----------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------
Cerita 090 - Jatuh Cinta
Rena
Mimi membelalakkan matanya yang bulat besar dan indah itu. "Gila Ren..!"
"Emang.."
"Kamu suka..?"
"Nggak juga.. tapi, buat gue udah ngga ada bedanya 'kan..? Tapi kali ini gue dapat duit.."
Mimi terdiam. Bagaimana pun juga.. ia memahami situasiku.. sekaligus tidak setuju dengan pilihanku.
Rasanya aku ingin mengeraskan hati.. tetapi di dalam sana aku tidak bisa membohongi diri sendiri.
Menjadi pelacur bukanlah jalan yang ingin ditempuh oleh perempuan mana pun juga..
–Sampai suatu saat mereka mendapati diri mereka berada di posisi itu..–
Setelah kegilaan yang dibawa oleh Raymond..
untuk beberapa waktu lamanya aku tidak berani menelepon Mimi.. atau Helen.
Apalagi Kak Diana. Ahhh.. aku kehilangan nasehat-nasehatnya yang baik.
Dan lihatlah apa jadinya aku sekarang..!
Seorang perempuan masih berharga sekali pun kehilangan selaput daranya..
Sekali pun sudah digagahi banyak lelaki.. selama ia sendiri masih menjaga kesucian hatinya.
Begitulah katanya.
Tapi aku.. Rena. Mungkin tidak lagi punya hati yang suci. Atau malah.. tidak lagi punya hati..?
Dengan dingin aku mengingat bagaimana Leo memasukkan penisnya dalam memekku..
Melesak hingga ke pangkalnya.
Lalu seseorang lain yang tidak kukenal memuncratkan maninya di mulutku.
Disusul semprotan dari kiri.. lalu kanan.. hasil dari kocokan tanganku.
Mereka semua.. belasan orang.. dipuaskan malam itu.
–dan aku menerima uang yang extra besar untuk ukuran cewek panggilan..–
Angka yang besar untuk yang pertamakalinya, tapi hanya sekali.
Raymond sudah bilang.. yang kedua dan seterusnya akan menjadi lebih kecil dan lebih kecil..
Sampai tidak beda jauh dengan pelacur jalanan yang sudah dicicipi banyak orang.
Ha.. jadi aku tau bagaimana mengetahui kadar pengalaman pelacur:
Semakin murah bayarannya.. semakin banyak pengalamannya dan semakin hancur memeknya.
Tapi aku tidak mau hancur. Aku tidak mau jadi murahan. Ahh.. sudah seberapa rendahnyakah Rena..?
Mimi memelukku, merasakan kegelisahanku. "Udah Ren.. yang sudah ya sudah. Jangan diulangi lagi aja deh..
Kalau kamu butuh sesuatu, kan masih ada aku.."
Tak urung.. mataku jadi basah. Mimi sungguh seorang sahabat sejati.
Ada kalanya anak ini kelihatan manja dan centil sekali.
Tapi ada juga saatnya ia menyerupai seorang ibu yang mengasihi putrinya.. apa pun yang terjadi.
Cocok dengan penampilannya yang serba bulat dan cantik itu.
Di hari-hari sesudahnya.. aku bekerja kembali seperti biasa. Raymond masih datang dan mencoba bermain mata.
Tetapi aku bersikap sedingin-dinginnya.. meski pun tetap mempertahankan senyum manis di wajah.
Beberapakali Raymond mengancam akan memberitