku letih kepadanya.. sejenak setelah hampir sekitar kurang lebih satu jam aku menggeluti dan menyetubuhinya sebanyak duakali.

Kami berbaring kelelahan di atas kasur kamarnya.
Kuelus-elus mesra bukit payudaranya yang membusung indah dan sedikit basah berkeringat sehabis kusenggamai.

Begitu bulat dan montok bukit payudara wanita cantik itu. Kucubit gemas berulangkali putingnya yang empuk dan kenyal.
”Nghh.. Nanti sore, Mas. Emang kenapa..?” Ujarnya setengah merintih menikmati elusanku.

”Apa katanya nanti, Tan.. kalau tau kau tiba-tiba hamil..?” Tanyaku sedikit khawatir.
”Ahh, selalu itu saja yang kau tanyakan, Mas. Tentu saja dia akan senang..” Tanti mengelus penisku yang menempel di paha mulusnya.

”Tapi ini bukan darah dagingnya..”
kubalas dengan menggelitik vaginanya dan memasukkan satu jariku ke belahannya yang masih sangat basah, hasil persetubuhan kami tadi.

”Ahss.. dia tidak akan tau..” Tanti kembali merintih. Genggamannya pada penisku semakin erat.
”Bisa-bisa aku dibunuhnya, Tan..!” Tanyaku masih tak puas.

Tanti membuka kedua matanya yang setengah terpejam lalu memandangku gemas.
”Mas, dia tidak akan curiga. Dipikirnya pasti ia yang menghamili aku. Dia tidak akan menyangka kalau ini adalah anakmu..”

”Kau gila, Tan..” kukecup bibirnya yang tipis dan sensual.Tanti membalasnya dengan mengejar bibirku.
”Mas yang lebih gila. Berani-beraninya merayuku sampai hamil begini..” bisiknya lirih masih kelelahan.

“Kau yang memancingku lebih dulu..” kataku berkilah.
”Lagian, kenapa kamu mau juga dirayu..?” Ujarku tak mau kalah.

”Bodoh, ah..” sahutnya malas. “Aku kan cuma pengen punya anak..”
”Tapi bagiku, itu seperti menawari..”

Kuremas-remas lagi bukit payudaranya. Entahlah.. aku begitu gemas melihat benda bulat itu.
”Ah, pikiran mas aja yang terlalu jorok..” Tanti terlihat letih. Bibirnya yang sedikit tebal tampak basah mengundang.

Kupandangi tubuh bugilnya yang putih dan montok. ”Aku cuma ingin menolongmu, Tan..” bisikku.
”Ya sudah kalau begitu.. tidak usah dibahas lagi..”

Tanti meremas dan mengocok alat vitalku yang mulai menegang lagi.
Kedua buah dadanya tampak bergoyang-goyang indah saat ia melakukannya.

Kedua putingnya yang keras berwarna coklat kemerahan menggelitik dadaku.
”Eghhh..” aku melenguh keenakan.

”Tan..” kukecup pipinya. Tanti mendongak dan menyambar bibirku.
Dengan cepat kami segera terlibat dalam pagutan mesra yang panas dan penuh gairah.

Tanganku yang melingkar di perutnya.. perlahan merambat menuju pinggulnya yang bundar dan padat.
Pahanya yang seksi dan putih mulus tampak begitu merangsang.

Saat kuelus.. terasa sangat empuk dan licin sekali. Ohh.. begitu menggairahkan.
Apalagi ditambah tonjolan bukit kemaluannya yang tertutup jembut tipis.. makin lengkaplah sudah kesempurnaannya.
Tanti adalah perempuan cantik yang sangat merangsang birahi.

”Suamimu benar-benar bodoh, Tan. Tidak tau bagaimana memanfaatkan tubuhmu..” bisikku gemas.
”Dia tau kok, cuma kurang beruntung aja..” Tanti berkilah, membela suaminya.

Selama itu.. dia terus mengocok penisku hingga dalam sekejap saja, benda itu sudah kembali menggeliat.
”Dan itu jadi keberuntungan untukku, sehingga bisa mencicipi tubuhmu..” penisku kembali perkasa. Kepalanya perlahan membesar bak buah sawo manis.

”Aku juga beruntung, jadi bisa cepat hamil. Nggak usah nunggu lebih lama lagi..”
Tanti menelusuri urat-urat di sekujur batang penisku yang mulai bertonjolan keluar, menandakan ereksi-ku yang telah sempurna.

”Kamu tidak menyesal punya anak dariku..?” Aku bertanya.
”Kalau menyesal, sudah sejak awal mas kutolak..” Tanti melirikku sekilas dan tersenyum.

”Apa pertimbanganmu hingga memilihku..?” Kupegangi tangannya, kuminta untuk mengocok penisku lagi.
”Rafael tampan. Kalau aku punya anak, kan minimal bisa tampan kayak dia..” sahut Tanti. Rafael adalah nama anakku yang baru berusia 1 tahun.

”Kalau ternyata nanti cewek gimana..?” Aku menggodanya.
”Ya pasti cantik lha.. kayak ibunya..” Tanti tertawa.

Aku ikut tertawa.. tidak membantah. Kuakui.. Tanti memang cantik. Sangat-sangat cantik malah.
Anak hasil hubungan kami pasti akan sangat sempurna nantinya.

“Tapi, mas.. aku tidak pernah menyangka kita akan seperti ini..” bisiknya lemah.
Aku tersenyum dan kembali mengecup bibirnya. “Aku juga, Tan..”

Awalnya memang kami akan berhenti begitu Tanti hamil.. tapi ternyata.. kami keterusan..!
Aku tidak sanggup meninggalkan tubuhnya yang begitu molek dan montok.
Begitu juga dengan Tanti.. sepertinya dia juga ketagihan dengan permainan seksku.

“Mau sampai kapan, mas..?” Dia bertanya.
”Entahlah, Tan. Sampai kandunganmu cukup besar..” itu antara 8 atau 9 bulan.. masih lama.

”Setelah itu, Mas.. setelah aku melahirkan..?” Akankah kita mengulanginya lagi..?
Tanti tidak melontarkan pertanyaan itu. Tapi aku sudah mengerti.

”Kita lihat nanti saja, Tan. Toh itu masih lama..” aku tidak berani berjanji apa-apa kepadanya.
Bisa saja kan terjadi sesuatu selama beberapa bulan ke depan yang bisa mengganggu hubungan ini.

Tanti mengangguk dan memelukku. Kuanggap itu sebagai tanda selesainya diskusi.
Jadi.. menyeringai senang.. dengan penuh gairah aku kembali menaiki dan menindih tubuhnya.

Kupentangkan lebar-lebar kedua paha mulus wanita cantik itu dan kumasuki vaginanya. Tanti hanya bisa memekik kecil dan merintih panjang..
saat untuk kesekian puluhkalinya batang penisku kembali menembus dan mengoyak liang kemaluannya yang hangat sampai mentok.

” Auw..! Ooh.. Mas.. kamu benar-benar pejantan tangguh..” bisiknya letih.
Aku tau dia sudah tak sanggup lagi melayani nafsu seksku.. Tapi sayang, aku tak peduli.

Tubuh montoknya sukar untuk di sia-siakan. Salah sendiri.. punya badan kok bagus kayak gitu.
Aku jadi terangsang terus kalau berduaan dengannya.

Tanti hanya bisa melenguh dan merintih berulangkali ketika aku mulai mengayuh pinggulku turun-naik menyetubuhinya lagi beberapa saat lamanya..
sebelum akhirnya air maniku kembali menyembur keluar dengan hebatnya memenuhi liang vaginanya..
menyebar benih-benih spermaku ke dalam rahimnya.. meski aku tau itu tidak berguna.. karena dia sekarang sudah hamil anakku..!
---------

Semuanya berawal di pagi yang dingin 3 bulan yang lalu.. aku sedang asyik main game di laptop.. ketika HP-ku yang ada di atas kulkas bergetar.
Kulihat di layar.. nomernya tidak dikenal. Diterima apa nggak ya..?

Aku memang malas menerima telepon bukan dari nomor yang ada di ’kontak’ku.
Tapi entahlah, pagi itu aku seperti mendapat dorongan untuk menerimanya.

”Halo..?” Kuangkat telepon itu.
”Halo, mas. Gimana kabarnya..?” Tanya suara merdu di seberang.
Aku seperti familier dengan suara itu. Tapi siapa ya..? Aku lupa.

”Ya, kabarku baik-baik saja..” Aku masih menebak-nebak dan terus mengingat-ingat siapa dia.
Sementara di seberang, si empunya suara terus mengoceh.

“Mas sekarang di mana..? Istri mas ada nggak..?” Tanya perempuan itu. Oh ya, hampir lupa, suara itu suara perempuan.
“Ehm, aku di kota S. Lagi di kontrakan ini, sendirian. Istriku ada di kota B.. sejak melahirkan kemarin belum balik kemari..”
entah kenapa aku menjawab terus terang kepadanya.

Aku tau perempuan itu bertanya tentang istriku karena takut istriku akan marah kalau sampai tau aku menerima telepon dari wanita lain.
Tapi kalau sedang sendirian di kontrakan begini, berarti aman, pembicaraan bisa dilanjutkan.

Karena tidak bisa menebak siapa dia, aku akhirnya bertanya. ”Eh, bentar ya, ini siapa sich..?”
Perempuan itu merajuk.. ”Masa' lupa sih, Mas. Aku Tanti..”

Ah, ya.. Tanti. Baru ingat aku sekarang. ”Oh, kamu toh, Tan. Nomormu ganti lagi..?” Aku bertanya.
Memang kebiasaan dia sejak dulu, suka gonta-ganti nomor. Tanti tertawa.
Dan selanjutnya, kami pun segera terlibat dalam obrolan ringan dua sahabat yang sudah hampir dua tahun tidak ketemu.

Tanti adalah mantan rekan kerjaku yang kini sudah keluar. Setelah menikah, dia ikut suaminya ke kota M.
Sejak itu kita putus hubungan, hanya kadang-kadang saja ngobrol di FB kalau pas lagi online bareng. Padahal dulu kita akrab sekali.

Sedikit gambaran tentangnya, Tanti adalah perempuan yang ’tinggi besar’.
Tinggi karena dia memang 170cm.. aku saja harus mendongak kalau berbicara dengannya.
Dan besar.. karena dada dan bokongnya memang sangat besar.

Wajahnya juga cantik.. dengan gaya bicara yang begitu manja dan menggemaskan.
Kesannya jadi geregetan kalau ngobrol dengannya.

Sehari-hari dia memakai jilbab. Aku tidak pernah tau rambutnya bagaimana sampai saat aku ’tidur’ dengannya.
Dan untuk masalah tidur ini.. aku juga tidak pernah membayangkannya sama sekali.

Boro-boro tidur.. pacaran dengannya saja aku tak pernah.. apalagi ’tidur’.
Tapi itulah takdir.. semuanya bisa terjadi begitu cepat. Kita tidak pernah bisa menebaknya sama sekali.

Jujur.. sejak pertama kenal dulu.. aku sudah tertarik kepadanya. Tertarik dalam arti ’nafsu’.. bukan tertarik untuk dijadikan pacar.
Aku tau diri.. dengan keadaanku yang seperti ini.. – badanku pendek dan aku cuma pegawai biasa..– Tanti tidak akan pernah tertarik kepadaku.

Jadi aku mendekatinya hanya sekedar sebagai teman ngobrol dan curhat saja. Dan Tanti tampaknya juga menikmatinya.
Dia jadi sering menceritakan masalahnya kepadaku, termasuk apabila ada masalah dengan pacar-pacarnya yang semuanya kaya dan tajir-tajir.

Bahkan tidak jarang dia meneleponku tengah malam hanya untuk menangis apabila disakiti oleh salahsatu pacarnya.
Yah, itulah aku, cuma bisa menjadi pendengar setianya dan sesekali memberikan saran kalau masalahnya cukup berat.

Tapi aku cukup menikmatinya, karena dengan begitu aku bisa akrab dengannya.
Bahkan lebih akrab dari pacar-pacarnya, karena dengan mereka, Tanti sering bertengkar. Sedangkan denganku, dia selalu tertawa dan bergembira.

Hubungan ini berjalan begitu lama, hampir satu tahun. Dan selama itu.. Tanti tidak pernah tau kalau aku menggunakan tubuhnya..
sebagai objek fantasiku. Hampir setiap hari aku onani sambil membayangkan tubuhnya.
Cuma itu yang bisa kulakukan agar bisa ikut memiliki dirinya. Maafkan aku, Tan..

Sampai akhirnya aku menikah 2 tahun yang lalu. Tanti ikut merancang semuanya..
bahkan dia memilihkan jas yang akan kupakai saat akad nikah nanti. Dia lebih perhatian daripada calon istriku..!

Dia juga terlihat gembira karena melihat aku sudah menemukan calon pendamping.
”Kamu kapan nyusul..?” Tanyaku saat kita makan bareng untuk yang terakhirkali.
”Nggak tahu, Mas. Mungkin tahun depan. Nunggu bisnis si Ferdi stabil dulu..” Ferdi adalah nama pacarnya yang sekarang, anak orang kaya.

Dan bulan-bulan berikutnya, setelah aku menikah, Tanti makin menjauh. Mungkin dia sadar kalau sudah tidak bisa memiliku seperti dulu lagi.
Dan juga, dia sudah mulai disibukkan persiapan pernikahannya yang tinggal menghitung hari.

Sedangkan aku, juga sibuk mempersiapkan kelahiran bayiku. Kami makin putus hubungan.
Apalagi setelah dia menikah dan pindah ke kota M ikut suaminya, aku jadi tidak bisa menghubunginya lagi.
Nomornya sering ganti dan juga aku takut kalau sampai ketahuan suaminya. Bisa runyam nanti.

Kami hanya bertegur sapa di dunia maya, itu pun cuma beberapa bulan sekali, kalau pas lagi online bareng.
Kalau nggak, ya aku lebih sibuk merawat istriku daripada memikirkan si Tanti. Kandungan istriku kini semakin besar.

Sesekali Tanti meneleponku.. kalau aku lagi berada di kantor. Dia tidak mau menyakiti perasaan istriku.
Dari situ aku tau kalau ternyata dia masih belum hamil juga.. padahal sudah enam bulan menikah.

Aku sempat menertawakannya kala itu, karena kalah denganku.
”Aku aja yang pendek gini cespleng.. sebulan langsung jadi. Suamimu kurang pinter tuh..” selorohku.
Tapi ternyata dia memang sengaja KB dulu karena masih belum siap punya anak.

Di lain waktu, beberapa bulan berikutnya, saat anakku sudah lahir, dia telepon lagi.
Kali ini mengabarkan kalau sudah hamil. Aku segera memberinya selamat.

Tanti bertanya soal kehamilan awal dan saat-saat melahirkan. Kujawab sesuai yang kulihat pada istriku.
”Tiga bulan awal muntah-muntah dan badan lemas. Itu suamimu suruh berhenti dulu, jangan nyerbu terus.
Bisa jatuh kandunganmu nanti..” kataku. Tanti mengiyakan sambil tertawa.

”Tiga bulan berikutnya, kandungan sudah kuat. Boleh main, tapi tetap harus pelan dan hati-hati..” jelasku.
”Rasanya enak banget saat itu. Aku dulu jadi nafsu terus sama istriku..” aku menambahkan.

”Enak bagaimana..?” Tanti bertanya.
”Ya, pokoknya enak. Badan kamu nanti jadi tambah montok dan gemuk, susumu jadi tambah besar.
Begitu juga paha dan bokong kamu. Laki-laki mana coba yang tahan lihat istri seperti itu..?” Aku tertawa.

Tanti juga tertawa. ”Ah, jorok nih ngomongnya..”
”Eh, ini kenyataan. Nanti tanyakan sama suamimu..”

”Iya deh, nanti. Terus, tiga bulan selanjutnya bagaimana..?” Tanya Tanti.
”Asal tidak ada masalah dalam kandunganmu, tetep boleh main. Bahkan ada beberapa dokter yang menganjurkan agar memperbanyak ML
untuk melebarkan jalan lahir dan juga memberi pelumasan agar waktu lahir nggak begitu sakit. Tapi tetap harus pelan dan ekstra hati-hati..” jelasku.

”Emang melahirkan itu sakit ya..?” Dia bertanya.
”Kalau lihat istriku yang sampai pucet dan menangis sih, sepertinya sakit..” aku tertawa.

Tanti ikut tertawa. ”Ah, payah nih, nggak bisa diajak serius..”
Selanjutnya dia bertanya banyak hal tentang proses kelahiran dan cara merawat bayi. Aku berusaha menjawabnya semampuku.

Di akhir pembicaraan kukatakan kepadanya.. ”Tapi tenang saja.. lebih sakit sunat kok daripada melahirkan..”
”Lho, kok bisa..?” Tanti bertanya tidak percaya.

”Buktinya.. saking sakitnya.. aku kapok nggak mau sunat lagi.. cukup satukali saja. Hahaha..” Aku tertawa terbahak-bahak.
”Sedangkan melahirkan.. bilangnya sakit.. tapi mau aja tahun depan hamil lagi..” tambahku.
”Hahaha..” Tanti ikut ngakak. ”Coba aja sunat lagi, bisa habis burung Mas..!”

Setelah saling mengucapkan salam.. kami pun mengakhiri pembicaraan pagi hari itu.
Tanti memang sering meneleponku di pagi hari, saat suaminya pergi kerja.

Beberapa bulan berikutnya, dia menelepon lagi. Kukira akan mengabarkan berita bahagia, ternyata malah kabar buruk. Dia keguguran..!
”Berapa bulan..?” Sku bertanya.
”Dua bulan..” Tanti menjawab tanpa semangat. Nada ceria dalam suaranya menghilang. Aku jadi tidak tega untuk menggodanya.

”Kamu kecapean mungkin..” kataku.
”Iya, kata dokter sih begitu..” sahutnya.
”Aku habis mengantar mertua ke bandara..” Hmm.. pantas saja.

Dalam situasi seperti itu, aku cuma bisa memberinya semangat dan dorongan agar tetap sabar dan tidak putus asa untuk terus berusaha.
Toh, umur mereka masih sangat muda.
Tapi melihat proses kehamilannya yang dulu, yang harus menunggu 8 bulan.. Tanti kelihatannya pesimistis.

”Jangan gitu dong.. rezeki kan dari yang kuasa. Kita cuma bisa berusaha dan berdoa..” kataku.
Tanti mengiyakan.. lalu mengucapkan terimakasih dan menutup telepon.
---------

Empat bulan berikutnya.. setelah makan siang.. HP-ku berdering. Itu dari Tanti.
”Halo, Tan.. apa kabar..?” Aku segera menyapanya.
”Halo, mas.. nggak sibuk kan..?” Jawabnya ramah.. rupanya dia sudah bisa melupakan kesedihannya.

”Nggak.. ini habis makan. Ada apa..?” Aku bertanya.
”Nggak ada apa-apa. Cuma pengen say hello aja..” Tanti menjawab.

”Kangen ya sama aku..?” Aku menggodanya.
”Yee.. siapa juga yang kangen..!?” Dia tertawa.

”Gimana, sudah hamil lagi..?” Tanyaku penasaran.
Tanti mendesah. ”Belum nih, mas. Nggak jadi-jadi..”

”Sudah bener belum caranya..?” Tanyaku.
”Sudah..” Tanti menjawab.. tidak ada nada malu sama sekali dalam suaranya.

"Segala macam gaya sudah kita lakukan..” Glekk.. Aku menelan ludah mendengarnya. Segala gaya..?
Membayangkannya saja sudah membuatku bergairah. Penisku perlahan menggeliat.

”Jangan banyak gaya, malah nggak jadi-jadi nanti. Yang biasa aja..” tambahku.
”Biasa bagaimana..?” Tanya Tanti.
Aduh.. dia bertanya lagi. Masa’ nggak tau sih..? Apa harus kujelaskan..?

”Ya biasa.. kamu di bawah.. suamimu di atas..”
”Itu mah sudah sering, Mas. Malah pake diganjal bantal segala biar punyaku naik.. biar sperma mas Ferdi nggak ada yang tumpah..”
Haduh nih anak.. ngomongnya kotor banget setelah menikah.

Karena dia yang mengajak.. jadi aku pun meladeninya. ”Mungkin punya suamimu kurang panjang kali, jadi nggak nyampe..”
”Nyampe kok. Rasanya mentok kalau dia nusuk keras-keras..” Haduh.. makin jorok omongannya. Apa sih maunya..?

“Kira-kira berapa besar penis suami kamu..?” Aku bertanya lagi.
“Berapa ya..? Aku nggak tahu, mas..” jawabnya bingung.

“Kayanya masih ada lebihnya deh pas aku genggam.. kepalanya masih nongol..” sambungnya.
Aku mencoba membayangkan.. membandingkan dengan punyaku.

“Aku perkirakan penis suami kamu sekitar 10 sampai 14 cm.. masih normal..” Kubayangkan kalau Tanti menggenggam penisku.. ugh aku makin ngaceng..!
”Ya emang normal.. siapa juga yang bilang nggak..!?” Tanti memprotes.Aku tertawa mendengarnya.

“Bagaimana dengan kekerasannya..?” Tanyaku lagi.
“Keras sekali mas.. kayak batu..!” Sahut Tanti mantab.

Aku diam sejenak.. mencoba berpikir tentang penghambatnya memiliki anak..
Sebab dari pembicaraan barusan.. sepertinya tidak ada masalah dalam kehidupan seksnya.. Tapi kenapa Tanti masih belum hamil juga..?

“Kok diam, mas..?” Tanya Tanti, dikiranya aku tertidur.
“Aku lagi mikir penyebabnya, Tan..” sahutku.

”Ehm.. sudah periksa belum.. nggak ada masalah kan dengan kalian berdua..?” Aku bertanya.
Kuelus penisku yang ada di balik celana.. sudah terasa keras sekali.

”Hmm, iya sih. Sperma mas Ferdi katanya terlalu encer..” sahut Tanti.
“Suruh banyak-banyak makan tauge biar nggak encer. Tauge bagus tuh buar ngentelin sperma..” kataku. Sperma encer.. mungkin itu penyebabnya.

”Oh, gitu ya..?” Tanti tampaknya baru tau.
“Atau kurang lama.. mungkin..?” Aku memberi alternatif.

”Lama gimana..?” Tanti bertanya tidak mengerti.
”Kira-kira berapa lama penis suami kamu bertahan dalam kewanitaan kamu..?” Tanyaku.

“Ehm, mungkin sekitar 5 menit..” jawabnya tak pasti. 5 menit..? Masih lumayan.
”Sering nggak dia moncrot duluan sebelum kamu keluar..?” Tanyaku lagi.
”Sering sih nggak, hanya kadang-kadang saja..” jawab Tanti.

”Kadang-kadangnya itu berapa..?” Aku ingin kepastian.
”Ehm..” Tanti bergumam seperti mengingat-ingat.

”Dua di antara tiga deh..” jawabnya kemudian.
”Itu mah termasuk sering, Tan. Aku aja nggak pernah keluar duluan..” Aku menyombong, biar saja dia pengen.

”Ah, benarkah..? Aku nggak percaya..!” Tanti meledek.
”Eh, dibilangin juga..!” Dasar nih anak, nantangin banget.

”Kan nggak ada buktinya..” Tanti berkilah.
”Mau bukti..? Ayo ke sini, kubuktikan..! Akan kubikin kamu KO seharian..!” Selorohku.. penisku makin terasa keras dan ngilu.
Membayangkan menyetubuhinya saja sudah membuatku begini bergairah.

Tanti tertawa. ”Hahaha.. kenapa bukan mas aja yang ke sini..? Nih rumahku lagi kosong.. Mas Ferdi lagi kerja..” tantangnya.
Gila..! Meski sangat ingin.. aku tak mungkin bisa melakukan itu.
Jarak kotaku ke kotanya lumayan jauh.. hampir 4 jam kalau naik angkutan umum. Sedikit lebih cepat kalau naik kereta.

”Awas ya..! Kalau ada waktu, aku samperin kamu..!” Aku mengancam.
”Oke.. aku tunggu, mas..” Tanti tertawa semakin keras.
Meski cuma bercanda.. tapi tak urung tetap membuatku panas dingin juga. Karena tak tahan.. aku pun segera menutup pembicaraan.

“Ya udah, Tan.. kita sambung lain waktu ya. Aku harus kembali kerja..”
Ada hal lain yang lebih penting yang harus aku lakukan sekarang. Tidak bisa ditunda.. mumpung lagi panas-panasnya.

“Oke deh..!” Sahutnya riang.
”Kudoakan cepat hamil..” kataku untuk terakhirkali.

Setelah saling mengucap salam, kami pun berpisah. Aku cepat lari ke kamar mandi dan onani di sana.
Gila kamu, Tan..! Padahal cuma ngobrol.. tapi kamu sanggup bikin aku ngaceng seperti ini..!

Sambil mengocok penisku, kuputar kembali percakapanku dengan Tanti tadi.
Sebenarnya ada peluang untuk memanfaatkan situasi ini. Dia sudah menawariku, meski sambil guyon, tapi siapa tau itu beneran..!?

Hanya masalahnya, jarak rumahnya yang sangat jauh. Butuh seharian kalau harus bolak-balik menemuinya, sedangkan pekerjaanku nggak bisa ditinggal.
Kalo istriku sih beres, dia kan tinggal di kota lain sejak melahirkan kemarin, jadi pasti aman.
Apa harus nunggu libur akhir pekan..? Giliran suami Tanti yang ada di rumah. Hmm, serba repot.

Lama aku berpikir dan menimbang-nimbang, akhirnya aku putuskan untuk menunggu saja apa yang terjadi selanjutnya.
Kalau memang sudah rejeki, aku pasti bisa menidurinya. Tunggu aja, Tan, aku akan datang..!
-------------

Satu bulan berlalu tanpa ada kejadian apapun. Tanti tidak menghubungiku lagi, padahal aku sudah sangat berharap.
Sebagai pelampiasan, aku cuma bisa onani sambil membayangkan tubuh indahnya.
Istriku yang kutemui 1 minggu sekali setiap akhir pekan, sudah tidak bisa lagi memuaskanku, padahal dia cukup cantik dan seksi.

Selama menyusui anakku, payudaranya jadi tambah besar dan mengkal. Tapi entahlah, hanya bayangan Tanti yang ada di kepalaku.
Bahkan tak jarang saat main dengan istriku, Tantilah yang kuangankan sedang kupeluk dan kucium.

Di kala sedang asyik melamun sambil menyelesaikan laporan bulanan, tiba-tiba ada SMS yang masuk.
Dari Tanti..! Akhirnya, pucuk dicinta ulam pun tiba.

Kubaca SMS-nya dengan cepat.. ”Menurut mas, apakah bodyku cukup bagus..?” Dia bertanya.
Gila..! Nggak pernah ngomong, tahu-tahu SMS seperti ini. Aku jadi kaget. Apa sih maunya..?

”Ya nggak tahu, Tan. Dulu sih bagus.. nggak tau sekarang. Emang kenapa..?” Aku tanya balik.
”Mas Ferdi akhir-akhir ini malas kalau kuajak berhubungan, apa dia bosan ya dengan tubuhku..?” Tanti menjawab beberapa detik kemudian.

”Kalau begini terus, kapan kami bisa punya anak..!?” Tambahnya lagi sebelum aku sempat membalas yang pertama.
”Sabar..! Kalau suamimu malas, aku siap kok bikinkan kamu bayi..!” Jawabku menggoda.

”Mas, aku serius nih..!” Balas Tanti.
“Aku juga serius..!” Aku tak mau kalah.
Jaring sudah kutebar.. pantang untuk ditarik kembali. Salah sendiri sudah menggodaku.

”Aku pikir-pikir lagi deh..” Begitulah jawaban yang kuterima, membuat hatiku senang dan berbunga-bunga.
”Oke deh..” balasku penuh semangat.

Keesokan paginya, aku baru saja membuka berkas dan HP baru aku aktifkan, sudah ada SMS dari Tanti.. bunyinya singkat..
”Golongan darah mas apa..?”
“A..”
aku juga menjawab singkat.

“Perfect..! Nanti aku kabari lagi..” balas Tanti.
Apaan sih..? Aku tidak mengerti. Sejenak aku terdiam penuh kebingungan.
Ah sudahlah, lebih baik aku segera bekerja, hari sudah siang sedangkan pekerjaanku lumayan menumpuk.

Tapi kutunggu sampai sore hari, ternyata tidak ada SMS dari Tanti. Aku yang tak sabar sudah ingin meneleponnya..
tapi begitu teringat kalau jam segini suaminya pasti sudah pulang dari kantor, akhirnya kuurungkan niatku.
-------------

Seminggu berlalu begitu cepat. Aku sudah putus asa akan kelanjutan hubunganku dengan Tanti. Aku memang terlalu berharap.
Seharusnya aku tau diri, Tanti yang cantik jelita tidak mungkin mau denganku yang pendek dan gemuk ini, meski wajahku ganteng.
Mungkin kemarin dia bener-bener bercanda, aku saja yang menganggap semua itu serius. Dasar..! Begini ini jadinya kalau terlalu bernafsu.

Di saat sudah siap mengikhlaskan diri.. hapeku tiba-tiba berbunyi. Dari Tanti..! Ada apa lagi sekarang..?
”Ya, halo..?” Aku menerimanya. Harapan yang kembali tumbuh di hatiku.. berusaha kutekan kuat-kuat ke bawah. Aku tidak ingin kecewa untuk keduakali.

”Mas, sekarang suamiku Diklat ke Bandung.. pulang baru minggu depan..” kata Tanti pendek.
”Iya.. terus apa hubungannya denganku..?” Aku tidak mengerti.

”Mas nggak ingin main ke mari..?” Sahut Tanti. Hah..! Dia mengundangku..!
”K-kamu serius, Tan..?” Aku bertanya tergagap.

“Ya iyalah. Katanya kemarin mas juga serius..! Gimana sih..!?” Dia kelihatan kecewa.
”O-oke, Tan, oke. Aku cuma nggak nyangka aja kalau kamu beneran mau main denganku..” sahutku menenangkan.

”Baik, mas. Nanti aku jemput di terminal ya.. bye..!”
Tanti menutup telepon.. mungkin dia terlalu malu untuk berbincang lama denganku. Dasar wanita..!

Aku menghela nafas sambil tersenyum lebar. Akhirnya apa yang kuimpikan selama ini bakal segera terwujud.
Rasanya sudah tidak sabar menunggu minggu depan. Bagaimana ya rupa Tanti sekarang, apa dia tambah cantik dan seksi..?

Ugh.. selama sisa hari, aku jadi tidak bisa konsentrasi ke pekerjaan. Bayangan tubuh mulus dan montok milik Tanti lebih menyita perhatianku.
Tak tahan, akupun menuju kamar mandi dan onani di sana.
-------

Sesuai janji yang sudah disepakati, jumat sore aku meluncur ke kota M.
Aku sengaja naik bis agar mudah ketemu sama Tanti, dia akan menjemputku di terminal.

Kalau naik sepeda, bisa-bisa sebelum nyampai kota M, aku sudah kesasar duluan.
Aku tidak begitu paham jalanan menuju kota itu. Lagian hari juga sudah malam.
Kepada istriku, aku beralasan ada lembur minggu ini, jadi aku tidak bisa pulang. Istriku bisa mengerti.

Setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam, aku pun sampai.
Begitu turun dari bis, kusapukan pandanganku ke ruang tunggu terminal, tidak kulihat Tanti berada di sana.

Aku sudah akan melangkahkan kaki saat dari arah parkiran mobil kudengar suara merdunya memanggilku..
”Hei, mas, sini..!” dia melambaikan tangan agar aku bisa melihatnya.

Sebenarnya itu tidak perlu karena wajah cantik dan postur tubuhnya yang tinggi besar tampak mencolok..
di antara deretan orang-orang yang lalu lalang di tempat itu.

Tersenyum lebar, aku pun segera menghampirinya. ”Sudah lama nunggu..?”
Kujabat tangannya dan kutatap wajah cantiknya yang tampak tidak berubah sedikit pun.

Bahkan dia terlihat makin menggairahkan sekarang.. karena bulatan payudara dan pinggulnya menjadi sedikit lebih besar.. postur khas ibu-ibu.
Ugh, aku jadi tak tahan.

”Yuk masuk. Kita langsung ke rumah apa makan dulu..?” Dia mengajakku masuk ke mobilnya, sebuah Karimun pink tahun 2006.
”Makan aja deh, aku lapar..” jawabku, meski penisku sudah ngaceng penuh melihat tubuh sintalnya.
Tanti mengajakku ke sebuah warung sate. ”Biar tambah greng..!” katanya. Aku hanya tertawa menanggapinya.

Selama makan, kami mengobrol basa-basi, saling bercerita tentang keluarga dan pekerjaan..
sesekali juga bercanda dan tertawa, tidak sedikit pun menyinggung masalah perselingkuhan kami nanti.

Di perjalanan menuju rumah Tanti, kami juga tidak membahasnya. Kami sama-sama diam.
Mungkin Tanti sungkan untuk memulai, dia kan perempuan.

Entah apa yang ada di benaknyai sekarang, mungkin dia pusing lihat kemacetan yang ada di depannya, maklum dia yang jadi sopir.
Sementara aku bersantai-ria di sampingnya sambil membayangkan apa saja yang akan kulakukan saat sudah berdua di kamar dengan Tanti nanti..
aku tidak ingin membuat dia kecewa. Suara merdu Agnes Monica dari tape mobil mengisi kesunyian itu.

”Kenapa sih, kok mas ngelirik aku terus..?” Tanya Tanti tiba-tiba.
”Yeee, Ge-Er aja..! Siapa juga yang ngelirik, aku cuma liatin jalan kok..” sahutku.

”Jalan tuh di depan, bukan di dada aku. Kalau yang ini namanya susu..!” Balas Tanti sengit.
”Hahaha..” aku tertawa. Tanti ikut tertawa.

”Kelihatan banget ya kalau aku ngelirik kamu..?” aku bertanya.
”Weleh, muka lihat jalan, tapi biji mata mas melotot ke arah sini..” Tanti menunjuk bulatan payudaranya.

”Emang susuku bagus ya..?” Tanyanya. Aku tersenyum mendengar pertanyannya.
”Bukan bagus lagi, tapi perfect..!” Kuberikan dua jempolku padanya.

”Tunggu sampai mas lihat dalamnya..” sahutnya nakal.
”Ehm, boleh kulihat sekarang..?” Aku menawar.

”Hush, nggak boleh. Banyak orang..” Tanti menepis tanganku.
”Tapi kan kacanya gelap, Tan..” aku mencoba berkilah.

”Tapi aku lagi nyetir, mas. Kalau nubruk gimana..?” Balasnya.
”Susumu bikin aku nggak tahan, Tan. Kok bisa gede banget sih sekarang..?”
Kupandangi benda kembar yang masih tertutup kaos dan jilbab itu tanpa berkedip.

”Kan ada yang ngerawat. Tiap malam dipenceti terus sama mas Ferdi, ya jadi gede gini. Emang punya istri mas nggak gede ya..?” Tanya Tanti.
”Gede juga sih, hehe..” aku tertawa.
”Lha itu sama..” Tanti memencet klakson saat ada pejalan kaki menyeberang sembarangan.

”Kamu yakin mau melakukan ini, Tan. Kalau suamimu curiga gimana..?” Aku bertanya.
“Tenang.. kemarin sebelum berangkat, dia sudah kukasih jatah.. Jadi kalau nanti aku hamil.. waktunya pas.
Lagian wajah mas mirip banget dengan mas Ferdi.. ditambah golongan darah mas juga sama..
jadi anak yang lahir nanti akan sulit sekali diketahui siapa ayah sebenarnya..” kata Tanti meyakinkanku.
Rupanya dia sudah mempersiapkan semua ini dengan matang.

Tapi aku masih belum tenang. ”Kalau tingginya gimana..? Aku kan pendek..”
Nggak mungkin kan Ferdi dan Tanti yang tinggi mempunyai anak pendek..?

”Nggak bakal pendek-pendek amat kok, kan nanti juga dapat sumbangan dari aku..” sahut Tanti.
Ah iya ya, aku jadi sedikit lebih tenang sekarang.

Tak lama, kami pun sampai di rumahnya. Rumah Tanti terletak di kompleks perumahan baru yang masih jarang penghuninya.
Sepertinya ini perumahan elit karena tipe rumahnya besar-besar.

Bangunan di kiri dan kanan rumah Tanti masih kosong, tidak tampak ada lampu menyala di sana.
Hmm.. siplah. Kami jadi bisa bebas melakukan apapun nanti.

Setelah menaruh mobil di garasi, Tanti mengajakku masuk ke rumahnya.
”Jangan sungkan-sungkan, mas. Anggap aja rumah sendiri..” katanya sambil menutup pintu depan dan menguncinya.
”Termasuk juga menganggap kamu sebagai istri sendiri..?” Langsung kupeluk dia dan kuhujani mukanya yang cantik dengan ciuman.

”Hmmm, mas..!” Tanti mendesah saat tanganku mulai bergerilya di tonjolan payudaranya yang besar.
Kupijit dan kuremas-remas daging bulat itu hingga Tanti menggelinjang kegelian.

”S-sudah, mas. Kamu mandi dulu sana..” katanya sambil menyingkirkan tanganku dan menyeretku menuju ruang belakang.
”Maindiin..” aku menggelayut manja di pundaknya dan sekali lagi menciumi pipi dan bibirnya.
”Yeee, maunya..!” Tanti mendorongku masuk kamar mandi. Terpaksa kulepaskan tubuh sintalnya.

Dengan cepat aku melepas pakaian dan membersihkan diri dari keringat di sepanjang perjalanan..
Sementara Tanti pamit pergi ke kamar untuk mempersiapkan ajang pertarungan kita nanti. Konticrott..
----------------------------------------------------------------
 
----------------------------------------------------

Cerita 12 – Sang Pejantan

Part 2

Selesai mandi..
kutemui Tanti di kamarnya. Rupanya dia sudah melepas jilbab serta bajunya tadi.
Sekarang dia cuma mengenakan daster tipis tanpa lengan yang mencetak jelas bentuk tubuhnya.
Dengan rambut panjang lurus yang terurai hingga ke punggung.. dia terlihat sangat menggairahkan sekali.

”Tan..?” Aku memanggilnya dengan suara bergetar.. benar-benar terpesona. ”Kamu sungguh cantik..” kataku jujur.
Tanti tersenyum dan mengajakku duduk di sebelahnya.

”Sebenarnya aku berat melakukan ini, mas. Tapi mau bagaimana lagi.. hanya ini satu-satunya cara agar aku bisa hamil lagi..”
Bisiknya sambil memamerkan lekuk kakinya yang jenjang dan indah.. yang terlihat putih mulus tanpa noda.
Ughh.. kalau kakinya saja sudah seperti itu.. bagaimana yang lain ya..?

Tanpa menunggu lama.. penisku pun menggeliat dan mulai terbangun.
”Rileks, Tan. Anggap saja aku suami kamu sendiri. Kita kan melakukan ini mau sama mau..
aku nggak memperkosa kamu kok seandainya kamu nggak mau..” bisikku di telinganya.

Sambil terus berbicara.. aku mencoba memeluk pundaknya dari samping.. kupegang tangan kirinya dengan tanganku.
Kucoba merasakan kehalusan kulitnya dengan sentuhan-sentuhan halus ujung jariku.

Dari pundak, sentuhanku turun ke telapak tangannya, silih berganti.
Aku memang tidak ingin langsung menyerbunya, aku ingin membangkitkan gairah Tanti secara perlahan-lahan.

Meski sudah tidak tahan, aku harus bersabar. Aku ingin Tanti juga menikmati permainan ini.
Perselingkuhan pertamanya ini akan kubuat senikmat dan seindah mungkin hingga sukar untuk ia lupakan.

Sentuhan-sentuhan lembut yang aku lakukan.. tidak dipungkiri membuat Tanti terpengaruh juga..
meski dia tidak merespon sama sekali pada awalnya.

Tanti cuma terdiam pasrah tanpa melakukan apapun, hanya nafasnya saja yang terdengar semakin keras dan berat.
Kulihat bulu-bulu di tengkuknya sudah meremang berdiri. Dia mulai terangsang.

Kutambah sentuhanku dengan sesekali mencium pundaknya.
Tanganku yang dari tadi menyentuh tangannya, kini berpindah ke perutnya dan terus beranjak naik hingga aku menyentuh payudaranya.

Walau masih dibalut bra dan kain dasternya, benda itu terus sangat empuk dan kenyal saat kuremas-remas.
Dengusan Tanti terdengar semakin keras, dia mulai gemetar dan menggelinjang. ”Auhh.. mas..” desahnya.

Lama aku melakukan aksi tersebut sampai akhirnya aku tak tahan.
Pelan kuturunkan tanganku kembali untuk kemudian menyusup ke balik dasternya.
Sentuhan pada perut Tanti yang ramping membuatku bergidik.

Setelah berputar-putar cukup lama.. tanganku kemudian naik sampai aku menemukan sasaran utamaku..
Tonjolan payudaranya yang masih terbungkus bra..!

Pelan, masih sambil menciumi telinga, pipi dan lehernya, kuremas-remas benda itu. Ugh.. Rasanya begitu padat dan kenyal, nikmat sekali.
Kuelus-elus terus dengan lembut sambil aku berusaha mencari-cari putingnya yang masih tersembunyi.. malu untuk menampakkan diri.

Tanti yang sudah mulai terangsang, memejamkan matanya dan terdiam.
Dia tidak merespon ulahku.. tapi juga tidak melarangnya. Hanya diam begitu saja, seperti patung.

Hingga tiba-tiba dia menepis tanganku dan menariknya keluar dari balik daster. ”Sudah ya..” bisiknya sambil menoleh dan mengecup bibirku.
Aku membalasnya dengan melumat bibirnya rakus sambil terus memberi sentuhan. Kali ini yang menjadi sasaranku adalah kakinya.

Karena posisi Tanti agak sedikit miring ke arahku, sedikit demi sedikit aku bisa menyentuh pahanya yang putih mulus.
Saat kuusap, benda itu terasa begitu licin dan hangat. Darahku berdesir. Aku ketagihan.

Tanganku terus meraba di sana, menyingkap dasternya makin ke atas hingga bisa kulihat pinggulnya yang lebar..
yang masih terbalut CD tipis warna merah. ”Ahhh.. mas..!” lenguh Tanti saat tanganku mulai mencari-cari pangkal pahanya.

Rangsangan yang aku berikan sepertinya makin menambah gairahnya, karena Tanti menyambut lumatanku dengan bergairah.
Bahkan tangannya mulai bergerak untuk meraba-raba gundukan di balik celana pendekku yang sejak dari tadi menegang hebat.

”Nggak usah malu-malu lagi, Tan. Kita nikmati malam ini sepuasnya..”
Kubimbing tangannya untuk masuk ke dalam celanaku, sementara aku terus melanjutkan aksiku di celah pangkal pahanya.

Kugesek vagina perempuan cantik itu berulang-ulang sampai CD-nya jadi basah.
Aku sengaja ingin menggodanya, kubelai pinggiran vaginanya berulangkali tanpa kumasukkan tanganku ke lubangnya.

Dan itu rupanya berhasil, nafas Tanti menjadi semakin berat dan memburu.
Sementara tangannya yang berada di dalam celanaku.. kini sudah memijat-mijat penisku begitu keras, membuatku jadi sangat bernafsu sekali.

Aku pun menyudahi lumatan dan kecupanku pada bibirnya. ”Mas..” Tanti memajukan wajahnya, berusaha mengejar bibirku.
Tapi aku sudah terlanjur turun menuju celah kakinya. Kukecup pelan pahanya yang putih mulus, gantian kiri dan kanan.

”Aahhh..” Tanti langsung mendesah sambil memegang kepalaku, menekannya agar cepat menuju ke lubang vaginanya.
Tapi seperti tadi, aku masih ingin bermain-main lebih lama.

Dengan lidahku.. kujilati kulit pahanya yang licin bagai porselen. ”Ughhh..” Tanti makin mendesah tak karuan.
Kecupan dan isapanku pada permukaannya membuat paha itu jadi bertotol-totol merah, sungguh sangat indah sekali.

Setelah semuanya basah oleh air liurku, aku pun memajukan mulutku, menuju ke arah pangkal pahanya.
”Ahhh.. ya, di situ, Mas. Jilat di situ..!”
Rengek Tanti saat sedikit demi sedikit aku memberi sentuhan, kecupan dan jilatan pada tonjolan bukit vaginanya.

Terasa sudah sangat basah di situ. Baunya juga sangat harum, lebih enak daripada punya istriku di rumah.
Karena rangsanganku, sambil mendesah.. Tanti merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan posisi kaki menjuntai ke bawah tempat tidur.

Aku semakin bebas bergerilya di alat vitalnya. Kujilat terus daging sobek yang masih tertutup celana dalam itu sambil tanganku meraih ke atas.
Kugenggam tonjolan bukit payudaranya yang bulat membusung dan kuremas-remas dengan penuh nafsu..
membuat Tanti makin merintih dan menggelinjang keenakan.

Akibat ciuman dan gigitanku.. sekarang posisi celana dalamnya jadi miring ke samping..
membuatku jadi bisa mengintip sedikit belahan vaginanya yang berwarna coklat kemerahan..
dengan bulu-bulu keriting halus yang tumbuh terawat rapi di bagian atasnya. Untuk beberapa saat, aku kagum dan takjub dengan pemandangan itu.

”Ayo, mas, lakukan..! Jangan cuma dilihat saja..!” rengek Tanti sambil menarik kepalaku.
”I-iya, Tan..” dengan lidah terjulur, kusentuh benda itu perlahan-lahan.

Tanti sedikit bergidik saat lidahku menyapu sebagian bibir vaginanya. ”Oughhh.. mas..!” dia menekan kepalaku semakin keras.
Kujilat lagi vaginanya hingga dia semakin menggelinjang.

Sambil terus mengecup dan menyentuhnya, sedikit demi sedikit kutarik turun celana dalamnya.
Begitu terlepas.. segera kubuka kaki Tanti lebar-lebar hingga bisa kulihat dengan jelas lubang senggamanya yang sudah basah memerah.

Aku menciumnya berulangkali sebelum akhirnya mengisap dan melahapnya dengan rakus. ”Ahhh.. mas.. aku.. ya, begitu..” Tanti merintih tak jelas.
Erangan terus terdengar dari mulut manisnya seiring jilatan dan isapanku yang semakin liar dan kasar.

Tubuh montoknya menggeliat ke sana kemari, membuat kain daster yang dikenakannya tersingkap ke mana-mana.
Benda itu kini sudah tidak berguna lagi, semuanya teronggok mengumpul di pinggangnya yang ramping.

Sambil terus menjilat, aku melirik ke atas. Di sana.. di atas dada Tanti, bulatan payudaranya terlihat menyembul indah.
Meski masih tertutup beha warna krem.. tapi aku bisa melihat putingnya yang sesekali mengintip malu-malu saat wanita itu menggeliat.

Sama dengan pahanya, payudara Tanti juga terlihat licin dan putih mulus.
Aerola dan putingnya berwarna coklat kemerahan, sama dengan warna bibir vaginanya. Ughh..! Membuatku jadi makin tak tahan.

”Aghhh.. terus, mas..! Terus..! Jilat terus..! Ahhh.. ya, yang itu..! Aghhh..” Erangan dan rintihan Tanti membuatku lupa diri.
Aku terus melumat dan menjilat vaginanya, sambil tanganku memberi sentuhan halus pada kedua belah pahanya yang indah.

”Ahhh.. mas..” desis Tanti saat elusanku merambat ke atas. Dari balik dasternya.. aku memberi sentuhan-sentuhan halus ke kulit perutnya..
menggelitik pusarnya, sampai akhirnya aku meremas lembut kedua bukit payudaranya.

Tanpa mengeluarkan dari cupnya, kucari putingnya yang kini sudah terasa kaku dan keras.
Kupilin dan kupencet-pencet benda mungil itu hingga membuat Tanti makin merintih tak karuan.

”Oughhh.. mas..! Enak..! Nikmat sekali..! Ahhh.. kok mas pinter sih..!?” Racaunya sambil mengangkat pantatnya tinggi-tinggi.
Kedua kakinya menjepit kepalaku saat dari dalam liang vaginanya memancar cairan bening yang banyak sekali. Dia orgasme.

”Mas, aku pipis. Aduh, maaf ya..!” Tanti segera menutup pahanya begitu aku menarik kepala untuk mencari nafas.
Kuperhatikan dia masih mengejang-ngejang dan bergetar beberapakali sebelum akhirnya terdiam dengan nafas masih terdengar berat dan sesak.

Sambil mengangguk mengerti, aku merangkak naik menindih tubuhnya. Tanti menggeliat pelan saat kusibak cup beha-nya untuk melihat payudaranya.
”Mas, aghh..!” desahnya ketika aku mulai mencium dan menjilatinya dengan lahap.

Dia yang masih keletihan setelah orgasme yang pertama, hanya terlihat pasrah saja.
Karena aku sudah sangat bernafsu sekali, langsung kulepas celanaku. Batangku yang sudah sangat keras dari tadi, langsung meloncat keluar.

Tanti sedikit terhenyak saat melihatnya. ”B-besar sekali, mas..” bisiknya tak berkedip.
Kubimbing tangannya untuk menggenggamnya. Tapi Tanti menolak saat kusuruh dia untuk mengulumnya.

”Jijik, mas. Aku tidak pernah melakukannya..” gumamnya.
”Dicium-cium aja, Tan. Yang penting punyaku jadi basah..” kataku tidak kurang akal.

Segera kusodorkan penisku ke depan bibirnya. Perlahan Tanti mulai menciuminya.. tapi cuma batang dan telurnya.
Ujungnya yang berlendir sengaja ia hindari. Benar-benar jijik rupanya dia. Oke, aku bisa mengerti.

Kubiarkan saja dia menjilat-jilat dan menciumi batangku hingga akhirnya aku merasa bosan.
Tanti sangat kaku sekali saat melakukannya hingga aku jadi tidak bisa menikmati sama sekali. Sama sekali tidak ada enak-enaknya.

Daripada menunggu lama-lama.. aku yang sudah tidak tahan untuk merasakan tubuh sintalnya, segera membaringkan Tanti di ranjang.
Kutindih tubuhnya sambil kutempatkan pinggulku tepat di depan selangkangannya.

Tanti sudah membuka pahanya lebar-lebar hingga penisku yang sudah menegak kencang terasa menempel di lubang vaginanya.
”Siap, Tan..?” Tanyaku sambil menggesek-gesekkan ujung penis ke bibir vaginanya. Tanti mengangguk.

Kurasakan lubang vaginanya sudah basah dan merekah lebar, siap untuk dimasuki.
Sambil berpegangan ke pundaknya, kudorong penisku.. Slebb.. Masih belum berhasil. Penisku melenceng ke kiri.

”Kurang ke bawah, mas..” bisik Tanti pelan.
Dia membuka pahanya makin lebar agar aku makin leluasa melakukan gerakan.

Slebb.. Kudorong lagi. Kali ini terasa penisku masuk ke lubangnya.
”Bener yang ini, Tan..?” Aku bertanya takut salah lagi.
Tanti mengangguk. ”Iya, yang itu. Cepat dorong, mas..!” Aah.. rupanya sudah tak tahan ia.

Sambil meremas dan menciumi payudaranya.. kudorong lagi penisku. Blessh..
Tapi karena terlalu keras.. yang ada malah melenceng lagi. Kali ini ke kanan.

”Aghhh..” kami mendesah kecewa bersamaan.

”Mas..” Tanti melenguh manja. Dia segera meraih penisku dan mengarahkannya lurus ke depan lubangnya.
”Ayo, mas, kupegangi..” bisiknya.

Tersenyum, kucium bibirnya sekali lagi.
Tanti menyambut ciumanku sambil pinggulnya maju ke depan.. mengejar penisku yang sudah masuk sebagian.
”Sabar, sayang..!”

Dengan satu hentakan keras.. kutusukkan lagi penisku kuat-kuat. Blessebb..!
”Ughhhh..” Tanti melenguh. Aku juga melenguh. Kami sama-sama merasakan nikmat.

Penisku sudah masuk seluruhnya.. menghujam keras hingga mentok ke dalam memek Tanti yang sempit dan bersarang dengan begitu sempurna di sana.
Rasanya seret.. tapi.. Ughh.. nikmat sekali. Keinginanku untuk menyutubuhinya sudah terpenuhi sekarang.

”Aduh, ahh..” desah Tanti sambil memejamkan matanya. Kurasakan sebentar kedutan-kedutan di dinding vaginanya..
sebelum akhirnya kutarik sedikit demi sedikit batang penisku, kemudian aku masukkan lagi pelan-pelan, lebih dalam.

Mulai kugenjot pelan tubuh mulusnya sambil tanganku tak henti meremas-remas payudaranya yang bulat dan kencang..
sementara mulutku dengan rakus menciumi bibir dan lehernya. ”Ahh.. Mas..! Auw.. ahh.. ahh..” desahan Tanti membuatku makin bernafsu.

Sambil memeluk tubuh mulusnya yang masih berbalut daster.. kupercepat tusukanku. Clrebb-crebb-crebb-clebb-clebb-clebb..
Gesekan kelamin kami yang terasa begitu nikmat membuat Tanti makin merintih dan menggelinjang.

Tubuhnya yang montok terhentak-hentak begitu rupa, segera kupegangi agar dia tidak sampai jatuh dari ranjang.
Begitu panasnya persetubuhan kami hingga dalam hitungan menit, aku sudah tidak tahan untuk menyemburkan lahar panasku.

Sambil menekan penisku dalam-dalam ke lubang vaginanya, kudekap tubuh Tanti erat-erat.
Jlebb..! ”Ahh.. aku keluar, Tan..!” Cratt.. cratt.. cratt.. cratt..

Dengan nafas tertahan dan mulut menempel ketat di ujung puting payudaranya.. kusemburkan cairan cintaku di dalam rahim wanita cantik itu.
Perasaan nikmat segera menjalar di seluruh tubuhku.

Untuk beberapa saat kunikmati sisa-sisa orgasmeku dengan terus mendekap tubuh mulus Tanti. Aku masih belum rela melepas rasa nikmat itu.
Baru setelah nafasku sudah agak tenang dan cairan maniku sudah tidak menetes lagi.. kucabut penisku dan bergulir terlentang di sampingnya.

Sambil meremas-remas payudaranya, aku berbisik.. ”Enak banget punya kamu, Tan. Untung kamu bukan istriku.
Kalau istriku.. nanti aku jadi malas ke kantor gara-gara nafsu terus sama kamu..”

”Hehehe.. punya mas juga enak. Cuma sayangnya, cepet amat..” sahut Tanti.
”Ya.. habisnya.. tubuhmu nafsuin banget sih..” kucubit putingnya yang sebelah kiri.
”Auw..!” Tanti memekik nikmat. Dia membalasnya dengan meremas kuat penisku yang mulai melembek dan mengkerut.

”Kalau mau yang lama, nanti aja kita coba lagi, yah..?”
Kuraba selangkangannya yang terasa sangat basah, kumasukkan jari telunjukkku ke sana untuk menggesek klitorisnya.
”Ehm.. Mas..!” dia menggelinjang pelan.

”Emang mas nggak capek..?” Tanyanya kemudian sambil mengocok pelan penisku.. berusaha untuk membangkitkannya lagi.
”S-sepertinya burung mas lebih besar deh dari punya suamiku..” bisiknya.

”Masa' sih..? Ah, kamu bisa aja..” kucium bibirnya. Tanti membalasnya dengan melumat bibirku mesra.
”Iya, soalnya tadi terasa mampet dan sesak banget..” katanya sambil tertawa renyah.

Aku yang gemas kembali melumat bibirnya yang seksi itu.
Lama aku melumatnya karena Tanti juga mengimbanginya dengan baik.. dia menyusupkan lidahnya agar bisa bertarung dengan lidahku.

Kuremas-remas lagi payudaranya sebelum akhirnya aku bangkit untuk pergi membersihkan diri ke kamar mandi.
Di dalam.. kubersihkan sisa-sisa spermaku yang masih melekat di batangku.. benda itu sudah agak sedikit menegang karena kocokan Tanti barusan.

Tidak lama, Tanti menyusul masuk. Sambil mengangkat kaki kanannya ke atas closet dan menghadap ke cermin besar..
dia membersihkan cairan maniku yang meleleh keluar dari vaginanya dengan menggunakan tisu WC.

Dari belakang, kuperhatikan tubuh mulusnya yang indah itu. Dengan kaki jenjang dan sepasang paha yang putih bersih, dia tampak menggairahkan sekali.
Ditambah dengan dua bongkahan pantat yang bulat dan padat, libidoku dengan cepat terkerek naik.

Rupanya Tanti juga memperhatikanku melalui pantulan cermin di depannya.
Dia tersenyum saat melihat penisku yang perlahan mulai menggeliat dan menegang kembali.

Aduh.. senyumannya itu lho, bikin aku tak tahan. Segera kurangkul dia sambil kuremas-remas lagi bulatan payudaranya.
”Eh.. ngapain sih senyum-senyum gitu..?” Tanyaku gemas. Kuciumi pipi dan lehernya.

Tanti mendesah, tapi tetap sibuk membersihkan cairan maniku yang merembes di paha sisi dalamnya.
”Mas pengen lagi ya..?” Sahutnya sambil menggesek-gesekkan bokong bulatnya ke batang penisku.
Ergghh.. Terasa penisku seperti diremas-remas dan dipijat-pijat pelan. Ugh, nikmat sekali.

“Emang kamu nggak pengen..?” Kuremas payudaranya semakin keras, kedua putingnya yang masih terasa kaku dan keras, kujepit dan kupilin-pilin.
Tanti menggelinjang. “Ehhss.. geli, mas..!” dia memprotes karena aku menganggu acara bersih-bersihnya.

”Kok dibersihin sih, Tan..? Biar aja masuk, katanya mau hamil..?” Tanyaku heran. Tanganku tetap berada di atas gundukan bukit payudaranya.
”Cuma yang di luar aja, kok. Tadi sudah banyak yang masuk. Lagian nggak enak kalau kotor gini..” jawabnya pelan.

Sambil terus meremas-remas, kucium lagi lehernya. ”Nggak usah bersih-bersih, nanti jadi seret lagi pas dimasukin..” bisikku di telinganya.
Kulepas daster yang ada di pinggangnya, juga beha krem yang menggantung tak berguna di atas payudaranya.

Sekarang kami sudah sama-sama telanjang. Kupandangi tubuh montoknya sejenak sebelum akhirnya aku menunduk untuk melumat kedua putingnya.
”Ehh.. ahhh.. mas..!” Tanti memegangi kepalaku saat aku mencucup dan mengisapnya penuh nafsu.

”Lagi ya, Tan..?” Aku meminta.. mulutku penuh oleh bongkahan payudaranya sekarang.
Dia mengangguk dan tidak menolak saat ciumanku terus turun menuju perut dan pinggulnya.

Sambil jongkok.. kuciumi kedua pahanya yang putih mulus, juga kuelus-elus bulatan pantatnya yang terasa empuk dan kenyal.
”Ahhh.. mas..!” Tanti mendesis saat ciumanku berhenti di depan selangkangannya.

Kujilati sebentar lubang vaginanya sebelum akhirnya aku berdiri dan bersiap untuk menyetubuhinya.
”Di sini..?” Tanya Tanti heran melihatku mempersiapkan penis.

Mengangguk pelan, kubuka kakinya lebar-lebar. Kutumpangkan salahsatu kaki Tanti ke kloset agar vaginanya bisa terbuka lebar.
Sambil terus menciumi bibir dan lehernya.. slepp.. slepp.. slepp.. kugesek-gesekkan ujung penisku ke lubang kemaluannya.

Clebb.. ”Ehmmm.. mas..” Tanti merintih dan memelukku saat aku mulai memasukinya.
Matanya terpejam menikmati tusukan penisku yang perlahan memenuhi lubang vaginanya.

Dalam posisi berdiri dan setengah berpelukan, aku kembali menyetubuhinya.
Kugenjot tubuh mulus Tanti sambil tanganku bermain-main lembut di kedua putingnya.

”Mas.. ahh.. ahh..” meski tidak seenak kalau tiduran di ranjang.. tapi tetap saja posisi ini membuat Tanti mendesis dan menggeram penuh kenikmatan.
Aku juga merasakan hal yang sama.

Rasa geli dan hangat menyelubungi batang penisku saat aku menyodokkannya lebih dalam ke belahan memek Tanti yang sempit.
Benda itu kini sudah kembali basah, membuat gesekan antar alat kelamin kami menjadi benar-benar nikmat dan menggairahkan.

Sambil terpejam dan sesekali menggigit bibirnya, Tanti mendesah lembut. ”Ehm, mas.. aku.. ahh.. ahhh..” dia menceracau tak jelas.
Aku sudah akan mencium lehernya saat dengan tiba-tiba, Tanti menurunkan kakinya dari atas closet dan membelakangiku.

"Nghhh.." Aku sedikit melenguh saat batang penisku terlepas dari jepitan vaginanya. ”Ngapain, Tan..?” Tanyaku protes.
”Ganti gaya. Capek..!” Jawab Tanti pendek sambil menunggingkan pantatnya ke belakang dan berpegangan pada cermin besar di dinding.

Rupanya dia memintaku untuk menusuknya dari belakang. Oke, no problem. Aku juga menyukai gaya ini. Sangat menyukainya malah.
Sambil menikmati bongkahan pantatnya yang indah.. slebb.. kumasukkan lagi penisku.
”Eghhss..” kami mendesah berbarengan saat alat kelamin kami kembali menyatu.

Kuperhatikan Tanti dari kaca saat aku mulai menggoyang tubuhnya, betapa dia terlihat sangat menggairahkan sekali.
Goncangan payudaranya, desahan kenikmatannya, juga ekspresi mukanya yang manis dan sensual, membuatku jadi tambah tergoda.

****** sekali suaminya yang telah menyia-nyiakan istri secantik dan senikmat ini. Biar aku saja memanfaatkannya, daripada nganggur tidak terjamah.
Terus kutusukkan penisku.. sementara Tanti mengimbanginya dengan memutar pantatnya yang bulat dan menekannya kuat-kuat ke pangkal pahaku..
membuat batang penisku yang kaku dan tegang, masuk dan menusuk dalam sekali, bahkan hingga mentok ke bibir rahimnya.

"Aghhh..” melenguh keenakan, sambil meremas-remas payudaranya, kugerakkan penisku semakin cepat.
Tanti yang mendapat serangan bertubi-tubi atas dan bawah, tidak bisa bertahan lagi.

Beberapa detik kemudian kurasakan denyutan halus di dalam liang vagina, memijit penisku pelan dan nikmat.
”Ssshh.. uhh.. emm.. aku mau sampai, mas..” bisiknya berat.
“Tahan sebentar, Tan. Aku juga sudah hampir..” kuremas terus payudaranya.

“Uhh.. nikmat banget.. Tan tubuhmu..!” di bawah, kutusukkan penisku semakin cepat dan dalam.
Nyutt.. nyutt,, nyutt.. Kurasakan denyutan di vaginanya menjadi kian terasa..

Bahkan kini disertai jeritan dan rintihan darinya. ”Mas.. aku.. Oughh.. ahh.. ahh..!”
Tubuh mulus Tanti mengejang keras seiring semburan dari dalam liang kemaluannya.

Aku yang juga sudah hampir klimaks.. dengan rapat memeluknya dari belakang..
Clepp=crebb-clebb-clebb-crebb-crebb-clebb-clebb.. aku terus memberinya sodokan-sodokan terakhir yang keras dan nikmat.

Jlebb.. jlebb.. Kubenamkan penisku dalam-dalam saat spermaku muncrat memenuhi liang rahimnya.
Tubuh kami bergetar hebat bersama. Cairan maniku terasa hangat bercampur dengan cairan cintanya.

Mudah-mudahan saja dengan begini Tanti bisa hamil. Kalau tidak juga nggak apa-apa, aku jadi bisa terus menidurinya, sampai hamil, hehehe..
Sepertinya aku tidak akan pernah bosan menikmati tubuh mulusnya.

Sambil melepas penisku, kukecup lembut tengkuk Tanti yang sedikit berbulu. Dia berbalik dan membalas dengan mencium bibirku mesra.
Kami saling memagut dan melumat beberapa saat.

Entah kenapa, aku merasa senang sekali diperlakukan Tanti seperti itu. Serasa aku adalah suaminya yang sah.
Sentuhan, kecupannya yang lembut, aroma tubuhnya, serta hembusan nafas dan dekapannya membuatku melayang.
--------

Aku terbangun oleh suara TV di ruang tengah. Kulirik sebelah, Tanti sudah tidak ada. Hari ini sabtu pagi, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
Setelah bertempur semalaman, rupanya membuatku terlalu lelah. Tidak biasanya aku bangun sesiang ini.

Segera kucari celana dan bajuku. Aku menemukannya di gantungan belakang pintu.
Kukenakan dengan cepat dan segera keluar. Kutemukan Tanti sedang memasak di dapur.

”Sudah bangun, mas..?” Sapa Tanti sambil tersenyum.
Dia sudah rapi dengan baju panjang motif bunga dan jilbab merah berenda membingkai wajahnya yang cantik.

Kupeluk dia dari belakang dan kukecup pipinya pelan. Kulingkarkan tanganku ke depan untuk meremas-remas payudaranya.
”Egh..” Tanti sedikit menggelinjang saat aku melakukannya. Terasa empuk sekali benda itu meski masih terhalang beha.

Tanti menyingkirkan tanganku dan sambil mengecup bibirku, dia membimbingku ke kamar mandi.
”Mandi dulu, mas. Masa bangun tidur sudah minta lagi..” kerlingnya nakal.

”Emang nggak boleh..? Aku sudah pengen loh..!” Kutarik tangannya dan kutempelkan ke selangkanganku yang sudah mengeras tajam.
Tanti tersenyum. ”Mas ini nggak ada capek-capeknya ya..?” Bisiknya mesra.

Dengan bantuannya, kulepas kaos dan celanaku. Tanti mengusap-usap penisku lembut..
”Habis main semalaman, tetap kaku dan tegang..!?” Bisiknya.. tampak kagum dan menyukainya.

”Emut dong, Tan..” pintaku manja.
Tersenyum mengiyakan, Tanti segera menunduk dan mengulumnya.

Tapi baru saja aku menggeram keenakan, dia sudah melepasnya lagi.
”Sudah ah, nanti keterusan..” Tanti bangkit dan mendorong tubuhku agar segera masuk kamar mandi.

”Tan, ayo dong..!” Aku masih berusaha, kutarik lagi tangannya agar menggenggam penisku lagi.
”Masih banyak waktu, mas..” Tanti mencium bibirku.
”Aku harus masak sekarang, tuh ikanku nanti gosong..” dia menunjuk ikan mujaer yang ada di penggorengan.

Sedikit kecewa, aku pun mengalah. ”Bener ya, nanti habis aku mandi..?”
”Habis sarapan..!” Tanti mengoreksi.

Tanpa berkata lagi, aku segera mengguyur tubuhku. Sementara Tanti kembali ke dapur untuk meneruskan kegiatannya.
Sengaja aku tidak menutup pintu kamar mandi, buat apa..? Toh Tanti sudah melihat tubuh telanjangku sejak kemarin.

Setelah terkena air dingin, penisku jadi mengkerut dan tidak bersemangat lagi. Tanti tertawa saat melihatnya. ”Kayak uler..” komentarnya.
Kupeluk dan kuciumi dia sebelum aku beranjak menuju kamar untuk ganti baju.

Setelah itu kami sarapan bareng. Menunya sayur sop dan ikan mujaer.
Aku makan dengan lahap untuk mengganti tenagaku yang hilang, juga sebagai persiapan pertempuran hari ini.

Selesai makan.. segera kutarik tubuh Tanti ke pangkuanku. ”Eh, mas..! Aku harus nyuci piring.." kilahnya saat kuraih gundukan payudaranya.
Kuremas-remas benda empuk itu sambil tanganku yang lain berusaha menyingkap baju terusannya yang panjang semata kaki.

”Nyuci bisa nanti, yang ini tidak bisa ditunda..!” Kucium bibirnya dengan mesra dan kulumat kuat-kuat.
Tanti tidak bisa menolak. Pada dasarnya dia juga menginginkannya lagi, jadi begitu kuserang sebentar, dia pun pasrah tidak melawan.

Bahkan sekarang dia membalas kelakuanku dengan mengisap dan menyedot mulutku rakus.
Lidahnya dengan cepat menerobos masuk dan membelit lidahku..
sementara tangannya turun ke bawah untuk mengusap-usap penisku yang sudah mengeras dan menegang dari tadi.

”Aghhh.. mas..” rintihnya pelan saat sambil terus berpagutan, kudorong tubuhnya perlahan-lahan rebah ke atas meja makan.
Piring dan mangkok yang ada di sana kusingkirkan ke samping agar Tanti bisa mendapatkan tempat.

Kusingkap baju terusannya ke atas hingga aku bisa melihat selangkangannya yang masih tertutup CD warna putih.. seputih kulit paha dan pinggulnya.
Kusingkirkan CD itu dengan menariknya ke samping, tak berkedip kupandangi vagina Tanti yang merekah basah kemerahan.

Dengan cepat kuturunkan kepalaku dan mulai menjilatinya. slrpp.. slrpp..slrpp.. ”Ughhh.. mas..!” Tanti menggelinjang kegelian.
Seperti yang sudah-sudah.. dia menekan kepalaku agar mengisap dan melumat vaginanya semakin dalam.

Kuturuti kemauannya dengan menjulurkan lidahku sepanjang mungkin..
kujilat lubang vaginanya, terutama klitorisnya yang kini sudah terasa semakin keras dan menonjol.
Kugigit dan kucucup benda mungil itu hingga menjadi cukup basah.

Saat aku sudah tidak tahan lagi.. dalam posisi duduk di kursi meja makan..
kupangku tubuh montok Tanti dengan tanpa melepaskan pagutan kami berdua.
Segera kulepas baju panjang yang ia kenakan. Buah dadanya yang masih terbungkus beha tampak ranum menggiurkan.

Langsung aku menciumi dan meremas-remasnya.. sementara Tanti berusaha melepas kait beha-nya.
Setelah terlepas, segera ia tarik benda itu dan dibuangnya ke bawah, menyusul baju dan jilbabnya yang sudah lolos lebih dahulu.

Dia sudah telanjang, sedangkan aku masih belum. Tanti segera mencopoti seluruh bajuku hingga kami sama-sama telanjang sekarang.
Kami berpagutan sekali lagi. Tanganku menggerayangi buah dadanya untuk memelintir kedua putingnya yang terasa mengganjal keras.

Kuremas-remas lembut sepasang dagingnya yang berukuran besar itu dengan penuh kasih sayang.
Kuciumi permukaannya yang halus dan mulus saat Tanti melepaskan pagutannya.

”Eghhh.. mas..! Ahh.. ahh.. uhh..!”
Desahan Tanti semakin menjadi-jadi setelah ia memasukkan penisku ke dalam vaginanya secara perlahan-lahan.

Sambil memeluknya.. kuciumi seluruh area payudaranya, juga bahu dan ketiaknya.
Sementara Tanti dengan perlahan tapi pasti mulai menaik-turunkan tubuhnya..
sambil sesekali memutar pantatnya dengan halus tatkala penisku tertancap jauh di dalam lubang kewanitaannya.

Menit demi menit berlalu, goyangan Tanti menjadi kian cepat.
Kudekap erat tubuh mulusnya sambil kuberikan sodokan-sodokan ke atas untuk mengimbangi.

Aku terus melakukannya sampai akhirnya jeritan panjang Tanti mengakhiri semua itu.
”Arrghhhhh.. mas.. Aku.. keluaaar..!” Tubuhnya mengejang beberapa saat sebelum kemudian ambruk kelelahan dalam pelukanku,

Kukecup pipi dan bibirnya penuh rasa sayang. Kubelai rambut panjangnya yang kini kusut oleh keringat.
Tanti terlihat sangat cantik tapi juga letih. Tubuh mulusnya tampak basah mengkilat bermandikan keringat.
Begitu juga denganku. Penisku yang masih ngaceng berat masih menancap di dalam liang kewanitaannya.

”Kalo capek, istirahat aja dulu, Tan..” kataku. Melihat kondisinya, aku jadi tak tega untuk meneruskan goyangan.
”Nggak.. aku memang capek, tapi seneng banget main sama mas. Habis enak banget sih..!” Dia memaksakan diri tersenyum.
Kucium lagi bibirnya.

”Penisku yang enak, atau memang kamu yang doyan ngesex..?” Tanyaku menggoda.
”Dua-duanya sih.. hahaha..” Tanti tertawa.
”Tapi jujur, mas. Aku nggak pernah merasa senikmat ini kalau main dengan mas Ferdi..” Aku tertawa mendengar pengakuannya.

”Yuk, Tan..!” Kuajak dia ke kamar mandi untuk membersihkan sisa-sisa cairan cinta kami berdua, juga sekalian buang air kecil.
Sementara Tanti pipis sambil jongkok, kupandangi cermin di depanku.

Bermimpikah aku ini..? Batinku dalam hati. Aku cubit-cubit mukaku, perih. Berarti aku tidak bermimpi. Aku beneran menyetubuhi Tanti..!
Wanita yang selama ini menjadi khayalanku. Wah..! Aku tersenyum bangga sekaligus senang.

”Aku balik dulu ya, mas. Kutunggu di kamar..” kata Tanti begitu selesai menunaikan hajatnya. Dia segera berlalu dari tempat itu.
”Nggak usah pake baju ya..?” Aku berpesan sambil menyempatkan diri mencubit puting susunya.

Ternyata aku cukup lama berada di kamar mandi, hampir setengah jam. Selain pipis, kuputuskan untuk sekalian buang air besar.
Begitu kembali ke kamar, kulihat Tanti sudah tertidur pulas. Kasihan dia menunggu lama.

Posisi tubuhnya setengah tengkurap miring ke kiri.. satu kaki tertekuk ke depan dan kaki satunya lurus sejajar dengan tubuhnya.
Pemandangan yang sangat erotis sekali.. pantatnya yang bulat terlihat menyembul ke atas..
dengan lubang kemaluan yang mengintip malu-malu di sela-sela pahanya mulusnya.

Melihatnya.. dengan cepat membuat libidoku naik kembali. Perlahan-lahan aku merangkak menghampirinya. Kuraba lubang vaginanya, masih terasa basah.
Segera kuludahi penisku hingga sama-sama basah, lalu tanpa membangunkannya, kutusuk dia dari belakang.

Blessepp..! Batangku menancap telak. ”Egh..” Tanti agak melenguh sedikit, tapi tetap tertidur.
Sambil membelai bongkahan pantatnya, mulai kugoyang pinggulku pelan-pelan.

Crebb.. crebb.. clebb.. clebb.. clebb.. crebb.. clebb.. crebb.. clebb.. clebb..
Aku maju-mundurkan batang penisku menggesek dinding vaginanya.

Sodokan-sodokan halus yang kulakukan akhirnya membuat Tanti tersadar dari tidurnya..
memang sungguh terlalu kalau sampai dia tetap tertidur saat kusetubuhi seperti ini.

Dia menoleh ke arahku dan tersenyum. ”Auhh.. uhh.. mas..! Gila, nggak pake permisi langsung main sodok aja..” protesnya, tapi tidak menolak.
Malah dia mengatur posisi tubuhnya dengan agak menungging agar aku makin leluasa memasukinya.

”Ehm, nikmat juga begini..! Ugh, geli-geli enak..” kata Tanti kemudian. Goyanganku kini semakin cepat dan berirama.
Kuusap sekujur tubuh mulus Tanti, mulai dari punggung hingga bongkahan pantatnya yang seksi.

Buah dadanya yang terhimpit dengan kasur juga tidak luput dari remasan tanganku.
Sodokan demi sodokan terus kuberikan sementara keringat makin membanjiri tubuh telanjang kami berdua.

Erangan.. rintihan dan desahan membuat gelora birahi kami memuncak dengan cepat.
Sampai pada akhirnya, aku menyuruh Tanti untuk terlentang.

Dengan gaya konvensional, kusetubuhi dia sambil memeluk erat tubuhnya untuk mengakhiri sesi ini.
Hampir bersamaan, kami mencapai klimaks. Bermula dari aku yang mengejang sambil mendekap erat tubuh montok Tanti.

Kugigit lehernya saat spermaku muncrat berhamburan memenuhi liang vaginanya. Tanti menyusul tak lama kemudian.
Dia mendekap punggungku dengan himpitan kakinya.. menyuruhku agar menusukkan penis dalam-dalam saat cairan cintanya menyembur keluar..
bercampur dengan air maniku.

Vagina Tanti terasa sangat becek sekali sekarang.
Kuganjal bokongnya dengan menggunakan bantal agar kedua cairan itu tidak sampai merembes keluar.

Pelan kucabut penisku sambil memberikan ciuman mesra kepadanya dengan penuh rasa sayang. Aku sudah melupakan istriku sepenuhnya.
Yang ada dalam pikiranku sekarang cuma bagaimana menikmati saat-saat intim ini dan memuaskan Tanti hingga ia hamil.

Aku ambruk di sampingnya. Tanti memelukku mesra. Payudara yang kenyal terasa mengganjal di bahuku.
Peluh kami masih bercucuran disertai nafas kami berdua yang masih tersengal-sengal.
Kecapekan, kami pun akhirnya tertidur pulas sambil masih berpelukan dengan mesra tanpa ada rasa canggung sedikit pun.
--------

Aku tidak tau sudah berapa lama aku tertidur, sampai kurasakan geli-geli nikmat pada selangkanganku.
Kubuka mata, di sana kulihat Tanti sedang mengulum dan menjilati penisku seperti makan es krim.

Mulai dari biji pelir sampai lubang penisku, tidak luput dari sergapan lidah dan bibirnya. Rasa nikmat segera menjalar di sekujur tubuhku.
Penisku dengan cepat mengeras mendapat perlakuan seperti itu. Melihatnya telah siap.. Tanti kemudian mengambil posisi jongkok di atas penisku.

Sambil mencengkram dan membimbing penisku ke arah lubang cintanya, dia menurunkan pinggulnya perlahan-lahan..
hingga sedikit demi sedikit penisku menerobos masuk ke dalam lubang cintanya.

Setelah amblas semua sampai biji pelirku menyentuh bibir kemaluannya, Tanti mulai menaik-turunkan tubuhnya pelan-pelan.
Aku yang merasa keenakan juga tidak tinggal diam, kuremas-remas pantatnya silih berganti sebelum akhirnya beralih pada buah dadanya.

Kupegangi daging kembar itu sementara Tanti bergerak naik-turun semakin cepat.
Dia juga memutar-mutar pantatnya di atasku, membuat rasa sensualitas pada gairah kami berdua semakin menggelora.

”Mas..” Tanti menunduk untuk merapatkan tubuhnya di atas dadaku.
Segera kudekap tubuhnya mesra dan kuciumi bibirnya bertubi-tubi sambil terus memberikan sodokan keras dari bawah.

Menit demi menit berlalu tanpa terasa, masih dengan posisi yang sama, kusetubuhi Tanti sambil terus meremas-remas buah dadanya dengan lembut.
Sodokan-sodokan liar, gigitan kecil dan usapan lembut pada sekujur tubuhnya membuatku tidak dapat bertahan lebih lama lagi.

Sodokanku dari bawah dan himpitan selangkangan Tanti dari atas menambah menit akhir orgasmeku kian dekat.
Begitu juga dengan Tanti, sepertinya dia juga sudah hampir sampai.

Dengan tubuh saling mendekap erat, kami akhiri persetubuhan siang itu dengan saling mengejang dan mengerang nikmat.
Cairan cinta kami menyembur deras untuk sekali lagi bertemu dan mengisi liang rahim Tanti yang kering dan gersang.

Setelah semuanya berakhir, Tanti jatuh di sisiku sambil tersenyum penuh kebahagiaan.
”Uhhff, baru kali ini aku merasakan enaknya bercinta..” bisiknya.

”Kalau tau seperti ini, sudah dari dulu aku entoti kamu, Tan..” sahutku sambil mencium bibirnya.
”Enak aja. Nggak mungkin aku ngasih perawanku sama mas..! Jangan konyol..” kata Tanti sambil memukulku pakai guling.

”Ini kan karena aku mau cepet dapat anak, bukan karena aku suka sama mas..! Eh, sorry, jangan marah ya..!” Tanti tersenyum.
“Mau marah bagaimana, lha wong aku sudah dikasih yang enak-enak..” ucapanku itu disambut dengan lemparan bantal oleh Tanti.
--------

Begitulah, selama 2 hari 3 malam, aku menginap di rumah Tanti. Selama itu pula, kuisi terus rahimnya dengan spermaku.
Kegiatan kami selain untuk makan dan mandi cuma ngentot, ngentot dan ngentot.

Aku rasanya tidak pernah bosan menyetubuhinya karena tubuh Tanti memang sangat nikmat sekali.
Permainannya juga sangat variatif dan penuh kejutan. Segala posisi dan gaya yang kuminta dilakukannya tanpa banyak bertanya.

Istriku yang SMS di Minggu pagi, cuma kujawab pendek karena saat itu aku sedang asyik menunggangi tubuh bugil Tanti di kamar mandi.
Baru saat dia telepon, aku sedikit menghentikan aksiku. Tapi tidak dengan Tanti.

Sementara aku menerima telepon.. dia mengisap dan mengulum penisku penuh nafsu hingga membuatku sedikit merintih dan mendesis kegelian.
Istriku yang curiga bertanya.. dan kujawab kalau aku lagi sarapan pake sambel yang sangat pedas. Untungnya dia percaya.

Sehabis dari kamar mandi.. Tanti mengajakku ke ruang makan. Di situ kami sarapan dengan tubuh masih tetap bugil.
Sambil mengunyah kugerayangi terus tubuhnya. Tanti sempat sedikit protes.. ”Udah dong, mas. Nggak bosan apa..? Lagi makan nih, nanti kan bisa..”

Dia kegelian karena kupenceti terus bulatan payudaranya. Aku tertawa dan meremas payudaranya semakin keras.
Setelah itu tanpa perlu repot mencuci tangan, kutindih tubuhnya di atas meja makan dan sekali lagi kusiram vaginanya dengan spermaku.

Tanti geleng-geleng kepala melihat nafsuku. ”Kaya kuda..!” Begitu komentarnya, jelas sangat menyukainya.
Selanjutnya kami melakukannya lagi di ruang tengah, lalu di kamar saat tidur siang dan di dapur saat Tanti memasak sore hari.
Malam tak perlu diomongkan karena sudah pasti kami melakukannya lagi.

Setelah makan dan menonton TV sebentar, kuseret tubuh bugil Tanti ke dalam kamar.
Sprei sudah diganti baru karena di permainan terakhir kami, Tanti ’pipis’ banyak sekali hingga tembus sampai ke kasur.

Diawali dengan ciuman dan rabaan mesra, akhirnya kugenjot tubuh mulus Tanti semalam suntuk.
Kami hanya tidur sebentar-sebentar, sekedar untuk memulihkan diri.

Aku 5 kali orgasme, spermaku sampai tidak kental lagi karena saking seringnya kuperas.
Warnanya juga tidak putih lagi, agak sedikit bening. Jumlahnya juga tidak banyak.
Sedangkan Tanti.. entahlah.. 10 kali mungkin, tidak bisa lagi kuhitung karena saking banyaknya.

Kami seperti ingin memanfaatkan saat-saat terakhir sebelum perpisahan itu dengan sebaik mungkin..
karena jam 3 aku sudah harus balik ke kota S kalau tidak mau telat datang ke kantor.

Waktu sudah menunjukkan pukul 03.10 ketika Tanti mengantarku ke terminal.
Kudekap dia erat dan kukecup pipinya sebagai rasa sayang dan terimakasih.

Setelah itu kami pun berpisah,
Tanti kembali pulang dengan membawa banyak sekali benihku.. sedangkan aku naik bis AKDP untuk balik ke kota S.

Sampai 2 minggu kemudian.. Tanti mengabari kalau dia sudah positif. Aku yakin sekali kalau itu adalah anakku..
Karena banyak sekali spermaku yang kutuang ke dalam rahimnya di pertemuan terakhir kami yang panas dan penuh gairah.

Dan asyiknya.. Tanti tidak cuma mengabari itu.
Dia juga mengatakan kalau suaminya akan kembali dinas keluar kota selama dua minggu.

”Main lagi ke rumah, mas. Aku kangen sama mas..” undangnya penuh harap.
”Kangen aku apa kangen kontolku..?” Tanyaku menggodanya.
Tanti tertawa ngakak sebelum menjawab.. ”Kangen dua-duanya..!”

”Aku juga kangen kamu..” sahutku.
”Kangen aku apa kangen memekku..?” Balasnya.

Aku ikut tertawa. Kuperhatikan kalender dan jadwal kerjaku.. sepertinya bisa.
Kalaupun tidak bisa, akan kuusahakan agar bisa, hehe.. siapa juga yang bisa menolak undangan wanita secantik dan semolek Tanti.

”Oke, jemput aku di terminal jumat malam ya..?” Aku berkata menyanggupi.
”Oke, mas..!” Jawab Tanti penuh antusias.
Aku segera mengabari istriku kalau minggu depan tidak bisa pulang karena ada ’lembur’. Istriku bisa menerimanya.

Dan begitulah.. dari perselingkuhan pertama kami hingga kini, telah 4 kali aku meniduri Tanti lagi.
Persetubuhan yang awalnya hanya untuk hamil.. kini berubah jadi ajang pemuas nafsu masing-masing.

Tanti ketagihan dengan permainanku.. sedangkan aku menyukai rasa tubuhnya yang hangat dan menggiurkan. Entah kapan kami bisa berhenti..?
Yang ada malah semakin panas.. karena seiring jabatan Ferdi yang naik jadi CEO.. dia jadi semakin sering pergi ke luar kota.. hampir tiap akhir pekan.

Dan akibatnya.. semakin sering pula kunikmati dan kutiduri istrinya yang cantik dan seksi itu. Ahh.. (. ) ( .)
----------------------------------------------------
 
-------------------------------------------------------

Cerita 12 – Sang Pejantan

Part 3

Malam terasa dingin. Gerimis masih mengguyur pelan ketika aku tiba di rumah Tanti.
Seiring usia kandungannya yang semakin besar, ia sudah tidak bisa lagi menjemputku di terminal.
Dokter melarangnya menyetir mobil sendirian.

Jadi.. terpaksa aku harus naik angkot kalau mau ke rumahnya.
Meski jadi agak lama dan sedikit berdesak-desakan.. tapi aku rela melakukannya.
Demi bisa meniduri wanita cantik dan montok seperti dia.. apapun akan aku lakukan. Haha..

Kulihat rumahnya sangat sepi. Hanya lampu teras yang menyala.. menerangi halamannya yang mungil namun cukup asri.
Ruang tamu terlihat agak sedikit gelap, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Apakah dia ada di rumah..? Atau sedang tertidur..?

Untuk memastikan.. kupencet bel di pintu. Tak lama kemudian.. kudengar langkah kaki.
Tanti melongokkan kepalanya yang berbalut jilbab dari celah jendela.. dan langsung tersenyum begitu melihatku.

“Ayo masuk, mas. Dingin ya..?“ Ujarnya sambil membukakan pintu dan mengelus pipiku pelan.
“Iya, hujan terus dari aku berangkat tadi..” kupeluk dia dan kucium bibirnya sekilas sebagai salam perkenalan.

“Kangen ya..?“ godanya.
“Ya iyalah. Masa nggak kangen..!?” Kataku sambil mendorong tubuhnya hingga jatuh ke sofa dan menindihnya.

Tapi pelukanku terganjal tonjolan perutnya yang sudah membulat cukup besar.
“Sabar, mas, sabar. Kita masih punya banyak waktu. Suamiku masih besok sore pulangnya.“ ia memijit hidungku.

“Mana bisa sabar melihat kemontokan tubuhmu, Tan..“ kuelus pipinya yang bulat.. kudekatkan kepalaku dan kucium pelan bibirnya.
Pagutanku dibalas olehnya. Kami saling berpagutan penuh cinta untuk beberapa saat.

”Masa' langsung main, mas..? Nggak pengen makan dulu..?” Tawar Tanti saat ciuman kami terlepas.
Malam itu ia terlihat cukup cantik, kemeja gombrong dan rok panjang yang ia kenakan tidak bisa menutupi kemolekan dan kesintalan tubuhnya.
Bokong dan buah dadanya juga terlihat cukup besar dan membulat karena usia kehamilannya.

”Makan bisa menunggu. Aku sudah tidak sabar pengen merasakan tubuhmu, Tan..”
kupeluk dia, kulingkarkan tanganku untuk memberi elusan pada punggungnya.

Selanjutnya dengan lihai, jari-jariku menyusup masuk ke dalam bajunya untuk mencari tonjolan buah dadanya yang masih tertutup beha.
Kuremas-remas pelan daging empuk itu saat sudah berada dalam genggamanku.

“Ehmm, mas..” Tanti melenguh. Ia semakin rakus membalas lumatanku..
Lidah kami saling membelit dan mengisap, pagutan demi pagutan membuat mulut kami semakin basah oleh air liur.

“Kamu nakal..” ujarnya genit sembari mencekal tanganku yang semakin jauh masuk ke dalam cup beha-nya.

“Aku sudah lama merindukanmu, Tan. Sudah berapa lama kita nggak ketemu..?”
Tanyaku sambil terus meremas-remas gemas kedua buah dadanya dan sesekali memilin-milin putingnya.

”Ehm.. nggak tau mas. Ehsss.. cukup lama kayaknya. Ughhh.. aku juga kangen mas.
Kangen yang ini..!” Tanti mengulurkan tangan dan membelai lembut kontolku yang sudah ngaceng parah di dalam celana.

Kubalas dengan menyingkap rok panjangnya ke atas dan mengelus-elus pahanya yang halus dan putih mulus.
Saat kuraba selangkangannya, terasa kalau daerah itu sudah mulai basah.

“Kamu ngompol ya, Tan..?” Tanyaku menggoda.
Slapp.. Kuselipkan tanganku ke celah celana dalamnya.. dan kubelai bibir vaginanya yang sudah sangat lengket dan licin.

“Mas sih.. bikin aku nggak tahan..” sahut Tanti di sela-sela nafasnya yang turun-naik.
Buah dadanya yang kian membusung padat terasa makin membesar dalam genggamanku.

Penasaran.. aku pun membuka jilbab dan kemejanya.
Kulepas kancingnya satu per satu hingga bisa kulihat tonjolan buah dadanya yang masih terbungkus beha merah berenda.

Sungguh indah sekali, begitu besarnya hingga benda itu nampak seperti tidak muat dalam kungkungan cup beha-nya.
Beberapa bagiannya tergencet hingga terhimpit keluar.

“Nggak sakit, Tan..?” Tanyaku.
”Kayak sesak banget gitu..” Tanti tersenyum.

”Makanya cepetan dibuka, mas..” katanya menantang.
Segera kulepas kait beha yang ada di punggungnya. Tanti bernafas lega saat aku berhasil melakukannya.

Kutarik beha itu dan kubuang begitu saja ke lantai.
Kini di hadapanku terpampang payudara Tanti yang bulat indah, yang tidak akan mampu kutangkup meski dengan dua tangan.

Putingnya yang dulu kemerahan, kini tampak agak menghitam.. tapi asyiknya, jadi sedikit lebih besar dan panjang, hampir seujung jari jempolku.
Pasti nikmat sekali menyusu di sana. Melihat ukurannya, benda itu tampak seperti tidak mau kalah dengan perut Tanti yang kelihatan semakin membesar.

”Kok bengong, mas..?” Tanya Tanti heran.
”Biasanya mas paling suka sama susuku..” tambahnya sambil meremas-remas payudaranya sendiri.

Aku yang tersadar segera menurunkan kepala dan perlahan mulai mengulum putingnya.
”Indah sekali, Tan. Gede banget, tapi tetap bulat dan kencang..” sambil berkata, kujulurkan lidahku dan mulai menjilati putingnya.

”Ehhsss..” Tanti mendesah dan memegangi kepalaku, tangan satunya turun ke bawah dan meremas-remas penisku.
”Emang punya istri mas dulu nggak seperti ini..?” Tanyanya, teringat istriku yang sudah hamil duluan.

”Tambah gede sih, tapi tidak sebesar punyamu ini..”
kuremas-remas terus tonjolan buah dadanya bergantian sambil tak henti-hentinya kujilat dan kuisap putingnya.

”Ehmm.. mas..!” Tanti merintih dan menggelinjang. Berbaring pasrah di sofa ruang tamu, dia berusaha menarik turun celanaku.
Kubantu dia dengan berdiri sebentar, tapi tanganku tetap hinggap di atas bukit payudaranya, meremas-remas pelan di sana.

Tanti berbinar melihat penisku yang sudah siap mengoyak-oyak lubang vaginanya.
Ia mengelusnya pelan sambil berbisik.. ”Ehm.. mas, punyamu selalu bikin aku gemes..” ujarnya sambil meremas batangku agak sedikit keras.

“Auw..! Sakit, Tan..!” aku mengaduh dan kubalas dengan menarik kedua putingnya kuat-kuat.
”Auw..! Mas..!” Tanti ikut mengaduh, dia memandangiku dan selanjutnya kami tertawa berbarengan. Mesra sekali.

“Ayo, Tan. Aku jauh-jauh datang kemarin bukan cuma untuk bercanda denganmu..”
kutarik turun celana dalamnya hingga Tanti benar-benar telanjang sekarang.

Tanpa berkedip kupandangi tubuhnya yang putih mulus tanpa cacat.
Wajahnya yang manis sekarang jadi agak sedikit chubby, tapi sama sekali tidak mengurangi nafsuku untuk menggumulinya.

Menggantung di depan dada, tampak kedua tonjolan payudaranya yang cukup besar, yang ukurannya hampir duakali lipat dari ukuran semula.
Putingnya jadi agak sedikit hitam, tapi begitu menonjol ke depan.

Perutnya yang membuncit sudah nampak begitu besar, menyembunyikan dengan baik lubang vaginanya yang kini sudah tercukur bersih.
”Buat persiapan melahirkan..” jelas Tanti saat kutanya alasannya.
Sungguh, begitu sangat sempurna wanita satu ini. Melihatnya saja sudah membuatku terangsang berat.

”Tubuhmu indah sekali, Tan..” bisikku sambil membelai ke mana-mana, mulai dari betis hingga ke pundaknya.
Parkir di depan dada, kembali kupilin-pilin putingnya.

”Ehmm, mas..” Tanti mendesah dan memelukku. Kami berciuman. Perlahan mulai kugesekkan batang penisku ke belahan memeknya.
Dia sekarang sudah berbaring pasrah di sofa, siap menerima tusukan dan hujamanku.

“Aku masukkan sekarang, Tan..” Kutatap matanya yang bulat sayu saat aku mulai mendorong.
Sebelumnya kusuruh Tanti untuk mengulum penisku sebentar agar benda itu jadi agak sedikit basah.

“Ahh, iya. Agak ke bawah, mas..” balasnya genit.
Dia meremas penisku dan membimbingnya agar masuk ke lubang yang tepat.

Dengan usia kehamilannya yang sudah mendekati akhir, memang jadi agak sulit untuk menyetubuhinya.
Tapi bonusnya, rasa memek Tanti jadi luar biasa nikmat; sempit dan sangat menggigit sekali.
Ditunjang dengan kemontokan dan kesintalan tubuhnya yang berlipat ganda, aku makin ketagihan dibuatnya.

Kuelus payudaranya yang mulus bak pualam saat ujung penisku mulai mencari celahnya, tapi ternyata sangat sulit sekali.
Beberapakali pun aku mencoba, aku terus salah sasaran. Perut buncit Tanti menyulitkan gerakanku.

”Tan..?” kupanggil namanya agar dia membantuku.
“Aku di atas saja, mas..” kata Tanti setelah berpikir sejenak.

Dia bangun dari posisi tidurnya dan merangkul pundakku. Kini gantian aku yang rebahan di sofa.
Tanti menduduki bagian bawah perutku, berjongkok di sana.

Lubang memeknya yang sudah menganga lebar tepat berada di depan batang penisku.
Tanti memeganginya.. blessebb.. perlahan mengarahkannya masuk.

“Kontolmu gede banget, mas..” bisiknya saat merasa kesulitan menelan penisku.
”Ah.. memekmu aja yang terlalu sempit..” balasku sambil meraba dan meremas tonjolan buah dadanya yang menggantung padat dan keras.

”Ehm.. mas..!” Tanti terus berusaha menekan pinggulnya ke bawah.. Rrbbb.. rrbbb.. rrrbbb..
Sedikit demi sedikit penisku mulai menerobos masuk menembus lubang surgawinya.

Dia agak sedikit meringis saat menerimanya, campuran antara rasa geli dan perih.
”Pelan-pelan aja, Tan..” aku tidak ingin persetubuhan ini membuatnya kesakitan, bagaimanapun dia kan lagi hamil besar.
Tanti menurut.. dia menekan pinggulnya perlahan.

“Bodoh banget suamimu, Tan. Istri secantik kamu disia-siakan..”
ujarku sambil menekan pinggul ke atas, membantunya agar kelamin kami lekas bertaut dan saling mengisi.

Tanti menutup mulutku dengan bibirnya. Dia menciumku dan berbisik.. “Jangan kau sebut dia, mas. Aku milikmu malam ini..”
Dan sehabis berkata begitu.. "Hhggkk..! Jlebb..! ia menyentakkan pinggulnya keras-keras ke bawah..
menduduki penisku hingga amblaslah benda itu menembus ke kedalaman lubang vaginanya.

Pekikan tertahan kami keluarkan secara bersamaan.. “Aarrgghhhhhhhhhhhhh..!” rasanya sungguh sangat nikmat.
Memek Tanti menjepit batang kontolku begitu ketat, sementara kupenuhi lubang vaginanya hingga ke relung yang terdalam.

Kami kembali berciuman, dengan tanganku tak henti-henti membelai dan meremas-remas buah dadanya yang menggantung indah di depanku mataku.
”Genjot bareng, Tan..” bisikku kepadanya.

Tanti mengangguk dan mulai menggerakkan pinggulnya, memompa bokong besarnya ke atas dan ke bawah..
menelan dan meludahkan penisku tapi tidak sampai melepasnya, menciptakan rasa yang begitu nikmat akibat gesekan kelamin kami berdua.

Ughh.. Jepitan vaginanya terasa kuat sekali, membuat kontolku serasa diremas-remas oleh dagingnya yang empuk.
“Tan, nikmat banget. Aku nggak kuat..” bisikku sambil menciumi pundaknya.
“Tahan, mas. Jangan keluar dulu..” ujarnya sambil mencari bibirku dan melumatnya dengan rakus.

Sekali lagi kami berciuman panas dan mesra. Di bawah, pinggul kami masih terus saling mengisi dan memacu penuh birahi.
Keringat sudah membasahi tubuh kami berdua. Kuremas-remas payudara Tanti sambil kunikmati kehangatan vaginanya.

Detik demi detik harus kujalani dengan berat, aku harus berusaha keras menahan gairahku agar tidak keburu meledak.
Namun apa daya, tubuh Tanti terasa begitu nikmat.

Hingga akhirnya, ketika aku sudah tidak kuat lagi, akupun merangkulnya dan melenguh keras di bawah tubuhnya.
”Taannn.. aku keluar..! AARGGHHHHHHHH..!!” Rintihku sambil mempercepat genjotan dan menusukkan penisku dalam-dalam.
Sedikit terkejang-kejang... crrtt.. crrtt.. crrtt.. crrtt.. kusemprotkan seluruh spermaku ke dalam liang rahimnya.

”Ahh.. mas..!” Tanti ikut melenguh dengan tubuh melengkung ke belakang.
Buah dadanya yang besar jadi membusung indah, tepat di depan wajahku.

Sambil menikmati guyuran air cintanya di batang penisku, akupun menjilat dan menciuminya.
Dengan kelamin masih bertaut erat, kami berpelukan. Nafas kami terengah-engah.

Kubiarkan Tanti menikmati orgasmenya sejenak sebelum kuangkat tubuhnya dan kubaringkan di sofa.
Penisku yang sudah setengah mengkerut dengan mudah lepas dari jepitan vaginanya.

”Enak banget, mas. Nanti kita lanjutin lagi ya..?” tersenyum Tanti memandangiku yang duduk kelelahan di sebelahnya.
”Ehmm..” dia melenguh saat tanganku kembali meremas-remas tonjolan buah dadanya.
Entah kenapa, aku sangat suka sekali dengan benda putih mulus itu.

“Andai bisa begini tiap hari, Tan..” kataku menerawang, membayangkan seandainya Tanti yang menjadi istriku, aku pasti akan sangat bahagia.
“Jangan, mas..” Tanti menggeleng.

”Lebih baik begini. Sensasinya lebih terasa..” dia tertawa.
”Dasar kamu..” kucubit hidungnya yang bangir.

Kami berciuman sekali lagi sebelum kemudian Tanti minta diri untuk pergi ke kamar mandi.
”Kebelet kencing..” dia terkikik dan berjalan cepat ke belakang, meninggalkanku dengan goyangan pinggulnya yang masih telanjang.

Kulirik jam di dinding, sudah hampir tengah malam. Lama juga kami bermain tadi, sama sekali tidak terasa.
Kenikmatan memang membuat waktu begitu cepat berlalu.

Kuambil celana untuk menutupi kontolku yang sudah mengkerut kecil..
Lalu kutunggu Tanti sambil tidur rebahan di sofa.. mengumpulkan tenaga untuk persiapan di ronde kedua.
------------

“Mas, aahhhh.. aku mau sampai..!”
Jerit Tanti keras, bersahutan dengan teriakan tukang sayur yang melengking cempreng di depan rumah.

Hari sudah pagi ketika aku menyetubuhinya untuk yang keempatkalinya hari itu.
Semalaman kami tidak tidur, Tanti terus menggodaku dengan kemontokan dan kesintalan tubuhnya.
Dan lama tidak bertemu membuatku dengan senang hati meladeninya.

Pagi ini.. saat dia sedang menyiapkan sarapan dengan tubuh telanjang.. kusodok tubuhnya di meja dapur.
Tanti membungkuk di meja makan, sementara aku menggenjot penisku dari belakang.

”Iya, terus, mas..! Ughhh.. enak..!” rintihnya dengan vagina terasa menjepit kuat.
Benar-benar luar biasa.. meski sudah kupakai semalaman.. benda itu masih tetap kaku dan ketat.. sama sekali tidak terasa kendur sedikitpun.

Aku menyukainya. Aku ketagihan dibuatnya. Dan aku tak tahan untuk menumpahkan sperma di dalam lorongnya.
Jadi, saat Tanti menyemburkan cairan cintanya, aku pun menyusul tak lama kemudian.

”ARGHHHH..!” Kami sama-sama menjerit, panjang dan nikmat.
Tubuh kami berkelojotan dengan keringat menetes deras, membasahi badan kami berdua yang melemas begitu cepat, seperti tak bertulang.

Desahan dan embusan nafas kami saling bersahutan..
mengiringi tetesan lendir kental yang mengalir turun dari belahan memek Tanti saat aku mencabut penisku.

Tanti membuka matanya dan tersenyum, susah payah ia berusaha untuk duduk di kursi. ”Capek, mas..” ia berkata.
Aku segera membantunya.. kami duduk bersisian di sofa depan teve dengan tubuh masih tetap telanjang.
Kalau menginap di rumah Tanti, aku memang jarang memakai baju. Buat apa.. toh nanti juga bakal dilepas.

Tanti menyandarkan kepalanya di pundakku dan berkata.. ”Trims ya, mas, masih mau sama aku yang lagi hamil gini. Aku puas sekali..”
”Sama-sama, Tan. Apapun kondisi tubuhmu, aku tetap menyukainya..” sahutku sambil memagut bibirnya pelan.
”Malah kalau hamil gini, kamu jadi lebih cantik dan semok..” tambahku yang disambut cengiran manja olehnya.

Kami terdiam dalam hening untuk beberapa saat sebelum akhirnya Tanti kembali membuka suara..
“Ehm, mas, masih ingat sama Windy..?” Tanyanya.
”Windy..?” Aku mencoba mengingat-ingat.

Yang muncul dalam ingatanku adalah sesosok wanita kecil mungil tapi cantik.. berjilbab juga seperti Tanti.
Dulu sempat satu ruangan denganku.. tapi sudah pindah ke kota lain setelah perusahaanku membuka cabang di sana.

”Windy yang itu..?” Kuutarakan sosok dalam pikiranku.
Tanti mengiyakannya. ”Kemarin kami sempat berbincang-bincang di telepon..” katanya lagi.

”Iya, lalu..?” Aku masih bingung dengan arah pembicaraan ini.
”Mas tau kan kalau dia sudah menikah dari dulu..?” Tanya Tanti.

”Iya, kalau sampai sekarang.. berarti sudah hampir tiga tahun..” sahutku membenarkan.
Memang, di antara perempuan seruangan.. Windy yang paling dulu melepas masa lajang.
Tapi pantas sih, dia kan yang paling tua, hampir seumuranku. Kalo Tanti, empat tahun di bawahku.

”Emang ada apa dengan dia..?” Tanyaku tak mengerti.
”Sampai sekarang dia belum hamil, mas..” kata Tanti dengan pandangan penuh arti.

Jderr..! Mendengarnya membuatku bagai disambar petir di siang bolong, tanpa adanya hujan ataupun angin..!
Sungguh sangat-sangat mengagetkan.

Dengan sedikit tergagap, akupun berkata. ”J-jangan bilang.. k-kalau dia ..”
”Iya, mas..” Tanti mengangguk. ”Windy ingin meminta bantuan mas untuk menghamilinya..!”

”HAH..!?” Aku melongo. Benar-benar kaget sekaligus bingung.
Meski sudah bisa menebak arah jawabannya, tak urung aku tetap terdiam juga.

“Nggak usah norak gitu ah, mas..!” Tanti menepuk pundakku.
”Biasa aja kali.. dan harusnya mas senang, bisa menikmati tubuh perempuan secantik Windy..”

Aku menggeleng, ”G-gila kamu, Tan. A-aku nggak bisa. Ini ..”
”Ah, nggak usah sok alim gitu..” Tanti memotong ucapanku.

”Bilang nggak bisa, nggak mau, tapi kontolnya ngaceng gitu..! Mana bisa aku percaya..!” dia lalu tertawa.
Aku benar-benar terhantam telak. Tidak ada kata-kata yang bisa kukeluarkan dari mulutku untuk membela diri.
Yang aku bisa hanya ikut tertawa bersamanya sambil memeluk tubuh Tanti lebih erat.

”Emang kamu rela membagi tubuhku bersama Windy..?” Tanyaku pada akhirnya.
Tanti terdiam dan memandang ke arah teve yang menayangkan acara memasak pagi-pagi.

”Rela sih nggak..” dia berkata tanpa melihatku. ”Aku Cuma kasihan sama Windy. Sudah tiga tahun menikah.. hampir empat malah..
tapi belum juga dapat momongan. Pasti dia sangat tertekan sekali..” ada sebulir cairan bening di sudut matanya.
”Aku sudah pernah merasakannya, mas. Dan itu sangat berat..” tambah Tanti dengan suara tertahan.

Aku segera memeluk dan mengecup pipinya.
”Iya, Tan. Aku mengerti. Kalau keputusanmu sudah begitu, aku cuma bisa ngikut aja..”

“Ngikut apa seneng nih..?” Tanti melirikku, sedikit menyunggingkan bibir.
“Kalau bilang nggak seneng, nanti dikira munafik..” jawabku.

Tanti tersenyum dan memukul bahuku. “Dasar lelaki, dikasih ikan asin langsung aja nyamber..!” dia menyamakanku dengan kucing.
“Eman-eman toh, daripada ikan asinnya jadi garing..” sahutku. Kami pun tertawa berdua.

Selanjutnya Tanti menjabarkan bagaimana teknis PDKT-ku pada Windy agar perempuan itu tidak merasa jadi wanita murahan.
Aku harus mendekatinya sebagai sosok seorang sahabat yang tulus memberikan bantuan..
bukan sebagai seorang laki-laki licik yang pandai memanfaatkan situasi.

Untuk itu, aku harus sabar dan pelan-pelan.. karena pada dasarnya aku dan Windy tidak begitu akrab.
Dulu.. saat masih seruangan.. dia jarang kugoda karena sudah menikah.. aku ingin menghormati suaminya.

Tapi kini.. itulah yang harus kulakukan. Jadi.. bisakah aku melakukannya..!?
---------

Dengan bantuan Tanti, ternyata hal itu tidak menjadi suatu halangan yang berarti.
Dalam waktu dua minggu.. aku dan Windy sudah jadi begitu akrab.. layaknya orang pacaran saja.
Di manapun dan kapanpun kami berada.. SMS dan telepon tidak pernah telat mengiringi.

Bahkan istriku sampai curiga dibuatnya.. dikiranya aku punya WIL.
Aku harus bersusah payah berbohong dan menjelaskan kepadanya bahwa itu tidak benar.
Bahkan aku sampai bersumpah segala. Maafkan aku, sayang..!

Tapi gara-gara peristiwa itu, aku jadi bertekad, ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama.
Dengan Tanti yang sudah berjalan berbulan-bulan saja aku tidak pernah ada masalah. Dengan Windy, belum apa-apa sudah terjadi hal seperti ini.

Aku harus segera bertindak, terus maju atau malah mundur. Jadilah di pertemuan berikutnya dengan Tanti, aku mengutarakan maksudku.
”Mas yakin..?” Tanya Tanti sambil melepas behanya, membiarkan buah dadanya yang bulat besar tumpah ruah ke dalam telapak tanganku.

”Bilang pada Windy, bagaimana kalau minggu depan..?” Kuremas-remas daging empuk itu, putingnya yang terasa mengganjal kujepit dengan dua jari.
”Kenapa mas nggak bilang sendiri..? Ehmmm..!” Tanti melenguh saat kuendus lehernya yang jenjang.

”Sungkan, Tan..” di bawah.. penisku yang sudah basah akibat kulumannya perlahan kuselipkan masuk ke dalam belahan vaginanya.
”Aghhh.. mas..!” Tanti merintih pelan. Matanya terpejam.

Kulumat bibirnya saat mulai menggerakkan pinggulku. ”Semakin cepat dia hamil, semakin bagus untuk kita semua, Tan..” bisikku di telinganya.
”Ahh.. iya, mas..!” Tanti merintih dan ikut menggerakkan pinggulnya.

Selanjutnya kami tidak berkata apa-apa lagi karena sibuk memuaskan birahi masing-masing.
-------

Minggu depannya.. dengan naik bis AKDP aku pergi ke kota S, tempat di mana rumah Windy berada.
Tadi dia sudah sms kalau suaminya ada piket malam ini, harus lembur sampai besok pagi. Itulah kesempatan bagi kita berdua.

”Cuma delapan jam, mas, sampai besok pagi. Gimana..?” Tanya Windy dengan sedikit ragu.
”Itu sudah lebih dari cukup..” jawabku meyakinkannya.

Sesuai yang dikatakan Tanti, aku bisa menyetubuhi Windy malam ini.
Sudah seminggu Tanti berusaha membujuknya dan hasilnya, Windy cuma memberiku waktu delapan jam.. malam ini.
Suaminya sering berada di rumah.. jarang keluar.. jadi dia sangat sulit meluangkan waktu untuk bertemu denganku.

Tapi tak apa.. itu juga sudah cukup. Yang penting aku bisa menaburkan benihku ke dalam memeknya..
meski sepertinya aku harus sedikit bekerja keras malam ini.

Tiba di terminal, aku menunggu sekitar limabelas menit sebelum akhirnya Windy muncul. Sosok mungil berwajah manis itu menyapaku ramah..
"Sudah lama nunggu, mas..?” Tanyanya sambil tersenyum manis.
“Belum, baru aja..” jawabku terus-terang. Kulihat dia agak sedikit gemuk sekarang.

“Maaf, harus nunggu suamiku berangkat kerja dulu..” jelasnya.
”Ya udah yuk.. kita ke rumah..” Windy berbalik dan mengajakku menuju ke mobilnya yang terparkir di luar terminal.

Kuikuti dia, berjalan sedikit di sebelah kirinya. Kuperhatikan dandanan Windy masih tetap seperti dulu:
Jilbab lebar membingkai wajah ovalnya, dengan baju lengan panjang untuk menyembunyikan tubuh sintalnya.

Windy memang terkenal memiliki payudara yang cukup besar.
Dulu hal itu sering jadi bahan olok-olok teman-temannya, dibilangnya tubuh Windy tidak proporsional:

Badan kurus.. tapi payudaranya bulat besar.. seperti semua lemaknya ditumpuk di daerah situ.
Aku sama sekali tidak setuju dengan mereka. Menurutku, justru wanita seperti itulah yang paling seksi..!

Sebagai bawahan, Windy mengenakan celana leging hitam yang cukup ketat.
Dengan jelas mencetak bentuk paha dan pinggulnya meski masih terhalang baju atasannya yang menjuntai sampai ke lutut.

Kulitnya yang putih bersih disaput bedak tipis di bagian muka, sedang bibirnya yang merah pucat dibiarkan polos tanpa lipstik.
Tapi justru dandanan natural seperti itulah yang membuat Windy jadi kelihatan makin cantik.
Aku jadi makin tak sabar untuk menelanjangi dan menindih tubuh sintalnya.

Di sepanjang perjalanan, Windy banyak bercerita tentang dirinya.
Mulai dari hobi dan kesibukannya, hingga rahasia perkawinannya yang ia pendam rapat-rapat selama tiga tahun ini.

”Penis suamiku kecil, mas..” katanya lirih.
”Tau sendiri kan gimana gemuknya dia.. Ditambah kualitas spermanya yang kurang bagus.. jadilah aku tidak hamil-hamil sampai saat ini..”

”Aku turut prihatin, Win..” kupegang tangan kirinya yang ada di tuas persneling, ia tidak menolak.
Hmm.. suatu tanda yang cukup bagus.

”Aku harap mas bisa memecahkan masalah itu..” kata Windy penuh harap.
”Yakinlah, Win. Tanti sudah membuktikannya..” sahutku.
Windi mengangguk dan tersenyum. ”Iya, mas. Tanti sudah menceritakan semuanya..”

”Ehm.. soal suamimu, apa dia tidak curiga kalau lihat kamu tiba-tiba hamil..?” Ini pertanyaan standar.
”Biar aja..” Windy membelokkan mobilnya ke arah gang perumahan.

”Bagiku, semua tidak ada bedanya. Kalau tidak hamil-hamil, dia mengancam akan menceraikanku.
Jadi, kalau misal dia tau aku hamil dengan orang lain dan menceraikanku.. minimal aku sudah punya bayi.
Darah dagingku sendiri, yang bisa menemaniku menikmati sisa hidupku..”

Aku terenyuh mendengar kata-katanya, sempat tidak tau harus berkata apa.
”Wah, repot juga ya..?” Akhirnya hanya itu yang bisa aku ucapkan, dengan tangan menggaruk-garuk rambutku yang tidak gatal.

”Kita sampai, mas..” Windy menepikan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup besar.
Setelah kubukakan pintu gerbangnya, dia memasukkan mobilnya ke dalam garasi.

”Bagus juga rumahmu..” aku berkomentar saat Windy mengajakku masuk ke ruang tamu.
”Rumah suamiku..” ia meralat.

”Kalau kami bercerai, aku harus pergi dari sini..” tambahnya, yang sekali lagi membuatku malu dan terdiam.
Ternyata.. di balik keharmonisan rumah tangganya, tersimpan bara api yang cukup besar.. yang siap meledak sewaktu-waktu.

“Makan dulu ya, mas, baru setelah itu kita ..” Windy tidak meneruskan kata-katanya..
”Atau mas mau langsung sekarang..?” Tanyanya dengan senyum manis menggoda.

Glek..! Aku kesulitan menelan ludah, tidak menyangka kalau dia akan menyerang frontal seperti ini.
“Ehm.. m-makan, iya makan.. makan dulu..” jawabku tergagap.

Windy tertawa tergelak melihat sikapku. “Santai aja, mas. Kok jadi mas yang grogi sih..?” Sindirnya.
Bener juga, yang mau selingkuh kan Windy, kok jadi aku yang grogi..!?
”Hehe.. maklum aja, Win. Aku benar-benar nggak nyangka bisa melakukan ini sama kamu..” jawabku terus terang.

Windy kemudian mengajakku ke ruang tengah, tempat di mana meja makan berada. Kami makan bareng, bersisian.
Selama itu Windy terus mengajakku ngobrol, bakat ceriwisnya ternyata belum hilang.

Dia menanyakan kabar anak dan istriku, juga teman-teman di kantor yang ia kenal.
Bahkan tukang gorengan yang dulu menjadi langganan kami juga ia tanyakan.

Kujawab semua sambil menikmati wajah cantiknya. Windy tidak keberatan aku menatapnya penuh nafsu.. bahkan dia yang menyuruh.
”Biar mas nggak grogi..” katanya.

Selesai makan, Windy mengajakku masuk ke dalam kamarnya.
”Kita lakukan disini, mas..” ia berkata sambil melepas jilbabnya, mempertontonkan rambut hitamnya yang panjang dan lebat.

{Kamu cantik, Win.." kataku memuji, jujur dari dalam hati.
Windy tertawa.. ”Sudah dari dulu, mas. Kalau nggak.. masa' sih aku bisa kawin duluan..” sahutnya, membuatku ikut tertawa.

Dia kemudian pamit untuk gosok gigi sebentar. Sementara dia berada di kamar mandi, kuedarkan pandanganku ke seantero ruangan.
Kamar itu terlihat cukup mewah.. ranjang besar tertata rapi tepat di sudut, ada kamar mandi dalam tempat di mana Windy sekarang berada..
(terdengar bunyi gemericik air dari sana), dua lemari besar berjajar kokoh di sebelah jendela, serta seperangkat audio dan teve layar datar 29’ di atas meja.
Kesan yang kudapat: Windy cukup berlimpah dalam urusan materi.

Tak lama, wanita itu keluar. Tubuh mulusnya hanya dibalut handuk dengan pundak dan rambut sedikit agak basah.. kelihatan sangat seksi sekali.
Rupanya Windy memutuskan untuk mandi alih-alih cuma gosok gigi.
Tersenyum manis, dia melangkah ke arahku yang sedang duduk di tepi tempat tidur. ”Maaf kalau lama. Gerah, sekalian aja mandi..” katanya.

Pahanya yang putih mulus tampak jelas kelihatan, begitu beningnya hingga jadi menyilaukan.
Payudaranya yang montok seukuran kepala bayi, sedangkan handuk yang melilitnya hanya mampu menutupi separuhnya, sisanya mencuat kemana-mana.

Tanpa merasa risih sedikit pun.. Windy duduk di depan meja rias dan mulai mengeringkan rambutnya.
”Tunggu bentar ya, mas..” ia berkata seakan aku adalah benar-benar suaminya yang lagi menunggu untuk meminta jatah. Benar-benar sangat romantis.

Tanpa perlu diperintah duakali, seketika penisku pun langsung kaku dan mengeras. Terpaksa aku harus membetulkan posisinya agar sedikit lebih nyaman.
Windy yang melihatnya langsung tertawa ngakak. ”Udah nggak sabar ya, mas..?” Tanyanya menyindir. Aku cuma mengangguk mengiyakan.

Ikut tersenyum, kuperhatikan dia dari balik kaca. Windy sekarang kelihatan lebih dewasa, tampak lebih matang sebagai seorang perempuan.
Begitu juga dengan tubuhnya, sudah begitu montok dan sempurna.

Aku jadi tak tahan untuk segera memeluknya dari belakang dan menciumi tengkuknya yang mulus itu.
“Nggak mandi, mas, biar seger..?” Tanya Windy mengagetkan lamunanku.
“Eh, iya. Iya..” sedikit tergagap, aku pun lekas berdiri dan pergi ke kamar mandi.

Tapi sebelum menutup pintunya, Windy memanggilku.
“Tunggu, mas. Ini handuknya..” dia mengambil handuk besar dari dalam lemari dan memberikannya kepadaku.
Ah.. kukira handuk yang dipakainya itu yang akan diberikan kepadaku, hehe.

Di dalam kamar mandi, berdiri dengan tubuh telanjang.. kulihat betapa tegang dan kerasnya penisku..
Ia mengacung begitu tegak, dengan urat-urat mungil bertonjolan melingkar-lingkar di sana-sini.
Aku sudah begitu terangsang.. tapi kenapa aku masih belum berani untuk langsung melakukannya ya..? Heran, dengan Windy kok aku jadi sopan gini.

Selesai mandi, aku keluar cuma memakai handuk. Semua dalaman dan bajuku kulipat dan kutaruh di dalam lemari kecil yang ada di kamar mandi.
Kalau Windy berani berbuat seperti itu, kenapa aku tidak..? Windy agak sedikit surprise saat melihatku.

“Wah, bagus juga tubuh mas..” ia berdecak kagum menatap tubuhku.. terutama gundukan di depan selangkanganku yang tampak menonjol indah..
menjanjikan sejuta hangat dan kenikmatan bagi wanita kesepian seperti dirinya.

Aku tersenyum. Penisku memang kembali mengeras. Bagaimana tidak.. di depanku, Windy memang sudah berganti pakaian.
Tapi tetap saja tubuh sintalnya terlihat begitu menggoda.
Meski bodynya mungil.. tapi dengan daster putih tipis yang ia kenakan sekarang, siapa juga yang tidak tergoda..!?

Dengan jelas bisa kulihat bayangan beha dan celdam yang ada di baliknya.
Seperti dugaanku, payudaranya yang sekal menantang terlihat begitu indah, tampak tidak muat saat ditampung oleh beha 36B-nya.

“Ini, mas..” Windy memberiku sebuah sarung. ”Biar praktis..” katanya sambil tersenyum malu-malu.
”Iya, terimakasih..” berbalik memunggunginya, aku mengganti handukku dengan sarung itu.

Aku bisa memastikan kalau Windy menatapku selama aku berganti pakaian.
Aku tidak tau apa saja yang ia lihat.. tapi yang jelas.. ia tersenyum lebar saat aku berbalik menatap wajah cantiknya. Konticrott..

-------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
-------------------------------------------------------------

Cerita 12 – Sang Pejantan

Part 4

”Sini, mas.
Duduk sini..” Windy memanggilku, mengajakku untuk duduk di sebelahnya. ”Santai aja ya, jangan grogi..” lanjutnya.
Akupun lantas mendekat dan menaruh pantat di sebelah kanannya..

Hmm.. bisa kucium bau harum sabun mandi di tubuh mulusnya.. begitu merangsang, membuatku deg-degan tak karuan.
“Iya, aku nervous banget nih..” kataku menanggapi.

Selanjutnya percakapan kami berlangsung lancar. Sambil terus ngobrol.. perlahan-lahan tubuh kami mendekat dan tanpa sadar sudah saling menempel. Entah apa yang menggerakkan keberanianku.. tiba-tiba saja kaki kiriku sudah menindih kaki kanan Windy.

Dan asyiknya.. Windy diam saja. Ia memang sedikit kaget.. tapi melihat senyumku yang tulus, ia tak kuasa untuk menolak.
Bahkan ia mulai menggerakkan pahanya yang mulus itu agar bergesekan dengan pahaku yang masih terbungkus kain sarung.

Kuletakkan tanganku di salahsatu belahan pahanya, kuusap-usap pelan dari atas ke bawah, terasa halus dan licin sekali, aku menyukainya.
Windy membalas dengan menyingkap kain sarung yang kukenakan dan ikut mengusap-usap pahaku..

”Mas nakal..” gumamnya manja.
”Kamu suka..?” Tanyaku sambil menempelkan badan ke lengannya yang terbuka.
Tubuhku langsung bergidik begitu merasakan kehangatan dan kehalusannya.

”Win..” lenguhku saat darahku seperti dialiri listrik ribuan volt. Aku terangsang berat..!
Penisku yang sudah tegang dari tadi, kini jadi semakin memberontak tak terkendali.

Windy yang melihat tonjolan besar di balik kain sarungku, tersenyum gembira.
”Mas suka dengan tubuhku..?” Tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku.
Aku mengangguk.. ”Suka, Win. Suka sekali..!”

Kuberanikan diri mengusap tangannya yang naik-turun di atas pahaku dan menggenggamnya mesra.
Windy tidak menolak. Jadilah kami mulai saling mengusap-usap tangan satu sama lain.

“Tanganmu kok dingin, mas..?” Tanya Windy dengan tubuh bersandar penuh di pundakku..
dia menempelkan payudaranya yang besar ke bahuku. Ehm, terasa empuk dan kenyal sekali.

“Grogi, Win.. berdekatan sama orang secantik dirimu..” jawabku berseloroh.
Windy tertawa dan makin mendekatkan tubuhnya, kepalanya disandarkan ke pundakku.

”Istri mas kan juga cantik. Tanti juga..” sahutnya merujuk pada perempuan-perempuan yang pernah kutiduri.
”Bagaimana pun, malam pertama itu tetap bikin grogi, Win..” kucoba melingkarkan tangan ke kepalanya..
kubiarkan Windy tiduran di tubuhku dengan berbantal tangan dan ketiakku.

”Malam pertama apaan..? Aku sudah nggak perawan lho, mas..” dia mengingatkan.
”Bagiku, kau tetap perawan, Win. Malam ini, untuk pertamakalinya aku bisa mencicipi tubuhmu..”

Aku yang sudah horni berat memberanikan diri mengelus-elus pundak kirinya.
Windy diam saja, malah dia memejamkan mata, seperti menikmatinya.

Tak tahan menunggu lama-lama, aku pun menunduk dan mencium keningnya.
Windy melenguh pelan, tapi tetap diam, sama sekali tidak menolak.

Dituntun oleh nafsu, kuturunkan ciumanku menuju ke pipinya.
Kuendus pelan di sana sebelum akhirnya mulutku merambat dan hinggap di bibirnya yang tebal.

”Ehm, mas..!” Windy mendesis lirih saat kulumat pelan bibir merahnya. Terasa sangat manis dan lembut sekali.
Aku terus memagut dan mengisapnya rakus hingga Windy yang awalnya diam, kini mulai sedikit merespon.

Dia membuka bibirnya dan membiarkan lidahku masuk menjelajahi mulutnya.
”Ahhh.. Win..!” Lidah kami saling bertautan, saling isap dan saling belit. Air liur kami bercampur.

Kulihat mata Windy terpejam selama ciuman panas itu berlangsung. Hanya nafasnya saja yang sedikit berubah, mulai agak berat dan tak beraturan.
Secara naluriah, tanganku akhirnya bergerak menuju ke bongkahan buah dadanya, area yang selama ini begitu menggodaku.

Kulihat benda itu bergerak-gerak indah seirama tarikan nafas Windy yang kian memburu. Pelan, dengan tangan gemetar, aku memegangnya.
Ah, begitu besar.. hingga telapak tanganku tidak bisa menangkup semuanya.

”Win..?” kupanggil namanya saat aku mulai meremas-remasnya pelan. Bisa kurasakan kepadatan dan kekenyalannya meski benda itu masih tertutup beha.
“Puaskan aku, mas..! Kau bebas berbuat sesukamu malam ini..!” kata Windy di sela-sela nafasnya yang turun-naik.

Kurasakan tangannya perlahan menyusup ke balik kain sarungku dan bergerak merayap untuk menangkap batang penisku yang sudah menegang dahsyat.
“Gede banget, mas..! Hhm..” gumamnya begitu mengetahui ukuran yang sebenarnya.

Satu per satu kubuka pakaiannya, aku langsung terpana begitu melihat kemolekan tubuhnya.
Sekarang hanya tinggal beha dan celana dalam saja yang masih menghias di tubuhnya yang sintal.
Astaga naga.. begitu sangat sempurna wanita cantik yang satu ini. Kenapa baru sekarang aku menyadarinya..?

Kubuka bajuku tanpa berkedip memandangi tubuh Windy yang putih mulus tanpa cacat..
wajahnya yang cantik dan genit membuatku tambah bernafsu ingin segera menggumulinya.

Kupelorotkan kain sarungku hingga aku telanjang bulat di depannya.
”Ya Tuhan.. gede banget, mas..!” ujar Windy terkagum-kagum melihat ukuran kontolku yang besar dan panjang.

Ia segera menghambur ke dalam pelukanku dan mendorong tubuhku hingga rebah ke atas ranjang.
Bertindihan, kami saling bergumul mesra.

Kuremas dengan lembut buah dada Windy yang tidak bisa kutampung dengan tanganku..
kulepas beha yang menutupinya hingga aku bisa memeganginya secara langsung.

Benda itu terasa begitu empuk dan kenyal, membuatku sangat nyaman saat meremas-remasnya.
Windy tersenyum ke arahku dan memagut bibirku mesra. Saling berciuman, kami kembali bergulingan di atas ranjang.

Kurasakan kalau puting susu Windy sudah tegang berdiri, pertanda kalau birahinya sudah memuncak.
“Mas.. pelan-pelan aja, kok nafsu banget sih..?” Kata Windi di sela-sela lumatan bibirku.

“Gimana nggak bernafsu. Win. Sejak Tanti mengutarakan rencana ini.. aku kadang suka masturbasi sambil membayangkan dirimu..”
sahutku sambil memenceti gundukan payudaranya semakin keras.

“Mas bisa aja..” ujarnya dengan genit sambil meremas penisku dan mengocoknya pelan.
“Besar sekali punyamu, Mas. Kukira dulu Tanti bohong.. tapi ternyata tidak.“ ujarnya senang.

Kuelus-elus pahanya yang mulus bak pualam, sedang Windy terus mengocok-ngocok penisku.
“Jangan cuma dikocok, Win.. isepin donk..” pintaku.

Windy langsung saja menjilati penisku dengan penuh nafsu.. sepertinya ia sudah terbiasa ngemut kontol..
Terbukti.. ia mudah saja melakukannya.. mungkin suaminya suka minta yang seperti ini.

“Kontol mas gede banget.. mulutku sampe ngilu rasanya, aahh.. mmph.. nggmm..” kata Windy tak lama kemudian sambil terus mengisap penisku.
Aku cuman tersenyum saja mendengarnya..

”Gede mana sama punya suami kamu..?”
Tanyaku kemudian sambil kuremas-remas terus bongkahan payudaranya yang menggantung indah sementara dia menjilati penisku.
”Ehmm.. suamiku kan gendut.. kontolnya mungil.. ya jelas gede punya mas donk..” jawab Windy dengan muka memerah akibat menahan nafsu.

Kurangkul tubuhnya dan kuhujamkan penisku dalam-dalam ke rongga mulutnya.. Croop..!
Batangku langsung memenuhi tenggorokannya yang mungil. Windy agak sedikit tersedak menerimanya, tapi sama sekali tidak menolak.

Malah ia terus menjilat dan mengisap penisku hingga membuatku meringis-ringis menahan geli yang amat sangat..
yang justru semakin membuat batangku menegang dan mengeras.

“Aduh.. enak banget, Win.. oohh.. enaknya..!” Mulutku mulai mengeluarkan desisan panjang..
Sementara Windy terus menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar-masuk di dalam mulutnya yang kini tampak semakin sesak.

Tangan kananku kembali meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang ke sana kemari..
sembari tangan kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus.
”Mmm.. mmm..” hanya itu yang keluar dari mulut Windy seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di dadanya.

Windy membalas dengan sesekali menggigit ringan kepala kemaluanku yang terbenam lembut di dalam mulutnya.
Fiuhh..! Windy mengeluarkan penisku saat sudah lelah mengulum. Ia lalu bangkit dan memelukku. Kami berciuman sekali lagi.

Sambil melumat bibir tipisnya, segera kusergap pinggulnya..
untuk kemudian meraba daerah bukit selangkangannya yang sepertinya sudah membanjir oleh cairan kewanitaannya.

Gantian kini giliranku. Segera kutarik cd-nya ke bawah hingga Windy sama-sama telanjang bulat sepertiku.
Alamak.. kulihat jembutnya tertata rapi.. dengan labia mayora yang masih kelihatan utuh dan rapat..
Warnanya juga sangat cerah sekali; merah kecoklat-coklatan, terlihat begitu indah dan menggiurkan.

CD-nya terus kutarik ke bawah hingga lolos dari kakinya, Windy membantu dengan sedikit mengangkat pinggulnya.
“Mas, puaskan aku malam ini..! Hamili aku.. suamiku sepertinya tidak bisa memberiku keturunan..! Oughhh..” rintihnya dengan tatap mata sayu.

“Kau rela mengandung anak dariku..?” Tanyaku sambil menjilati vaginanya. Windy mengangguk..
“Hanya kepada mas aku berharap, Ohhh.. Suamiku loyo.. tak pernah mampu memuaskanku.. apalagi memberiku seorang anak..” jawabnya.

“Jangan sebut-sebut dia, Win. Aku suamimu malam ini. Akan kutanam benihku ke dalam rahimmu..” yakinku.
“Lakukan, Mas.. lakukan..” ujarnya dengan penuh harap dan senyum lebar penuh arti.

Kembali kujilati vaginanya, membuat Windy mengerang lagi, semakin keras. “Ohh.. Mas.. ahh.. ahh.. ughh.. enak..” erangnya suka.
Tangannya yang mungil kulihat meremas-remas seprei ranjang untuk menahan sensasi jilatanku..
yang semakin lama semakin menggila menyerang lubang kewanitaannya.

Terus kuisap dan kukuak lubang sorga itu dengan lidahku hingga membuat Windy mengerang dan menjerit tak lama kemudian..
pertanda kalau akan segera orgasme. “Ohh.. Mas, aku mau sampai.. terus.. terus..” rintihnya.

Dan rintihan itu berubah menjadi pekikan keras.. saat kelentitnya yang sebesar biji kacang aku jilat dan sesekali kusentil dengan lidahku.
Windy langsung menggelinjang dan menjerit-jerit tak karuan.

“Jangan keras-keras, Win. Nanti didengar sama tetangga..” aku memperingatkan, tapi dengan lidah tetap menancap di belahan vaginanya.
“Biar aja.. nggak ada yang dengar kok. Teruskan, Mas.. aku sudah hampir sampai..” pintanya dengan pinggul digoyang-goyang liar.

Tak lama kemudian dia melenguh dengan keras. Srrr.. prrtt.. prtt.. prrttt.. Dari liang vaginanya keluar cairan bening yang amat banyak..
Menyemprot dengan dasyat hingga membasahi ranjang serta sebagian mengenai mukaku.

Tubuh mungil Windy kelojotan menahan nikmat orgasmenya. Kuhentikan jilatanku dan kupeluk tubuhnya penuh rasa sayang.
Windy masih kelihatan terengah-engah menahan nafasnya saat kuciumi bibirnya.
“Terimakasih, Mas.. beri aku istirahat sebentar ya?“ dia membalas lumatanku sebentar sebelum meringkuk kecapekan dalam pelukanku.

Kubiarkan dia untuk memulihkan staminanya. Hampir lima menit kami berada dalam posisi seperti itu..
hingga kontolku yang terganjal bokongnya terasa gatal minta untuk diperhatikan.

Kuremas buah dadanya untuk mengembalikan kesadaran Windy. Kukulum juga putingnya agar gairah Windy bisa cepat kembali.
Pelan tapi pasti.. usahaku itu membuahkan hasil. Windy mulai membuka matanya dan melenguh pelan.
Nafsunya sudah bangkit kembali, bahkan kini menjadi kian ganas akibat orgasmenya tadi.

“Masukin sekarang, Mas..! Keluarin di dalam..! Hamili aku..” rintih Windy manja sambil merebahkan tubuh montoknya di ranjang.
Dia membuka kakinya lebar, memberikan vaginanya yang sudah basah memerah kepadaku.

Kukocok penisku sambil memandanginya. Busyet.. lubang kecil segitu, kontolku mana bisa masuk.
Kucoba untuk menguaknya dengan tangan, uh.. memang benar-benar kecil.

”Kamu masih perawan ya, Win..?” Godaku sambil menusukkan salahsatu jariku ke dalam..
kukorek-korek dindingnya yang basah dan lengket berulang-ulang.

Windy sedikit menjengitkan tubuhnya saat kupencet ringan biji klitorisnya.
”Ehm.. ya enggak lha, Mas. Punya suamiku aja yang kekecilan.. jadi gak bisa menguak sampai tuntas..” jelasnya.

Ah.. aku mengerti sekarang. Tapi jadi ada problem baru lagi nih..
”Kalau nanti dia curiga gimana..?” Tanyaku.
”Curiga apanya..? Kalau aku nggak cerita-cerita, kan dia nggak bakal tau..” sahut Windy.

”Bukan begitu.. sehabis kuterobos pake penisku, lubangmu pasti bakal melar.
Kalau dipakai sama suamimu.. trus dia curiga sama ukuran lubangmu yang kegedean, gimana..?”
Windy tertawa mendengar pertanyaanku. ”Mas nggak usah mikirin itu. Sekarang pikirin aja bagaimana cara Mas menghamiliki. That’s it, titik..!”

Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal, sambil mengelus-elus paha mulusnya yang bulat mempesona, aku akhirnya mengangguk.
”Baiklah, kalau memang itu yang kamu inginkan. Tapi kalau nanti ada apa-apa sama suamimu, jangan salahkan aku lho ya..” aku memperingatkan.

Windy tersenyum. ”Biarlah itu menjadi urusanku, yang penting aku bisa hamil..”
Sambil berkata, dia membuka kakinya semakin lebar dan menarik tubuhku agar segera menindih tubuhnya.

Mencium kembali bibirnya.. akupun segera mengarahkan penisku ke dalam lubang kencingnya.
Clupp..! Terasa sangat sesak saat aku mencoba mendorongnya. Rrrbbb..

Ughh.. Hanya masuk kepalanya saja, itupun sudah sangat memaksa.
“Punyamu terlalu besar, Mas.. nggak bisa masuk kalo terus begini. “ kata Windy penuh nafsu.

“Iya, sulit banget.. trus, gimana enaknya..?” Aku bertanya.
“Aku di atas saja, Mas duduk..” ujarnya sambil berpegang pada tanganku.

Ia lalu bangun dari posisi baringnya dan kemudian merangkul pundakku.
Berpelukan, Windy mulai mengarahkan lubangnya pas di depan penisku. “Pelan-pelan aja, Win..” aku berpesan.

Windy jongkok dan memegangi penisku. “Ehm.. kontol Mas benar-benar keras..” bisiknya parau.
“Vaginamu juga sangat sempit, Win.. aku suka..” sahutku.

”Tapi gara-gara sempit itu kita jadi kesulitan seperti ini..” Windy tertawa.
Slepp.. slepp.. slepp.. Ia mulai mengesek-gesekkan ujung penisku ke celah bibir kemaluannya.

“Ah, bener juga. Tapi aku memang suka sama punyamu, rapet singset kayak perawan..!”
Aku tertawa keras.. tapi Windy segera membekap mulutku dengan ciuman dahsyat di bibir.

Dia melumat bibirku penuh nafsu.. aku membalasnya tak kalah panas.
Sambil mencium.. tanganku mulai merambat untuk meremas-remas buah dadanya yang menggelantung padat dan keras di depan perutku.

Pelan-pelan Windy menekan tubuhnya ke bawah.. memasukkan penisku ke dalam lubang sorgawinya.
Rrrbb.. rrrbbb.. rrbbb.. Mili demi mili, penisku mulai meluncur masuk.
Oughhh.. Terasa sangat sesak sekali.. tapi tetap bisa menerobos meski sangat perlahan.

Untuk menahan rasa perih di selangkangannya akibat gesekan alat kelamin kami berdua.. Windy terus melumat bibirku sambil sesekali meringis kesakitan.
“Dorong, Mas.. Dorong tapi pelan..” pintanya di telingaku.

Aku menurutinya. Krrtt.. rrrbb.. rrbbb.. Kutekan penisku yang sudah setengah tenggelam ke dalam memeknya.
“Benar-benar bodoh suamimu, Win, menyiakan-nyiakan wanita seseksi dir ..” Windy cepat menutup mulutku dengan bibirnya.

“Aku tidak disia-siakan kok, dia cuma tidak bisa menghamiliku saja..” jelasnya.
”Kalau begitu, biar aku saja yang menghamilimu..! Ughh..!” Jleghh..!!
Kataku sambil menekan keras-keras penisku dengan sekali sentakan.. hingga amblas seluruhnya, masuk ke dalam vagina Windy yang sempit dan legit.

Pekikan keras langsung dikeluarkan oleh wanita cantik itu.. “Auuuuuuuhhhhhhhh..!”
Tubuhnya menggelinjang.. sementara pelukan tangannya di tubuhku menjadi kian erat.
Di bawah.. remasan dinding-dinding vaginanya serasa mengurut-urut batang penisku.. terasa begitu nikmat sekali.

Kembali kulumat bibir tipis Windy, sambil tanganku meremasi buah dadanya yang mengganjal empuk di depan dadaku.
“Kita genjot bareng ya, Win..?” Aku berbisik di telinganya.

Windy mengangguk.. dan mulai menggerakkan tubuhnya ke atas dan ke bawah..
sementara aku mengimbanginya dengan menggerakkan pinggulku berlawanan arah.

Gesekan alat kelamin kami terasa begitu nikmat, apalagi saat vagina Windy sudah mulai bisa menerima kehadiran penisku..
cairan yang keluar dari benda itu menjadi kian banyak, membuat genjotanku menjadi semakin lancar dan mantab.

Kami terus berpacu dengan posisi seperti itu; aku duduk sambil memangku Windy dalam pelukanku.
Aku tidak pernah melakukan posisi seperti ini sebelumnya, baik dengan Tanti maupun dengan istriku.
Ternyata rasanya begitu nikmat. Aku menyukainya. Kapan-kapan aku harus mencobanya dengan wanita lain.

Sambil saling memompa, tanganku aktif meremas-remas buah dada Windy yang membusung padat.
Wanita itu bergoyang di pangkuanku, kakinya menyilang di pinggangku..
membuat penisku yang terjepit di vaginanya jadi serasa seperti diremas-remas kuat sekali.

“Win, punyamu keras banget mencekik burungku.. aku bisa nggak tahan nih..” kataku.
“Awas kalau Mas sampai keluar duluan..” ujarnya sambil mencari bibirku.

Kami lalu saling memagut mesra dengan keringat mulai bercucuran.
Menit demi menit berlalu dengan begitu cepat, tak terasa sudah lebih dari lima menit aku menyetubuhinya.

Windy yang tampaknya mulai tak tahan, segera mempercepat genjotannya dan aku meladeninya.
“Mas, ahh.. a-aku.. dah mau.. sampai..!” ujarnya dengan terputus-putus.

“Tahan sebentar, Win. Genjot terus tubuhmu..” sahutku.
“I-iya, Mas.. aghh..” Windy mempercepat genjotannya.

Tak lama kemudian dia melenguh sangat keras, tubuhnya melengkung ke belakang.. sehingga buah dadanya yang bulat jadi membusung padat.
Segera kucucup dan kuremas-remas benda itu untuk memberikan sensasi orgasme yang lebih optimal kepadanya..

Penisku juga terus aktif menyodok liang vaginanya dari bawah. “Mas.. arghhhh.. aku sampaai.. aughhh..!” jerit Windy keenakan.
Semprotan air maninya benar-benar dashyat.. juga begitu banyak.. hingga membasahi penis dan pahaku.

Jepitan vaginanya yang semakin kencang serasa meremukkan batangku.
Untunglah ada siraman lendir cintanya yang menyejukkan.. sehingga aku masih bisa mengontrol orgasmeku agar tidak keburu menyusul dirinya.

Windy lemas dalam pelukanku, tubuh montoknya lunglai lemas, matanya terpejam rapat, sementara nafasnya terus terengah-engah.
Kubiarkan dia menikmati orgasmenya sebentar, sebelum kuangkat tubuhnya dan kubaringkan di ranjang tak lama kemudian.

Kutindih dia dan kubisikkan kata cinta di telinganya. ”Gimana, enak..?” Tanyaku menggoda.
Windy menjawil hidungku dan tersenyum. ”Enak banget, Mas. Baru kali ini aku keluar duakali dalam satu babak permainan.
Mas benar-benar hebat..” pujinya.

Kucium bibirnya dan kuremas-remas payudaranya sebentar sambil kumasukkan kembali penisku ke dalam liang vaginanya.
Windy menerimanya dengan senang hati, dia menjepitkan kedua kakinya di pinggangku agar alat kelamin kami semakin kuat menyatu.

“Mau yang lebih enak, sebentar lagi aku akan segera menyusul kamu lho..” bisikku di telinganya.
Windy tersenyum kegirangan.. ”Lakukan, Mas..! Keluarkan manimu di dalam vaginaku..! Penuhi rahimku dengan calon bayi kita..!”
Dia berkata dengan penuh antusias.

“Kamu semangat banget, Win.“ timpalku sambil tersenyum. Windy tertawa lepas.
“Habisnya, sudah lama banget aku pengen hamil. Dan sekarang, bukan saja dapat anak, aku juga dapat enak dari mas. Benar-benar surprise..!”

”Aku juga suka dengan tubuhmu, Win. Nikmat banget..” timpalku.
”Andai kita bisa begini tiap hari, pasti enak ya..?” Ia berharap.

“Aku mau kok tiap hari menyetubuhimu..” kataku.
“Hah, benarkah..?” Tanyanya gembira.

”Iya, asal kamu balik bekerja sekantor sama aku..! Nanti aku setubuhi kamu tiap hari pas jam makan siang..”
”Yee.. mana bisa begitu..!” Windy tertawa. Usulku itu memang tidak mungkin dilaksanakan.

“Nggak apa-apa, Win. Biar aku saja yang ke sini menemanimu. Sebentar lagi Tanti melahirkan.. akan ada lebih banyak waktuku buat kamu..!”
Sambil berkata, aku mulai bergerak menarik pantatku dan mendorongnya perlahan.
Windy merintih merasakan gesekan alat kelamin kami berdua.. “Ohh.. enak sekali penismu, Mas..! Terus.. Setubuhi aku..! Buat aku hamil..! Oughhh..”

Akupun makin mempercepat sodokan penisku.. sambil mulutku mencari bibirnya dan melumatnya rakus.
Tak lupa tanganku juga hinggap di atas gundukan payudaranya dan meremas-remas lembut di sana.

Windy memelukku erat sambil mengelus-elus punggungku, tampak sangat menikmati sekali apa yang kami lakukan.
Tubuh kami telah basah oleh keringat, sebasah hujan deras yang mulai turun di halaman.
Erangan kami bersahutan dengan suara geledek yang sesekali membahana.

”Win..” kupanggil namanya saat sodokanku beberapakali mencapai tempat terdalam di lorong vaginanya.
Tidak menjawab, Windy malah makin mempererat jepitan kakinya, menambah sesaknya gerakan penisku di dalam lubangnya.

“Uhh.. enak sekali, Win..” erangku lagi. Windy menarik kepalaku dan melumat bibirku gemas.
Kembali kami saling berciuman mengadu bibir, sambil bokongku tetap bekerja menyodok-nyodok liang vaginanya.

Terus kupacu tubuhku, semakin lama menjadi semakin cepat hingga tanpa sadar Windy mulai menjerit dan merintih-rintih tak karuan.
“Mas.. aku.. aah.. oh enaknya..!” ucapnya meracau.

Aku merasa ada yang semakin mendesak dari batang penisku, tampaknya aku akan segera keluar.
Sambil memegangi buah dada Windy yang bergerak naik-turun menggiurkan, akupun menjerit keras.
”Ahhh.. Win..! Aku keluar..! Uhhhh.. ahhh..” Croott.. croott.. croott.. beberapakali aku menembakkan peju ke dalam rahimnya.

Windy ikut terkejang-kejang saat menerimanya.
Kembali kami saling berpelukan dan berpagutan mesra dengan alat kelamin kami masih saling bertaut dan berkedut-kedut pelan.

Kami terdiam cukup lama setelah percintaan yang cukup menguras tenaga itu.
Jam masih menunjukan pukul sepuluh malam, masih banyak waktu bagi kami untuk memadu cinta dan birahi malam itu.

Aku yakin, dengan guyuran spermaku, Windy bisa hamil tidak lama lagi.
---------------

Sudah sebulan
berlalu sejak peristiwa dan hari-hari penuh sensasi dengan Windy. Terhitung seminggu sekali aku mengunjunginya.
Harinya tidak tentu, mengikuti jam dinas suaminya yang berubah-ubah. Meski sedikit merepotkan, aku oke-oke saja.
Rasanya tidak ada bosan-bosannya menyetubuhi wanita cantik yang satu itu.

Meski tidak semolek Tanti, tapi ada saja ulah dan perbuatannya yang mengejutkanku. Pernah suatukali ia membukakan pintu sambil telanjang.
Tubuhnya basah oleh semacam minyak, terlihat sangat mulus dan mengkilat sekali.
Tentu saja aku langsung panas dan kutubruk ia saat itu juga. Kami bercinta di ruang tamu rumahnya.

Empatkali Windy mendapatkan orgasme.. sedangkan aku cukup sekali saja..
karena selanjutnya kami meneruskan acara tukar lendir itu semalam suntuk setelah Windy menawariku makan malam.

Atau saat ia menjemputku di terminal dan mengoral penisku selama perjalanan menuju rumahnya. Begitu sampai, ia malah bilang kalau lagi ’dapet’.
Sial.. ia sengaja mengerjaiku. Jadilah aku malam itu cuma tidur mengeloninya, tanpa bisa berbuat apa-apa.

Memang aku cukup puas juga karena selain masih bisa meraba-raba tubuh sintalnya..
aku juga berkali-kali dioral hingga dalam semalam, terhitung empatkali aku muncrat di mulutnya.
Dan Windy dengan senang menelan semuanya. Memang gokil sekali perempuan yang satu ini.

Dia juga sering mengajakku pindah-pindah tempat main.. mulai dari kamar mandi hingga halaman belakang rumahnya.
Pernah kami hampir dipergoki oleh tetangganya yang malam-malam mau buang sampah.. untung wanita tua itu sudah katarak..
sehingga tidak melihat kami yang bertindihan telanjang di bawah pohon jambu. Kalau beneran ketahuan kan bisa berabe.

Tapi situasi yang ’menyeramkan’ itu malah semakin menambah gairah kami berdua. Windy jadi semakin liar dan geregetan, begitu pula denganku.
Akibatnya, kami jadi begitu kecapekan pada keesokan harinya. Dan saat suaminya pulang di pagi hari, aku masih ada di kamar Windy. Ketiduran..!

Benar-benar mendebarkan. Aku sampai harus meloncat dari jendela untuk menyelamatkan diri..
sementara Windy berusaha menyibukkan suaminya meski saat ia ia cuma bercelana dalam saja.

”Kok pakaianmu kaya gitu..?” Kudengar suaminya bertanya saat aku sibuk memakai celana di bawah ambang jendela.
Windy gelagapan menjawab dan selanjutnya perempuan itu malah menjerit saat suaminya menyeret ia ke atas tempat tidur dan menyetubuhinya duakali.

Rupanya bukan aku saja yang terpana begitu menatap tubuh molek Windy.. suaminya yang sudah menikahinya begitu lama, tetap berlaku sama.
Memang, wanita cantik dan seksi seperti dia selalu bisa menggoda siapapun.

Tanpa sempat mandi apalagi gosok gigi, akupun pergi meninggalkan tempat itu.
Kucegat taksi yang kebetulan melintas dan minta untuk diantarkan ke terminal.

Saat kuceritakan kejadian itu kepada Tanti.. dia langsung tertawa ngakak sambil menyumpahiku.
Perempuan yang sekarang hamil 9 bulan itu menyuruhku agar lebih berhati-hati lagi.

”Jangan sampai ketangkep, nanti anakku ini bingung nyari-nyari ayahnya..” ia berkelakar.
Bayi dalam kandungannya memang adalah anakku.

”Siap, Bos..!” Aku menyahut riang. Dan menutup telepon dengan ucapan.. ”Aku kangen kamu, Tan..”
”Kangen aku apa kangen tubuhku..?” Godanya lagi.
”Dua-duanya..” Dan kamipun tertawa berbarengan.

Aku membolos kerja hari itu karena siang baru sampai kembali ke kota S.
Aku langsung menuju rumah kontrakan dan menelepon istriku yang akhir-akhir ini sedikit kuabaikan. Untung ia tidak curiga.
Volume pekerjaan yang bertambah kujadikan alasan kenapa aku jarang pulang, padahal sebenarnya aku sibuk membagi benih kepada Windy dan Tanti.

Maafkan aku, istriku. Aku selingkuh bukan karena kamu kurang cantik, ataupun tubuhmu yang kurang seksi.
Kamu sudah sangat sempurna; sabar, penyayang, pengertian, kalem, pokoknya segalanya deh. Kamu adalah malaikat dan bidadariku.

Tapi.. sekali lagi tapi, seperti kata pepatah:
rumput tetangga lebih hijau.. ataupun bosan tiap hari makan sate.. sekali-kali nyoba gule.. itulah yang terjadi kepadaku.

Kamu sama sekali tidak bersalah. Akulah yang nakal dan tidak bisa menahan nafsu.
Nafsu kepada dua wanita cantik semacam Tanti dan Windy, yang kuharap cukup dua itu saja karena kalau sampai ada lagi.. aku juga masih mau, haha..!

Siang itu panas sekali, dengan memakai taksi aku pergi ke rumah Windy.
Dia sudah berkata kalau hari ini suaminya dinas malam. Seperti yang sudah-sudah, itulah saat yang tepat bagiku untuk mengunjunginya.

Sesampainya di sana, segera kubuka pintu pagar. Tanpa perlu repot-repot mengetuk, Windy sudah keluar menyapaku.
“Kangen aku, Mas..” rajuknya sambil menyerbu memelukku. Segera kututup pintu dan cepat-cepat kubalas pelukannya.

Kami berpagutan rakus di balik sambil tanganku lekas menggerayang di tubuh sintalnya.
“Ih, nafsu amat sih..?” Dia tertawa dan memisahkan tubuhnya.

Kukejar dia dengan mengelus-elus bongkahan pantatnya saat mengajakku masuk ke ruang tengah.
Di sana, kembali ia kucium dan kugeluti sambil kupepet tubuh montoknya ke sofa merah di ruang tengah.

Napasku sudah ngos-ngosan, sementara kuperhatikan Windy juga sudah merah padam.
Tapi dia mencoba untuk bertahan saat aku ingin melepas baju panjangnya.

“Nanti dulu..” bisiknya serak. “Ada yang ingin aku kasih tau sama Mas..”
Ditangkisnya tanganku yang ingin meraba kembali tonjolan payudaranya.

Kupandang wajahnya yang cantik jelita yang malam ini tertutup jilbab biru muda. Ia tersenyum membalasku dan mengangguk.
“Dari senyummu, seharusnya ini berita bagus..” kataku. Dia mengangguk, “Iya, aku hamil. Mas..!” Pekiknya ceria.

”A-apa..?” Meski sudah mengantisipasi jawaban ini, tak urung aku tetap terkejut juga.
”Sudah dua minggu ini aku telat dan pagi tadi aku mual-mual..” Dia berbinar, membuatnya jadi tambah cantik.

“Setelah diantar suami periksa ke dokter, ternyata positif..” lanjutnya.
“Wah, selamat ya..” Kupegang tangannya dan kucium pipinya, tapi Windy malah memberikan bibirnya untuk kulumat.
Kami pun berciuman sekali lagi dan kembali tanganku menggerayangi tubuhnya yang sintal.

“Iihh.. nih tangan nakal amat..!” Serunya saat aku bergantian memijit-mijit kedua bongkahan payudaranya.
“Habis kamu sih.. bikin aku gemes aja..”

Kupagut lagi bibirnya yang tipis memerah dan baru kulepas setelah napas kami sama-sama terengah-engah.
”Aku seneng sekali, Mas. Bayangkan, tiga tahun menunggu..” lirihnya sambil menaruh kepala di pundakku.

“Kalau reaksi suamimu, gimana..?” Tanyaku dengan tangan memeluk pinggangnya yang ramping.
“Dia juga seneng banget, dikiranya ini benih dari dia..” Windy tertawa getir.

Aku mencoba ikut tertawa. “Kalau dia sampai tau gimana..?”
“Asal kita pintar, aku yakin pasti aman..” Ia menyurukkan kepala di dadaku.

Kucium kembali pipinya, lalu hidungnya dan terakhir belahan bibirnya yang selalu terlihat mengundang.
“Berarti tugasku sudah selesai donk..” bisikku tak rela.
“Ah, ya nggak gitu juga kale..” Windy menggeleng.

“Masa’ aku akan langsung melupakan jasa Mas gitu aja..”
”Lha terus..?” Tanyaku penasaran.

Tak terasa, tanganku yang sudah sedari tadi menggerayang di pahanya, kini bisa menyingkap gaun gamisnya hingga ke pinggang.
Membuat Windi yang duduk di atas pangkuanku jadi meringkuk setengah telanjang.

Tak henti tanganku terus meraba dan mengelus-elus belahan pahanya yang terasa halus dan sangat hangat itu.
“Ehm..” Windy menggelinjang lirih.. namun tetap membiarkannya saja.

Malah yang ada ia seperti semakin memepetkan tubuhnya untuk menghimpit batang penisku yang sudah terjepit di antara perutnya.
“Cepet amat.. tau-tau dah ngaceng aja..” Dia tertawa.

Kucium lagi bibirnya yang merah tipis dan kulumat dengan rakus, yang diimbangi oleh Windy dengan senang hati.
“Kamu belum menjawab pertanyaanku..” aku berbisik.
“Ahh.. y-yang mana..?”
Tanyanya sambil mendesah begitu tanganku menelusup ke balik baju untuk menggelitik perutnya yang masih terasa rata.

“Kelanjutan hubungan kita..” Tanganku terus merayap dan sebentar saja sudah sampai di bawah bongkahan payudaranya.
Kuremas pelan-pelan benda empuk kenyal yang terasa hangat itu, meski masih tertutup beha tipis..
tapi aku bisa merasakan kalau putingnya yang mungil sudah sedikit menegang.

“Ahh.. Mas..!” Windy melenguh lagi.. tak sanggup menjawab pertanyaanku..
karena kini tanganku sudah menyusup ke dalam beha untuk mencengkeram kedua bongkahannya secara langsung.

“Susumu gede, Win..” bisikku sambil mengendusi pipi dan bibirnya.
Windy membuka mulut untuk menyambut ciumanku. Tubuhnya sudah lemas, terlihat pasrah sepenuhnya.

Aku terus membelai dan menggerayangi tubuhnya yang sintal..
sebelum Windy tiba-tiba membuka mata dan menjauhkan tanganku yang mencoba melepas jilbabnya.

“J-jangan, Mas.. uhh, sudah dulu dong meluknya, panas nih..” Ia bangkit dan dengan terhuyung-huyung masuk ke dapur.
Aku mengikutinya.. ”Oh.. sori, Win. Habis aku pengen banget. Mau apa lagi ke sini kalau bukan meluk kamu..” kataku.

“Iya, tapi ntar dulu ya..” Dia mengajakku duduk di meja makan.
“Mas sudah makan belum, tadi aku beliin steak kesukaan Mas. Ayo dicoba dulu, mumpung masih hangat..”
Dia melayaniku, bagai seorang istri lagi melayani suami. ”Sip banget..” kuminta Windy untuk duduk di sebelahku.

Sementara aku melahap apa yang ia sajikan, Windy mengambilkan air minum. Senyum cerah terus menghiasi wajah cantiknya saat ia mulai berbicara.
”Mas nggak usah kuatir masalah kelanjutan hubungan kita..” Dia berkata.
“Selama suamiku nggak curiga, pokoknya Mas tenang aja. Tapi hanya ingat kata dokter, di triwulan pertama si bayi masih rentan. Jadi ..”

“Iya, untuk sementara kita berhenti dulu..”
kataku sambil satu tangan meraih tonjolan payudaranya.. sementara tangan yang satunya terus melanjutkan makan.

”Eh, bukannya gitu..” Windy menggelinjang geli. “Bisa kok, tapi kita harus lebih hati-hati.
“Hah..?” Aku terpana seakan tak percaya.
Dengan Tanti dan istriku, aku harus berpuasa di awal-awal kehamilan mereka. Sementara Windy tampak oke-oke saja. Sungguh sangat beruntung sekali.

“Waktu periksa tadi, dokter sudah mengecek.. kandunganku kuat kok. Aku juga tanya masalah hubungan seks saat kehamilan..
kata dokternya, silakan saja asal tidak berlebihan. Mengenai sampai kapan boleh berhubungan, dokter bilang itu relatif.
Tergantung dari masing-masing pasangan. Malah dokter itu bilang.. ada juga pasangan yang hamil 9 bulan masih melakukannya.
Kenyataannya libido wanita justru meningkat saat sedang hamil.. juga memang tidak ditabukan berhubungan seks saat hamil..
karena bisa memperlancar lubang wanita..” Windy menambahkan.

“Tapi tujuan perselingkuhan kita jadi lain sekarang..” aku mengingatkan.
“Kenapa, mas nggak suka..?” Tantangnya sambil tersenyum.

Aku mengangkat bahu. “Gila kalau aku sampai menolak..”
“Ya sudah kalau begitu..” Windy bangkit untuk merapikan piring dan gelas.
Selama itu juga tanganku terus menggerayang di bokong sintalnya.

“Tubuhmu nggak pernah bikin bosan, Win..” bisikku jujur.
“Mas aja yang kegatelan..” dia tertawa ringan sebelum kemudian mengajakku pindah ke ruang teve. Tampaknya di sana permainan kami akan dimulai.

Kami berpelukan mesra di atas sofa menonton film yang entah apa.. karena tanganku lebih sibuk meraba-raba daripada melihat tayangan yang ada di sana.
Windy menggelinjang namun sama sekali tidak menolak.

Terus kuremas-kuremas paha dan tonjolan payudaranya hingga sebentar saja gamis panjang yang ia kenakan sudah tersingkap ke mana-mana..
menampakkan tubuh bugil indah yang selalu bisa memancing hasrat dan gairahku.

Saat akan kucium bibirnya, barulah Windy berbisik sedikit serius. ”Mas, sekali lagi aku mau berterimakasih sama Mas, tak terhingga.
Aku kini merasa lengkap sebagai seorang perempuan. Terimakasih, Mas..”

”Ah, nggak usah begitu juga..” kulumat lembut bibirnya. “Aku turut senang kalau kamu bahagia..” kataku sambil tambah memeluknya.
”Terimakasih sekali lagi, Mas..” Windy balas memelukku, kurasakan airmatanya mulai menetes.

Segera kulepas pelukan dan kuhapus air mata itu dengan tanganku. Lalu aku tersenyum. Windy pun ikut tersenyum.
”Sudah ah.. lagi bahagia gini jangan menangis..” rayuku.

”I-iya, Mas. Kalau kamu bilang begitu, aku nggak nangis lagi deh..” sahutnya.
”Nah gitu dong..” Kukecup lagi bibirnya. Konticrott..
-------------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
---------------------------------------------------------

Cerita 12 – Sang Pejantan

Final Part ..

”Kalau nanti
aku gendut, Mas masih suka nggak..?” Tanyanya tiba-tiba.
”Justru gendutnya wanita hamil itu yang bikin pengen. Ininya jadi tambah gede..” kataku sambil memencet-mencet ringan bulatan payudaranya.

“Punyaku nanti jadi segede apa ya..?” Windy memandangi dadanya yang memang sudah over size..
tampak terlalu besar untuk ukuran tubuhnya yang mungil dan kurus.

“Tambah gede malah tambah bagus..” kataku bercanda.
“Kalau punya Tanti..?” Tanyanya ingin membandingkan.
“Jadi gede juga, tapi tampaknya bakal lebih gede punyamu..”

Aku menunduk, satu per satu kujilati puting Windy yang masih nampak mungil memerah.
Enam bulan lagi.. puting itu akan jadi tambah hitam dan menonjol, siap untuk memberi ASI bagi si bayi.

“Tanti sekarang lagi nifas ya..?” Tanyanya sambil menggelinjang.
Ditatapnya tampangku yang kepengen, sebelum tangannya mulai mengelus dan meremas pangkal celanaku.
“Iya..” aku mengangguk.

Tanti memang baru melahirkan dua minggu yang lalu. Bayinya cowok.. seperti yang ia idam-idamkan dan wajahnya mirip denganku.
Suaminya sepertinya tidak curiga karena kata Tanti, laki-laki itu sangat menyayangi anaknya.
Aku jadi lega.. setidaknya apa yang kulakukan selama ini bisa memberi manfaat bagi semuanya.

“Nggak kangen sama Tanti..?” Tanya Windy.
Tangannya yang terus bermain di celanaku, akhirnya mau tak mau membuat batang penisku bangun juga.
“Kangen sih, tapi untung ada kamu..” sahutku sambil kubantu Windy memelorotkan celana.

“Lebih suka mana, aku apa Tanti..?” Tanyanya menggoda.
“Nih jawabannya..” Kusuruh dia untuk menunduk dan tanpa menunggu lama, lidahnya yang basah mulai menjilati kepala penisku.

Windy menjilatinya dengan lembut.. mulai dari lubang pipis hingga batangnya yang sudah merekah besar.
Tangannya juga tak henti mengocok, sambil sesekali mempermainkan biji zakarku yang seakan seperti ingin meledak.

“Ssshhh.. Win..!” aku mendesah ketika mulutnya mulai menelan ujung penisku.
Ia mengemut dan mengisap-isapnya rakus hingga akhirnya seluruh batangku dilahapnya, sambil sesekali gantian mengenyot bijiku.

Perbuatannya itu kontan membuat birahiku meningkat.
Masih sambil rebahan di sofa, kubuka bajuku hingga aku pun terduduk telanjang bulat menikmati segala sentuhannya.

Setelah agak lama, Windy berdiri dan mulai menanggalkan busananya. Aku hanya tiduran saja, menyaksikan sambil mengocok-ngocok penisku.
Kuperhatikan tubuhnya, belum ada perubahan yang mencolok; masih tetap ramping dan seksi.

Tetek besarnya masih tetap indah, dengan puting dan lingkaran sekitarnya agak merah kecoklatan.
Puting itu sedikit tegang, yang tentu saja jadi menambah keras batang penisku.

Windy lalu naik ke sofa, duduk di depanku dengan provokatifnya.
Kedua tangannya dinaikkan dan diapitkan di belakang kepala, seperti ingin memperlihatkan gundukan payudaranya yang selama ini selalu kukagumi.
Sementara kakinya dibuka lebar-lebar dengan kedua lutut menekuk, menampakkan rimbunnya bulu kemaluan yang menghiasi celah selangkangannya.

“Hmm..” Aku meneguk ludah menyaksikan keindahan di depanku itu.
Segera aku bangkit dan menyerbu gundukan buah dadanya, kujilati dan kuciumi bergantian sampai menjadi basah.

Lalu kucari bibirnya, cepat kami saling bertautan lidah dengan gairah membakar. Pipi, mata, leher dan belakang telinganya tak luput dari jilatanku.
Windy blingsatan kegelian, apalagi saat mulutku kembali menyerbu tetek besarnya sambil tanganku juga meremas-remasnya gemas.

Yang jadi sasaran nafsuku adalah putingnya yang terlihat lebih tegang dan lebih besar, terasa enak sekali saat dijilat dan dimainkan dengan lidah.
Kujilati dan kuemut-emut benda mungil itu, kugoyang-goyang dengan lidahku.

Windy menggeliatkan badannya, campuran antara geli dan keenakan.
Aku benar-benar gemes sama putingnya saat itu, jadi lama aku nenen di sana.

Kadang bergantian dengan menggerayangi bulu-bulu kemaluannya sebentar untuk membelai-belai belahan memeknya..
hanya membelai belahannya saja, tidak lebih.

Ada 10 menit aku hanya nenen saja.. Windy juga tidak meminta untuk berubah posisi..
mungkin ia sengaja membiarkanku menikmati mainan baru; yaitu tonjolan putingnya.

Puas mengisap di sana, aku mulai menuju ke lembah kenikmatan milik perempuan cantik itu.
Bibirku mulai menciumi permukaan dan belahannya yang sempit, pelan-pelan kusodokkan jariku ke sana..
sebelum biji itilnya menjadi sasaran santapan lidahku.

Kembali Windy mendesah dan menggeliatkan pinggulnya, kini dia agak menaikkan badan dengan tangan meraih belakang kepalaku..
untuk semakin membenamkannya ke celah selangkangan agar aku terus memainkan itilnya lebih kuat dan lebih nikmat lagi.

“Hmm.. hmph..” Aku makin bersemangat saja dalam menjilat dan mengulum, rambutku diremas olehnya.
Desah dan erangannya kini mulai berkepanjangan. ”Ahhh.. ahhh.. betul, Mas.. d-di situu..” teriaknya keenakan.

”Ough.. sshh...” Sambil menjilat, aku juga kembali meraih tonjolan payudaranya dan meremas-remasnya gemas.
”Yah.. jilat terus, Mas.. ohh.. gila..!” rintihnya tak tahan.

Kupenceti puting susunya yang mungil berkali-kali sambil sesekali juga kupilin-pilin mesra.
”Ahmhp..” Dan aku juga terus mencaplok liang surganya.

Akibatnya.. “Mas.. a-aku..!!”
Windy menjerit keras begitu cairan orgasmenya menyembur kencang membasahi lubang senggamanya.

Aku segera bangkit dan tanpa perlu repot-repot membersihkannya..
langsung memposisikan tubuh di antara kedua kakinya yang masih mengangkang lebar dan.. Bless..!!

Hanya perlu satu kali tusukan, penisku pun amblas ke dalam lubang nikmatnya.
“Auw..!” Windy memekik, sementara aku secara naluri bertumpu di atas kedua lutut dan tanganku, berusaha tidak menindih perutnya.

Kumulai pompaanku dalam lobang kemaluannya. Kurasakan sesaat, belum ada rasa yang berubah, masih sama legit sebelum dia hamil.
Aku memompa dengan santai saja, aku tidak mau menyodok dengan cepat atau kuat, takut terjadi sesuatu.

Kugerakkan penisku keluar-masuk dengan teratur, sementara tanganku mulai berkarya meremasi bulatan teteknya;
kupilin dan kuputar-putar putingnya yang selalu membuatku gemas..
sambil sesekali tanganku membelai bulu keteknya saat tangan Windy terangkat ke atas.

Boleh dibilang permainan kami berlangsung secara lembut dan penuh kehangatan, namun tidak menurunkan kenikmatannya.
Malah semakin menambah keasyikan.

Kami terus bergaya seperti itu sebelum aku cabut kejantananku dan mengajaknya berganti posisi favoritku;
yaitu menggaulinya dengan posisi sejajar menyamping.

Segera kuangkat dengan lembut satu kaki Windy dan aku langsung membenamkan penisku ke dalam lubang kenikmatannya..
sementara mulutku dengan leluasa menjilat serta menciumi bibirnya.

Tak luput juga putingnya yang mungil kulumat bergantian sambil jariku memainkan itilnya yang kecil.
Memang Windy paling senang kalau disodok dengan gaya ini, katanya semua bagian tubuhnya bisa aku mainkan sekaligus.

Maka desahan dan erangannya semakin menjadi-jadi,
”Ouw.. ahhh.. shh.. isap lagi, Mas.. aduh.. aduduh.. itilku juga, jangan berhenti.. ahh.. auw..!!”
Hasilnya, tak perlu waktu lama. Dia kembali orgasme.

Aku masih tetap menyodokkan penisku dengan irama sedang saja;
Saat menarik, kukeluarkan sampai sebatas kepala, lalu kembali menusuk masuk secara perlahan-lahan.

Begitu terus dan tampaknya Windy sangat menikmati karena lubang memeknya kurasakan semakin basah dan lengket..
sementara itilnya jadi semakin mengeras oleh permainan jariku.

Akhirnya kurasakan denyutan yang sudah sangat kukenal.
Segera kubenamkan dan kugoyang penisku dalam lubang kemaluannya sedikit lebih cepat..

Crott.. crott.. crott...! Spermaku meledak membanjiri lorong rahimnya.
Kami terkulai lemas, sama-sama puas dan berkeringat. Windy mencium dan memelukku dengan mesra.
”Terimakasih, Mas, untuk kenikmatannya..” Ia berbisik.. “Dan juga karena telah memberiku anak..” Lalu kami tertidur pulas.

Lewat tengah malam kami bangun, main lagi duakali sebelum kemudian mandi bareng karena hari sudah menjelang subuh.
Di kamar mandi, kembali kunaiki tubuh sintalnya, namun kali ini kuguyurkan spermaku ke dalam mulutnya.
Windy tersenyum saat menelannya. Setelah itu kami berpakaian dan kutemani dia memasak sarapan.

Menjelang suaminya pulang, kami pun berpisah. Windy berjanji akan mengabariku lagi kalau memang ada kesempatan.
Namun itu ternyata sulit. Bukan karena suaminya berada di rumah terus, melainkan karena kandungan Windy yang tiba-tiba saja bermasalah.

Dokter menganjurkan agar dia menghentikan sejenak kegiatan ranjang sampai kandungannya menginjak usia tiga bulan.
“Nggak apa-apa kan, Mas..?” Ia menelepon meminta pengertianku.

Apa lagi yang bisa kulakukan selain mengangguk menerimanya.
Meski dengan berat hati, terpaksa aku berucap setuju. “Akan kutunggu..” kataku menyanggupi.
----------

Di balik meja kerja.. kuelus pelan batang kontolku yang sepertinya akan nganggur dalam dua bulan ini.
Hanya istriku yang bisa kupakai.. sedangkan Tanti dan Windy lagi halangan. Sungguh apes sekali.

Tanti sedang nifas habis melahirkan, sedangkan Windy lagi hamil muda. Dua-duanya tak bisa melayaniku.
Namun ternyata nasibku tidak jelek-jelek amat karena sekitar dua minggu kemudian.. Tanti tiba-tiba mengirim SMS..
“Ada waktu..? Suamiku dinas ke luar kota besok, 3 hari..”

Tanpa menunggu lama, segera kukirim jawaban. Kusanggupi untuk datang.
Kucoba membayangkan tubuh montok Tanti yang sekarang memiliki bayi berusia dua bulan.

Yang pasti dia jadi tambah gemuk, tapi bokong dan payudaranya pasti juga tambah besar.
Ah, jadi tak sabar rasanya pengen merangkul dan menggelutinya. Istriku yang bertanya kapan aku akan pulang, terpaksa kubohongi lagi.

“Maafkan aku, Sayang. Bukan aku nggak suka padamu, tapi aku juga penasaran pengen nengok lubang yang lain..” batinku dalam hati.
Jadilah pada Sabtu sore sepulang kerja, aku langsung meluncur ke kota M.

Tanti menyambutku dengan memakai baju hamil seperti daster panjang selutut, perutnya masih endut.
Tapi tidak seendut bongkahan payudaranya yang seperti mau meledak saja.
Di sanalah tanganku langsung mengarah untuk membelai dan mengusapnya ringan.

“Makan dulu yuk..” ia mengajakku masuk.
Di meja makan, ia ikut duduk menemaniku sambil ngobrol ngalor-ngidul, menanyakan kabar masing-masing setelah hampir 3 bulan tak ketemu.

Selama itu pula tanganku tak henti-henti meremas dan membelai-belai anggota tubuhnya yang bisa kujangkau.
Tanti bergidik agak risih, namun sama sekali tidak menolak. Yang ada ia malah menggodaku.

“Gitu ya.. dapat yang baru, yang lama jadi dilupain..” komentarnya karena aku sibuk menghamili Windy, jarang sekali menengoknya.
“Eh, bukannya gitu..” aku berkilah. “Kan kasihan dia kalau nggak hamil-hamil..”

Tanti tersenyum, “Kapan hari dia nelepon, katanya sudah isi 2 bulan..” Aku mengangguk mengiakan, “Jadi nggak bisa dipakai deh..” kataku bercanda.
“Yee.. pikirannya memek mulu..” Tanti mencubit perutku.

Kubalas dengan mencubit puting susunya dan Tanti langsung ambruk ke dalam pelukanku.
“Tan, aku kangen..” bisikku sambil membelai mesra dua bongkahan payudaranya.
“Ahh.. a-aku juga, Mas..” Ia mendesah..

“Tapi bisa kan kita nggak langsung main..?” Tanyanya meminta.
“Kenapa..?” kupandangi wajahnya yang kini tampak bulat menggemaskan.

“Tolong pijitin kakiku sebentar ya, betisku rasanya pegel banget nih..” katanya.
Aku mengangguk.. “Jangankan betis, semua juga aku mau. Asal setelah itu dikasih yang ini..”

Kucolek sedikit lubang memeknya yang masih tertutup kain daster dan celana dalam tipis. Tanti tertawa dan selanjutnya mengajakku pindah ke kamar.
“Kalau pijitanmu enak, nanti kukasih bonus..” bisiknya menggoda.

“Apaan..?” Tanyaku sambil mengikutinya naik ke atas ranjang.
“Ada deh, pokoknya pijit dulu kakiku..”

Dia tersenyum dan menyingkirkan majalah yang tergeletak di situ ke atas meja, lalu membaringkan diri di ranjang.
Dia duduk dengan menyusun bantal di kepala ranjang sebagai sandaran, sementara kakinya selonjor ke arahku.

“Kamu tambah seksi, Tan..” bisikku tak berkedip menatapnya, terutama tonjolan payudaranya yang seperti tumpah ruah tak terkendali.
"Cepetan sini..” tangannya melambai.

“Duh, pegel banget kakiku, pijitin yang enak ya..” pintanya memelas.
Aku nyengir saja melihatnya dan mulai memijit betisnya bergantian.

Kaki itu sekarang jadi agak gemuk, namun tetap terlihat putih dan mulus.
Karena posisi Tanti agak merenggang dan juga baju hamilnya yang menutupi hanya sebatas lutut, otomatis CD nya jadi kelihatan.

Gundukan itu terlihat tebal dan sangat enak untuk dipandang, jadi ngaceng kontolku.
Tapi aku tak ingin terburu-buru, toh nanti aku akan tetap dapet juga. Maka aku tetap konsentrasi memijat betisnya.

Cukup lama aku melakukannya sampai Tanti meminta agar pahanya dipijit juga.
Namun baru aku mau memindahkan tangan, dia tiba-tiba berkata..
”Bentar, Mas. Aku buka celana dulu, soalnya rasanya ketat banget di sekitar pinggul, nggak nyaman..”

Tanpa berpikir macam-macam, kubantu memelorotkan celana dalam tipis itu.
Lalu Tanti agak menaikkan baju hamilnya, ditariknya sampai ke paha atas hingga menampakkan pinggul dan bulatan bokongnya yang bulat kencang.

Tak berkedip aku menatap dan mulai memijat, namun kali ini dengan agak resah karena kemaluan Tanti jadi terlihat jelas.
Belahannya agak berbeda dari yang dulu; sekarang seperti agak terbuka lebar.
Warnanya juga jadi lebih gelap, namun tetap saja sangat merangsang nafsuku.

Glekk.. Tanpa sadar, aku pun menelan ludah. Sementara di bawah, Tanti terus menikmati pijatanku sambil memejamkan mata.
Sama sekali tak tau kalau batang penisku sudah mulai mengeras tak terkendali.

Tapi aku tetap memijat. Biarlah kontolku ngaceng, akan kusimpan buat nanti.
Aku tak berniat menyetubuhi Tanti sekarang, biarlah dia relaks dulu sebelum berkutat melayaniku.
Biar kami bisa sama-sama puas. Toh malam ini aku bebas melampiaskan nafsuku.

Sampai suara merdu Tanti memecah lamunanku.. ”Mas, mau ngerasain minum ASI nggak..?” Tanyanya pelan.
“Hah..?” Aku masih belum ngeh.

“Kalau mau coba, nih punyaku..” Dia menunjuk tonjolan payudaranya yang seperti semangka besar.
Kuperhatikan ada noda tepat di puncaknya yang membusung indah.

“Bocor ya, Tan..?” Tanyaku antusias.
“He-eh..” Dia mengangguk. “ASI-ku banyak banget, sedang bayiku minumnya dikit. Jadinya ya gini ini, bocor ke mana-mana.
Ayo kalau mas mau, daripada terbuang percuma..”

”Memang boleh..?” Tanyaku bego.
”Asal nggak mas habiskan aja..” dia tersenyum.

Terus terang, aku memang penasaran. Terakhir kuingat minum ASI adalah satu tahun yang lalu..
saat istriku masih menyusui buah hati kami. Rasanya saat itu begitu nikmat, netek langsung dari sumbernya yang begitu empuk dan kenyal.
Aku ketagihan. Dan sekarang Tanti akan memberiku hal yang sama, yang tentu saja tak akan sanggup untuk kutolak.

”Mau dong, Tan..” jawabku pada akhirnya, penuh semangat.
”Bentar, aku buka baju dulu..” Tanti bangun dan melepas daster pendek yang ia kenakan, juga sekalian behanya yang seperti kerepotan dalam menyangga.

Kulihat perutnya masih nampak gendut, dengan bekas-bekas parut melingkar-lingkar luas di sana-sini.
Di atas sedikit, tonjolan payudaranya yang selalu kukagumi, sekarang jadi duakali lipat lebih besar dari yang terakhir kulihat.

Putingnya juga lebih besar dan benar-benar dalam posisi tegak mengacung.
Warnanya sudah berubah, agak lebih cokelat gelap sekarang.
Memang lebih bagus yang dulu, tapi tetap saja ada keseksian tersendiri melihatnya gemuk seperti ini. Jadi makin keras saja batang penisku.

Tanti lalu naik ke atas ranjang dan berbaring. “Ayo, Mas..” Dia memanggil. Aku pun segera memposisikan diri ke sampingnya..
Kuciumi dulu perutnya sambil sesekali menempelkan hidungku di lubang senggamanya yang mulai berair.
Sengaja kugelitik-gelitik sedikit di sana agar membuat benda itu jadi semakin lengket dan basah.

Samar kuperhatikan biji itilnya yang tertutup jembut tebal.. indah sekali meski sudah pernah dilalui bayi.
Lama aku menatapnya sementara Tanti hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku.

”Sudah dulu, Mas. Ini susuku rasanya sudah ngilu minta disedot..” rengeknya. Aku pun menarik tubuh dan berbaring di sampingnya..
posisiku sedikit lebih rendah sehingga ketika Tanti mengangsurkan dadanya, putingnya tepat namplok di mulutku.

“Hmmh.. Tan..!” Tanpa membuang waktu, segera kujilat dan kuisap-isap rakus sambil tanganku ikut meremas-remas gemas karena kebiasaan.
“Mass..” Tanti mendesis, tangannya semakin kacau membelai rambutku.

Kurasakan teteknya jadi sedikit agak keras, namun aku tetap menyukainya. Malah sambil mengisap, jariku juga memilin-milin putingnya yang menganggur.
ASI-nya langsung muncrat ke mana-mana, membasahi pipi dan rambutku. Aku tak peduli, malah semakin menyukainya.

Cairan putih manis itu segera kutelan dan kuisap rakus.
Tanpa ragu aku mengemutnya karena puting Tanti memang jadi lebih enak untuk dikulum saat ini. Besarnya pas saat mulutku mencoba menangkupnya.

Semakin lama, kurasakan cairan yang keluar jadi semakin banyak. Selain manis, rasanya juga sedikit asin dan gurih.
Aku pun terus mengisapnya, nenen seperti bayi, sampai akhirnya Tanti mendesah perlahan.

”Mas, s-sudah.. geli..”
”Hmm.. Hagi henagh gihh..” jawabku masih sambil nenen.

”Dilepas dulu dong..” Dia menjewer telingaku hingga cumbuanku pun terlepas.
Mulutku belepotan oleh ASI, begitu juga dengan kedua puting Tanti.

Kuraba-raba benda mungil itu, kuratakan seluruh cairannya ke seluruh bulatannya yang putih membengkak.
Payudara Tanti jadi tampak mengkilap sekarang, basah oleh air susunya sendiri.

“Mas ada-ada aja deh..” dia tersenyum.
”Enak banget, Tan.. mau lagi donk..” pintaku sambil pengen nyosor lagi, tapi Tanti lekas menahan kepalaku.

“Hei, nanti bayiku nggak kebagian..” bisiknya lembut. Aku pun nyengir.
Terpaksa kulampiaskan nafsuku dengan meraba dan meremas-remas benda besar itu, karena hanya itu yang bisa kulakukan.

Sementara Tanti kini perlahan merangsek ke bawah untuk melepas celana panjangku.
Penisku yang memang sudah mengeras sedari tadi, segera dicekal dan dipeganginya erat.

“Kangen aku sama ininya Mas..” bisiknya gemas. Tadinya aku mau berdiri saja biar dia gampang dalam melakukannya..
namun Tanti menyuruhku berbaring.

Kuturuti apa kemauannya, kuperhatikan saat ia mulai mendekati selangkanganku dengan posisi tubuh miring.
Perlahan lidahnya menjulur untuk mulai memainkan lubang pipisku, dijilati perlahan, sebelum kemudian mulai mengulum kepala kontolku.

Awalnya perlahan, namun semakin lama menjadi semakin cepat, lalu kembali perlahan.
Tangannya juga memainkan biji dan batang penisku saat mulutnya terus mengisap rakus.
“Ahh.. Tan..!” aku merintih keenakan dan kulampiaskan dengan kembali memenceti tonjolan buah dadanya secara bergantian.

Puas dengan isapan ringan, Tanti kemudian memasukkan kontolku perlahan ke dalam mulutnya.
Ia mulai mengulum dan mengisap-isapnya lembut sambil sesekali diemut-emut dengan sedikit kasar.
Sungguh sangat nikmat, apalagi saat bijiku juga disedotnya kuat-kuat.

“Aughh..” aku mendesah menahan serangan nikmat ini dan entah bagaimana ceritanya, posisi tubuh Tanti kini sudah berubah..
Tanpa kusadari; memeknya kini berada tepat di depan mukaku. Secara naluri, aku segera memiringkan tubuh sedikit.

Tanganku mulai mengelus-ngelus untuk memainkan rambut kemaluannya, lalu melihat untuk mengintip belahannya yang agak melebar.
Pelan jariku mengusap-usapnya, ingin kubalas rasa nikmat pada kontolku yang sedang dimanja oleh mulutnya.

Tanpa perlu repot-repot bergeser, aku mulai mendekat. Lembut kuciumi celah mungil yang begitu menggiurkan tersebut.
Tanti agak melebarkan kakinya, seperti ingin memberi kemudahan padaku.

Mula-mula aku menciumi dengan lembut seluruh permukaan dan belahannya yang terasa manis dan sedikit asam..
sebelum kemudian lidahku mulai menyeruak untuk menjilati lubangnya.

Terasa agak lain, agak sedikit lembab dan lebih lebar dari biasanya.
Namun aku terus menyodok-nyodok rakus dengan ujung lidahku, sampai kemudian itilnya kutemukan.

Dengan cepat aku berganti sasaran. Lidahku memutar-mutar di atas biji mungil yang terasa kaku itu..
mengisap dan menjilatinya dengan gemas sampai membuat Tanti mengerang dan merintih lirih, yang mana itu semakin menambah nafsuku.

“Ehgm.. Tan..” aku ikut bergidik, pasrah menerima isapan dan emutan mulutnya pada batang penisku.
Lidah basahnya seakan tiada lelah terus menjelajahi seluruh selangkanganku, mulai dari batang hingga bijinya..
juga rajin membelai urat-uratnya yang sensitif.

“Mass..” Tanti juga sama pasrahnya menerima tarian lidahku, kini desahannya menjadi semakin kuat..
seiring pinggulnya yang kadang-kadang menggeliat mengimbangi rasa nikmat yang diterima pada itilnya.
Lama-lama makin cepat.. dan akhirnya tubuh itu mengejang menerima orgasmenya.

Kubiarkan dia bergetar pelan sebentar saat menyemburkan cairan cintanya..
sebelum kemudian kutarik kembali tubuhnya agar kami bisa berbaring saling berhadapan.

“Gimana, enak..?” Tanyaku sambil mengecup puncak payudaranya.
”Lebih dari yang kubayangkan..” angguknya puas.

“Sekarang giliranku, dimasukin ya..?” kutunjukkan penisku yang masih menegang dahsyat.
Tanpa membantah, Tanti segera mengatur posisi tubuhnya.

“Tahu nggak, Mas. Setelah melahirkan, gairahku jadi tambah meningkat lho. Mas harus siap-siap capek malam ini..” bisiknya manja.
”Kalau yang kayak gitu.. tanpa disuruh pun, aku juga udah siap, Tan..”

Segera aku berdiri di pinggir ranjang, sementara Tanti berbaring dan memposisikan memeknya tepat di depan kontolku.
Kakinya menjuntai ke lantai. “Siap ya, aku masukkan sekarang..”

Lembut aku mengarahkan penis ke lubang basah yang tak sempit lagi itu..
Blessep.. masuk dengan mudah, namun tetap kurasakan sensasi gigitan dan jepitannya yang masih tetap mantap.

Yang beda hanya kelembapan dan kehangatannya yang kini terasa lebih, sehingga terasa nyaman saat menyelimuti batang penisku.
“Aghh..” kami melenguh secara bersamaan.
Sambil menyusu di bongkahan payudaranya, aku mulai menggerakkan pinggulku. Rasanya gimana gitu, beda banget dengan yang dulu.

Kontolku jadi terasa licin dan lancar, berbeda sekali dengan sebelumnya yang begitu ketat dan kesat.
Ternyata melahirkan membuat memek seorang perempuan jadi berubah total..
namun tetap mempunyai sensasi enak yang sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata. Dan aku tentu saja menyukainya.

Terus kugerakkan kontolku maju mundur secara lembut, tidak merasa perlu tergesa-gesa karena kami memang punya bayak waktu.
Tanti juga tidak protes, malah seperti sangat menikmati. Sesekali agak kubungkukkan badanku untuk menciumi perut dan teteknya.

Bunyi pompaanku di dalam lobang memeknya terdengar jelas, semakin menambah erotis suasana kamar yang sebenarnya sudah remang-remang.
Lama sudah posisi ini kulakukan, sampai akhirnya kucabut kontolku dan lalu naik ke atas ranjang.

Kuminta Tanti untuk berbaring menyamping, yap.. posisi favoritku, gaya samping.
Segera kuangkat lembut satu kakinya dan dari arah samping, kumasukkan penisku ke lubang memeknya.

Lalu kulanjutkan dengan memompa secara perlahan saja sambil mulutku mulai menciumi bibir dan lehernya..
sebelum akhirnya mulutku berdiam dengan nyaman di atas putingnya, nenen susu di sana.

Namun Tanti nampaknya kurang puas dengan sodokanku yang perlahan..
ia merengek minta agar dipercepat sambil mengatakan bahwa memeknya gatal ingin digaruk.

Maka aku percepat sedikit sodokanku sambil mulutku masih dengan rakusnya mengisap pentilnya yang besar..
menikmati susu manis yang mengalir lancar dari sana.

Tak berapa lama, Tanti mulai mendesah dan mengerang.
Badan dan pinggulnya sesekali menggeliat, sampai akhirnya dengan diiringi erangan nikmat, dia mengalami orgasme.

Meski merasakan cairannya yang menyembur deras di batang kontolku, aku masih saja memompakan pinggul dengan cepat.
Tanti berusaha mengimbangi dengan sesekali menggoyangkan pantatnya memutar.

Kunikmati ulahnya itu untuk menggiring denyut yang sudah familiar di daerah kontolku agar semakin cepat tercapai.
Dan tak menunggu lama, spermaku pun muncrat keluar tak tertahankan lagi.

Meledak membasahi lubang memek Tanti hingga membuatnya jadi semakin licin dan hangat.
“Hhh.. Tan..” terengah-engah, aku lalu terkulai lemas sambil tetap mengemut putingnya satu per satu.

”Hmm.. enak banget, Mas. Rasanya gairahku jadi terpuaskan..” bisiknya manja.
”Aku juga, Tan..” Kukecup bibir tipisnya.

“Punyamu memang lebih longgar, tapi ada rasa lain yang lebih spesial..”
”Jadi nanti lagi ya..?” Ia tersenyum menggoda.
”Tentu saja, mana cukup cuma main satu ronde sama kamu..”

Lalu kami berciuman dengan mesra. Tanpa perlu repot-repot berpakaian, kami tidur berpelukan di depan televisi.
Kulihat di luar sudah sepi, hari sudah sangat larut rupanya.

Sementara suami Tanti sedang dalam perjalanan menuju luar kota, aku juga ikut asyik menindih tubuh sintal istrinya.
Sungguh perpaduan yang sangat menguntungkan.

Besoknya, aku bangun agak siang. Kulihat Tanti sedang duduk nonton TV di sebelahku..
Tubuhnya masih telanjang dan awut-awutan hasil pertempuran kami semalam.

Aku pun bangkit dan memeluknya, lalu kukecup mesra pipinya. ”Hii.. bau naga..!” dia berseloroh.
“Sama..” kutindih dan kupepet kembali tubuh sintalnya yang hangat ke atas sofa.

Cepat saja tanganku sudah menggerayang di atas gundukan dadanya yang super besar itu.
“Lho, kok nggak ada susunya..?” Tanyaku bingung saat tidak ada ASI yang mengalir keluar meski sudah kupenceti putingnya berkali-kali.

“Sudah dihabiskan sama bayiku..” jawabnya sambil berusaha untuk bangkit.
Kuelus sebentar lubang memek Tanti yang masih nampak basah oleh sperma dan kuikuti dia yang melangkah pelan menuju dapur.

“Mau sarapan apa, mas..?” Tanyanya sambil mengenakan daster tipis semalam, tapi tanpa beha dan celana dalam.
“Terserah aja..” kupandangi tubuh sintal yang selalu bisa menggodaku itu, tak tahan aku kembali menelan ludah..
saat kulihat ia membuka kulkas di dekat meja makan dan agak membungkuk untuk mencari sayuran.
Terlihat belahan memeknya mengintip sedikit, membuat pikiran nakalku jadi timbulke permukaan.

”Mandi dulu, Mas.. ganti baju, sementara aku masak..” katanya sambil menunjuk handuk bersih yang tersampir di depan pintu kamar mandi.
”Nanti aja, lebih enak sarapan dulu..” jawabku sambil menghampiri dan meremas lembut bulatan pantatnya.

“Iihh..” Tanti bergidik, lalu membalikkan badannya sambil tertawa.
”Jahil amat sih, Mas..” katanya pura-pura marah.

”Salah sendiri.. kenapa mamerin anggota tubuh kayak gitu. Lagian, aku pengen nih..” sahutku tertahan.
"Iya, aku juga.. tapi sabar dong, Mas, kan aku mesti masak dulu..” kilahnya.

”Sudah, nanti saja deh masaknya.. sekarang ada yang lebih penting..” serudukku ke tubuhnya.
”Huh, dasar Mas ini, nggak sabaran amat..”

Ia menggelinjang saat kutarik tubuh mulusnya dan kututup pintu kulkas, lalu segera kuciumi bibirnya dengan gemas.
”Hmm..” Tanti membalasnya, lidah kami bertautan dengan cepat.

Tanganku meremas tetek besarnya sementara tangannya meremas batang penisku.
Segera saja kulepaskan dasternya, lalu tubuhnya yang sintal itu kuangkat dan kubaringkan di atas meja makan yang kosong.

Dengan berdiri di sampingnya, kuserbu teteknya dengan meremas-remas menggunakan tanganku dan melumatnya memakai mulutku..
sesekali juga kumainkan dan kuisap-isap putingnya yang terasa manis.

Sementara tangan Tanti mulai meraih batang kontolku untuk dikocok-kocoknya ringan, lalu diarahkan ke mulutnya.
Lidahnya dengan cepat mulai menjilati kepala penisku, juga batang dan biji pelerku dia jilati dan dia kulum-kulum halus.

Tanti juga mengisapnya dengan ringan dan lembut.
Lalu dia mulai mengulum dan mengisapnya semakin rakus, sampai aku yang masih sibuk menyusu di putingnya jadi turut tak mau tinggal diam.

Jariku segera menuju ke arah selangkangannya, kumainkan itilnya dan kusodok-sodok lobang memeknya dengan jariku.
Tubuh Tanti menggeliat keenakan.. namun kulumannya pada batang penisku masih tetap seperti biasa;
Perlahan namun mematikan, dengan jilatan lidah yang terus bergerak menggelitik saraf-saraf sensitifku.

Masih dengan penis di mulutnya, aku ikut menaiki meja. Posisi kami jadi 69.
Kini lidahku mulai bergerilya menjilati memeknya yang sudah basah, kusapu lubang mungil yang ada di situ dengan rakus..
sebelum mulai kumainkan itilnya yang besar dan menonjol dengan gemas.

Kupilin-pilin dan kulumat benda bulat itu dengan ujung lidah hingga semakin membuat Tanti kelojotan tak karuan.
Ditambah jariku yang kembali ikut berpartisipasi menyodok lobang memeknya, jadi makin seringlah ia menggeliatkan pinggulnya.

”Hmm.. Tan..!” Kurasakan pula isapan pada kontolku menjadi semakin kuat. Enak sekali.
Sebagai kompensasinya, itilnya semakin kulumat dengan cepat dan ganas. Tanti terlihat sudah pasrah sepenuhnya.
Sesekali terdengar desahannya, dengan badan terus menggeliat dan akhirnya mengejang saat menyemburkan cairan orgasmenya.

Aku segera turun dan berdiri di depannya. Kutarik kakinya hingga lubang memeknya kini berada di pinggiran meja.
Masih ada sisa-sisa cairan yang merembes dari dalam sana meski sebagian besar sudah jatuh ke lantai.

Kulebarkan kedua kakinya dan kuangkat ke atas dengan kedua tanganku, lubang memeknya kini terlihat melebar, siap menerima hujaman penisku.
Segera saja aku menusuknya dengan memajukan pantatku ke depan.

Bless.. tanpa perlu bersusah payah, amblaslah seluruh kemaluanku ke dalam lubang senggama itu, membuat tubuh mulus Tanti jadi bergetar sedikit.
”Mas..” Ia memanggil namaku.. namun tanpa basa-basi aku segera memompa pinggulku dengan cepat..
membuat desahan dan rintihannya jadi semakin kuat.

Tetek besarnya yang indah terlihat bergoyang-goyang akibat sodokanku.
Semakin kupercepat, semakin kuat juga benda itu bergoyang hingga akhirnya kupegangi agar tidak terus bertubrukan.

Tanti menikmati sambil mengaitkan kedua kakinya di bahuku.
Pinggulnya juga tak tinggal diam, berusaha mengimbangi dengan berputar cepat seiring sodokanku yang menusuk semakin dalam.

Kucondongkan badan untuk menciumi puncak payudaranya, lalu kujilati puting mungil memerah yang ada di sana.
Tanti menggeliat geli, geli tapi teramat nikmat.
”Ugh.. enak, mas.. enak banget.. auw.. yang cepat.. ohh.. terus.. aughh..” rintihnya berkali-kali begitu kembali mengalami orgasme.

Aku lalu naik ke atas meja dan berbaring di sana, kusuruh Tanti untuk naik ke atas tubuhku.
Ia duduk membelakangiku, badannya condong ke belakang, sementara tangannya bertumpu di bibir meja.

Kakinya jongkok, persis di atas batang penisku yang masih mengacung tegak. Sesuai aba-abaku, dengan perlahan Tanti menurunkan pinggulnya.
Jleeeb.. dengan sempurna alat kelamin kami saling bertautan dan tanpa membuang waktu ia pun mulai menggoyangkan pinggulnya naik-turun.

Dari belakang, tanganku terulur untuk mulai meremas-remas bulatan teteknya.
Kumainkan juga putingnya sambil kunaikkan kepalaku sedikit untuk menciumnya.

Lama kami bermain dalam posisi itu sampai Tanti memajukan badannya hingga berada dalam posisi jongkok sempurna.
Kembali ia menaik-turunkan pinggulnya, yang kuimbangi dengan ikut menggoyangkan pinggulku mengikuti iramanya.

Kulihat, sambil memainkan pinggul, tangan Tanti mulai memainkan itilnya sendiri.
Sementara tangannya yang satu lagi sibuk meremas dan mengurut-urut biji pelerku. Sungguh sangat nikmat dan begitu menakjubkan.

”Ahh.. Tan..!” aku merintih masih sambil berbaring, menikmati saja apa yang ia berikan.
Sesekali mataku merem-melek keenakan, apalagi saat mulai kurasakan denyutan enak di batang penisku.
Kulihat badan Tanti juga mulai bergetar cepat.

Namun sebelum dia sempat berteriak.. crett.. crett.. crett.. spermaku sudah menyembur duluan tanpa ampun berbarengan dengan orgasmenya.
Tanti menikmatinya sambil diam, masih terus berjongkok di atas kontolku yang tetap menancap penuh pada lubang kewanitaannya.
Kurasakan cairan mengalir membasahi alat kelamin kami berdua.

Kupeluk dia dan kami terdiam menikmati sensasi orgasme yang begitu melelahkan itu..
sebelum kemudian Tanti bangkit untuk mencabut batang kontolku yang mulai melemas.

Ia menjilatinya sebentar untuk membersihkan sisa-sisa sperma yang mungkin masih menempel di sana.
”Ugh.. nggak bisa tunggu nanti ya, mas ini..” bisiknya manja.

”Hehe.. kamu juga mau kan..?” Kukecup bibir merahnya. ”Anggap aja ucapan selamat pagi..”
”Ih, konyol deh..” ia tertawa. ”Mandi yuk, habis itu bantu aku masak..” ajaknya.

Lalu kami berdiri. Aku sempat mengecup pipinya dan kubersihkan meja makan, sebelum kemudian mengikutinya ke kamar mandi.
Dengan telaten Tanti mencuci kontolku, juga menyabuni seluruh tubuhku.

Kubalas dengan ikut menyabuni tubuhnya dan ujung-ujungnya aku jadi ngaceng lagi karena terus memegangi tetek besarnya.
Setelah main sebentar, kami pun mengeringkan tubuh dan segera berpakaian.

Pagi itu kami sibuk di dapur.
Kubantu Tanti memasak sarapan dan makan siang, yang ditutup dengan kembali saling bertindihan di atas meja makan.

Sorenya Tanti pergi ke Posyandu untuk imunisasi anaknya.
Pulangnya segera kugarap ia di kursi ruang tamu karena aku memang tak tahan ditinggal lama-lama.

Dan seperti malam kemarin, malam itu kami juga jarang tidur karena lebih sibuk membelai dan mengusap satu sama lain.
Menjelang subuh, baru kami pulas.
---------

Besokny
a aku tidak berpakaian. Kuhabiskan waktu yang tersisa untuk terus bercinta dan bersetubuh dengannya karena sore nanti suami Tanti katanya akan pulang.

Kutindih tubuh sintalnya hampir di mana saja; mulai dari sofa, di dapur, halaman belakang, kamar mandi, pokoknya puas-puasan deh.
Kegiatan itu baru kami akhiri ketika matahari sudah naik tinggi ke angkasa.

Tanti mengantarku ke terminal. Sambil menunggu bis berangkat, kusempatkan menyusu sebentar kepadanya di toilet terminal.
Setelah kenyang, barulah aku pamit. Tanti mengecup pipiku dan berkata.. ”Sampai jumpa, Mas. Nanti kukabari lagi..”
”Kutunggu, Tan..”

Dengan diringi lambaian tangannya, kutinggalkan kota M di panas yang terik itu. (. ) ( .)
---------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd