Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

makasih endingan rini soemarini
Siapppppp..:beer: Masama brada..

Emang keren Maestro Penulis Asli Cerita itu brada..
Lebih ke 'Feel' n 'Sense'-nya unsur mendasar pada Cerita ini.
Jadi ngga terlalu 'menonjolkan' SS-nya.

Makanya Nubi nggak terlalu banyak nambahin SS-nya.
(Walaupun memang di Cerita Aslinya hanya sedikit..)
Agar nggak terlalu melenceng dari kisah aslinya.. :ampun:
 
---------------------------------------------------oOo---------------------------------------------------

Cerita 080 – Semua Karena Nafsu..! [Part 1]

Citra


Gemuruh bunyi di langit sudah sejak tadi mencemaskan setiap orang. Malam semakin pekat saja rasanya.
Banyak yang menduga akan turun hujan, tetapi nyatanya sampai pukul 9 malam ini hujan belum juga turun.
Gerimis pun tidak. Hanya saja, angin berembus cukup kencang.

Banyak pedagang kaki lima di kawasan Blok M sejak tadi mulai berkemas.
Ada yang sudah meringkus barang dagangannya, ada yang hanya siap sedia menghadapi hujan yang akan turun.
Menurut mereka, malam itu akan turun hujan dengan deras.

Toko telah tutup. Para pelayannya berkemas pulang melalui pintu belakang.
Citra kebingungan mencari payung yang biasanya ia taruh di belakang lemari perbekalan.

Suara Inggi terdengar keras berseru.. "Cepat, Tra. Ntar keburu hujan..!"
"Justru gue lagi cari payung nih.. Brengsek. Siapa yang ngembat payung gue sih..!?"

Karena terlalu lama, akhirnya Citra ditinggal oleh teman-temannya.
Ia keluar dari toko ketika plaza itu sudah sepi. Payungnya sendiri dicari-cari tetap tidak ketemu.

Seperti biasanya, di depan pusat perbelanjaan itu ada beberapa preman..
anak-anak brandal yang nongkrong sambil menggoda cewek-cewek yang lewat di depan mereka.

Dari situlah awal peristiwa mengerikan itu menimpa diri Citra..
la diikuti oleh tiga pemuda brandal dalam perjalanan menuju halte bis.

Tau-tau sebuah taksi berhenti di depan Citra.
Pintunya terbuka sendiri.. ternyata ada dua orang yang duduk di jok belakang.
Tiga pemuda yang mengikuti Citra itu segera mendorong tubuh Citra untuk masuk ke dalam taksi.

Mulut Citra Ingin berteriak, tetapi disekap oleh tangan kekar.. sehingga hanya bisa bersuara: ah, uh, ah, uh, saja.
"Lepaskan aku..!!” Citra meronta di dalam taksi. Tetapi mereka menahan setiap gerakan Citra.

Lima orang pemuda brandal plus sopir taksi, membawa Citra ke suatu tempat yang sepi.
Citra tak tau ke mana arah taksi itu, karena ia sibuk berteriak dan meronta-ronta.

Tau-tau ia sudah berada di depan sebuah bangunan kuno yang telah rusak.
Tempat itu menimbulkan suasana seram.. sehingga tak ada orang yang mendekat ke sana.

"Lepaskan aku..! Lepaskan, Setan..!" Teriak Citra masih mencoba melawan.
Salah seorang berkata, "Yon, tutup mulutnya biar nggak nga-blak terus..!"
Yang dipanggil Yon segera menyekap mulut Citra dengan telapak tangannya.

Di dalam rumah kuno yang telah rusak dan tak beratap sebagian itu.. Citra ditelentangkan dengan paksa.
la tetap meronta, menendang tak beraturan. Sampai akhirnya, salah seorang lagi berseru dalam bisik..
"Ancam dia, Wan..!" Yang bernama Wan mengeluarkan pisau otomatisnya.

Ia menekan sesuatu pada gagang pisau dan, mata pisau pun melesat keluar.
Trakkk..! Ujung pisau ditempelkan di leher Citra.

Cowok yang dipanggil Wan itu menggeram memberi ancaman..
"Kalo lu banyak tingkah, gua habisin nyawa lu sekarang juga. Jadi diamlah..!"

Citra merasa ngeri. Selain panik juga tak berdaya lagi.
Dua orang memegangi tangannya dan menekan pundaknya. Sopir taksi gadungan itu melucuti pakaian Citra.

Seragam pelayan tokonya koyak dan berantakan. Citra merasa sia-sia sekalipun ia menguras tenaganya.
Lima pemuda..
dan satu lelaki yang berlagak menjadi sopir taksi itu mempunyai tenaga yang tak mungkin bisa dikalahkan Citra.

"Siapa dulu nih..? Gue duluan, ya..?"
"Gue dulu, Sam..” sahut cowok yang berambut panjang.

Yang dipanggli Sam mundur, kemudian salah seorang yang dipanggil Yon tadi berkata..
"Buruan, Tom. Gue udah lama ngincar cewek ini..”

Tom segera melampiaskan nafsu setannya.
Citra tak berani meronta, karena jika ia bergerak, maka ujung pisau akan menembus lehernya.

Dengan tangis yang amat menyedihkan, ratap yang memilukan,
Citra terpaksa menerima nasib yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.

Tom berdiri dan mengocok penisnya sebentar..
sebelum kemudian mulai menggesek-gesekkan kepala penisnya itu pada bibir vagina Citra.

Ia menatap Citra dengan pandangan yang sangat bernafsu. Kemudian..
“Terima ini..!” Jlebb..!! Dengan satu hentakan cepat, Tom melesakkan penisnya.

Ia tampak agak kesulitan dalam melakukannya karena Citra memang masih perawan.
Selaput dara Citra menghalangi benda asing tumpulnya memasuki liang vagina.

Namun dengan usaha yang tak kenal lelah, perlahan ia berhasil membelah liang vagina Citra.
Sorakan dan ejekan teman-teman Tom sudah tak terdengar lagi..
Semua memperhatikan prosesi menyatunya tubuh mereka berdua.

Walaupun penis Tom tidak terlalu besar, tetap saja Citra berteriak kesakitan.
Darah mulai menetes dari celah kewanitaannya begitu penis Tom sudah masuk seluruhnya.

“Mmmhh.. Auw..!” Citra melenguh pelan, air mata tampak semakin deras menetes dari sudut matanya.
“Enak, kan..?” Tanya Tom dengan nada melecehkan. Citra hanya bisa menggeleng lemah dan memejamkan mata.

Tom mengangkat dagu gadis itu, kemudian mencium bibir tipis Citra.
Sama sekali tidak ada kemesraan dalam ciuman itu. Citra tidak mau melayani, ia tidak ingin membalas ciumannya.

Merasa ditolak, Tom pun segera beralih ke hal lain. Ia mulai menggerakkan tubuhnya perlahan..
hingga penisnya mulai menggesek-gesek di liang vagina Citra.

“Ehhm..” Ia melenguh karena merasa nikmat, sedangkan Citra semakin menggelinjang oleh rajam kesakitan.
“Memekmu seret banget..!” Erang Tom keenakan.

Citra cuma bisa merintih dan terus menangis lemah saat penis Tom semakin cepat mengaduk-aduk liang vaginanya.
Didengarnya Tom sendiri terus mengerang.. dan erangan itu semakin lama menjadi semakin keras.
Tampaknya ia akan mencapai klimaks sebentar lagi.

Benar saja, beberapa saat kemudian, penisnya berkedut dalam vagina Citra dan ia pun mengerang keras.
“Oooh.. gue keluarin di dalem yah..!?” Baru selesai berkata begitu.. ia menyodokkan penisnya dalam-dalam.
Dan sekali lagi ia mengerang panjang, mengiringi semburan spermanya ke dalam vagina sempit Citra.

Tom yang sudah mendapat jatahnya menikmati tubuh mulus Citra..
segera menarik lepas penisnya dari vagina gadis cantik itu.

Citra masih terus merintih kesakitan, padahal tadi Tom menggenjotnya tak lebih dari lima menit.
Darah perawannya tampak berceceran membasahi paha dan lantai..
semakin menambah nafsu lima pemuda bejat yang masih mengelilingi Citra untuk menunggu giliran.

Yon dan Wan meletakkan tubuh Citra di atas selembar tikar butut, dan mereka bersama tiga rekannya itu berunding.
Pastinya menentukan siapa yang beruntung mendapat giliran selanjutnya untuk menikmati tubuh cewek ini.

Selagi mereka berunding, Tom mendekatkan penisnya ke mulut Citra.
Dengan sedikit ancaman, ia meminta pada gadis itu agar mengulumnya.

Tanpa daya Citra pun melakukannya.
Rasanya sungguh sangat menjijikkan ketika ia mulai memainkan lidah di batang penis itu..
menyapu seluruh lingkar penisnya yang nampak basah oleh cairan vagina dan darah perawannya.

Citra terus mengulumnya sampai penis itu benar benar mengecil kembali.
Tom segera bergerak sedikit menjauh dan kini ia hanya diam saja, memandangi Citra dengan tatapan aneh.

Dia sama sekali tak menyinggung tentang keperawanan Citra yang telah berhasil ia renggut.
Citra balas menatap dengan tajam, terlihat jelas begitu marah dan terluka.

Tiba-tiba terdengar suara.. “Sekarang giliran gue buat nyobain memek lu..!”

Citra menoleh dan melihat pemuda yang paling gendut di antara mereka.. –kalau tidak salah namanya Darso..–
sudah berancang-ancang menerjangkan penisnya ke dalam vagina sempit Citra.

Citra sempat memperhatikan penis itu sejenak, ternyata nyaris serupa ukurannya dengan milik Tom.
“Auw..!” Citra memekik ketika lagi-lagi liang vaginanya harus menelan batang penis yang tak pernah ia inginkan.

Perlahan Darso menggenjot, dan semakin lama menjadi semakin cepat.
Citra pasrah saja, karena memang sama sekali tidak ada yang bisa ia lakukan.

Diperhatikannya wajah pemuda itu, memang tak bopeng, tapi tetap saja jelek.
Untungnya Darso melakukan perbuatannya dengan terburu-buru, ia tak mencumbu Citra sama sekali.
Keliatannya ia hanya sekedar ingin memuaskan dirinya saja.

Baru beberapa menit.. Darso sudah mulai mendengus-dengus..
dan Citra merasakan penis pemuda itu mulai berkedut-kedut kencang.

“Ooh.. enak..!” Erangnya.. saat penisnya menyemburkan sperma berulang-ulang membasahi vagina sempit Citra.
Darso langsung mencabut penisnya dan belum sempat Citra berbuat apa-apa, Yon sudah mengambil gilirannya.

Tanpa basa-basi lagi.. Jlebb..!! ia langsung menerjangkan kemaluannya ke liang vagina Citra..
yang kini terasa semakin becek dan membengkak parah.

Citra sedikit terhenyak merasakan penis Yon yang ternyata sedikit lebih panjang dari milik teman-temannya.
Entah berapa panjangnya, tapi yang pasti lebih membuatnya kesakitan.

“Ahh..” Citra menggeliat lemah.. dan Yon tersenyum bangga melihat reaksi gadis itu atas sodokannya.
Yon merendahkan badannya hingga ia bisa mengecup bibir tipis Citra sambil terus menyetubuhinya.

Citra memejamkan mata.. mencoba untuk menolaknya.
Ia sama sekali tak bereaksi, hanya sesekali menggeliat ketika tusukan penis Yon semakin membuatnya kesakitan.

“Kenapa..? Enak ya..?” Bisik Yon mengejek. Citra membuka mata, menggeleng lemah.
Kini rasa sakit semakin menderanya, membuatnya tak bisa berpikir jernih lagi.
Ketika Yon mengecup bibirnya, Citra hanya bisa pasrah.

Pemuda itu terus menyetubuhinya, sekali ini Citra merasakan persetubuhan yang cukup lama.
Mungkin sudah lebih dari 10 menit.
Selama itu Yon tak henti-henti mencumbuinya yang dirasakan oleh Citra begitu menjijikkan.

Namun ada untungnya juga. Setidaknya kalau begini, Citra mungkin tak akan mendapatkan perlakuan kasar dari mereka.
Karena terus terang, saat pertama dikerumuni dan dibentak-bentak serta dilecehkan tadi, Citra merasa amat ketakutan.

Mungkin karena sudah cukup lama digenjot, Citra kini tak bisa lagi merasakan liang vaginanya.
Benda kesayangannya itu terasa tebal dan kebas, namun rasa sakit tetap mendera di sekujur tubuhnya.

Remasan lembut Yon pada bulatan payudaranya malah semakin membuatnya merasa nyeri.
Citra semakin merintih. Yon berbisik di telinganya. “Sakit ya..?” Citra spontan mengangguk..
Berharap akan mendapat keringanan. Namun Yon menanggapi dengan ganti menyerang leher jenjang Citra.

Gadis itu terpaksa memejamkan mata kembali karena sambil mengecup..
Yon sama sekali tidak mengendurkan genjotannya, membuat Citra jadi menggelinjang tak karuan.

Ketika Yon menariknya untuk duduk di pangkuan, terasa penisnya menancap semakin dalam ke liang vagina Citra.
Tanpa ampun lagi Citra melenguh-lenguh.. “Emhh.. oooh.. a-ampuun..!!” Tubuhnya kelojotan, kakinya melejang-lejang.
Sungguh Citra nyaris tak kuat menahan siksaan ini, tubuhnya bagai hampir meledak oleh rasa sakit.

Tapi Yon belum selesai. Selagi Citra melingkarkan tangan memeluk lehernya..
ia terus menggenjot liang vagina gadis itu dan kembali mengecupi bibir tipis Citra.. memagutnya dengan ganas.
sebelum kemudian Yon menjatuhkan tubuhnya ke lantai.

Kini Citra yang menindihnya, dan dengan satu perintah yang tak ingin dibantah, Yon menyuruh Citra
agar terus menaik-turunkan tubuhnya agar liang vaginanya terus diaduk oleh penis pemuda itu.

Membayangkan masih harus melayani tiga orang lagi.. Citra segera meliuk-liukkan tubuhnya..
mengendarai penis Yon yang kini mulai mengerang keenakan. Ia ingin permainan itu cepat selesai.

Dan rupanya Yon tak tahan juga.. karena tak lama kemudian Citra merasakan penis pemuda itu mulai berkedut-kedut pelan.
Tubuhnya bergetar-getar dan seiring dengan erangan panjang dari Yon.. Citra merasakan semprotan sperma yang hangat..
Crott.. crett.. crettt.. bertubi-tubi.. hingga membuat liang vaginanya jadi begitu basah dan penuh.

Plop..! Demikian bunyi yang terdengar ketika Citra mengangkat tubuhnya.. sampai penis Yon terlepas.
Belum sempat ia berbuat apa-apa, sudah ada satu pemuda lagi yang mengambil posisi di depan selangkangan.

Kali ini giliran Sam. Citra hanya bisa membuka pahanya lebar-lebar..
bersiap menerima sodokan pada liang vaginanya yang sudah begitu memar dan memerah.

“Ehm.. gue penasaran, gimana sih enaknya memek lu..?”
Kata Sam sambil membenamkan penisnya ke dalam liang vagina Citra.

Citra tak bereaksi.. dan Sam mulai menggenjot tubuhnya dengan cepat.
Citra diam saja, mencoba menghemat tenaga.

Setelah menerima milik Yon, ia rasakan penis yang sedang menerjangnya ini termasuk kecil..
sepertinya lebih kecil dari punya Tom maupun Darso.
Masuk akal, karena memang Sam ini tubuhnya jauh lebih pendek dari teman-temannya.

Citra jadi merasa seperti disetubuhi oleh anak kecil..
membuatnya geli juga meski dalam hati sangat bersyukur karena rasa sakitnya jadi sangat berkurang.

Sam terlihat keenakan selagi menggenjot vagina sempit Citra.. matanya merem-melek..
Ia mulai meracau penuh kenikmatan. “Ooh.. memek lu kok bisa enak gini sih..?” Sam terus mendesah nikmat.

Citra tak mempedulikannya. Memang ia merasakan penis Sam terus menyodok vaginanya dengan cepat..
namun mungkin karena ukurannya yang kecil, ia jadi tak begitu terpengaruh.

Ditambah liang vagina Citra yang sudah sedikit lebih lebar.. membuat gadis itu jadi bisa sedikit mengatasi rasa sakitnya.
Sampai kemudian Citra mendengar Sam mengerang dan penisnya berkedut kuat.

Crett.. crett.. crettt.. kembali ia rasakan cairan sperma menyemprot lembut di vaginanya, mengisi dan membanjirinya..
Hingga mau tak mau membuat Citra menangis. Bisa-bisa ia hamil kalau terus diguyur seperti ini.

Ketika Sam mencabut penisnya.. lagi-lagi tanpa memberi Citra kesempatan untuk beristirahat..
sudah ada lagi yang mengantre di vaginanya. Sekarang Wan yang bersiap duduk di sana.

Citra sempat melihat penis pemuda itu, dan tampaknya kembali ia harus menahan sakit.
Tidak seperti Sam, Wan ini tubuhnya kecil tapi penisnya begitu besar.

Kembali Citra harus menangis dan sesekali menggigit bibir ketika penis Wan tertelan seluruhnya di dalam liang vaginanya.
Citra hanya diam, membiarkan pemuda itu mencari kepuasannya sendiri.

Dan memang sebenarnya Wan sedang menggenjotnya dengan sangat bernafsu..
membuat Citra jadi kembali meratapi nasibnya.

“Hei, nggak pengen ikutan..?” Wan memanggil Tom yang nampaknya sudah bergairah kembali.
Tom berdiri dan berjalan mendekat diiringi dengan sorakan teman-temannya.

“Isepin kontol gue ya..!” Katanya sambil mencoba memasukkan penis ke dalam mulut Citra.
Citra memberontak sejenak, namun jambakan Tom pada rambut panjangnya membuatnya terpaksa membuka mulut.

Pelan ia mulai mengulum penis pemuda itu. Selain mengisap.. ia juga memberikan gigitan-gigitan kecil..
hingga membuat Tom mengerang keenakan dan penisnya langsung ereksi sempurna.

Citra melakukan oral seks ini dengan penuh semangat.. berharap Tom akan cepat ejakulasi..
jadi ia bisa memotong satu ronde dari bencana pemerkosaannya.
Kalau semua berejakulasi di vagina Citra satu per satu, entah masih berapa lama lagi baru perkosaan ini selesai.

Dan rupanya Wan menjadi amat terangsang melihat adegan di depan matanya.
Di mana seorang gadis manis dengan kulit yang mulus terawat..
kini sedang mengoral penis temannya yang kulitnya hitam dan kasar.

Pemandangan kontras ini memaksa Wan segera berejakulasi..
ia melenguh dan menyemprotkan spermanya ke dalam liang vagina Citra.
Entah sudah berapa banyak sperma yang mengisi rahimnya.

Citra tak bereaksi ketika orang berikutnya mengambil giliran menyetubuhinya. Itu adalah Rohib.. si sopir taksi.
Pemuda itu mengangkat salahsatu kaki Citra hingga lurus ke atas, membuatnya berbaring menyamping ke kanan.

Dan kemudian Rohib segera menerjangkan penisnya ke liang vagina Citra yang sudah penuh oleh sperma.
“Auw..!” Kembali Citra merintih kesakitan dan tepat saat itu juga..

Tom yang sudah sejak tadi mengejang dan mengerang menyemburkan sperma ke dalam mulutnya.
“Ooughh..!!” Erang Tom keenakan. Citra segera memuntahkan sperma itu..

Namun ia tetap menjilat dan menyeruput sisa-sisa pada batang penis Tom dan meludahkannya kembali.
Tom mengerang-ngerang karena perbuatan itu, dan begitu Citra melepaskan kuluman, ia pun terduduk lemas.

Citra sempat menoleh memperhatikan Rohib yang masih asyik menyetubuhinya.
Badan sopir taksi ini cukup berotot juga, wajahnya juga tidak terlalu jelek, namun kulitnya begitu hitam.

Citra memejamkan mata dan membiarkannya memainkan vaginanya sepuas hati.
Darso yang kembali bergairah segera menyodorkan penis ke dekat mulut Citra, bahkan hampir menempel ke bibirnya.

Tanpa perlu disuruh.. Citra segera membuka mulutnya dan memberikan servis pada Darso..
sama seperti yang ia berikan pada Tom tadi. Darso segera melenguh dan meracau tak karuan.. “Ooh.. enaak..!!”

Sedangkan Rohib terus merobek-robek liang vagina Citra dengan genjotannya di liang vagina Citra..
Ia menusuk.. kadang lembut, kadang menyentak.. membuat Citra semakin menggeliat kesakitan.

Tanpa daya ia membiarkan mulut dan vaginanya terus digunakan melayani nafsu bejat mereka semua.
“Ngghh.. mmhh..!!” Citra melenguh, namun suaranya segera tersumbat oleh penis Darso yang sedang ia emut.
Ia mengejang bersamaan dengan ledakan sperma Rohib pada liang vaginanya.

Enam pemuda preman memperlakukan Citra dengan ganas. Satu per satu mereka melampiaskan hasratnya..
Bahkan Tom dan sopir taksi gadungan yang dipanggil dengan nama Rohib itu, melakukannya sampai duakali.

Di rumah kuno itu, terdapat sebuah tiang. Masih kokoh.
Pada tiang itulah Citra diikat dengan mulut tetap tersumbat, kemudian ditinggal pergi oleh mereka.

Cowok-cowok itu saling tertawa menjijikkan, merasa berhasil menundukkan mangsanya.
Mereka pergi begitu saja dengan taksi tersebut tanpa memikirkan nasib Citra selanjutnya.

Tangis Citra kehabisan suara. Bahkan air matanya pun terasa kering.
Ia meratapi nasibnya, meratapi masa depannya, semuanya terasa telah hancur menjadi debu.

Rasa nyeri pada bagian sekitar pahanya makin menambah isakan tangis dengan suara serak.
Tak ada yang mendengar, karena tempat itu jauh dari perumahan penduduk.
-----ooOoo-----

Mungkin sudah lewat tengah malam, karena udara dingin makin menembus tulang.
Citra berusaha melepas ikatan pada tangannya yang dikebelakangkan.

Kalau saja ia tidak dalam penderitaan yang amat memilukan.. mungkin ia akan menjerit ketakutan..
berada di tempat yang menyeramkan ini. Tetapi, karena ia dicekam oleh kepedihan hati yang tiada taranya..
maka rasa takut itu pun tak sempat hadir dalam ingatannya.

Yang ada dalam ingatannya adalah wajah-wajah pemuda Jahanam yang telah merenggut kesucian gadisnya.
Di dalam dadanya, terbakar dendam yang membara. Barangkali api dendam itu tak akan padam seumur hidupnya.

Aku harus mati.. Aku tidak punya harapan lagi. Hancur sudah masa depanku. Kotor sudah hidupku..!!
Ratap Citra dalam hati, sambil tangannya berusaha melepaskan diri dari pengikatnya.

Mendadak, gerakan tangannya terhenti.
Citra merasakan ada sepasang tangan yang berusaha melepaskan tali pengikatnya.
Ia pun mencium bau wangi bunga yang mirip bunga mawar dan melati. Syukur ada orang yang menolongku.. pikirnya.

Ketika tangannya terlepas, bebas dari ikatan, Citra pun berpaling ke belakang.
Ia ingin mengucapkan terimakasih pada sang Penolong itu.

Tetapi, alangkah terkejutnya ia ketika berpaling ke belakang..
Ternyata ia berhadapan dengan seorang wanita cantik yang mengenakan gaun tidur sutra.
Rambutnya terurai panjang, wajahnya oval, bersih. Matanya memancarkan kebeningan yang meneduhkan.

Rambutnya yang panjang itu dibelah menjadi dua bagian.. masing-masing berjuntai melalui kedua pundak..
Menutup bagian kedua belahan dada. Panjangnya sampai ke pinggang.

Gaunnya yang putih itu, begitu kontras dengan kegelapan malam.
Percikan cahaya di langit yang dibarengi gemuruh guntur itulah yang menampakkan wajah wanita itu kelihatan cantik.

Citra buru-buru mengenakan pakaiannya sebisa-bisanya.
Memang compang-camping, tapi lumayan sebagai penutup tubuh.
Ia juga melangkah mundur dengan wajah tegang ketakutan.

"Jangan takut..” Wanita cantik itu berkata dengan lembut. "Kita bisa bersahabat. Aku tau kau dalam kesukaran.
Aku melihat kau dinodai oleh enam pemuda tadi, tapi aku tidak berhak membelamu sebelum kau meminta kepadaku..”

Citra masih terengah-engah. Rasa takutnya kini terasa jelas dan menghadirkan kecemasan..
yang membuat tubuh merinding serta gemetar.

Wanita cantik itu berkata lagi.. "Namaku Gizma. Mungkin kau mau menyebutkan namamu..?"
Dengan mata mendelik dan tubuh gemetar, akhirnya Citra pun menjawab gagap.. "Ak.. aku.. nnna.. namaku, Cit.. Citra..”

"Namamu cantik sekali. Sesuai dengan wajahmu. Mari, ikutlah aku..”
Gizma melangkah menuju bagian rumah yang lebih dalam. Beratap rapuh, dan sepertinya bekas ruang keluarga.

Citra diam terpaku sejenak, ia dalam kebimbangan.
Rasa takutnya menjadi goyah ketika Gizma berhenti dan melambaikan tangannya, menyuruh Citra mengikutinya.

Kaki Citra pun akhirnya bergerak dalam keraguan. Melangkah mengikuti Gizma.
Mereka menuju ke suatu tempat yang agaknya dulu pernah dipakai sebagai ruang makan.

Tempatnya sudah berantakan tak karuan, lantainya ditumbuhi rumput liar.
Gemuruh di angkasa masih sesekali terdengar diiringi kilatan cahaya petir.

Di ruang itu terdapat sebuah pintu. Tak jelas bentuk dan warnanya karena keadaan cukup gelap.
Bayangan gaun putih Gizma terlihat berdiri di depan pintu tersebut, kemudian ia membukanya.

Pada saat ia membuka pintu, maka memancarlah cahaya terang dari ruangan yang ada di balik pintu tersebut.
Cahaya itu menyilaukan.. sehingga Citra terpaksa melintangkan tangannya di depan mata..
untuk mengurangi pancaran yang menyilaukan tersebut.

"Masuklah, Citra.. Jangan takut, kau tak akan celaka..”
Seperti ada satu daya magnet pada saat itu, Citra pun melangkah memasuki ruangan yang menyilaukan.

Ternyata, setelah ia membaur dalam cahaya tersebut, matanya tidak lagi terasa silau.
Ia berada di sebuah ruangan yang terang. Biasa.
Hanya saja, Citra menjadi tercengang melihat ruangan itu berisi perabot yang serba indah, menawan.

CONTIRCROTT..!!
---------------------------------------------------oOo---------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Bimabet
---------------------------------------------------oOo---------------------------------------------------

Cerita 080 – Semua Karena Nafsu..!.. [Part 2]

Semua perabot
terbuat dari logam semacam stainless.
Dinding-dindingnya dilapisi kain transparan berwarna kuning gading.

Lantainya bukan terbuat dari ubin teraso, melainkan semacam lempengan logam putih mengkilat anti karat.
Mengagumkan sekali tempat itu, namun juga membuat bulu kuduk merinding.

"Di sini aku tinggal, Citra. Tempat itu tertutup untuk siapa pun..
kecuali orang-orang yang ingin kuajak bersahabat, seperti kau..”

Mata Citra memandang sebuah meja marmer berbentuk persegi empat. Kubus.
Tetapi pada tepian marmer itu dilapisi semacam lis dari bahan stainless.

Ukurannya rendah, kira-kira hanya setengah meter dari lantai.
Di bawah meja itu, terdapat permadani dari bulu tebal yang berwarna kuning sedikit orange.
Tampaknya cukup empuk dan hangat.

Sekeliling meja itu tak terdapat kursi. Orang bisa menggunakannya sambil duduk di lantai.
Tetapi, di situ disediakan bantalan sebagal alas duduk.

Bantalan itu ada empat buah jumlahnya, masing-masing berbentuk bulat..
terbuat dari bahan semacam beludru hijau rumput.

Citra masih belum habis mengagumi isi ruangan itu, dan Gizma membiarkannya sambil tersenyum cantik.
Citra memandang sebuah ranjang berbentuk segi empat lebar, tanpa tiang di atasnya, tanpa klambu.

Kaki ranjang itu cukup pendek. Terbuat dari besi mengkilat tanpa ukiran apa-apa.
Kasurnya kelihatan empuk, berlapis seprei warna hijau rumput.

Sedangkan bantal dan guling yang ada di situ diberi sarung yang terbuat dari kain satin warna putih bersih.
Ruangan itu tanpa jendela. Pada salahsatu sisi dindingnya terdapat meja panjang, tak begitu lebar.
Tingginya sebatas perut orang dewasa.

Di meja yang hampir membentang sepanjang salahsatu sisi dinding itu, terdapat beberapa perabot dapur.
Ada gelas, piring, botol-botol minuman dalam bentuk yang unik, tempat lilin bertiang tiga dan macam-macam lagi.

Sedangkan di sebelah kiri ranjang, terdapat cermin dan meja rias.
Cermin itu berbentuk bulat, tepiannya diberi lis dari logam putih.

Demikian juga meja riasnya, terbuat dari marmer bertepian stainless, kelihatan anggun.
Perpaduan kecantikan dengan keindahan tempat di sekitarnya..
membuat Gizma seperti seorang ratu yang punya kharisma tinggi.

"Duduklah, Citra. Jangan hanya berdiri di situ saja..” katanya dengan lembut.
Cukup lama Citra menetralisir guncangan jiwanya. Kini ia telah bisa sedikit tenang..
Karena sejak tadi ia tidak melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. la duduk di seberang meja, di depan Gizma.

"Kau kenal dengan enam lelaki yang memperkosamu tadi..?" Tanya Gizma bagai seorang hakim.
Citra menggeleng. Ia menelan ludahnya, membasahi kerongkongannya yang sejak tadi terasa kering.

Lalu, ia berkata dengan parau.. "Mereka anak-anak brandal yang suka nongkrong di depan tempatku bekerja..”
Gizma manggut-manggut. "Perempuan lebih punya banyak risiko dari lelaki.

Melahirkan, mengurus bayi, menjadi pelayan kaum lelaki, itu adalah sebagian dari risiko seorang wanita.
Tetapi menjadi wanita yang tangguh, risiko seperti itu tidak berarti baginya..”

"Aku.. aku memang tidak tangguh. Aku lemah..”
"Tapi kau cantik, Citra..” sahut Gizma sambil memandangnya dengan lembut. Senyumnya pun enak dipandang mata.

"Jangan cepat bangga menjadi wanita cantik, sebab ia akan diincar oleh banyak kejahatan, dijadikan budak nafsu..
diperdagangkan, dimanfaatkan untuk satu keperluan, dan banyak lagi tanggungjawab yang harus dipikul oleh wanita berparas cantik..”

Gizma berdiri. Ia mengambil sebotol minuman dan gelas berbentuk segi empat, bawahnya kecil, bagian atasnya lebar.
Ia menuang minuman dalam botol itu yang berwarna merah, seperti sejenis soft drink.

Ia menyodorkan gelas minuman Itu kepada Citra seraya berkata.. "Minumlah dulu, biar kau menjadi lebih tenang..”
Tanpa menunggu Citra meminum minumannya, Gizma lebih dulu meneguk minumannya.

Baru kemudian Citra mengikutinya. Oh, terasa segar.
Terasa melegakan segala sesuatu yang menyesak di dada. Cukup aneh juga minuman ini.. pikir Citra.

"Citra, kau terkesan dengan perbuatan keenam lelaki tadi..?"
“Terkesan..? Maksudmu.. aku menyukai perilaku mereka..?"

"Aku ingin tau perasaanmu..” jawab Gizma kalem.
Citra mendesis.. wajahnya kelihatan menahan dendam dan kemarahan.

"Aku ingin membalas perlakuan mereka. Aku ingin menghancurkan kepala mereka satu per satu.
Sayang, aku tidak punya kekuatan untuk melawan mereka..”

Gizma tertawa dalam gumam. Manis sekali tawanya. Lalu, ia bicara dengan serius dan tetap kalem.
"Aku bisa membantumu..” Citra memandang Gizma dengan bersemangat.

Gizma mengangguk dengan mata berkedip. Lembut.
Seakan ia menyatakan kesungguhan hatinya untuk membantu.

"Kalau kau bisa membantuku, tentunya aku sangat senang dan berterimakasih padamu, Gizma..”
"Apa imbalannya..?" Gizma bertanya sebelum meneguk minumannya iagi. Citra agak bingung.

Gizma berkata lagi.. "Kalau aku mau menolongmu, aku harus mendapat imbalan yang layak bagiku.
Aku menolongmu, kau juga menolongku dengan memberikan imbalan itu..”

"Hem.. maksudmu.. uang..? Hm.. asal tidak terlalu banyak, mungkin aku bisa menyediakan uang imbalan itu.
Yang penting, mereka yang menodaiku harus menemui ajalnya dengan lebih keji dari perbuatannya..”

"Itu soal mudah, Citra. Tapi kau perlu tau, aku tidak butuh uang..”
"Lalu.. apa yang kau butuhkan..?"
"Kehangatan bercinta..” jawab Gizma sambil menyunggingkan senyum manis. Ramah sekali.

Citra menjadi berpikir sedikit kacau. Kalau benar Gizma membutuhkan kehangatan bercinta..
itu berarti Citra harus menyediakan seorang lelaki yang mau bercinta dengannya.

Ah.. itu mudah saja. Aku yakin tak ada lelaki yang menolak jika disuruh bercumbu dengan wanita secantik Gizma..
Pikir Citra kala Itu.

"Bagaimana..? Kau sanggup memberiku hadiah itu..?"
"Baik. Aku sanggup..”

"Ah, pikir-pikirlah dulu. Nanti kau ingkar padaku..”
“Tidak. Aku tidak akan ingkar janji. Nyawaku yang menjadi taruhannya kalau aku ingkar janji padamu, Gizma..”
"Bagus..” Gizma tertawa renyah. "Kuharap kau akan menjadi sahabatku yang sejati, Citra..”

“Tapi.. tapi aku harus tau.. bagaimana kau membalaskan sakit hatiku kepada cowok-cowok itu.
Aku harus melihat buktinya, bahwa kau benar-benar telah membalas kekejian mereka terhadapku..”

“Tentu saja. Kau tentu akan melihatnya, sebab kaulah yang akan melakukannya..”
"Aku..? Bukankah kau tadi bilang ..”

"Maksudku, kau kudampingi. Kekuatanku yang akan bertindak melalui dirimu..
Sehingga kau akan puas melihat dendammu tertumpah pada mereka.
Tapi ingat, satu nyawa.. satu kehangatan bercinta, Citra..”

Setelah merenung sesaat, Citra manggut-manggut. la meneguk minumannya lagi.
Gelas berbentuk segi empat itu masih dipandanginya dalam pikiran menerawang.

"Nah, sekarang pulanglah dulu. Tunggu aku sampai datang menjemputmu, lalu kita balas perlakuan mereka..”
Citra memandang Gizma. “Tapi, kau pasti datang kan..?"
"Pasti..” Gizma mengangguk dengan lembut.

"Pejamkan matamu..” perintahnya. Citra bahkan berkerut dahi. Heran dan tak mengerti maksud Gizma.
Maka, Gizma pun mengulang perintahnya lagi.. "Pejamkan matamu, Citra..”

Citra yang bingung, kali ini menuruti perintah. Ia memejamkan mata. Dalam hati ia berkata..
Aneh juga orang ini. Untuk apa aku disuruh memejamkan mata..? Apa maunya sih..?

Karena lama tidak ada perintah membuka mata.. maka Citra memberanikan diri membuka mata sendiri.
Pelan-pelan ia mengintip dari kelopak mata, dan serentak membelalak. Ia terkejut. Sangat terkejut.

Ia tak mengerti mengapa sekarang ia jadi berada di dalam kamarnya..? Kamar tidurnya sendiri..?
Ia duduk di atas ranjang sambil bersandar pada dinding. Kakinya melonjor santai.

Pakaiannya bukan lagi seragam pelayan toko yang selalu dikenakan tiap waktu bekerja, melainkan pakaian tidur.
Celana kulot dan baju lengan panjang model piyama.

la memandang sekeliling dengan nanar. Lalu menggumam pelan..
"Apakah aku tadi bermimpi..? Oh, syukurlah kalau cuma mimpi..” keluh Citra penuh ketegangan.

Keraguan makin membingungkan pikirannya.. sebab pada saat itu ia segera sadar..
bahwa ia memegangi gelas berbentuk persegi empat. Ia tak pernah punya gelas seperti ini.

Tapi, mengapa aku tiba-tiba berada di kamar tidurku..?
Bukankah aku tadi berada di rumah Gizma dan disuruh memejamkan mata..?


Citra bergidik merinding. Ia teringat saat diperkosa oleh keenam pemuda brandal itu.
Maka, untuk membuktikan apakah dia tadi hanya mengalami mimpi atau kenyataan, ia segera pergi ke kamar mandi.

Ia memeriksa dirinya sendiri, dan menemukan bekas darah pada sekitar pahanya.
"Ohh.. ini nyata. A-aku sudah tidak suci lagi..” keluhnya hampir menangis mengingat peristiwa mengerikan itu.

Sampai ia kembali ke kamarnya.. Citra belum mengerti mengapa ia bisa berada di tempat tidurnya dalam waktu singkat.
Kapan ia pergi meninggalkan rumah Gizma.. kapan ia berjalan pulang ke rumahnya sendiri..
Semua sungguh tidak terekam dalam ingatan. Sukar untuk dicari logikanya.

Lalu, siapa Gizma itu sebenarnya..? Mengapa ia tinggal di rumah kuno yang telah rusak dan menyeramkan itu..?
-----ooOoo-----

Citra tinggal bersama keluarga tantenya.
Oom Piet, suami tantenya itu.. adalah seorang kepala bagian di sebuah distributor kosmetik luar negeri.
Sebab itulah, Citra bekerja dan ditempatkan di bagian penjualan kosmetik luar negeri.

Sudah tentu, wajah-wajah cantiklah yang dipercaya untuk melayani penjualan kosmetik di plaza tersebut.
Dan salahsatu wajah andalan di antara para pelayan adalah wajah Citra.

Dia memang cantik. Punya hidung kecil tapi mancung.
Serasi dengan bibirnya yang mungil bagai kuncup mawar yang selalu basah.

Tak heran jika ia banyak menjadi bahan lirikan mata lelaki.
Lebih-lebih ia mempunyai postur tubuh yang sintal, seksi dan berdada padat menonjol.

Oom Piet sendiri sering melirik dada Citra yang bagai menantang setiap gairah lelaki itu.
Kadang Citra merasa muak dengan mata nakal oomnya sendiri.
la selalu menghindar jika mata itu mulai bergerak-gerak genit. Ia benci.

Tapi Oom Piet sepertinya tak peduli dengan kebencian Citra.
Kalau saja Citra mau mengadukannya kepada tantenya, sudah tentu mereka akan ribut.
Citra tak ingin membuat kacau keluarga tantenya.

Sayangnya, sikap Oom Piet makin hari makin kelewat batas.
Seperti pada malam itu, ketika Citra sedang merenungi keganjilan yang dia alami..
Oom Piet mengetuk-ngetuk pintu kamarnya.

Mulanya Citra membiarkan. Cuek.
Tapi, lama-lama ketukan itu semakin keras, dan Citra membukakan pintu kamarnya.

"Citra, tolong masakkan mie dong. Oom lapar nih..”
“Suruh saja tante yang memasakkan, Oom..” kata Citra dengan ketus.

“Tantemu kan sedang ke Bandung sama anak-anak. Tolong deh, sebentar saja..”
"Bangunkan bibi. Aku ngantuk, Oom..”

Citra hendak menutup pintu kamarnya, tetapi Oom Piet menahannya.
"Bibi ikut ke Bandung. Kalau tanpa Bi Unah, tantemu pasti kewalahan mengurus anak-anak. Tolong, ya.. sebentar saja..”

Celaka. Bibi, tante, anak-anak.. pergi semua. Kalau begitu, malam itu tinggal Citra dan Oom Piet yang ada di rumah.
Gawat. Kalau Citra tidak hati-hati, ia bisa masuk dalam perangkap iblis.

Citra terpaksa membikinkan mie untuk oomnya. Matanya melirik sesekali dengan waspada.
Ternyata Oom Piet tidak melakukan hal-hal yang mencurigakan.

Ia tetap asyik mengikuti film videonya, karena memang itulah kebiasaan Oom Piet..
suka setel video sampai lewat tengah malam.

"Mie-nya sudah di meja, Oom..” kata Citra sambil melangkah ke kamarnya.
Oom Piet hanya menggumam. Tenang. Ia masih mengikuti film itu sejenak.

Setelah beberapa saat berada di dalam kamar, Citra mendengar suara Oom Piet memanggilnya.
Kali ini sedikit kasar dan keras. Citra berkerut dahi.

Apa yang nggak beres nih..? Kayaknya dia mau marah-marah sama aku..? Pikir Citra.
Kemudian, ia pun keluar dari kamar dan menemui Oom Piet di ruang tengah.

"Citra, waduh.. kamu ini jadi cewek kok enggak bisa masak sih..?"
"Memangnya kenapa..?" Ketus Citra, rada dongkol.

"Coba rasakan masakanmu itu..” Oom Piet menyodorkan sesendok kuah mie-nya.
"Cicipi sedikit nih, biar kamu tau rasanya..”

Karena penasaran, Citra pun mengambil sendok yang telah berisi kuah mie, lalu menghirup kuah tersebut.
Mengecap-ngecap sejenak, dan berkata.. "Ah, biasa-biasa saja. Memangnya kenapa sih..?"

"Kamu nggak merasa asin..?"
"Aku rasa asinnya sudah cukup. Nggak berlebihan, nggak kekurangan..”

"Tantemu kalau masak nggak pernah seasin ini, Citra..”
"Yahh.. kalau begitu, susul aja tante ke Bandung. Suruh dia masak mie buat Oom..”
Citra menggerutu sambil kembali ke kamarnya.

Tapi.. mendadak kepalanya terasa pusing. Pandangan matanya terasa goyang. Ia terhuyung-huyung.
Lho, kenapa aku ini..!? Mata Citra berkunang-kunang. Buram untuk melihat sesuatu.

Ia meraih tepian pintu. Saat itu ia sempat mendengar suara Oom Piet dari depan TV.
"Kenapa, Tra..!?” Suara itu bernada cemas.

Citra tidak sempat menjawab. Ia sangat pusing. Tapi masih berusaha meraih pembaringan.
Dengan menabrak beberapa benda lainnya.. akhirnya Citra sampai ke tepian ranjang..

Ia lalu menghempaskan tubuhnya sambil mengerang lirih. "Uhhh.. kepalaku..?”
"Citra..? Citra, kau kenapa, hah..?”

"Sakiiit.. Oom..” rengeknya sambil memijit-mijit kepala.
Pijitannya menjadi lemas, karena ia bagai kehilangan tenaga.

"Astaga.. Kau pasti masuk angin, Tra. Kau tadi pulang terlalu lewat malam sih. Sebentar, Oom ambilkan minyak angin..”
Citra tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengeluh dan mengerang.

Sebelum Oom Piet kembali ke kamar, Citra makin merasa lemas. Denyut di kepalanya hilang.
Tapi ia bagai mengambang terbang. Ia seperti terayun-ayun tanpa bisa menggerakkan anggota badannya sama sekali.
Lemas. Matanya meredup.

Ia tak bisa melihat Oom Piet datang sambil membawa minyak angin, tapi ia mendengar suara Oom Piet berkata..
"Buka bajunya, biar Oom gosok punggungmu dengan minyak angin..”

Kalau saja Citra tidak dalam keadaan selemah itu, ia akan menolak.
Tapi, karena ia tidak bisa menggerakkan tangannya, ia hanya mampu berkata lirih..
“Tak usah..” Itu sangat pelan. Hampir tak terdengar.

Pada saat yang sama, ia merasakan napasnya begitu tipis dan darahnya berdesir-desir.
Oom Piet nekat melepasi kancing baju Citra.

"Bertahanlah, sebentar lagi kau akan pulih seperti semula..” kata-kata itu diucapkan Oom Piet dengan nada kegirangan.
Citra tak bisa menghindari tangan Oom Piet.

Bahkan ketika Oom Piet melepasi baju, Citra hanya bisa berkata lemas sekali.. "Jangan, Oom..”
“Tak apa.. sebentar saja sembuh kok..” kata Oom Piet dibarengi dengan helaan-helaan napas tak teratur.

Mata Citra semakin sayu. Ia masih merasa tubuhnya diterpa udara dingin karena tanpa penutup selembar pun..
Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Seluruh urat di tubuhnya bagai mati. Tak berfungsi.

Bahkan, ketika Oom Piet juga melepas apa yang melekat pada badannya..
Citra hanya bisa mengeluh tanpa suara kecuali desah.

"Oom..” Ia berhasil menyebut sepatah kata, tapi hanya berupa bisikan pelan.
Ia ingin menangis. Ingin menjerit sewaktu Oom Piet mulai menciuminya.

Sayang, air matanya tidak bisa keluar dan isaknya hilang entah ke mana.
Citra hanya bisa menerima segala apa yang diperbuat oleh Oom Piet.

Laki-laki itu memeluknya dari belakang dan mencium tengkuknya sekilas.
Tangannya juga segera meremas dada montok milik Citra.

Kaki Citra yang menjuntai di ranjang ia raba dengan penuh nafsu..
sebelum kemudian mulutnya yang tak sabar mencercah di pangkal paha Citra..
yang masih dibalut oleh celana dalam warna hitam.

“Ehm.. j-jangan, Oom..!” Erang Citra sambil berusaha merapatkan kedua kakinya, namun sama sekali tidak bisa.
Malah celana dalamnya kemudian dipelorotkan oleh Oom Piet.

Laki-laki itu tampak terpana melihat pemandangan di depannya.
Pangkal kenikmatan milik Citra begitu mungil, berwarna merah di tengah, dan dihiasi bulu-bulu lembut di atasnya.

Klitorisnya juga mungil. Meski nampak sudah pernah dipakai, namun Oom Piet begitu menyukainya.
Tak menunggu lebih lama lagi, bibirnya segera menyerbu vagina sempit itu.

Ia mengisap-isap rakus di sana dengan lidah berusaha mengaduk-aduk di liangnya yang memerah.
Citra ingin menggelinjang, namun hanya lenguhan dan erangan yang bisa ia keluarkan.

Hanya kakinya yang sanggup menjepit kepala Oom Piet..
seolah-olah tak menerima tubuhnya dipermainkan seperti itu.

Tapi Oom Piet malah mengerjainya lebih dalam dan lebih keras lagi.
Lidahnya menusuk semakin jauh, menghajar kelembutan vagina Citra dengan mulutnya yang lapar.

Setelah puas, barulah laki-laki itu merangkak naik.
Diremas-remasnya buah dada Citra yang masih padat itu beberapa saat..
sebelum kemudian ganti mulutnya yang bekerja.

Penuh nafsu Oom Piet menjilat.. memilin.. dan menciumi putingnya yang mungil..
sambil tak lupa juga ia terus meremas dan memenceti bulatannya yang empuk dan kenyal.

“Ahh..” keluh Citra tanpa bisa melawan.
Tangannya ingin menjambak rambut laki-laki itu, tapi hanya kain sprei yang bisa ia raih.
Terpaksa ia mencengkeram kain itu untuk menahan seluruh rasa malunya.

“Enak kan beginian..?” Tanya Oom Piet sambil menatap wajah cantik Citra.
Gadis itu sama sekali tidak menjawab, hanya bisa menutup matanya.

“Kamu pengin lebih enak lagi..?” Tanpa menunggu jawaban, Oom Piet segera mengatur posisi badannya.
Ia angkat kedua kaki Citra ke ranjang.

Kini gadis itu tampak telentang pasrah, membuat penis Oom Piet jadi tak sabar lagi untuk mendarat di sasaran.
Mulut laki-laki itu kembali bermain-main di vagina sempit Citra.

Setelah kebasahannya dianggap cukup..
barulah Oom Piet menempelkan batang penisnya yang telah mengacung tegak ke bibir vagina Citra.

Beberapa saat ia menggesek-gesekkannya di sana..
sebelum kemudian mencoba untuk mendorong masuk secara perlahan-lahan.

Ughhhh..!! Celahnya terasa masih sangat sempit.
Sedikit demi sedikit Oom Piet terus memaju-mundurkan pinggulnya..
hingga batang penisnya semakin melesak ke dalam.

Butuh waktu satu menit lebih agar penis itu masuk seluruhnya.
Oom Piet beristirahat sebentar.. karena dilihatnya Citra tampak merintih menahan nyeri.

“Tahan ya..” bisiknya sambil mencium bibir Citra sekilas.
Kemudian ia mulai menggenjot cepat.. meski tetap diusahakan pelan dan lembut.

“Auw..! S-sakit, Oom..” Citra menjerit tertahan.
Oom Piet meremas-remas payudara dan menciumi bibir gadis itu untuk menenangkannya.

Setelah agak diam, ia pun mulai meningkatkan tempo. “Ahh.. ohh.. shh..”
Dia mengerang dan melenguh sambil terus bergerak turun-naik di atas tubuh mulus Citra.

Oom Piet meningkatkan genjotannya dan erangannya pun menjadi semakin keras.
Ia tampak semakin bernafsu menyetubuhi Citra yang kini sudah terdiam bingung.

“Nggak sakit lagi kan..? Sekarang terasa enak kan..?” Bisiknya terengah.
“Ouuu..!” Hanya itu yang bisa disampaikan Citra sebagai jawaban.

Sebenarnya Oom Piet ingin mempraktekkan berbagai posisi senggama dengan keponakannya ini.
Tapi dipikirnya untuk kali pertama tak perlu macam-macam dulu.
Terpenting Citra mulai bisa menikmati. Lainkali kan masih bisa dilakukan.

Kepala Citra terus tersentak-sentak, namun bukan karena gerakan tubuhnya..
melainkan karena hentakan badan Oom Piet yang dibakar gairah lelakinya.

Sekitar sepuluh menit ia menggoyang tubuh mulus Citra..
sebelum spermanya muncrat membasahi perut dan payudara gadis itu.

Lama kemudian, baru kesadaran Citra beranjak pulih. Ia bisa membuka kelopak mata sedikit lebar.
Tangannya bisa digerakkan walau dalam keadaan lemas lunglai.
Tetapi, pada saat itu Oom Piet telah selesai melampiaskan hasratnya.

Citra melihat Oom Piet mengenakan kimononya kembali.. dan pada saat itu air mata Citra mulai mengalir.
Hatinya meratap-ratap menerima perlakuan oomnya sendiri.

Tubuh Citra hanya ditutup dengan selimut, lalu ditinggal pergi oleh Oom Piet.
Oh.. perihnya hati Citra. Ia menjadi sasaran kebiadaban oomnya sendiri.

Ia ingin marah, ingin mengamuk, namun kondisinya belum mengizinkan.
Akibatnya, ia tertidur dalam keadaan hanya berselubung selimut.
-----ooOoo-----

Ketika ia bangun, matahari telah bertengger di atas cakrawala Timur.
la mendengar suara teriakan Kensi dan Nana, anak dari perkawinan tantenya dengan Oom Piet.
Itu pertanda tantenya sudah pulang dari Bandung. Mungkin pukul 6 tadi.

Dan, Citra bergegas ingin menemui tantenya untuk mengadukan perbuatan Oom Piet semalam.
Tetapi, mendadak ia menjadi ragu. Mungkinkah tantenya akan percaya dengan pengaduannya..?

Bukankah selama ini Oom Piet dikenal sebagai suami yang amat setia dan sayang kepada istri..?
Kalau saja Citra jadi mengadukan perbuatan Oom Piet..
apakah dia tidak akan dituduh sebagai pengacau rumah tangga tantenya sendiri..?

Bisa saja tantenya tidak mau percaya dan berbalik menuduh Citra memfitnah oomnya sendiri.
Oh.. serba susah jadinya. Citra menjadi bingung. Batinnya amat tersiksa.

Lebih tersiksa lagi ketika hari menjadi sedikit siang dan Nico datang ingin menemuinya.
Ohhh.. tak tau apa yang harus Citra katakan kepada Nico..
sebab kepada cowok yang satu ini, Citra tak pemah tega untuk berdusta sedikit pun.

Tetapi.. andai Citra mengatakan yang sebenarnya tentang tindakan oomnya..
dan pemerkosaan enam cowok brandal itu.
Apakah hal itu tidak akan membuat Nico angkat kaki dan pergi meninggalkannya..?

O, tidak. Citra tidak mau kehilangan Nico. la menyimpan segunung cinta pada pemuda itu..
hanya saja belum dinyatakan secara nyata.
Ia harus merahasiakan perlakuan Oom Piet yang amat melukai hatinya itu.

Hanya saja, ia jadi sangsi juga, apakah dengan tersimpannya rahasia itu, maka tindakan Oom Piet tidak akan terulang lagi..?
Bagaimana jika ternyata terulang dan terulang beberapakali..?

CONTIECROTT..!!
---------------------------------------------------oOo---------------------------------------------------
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd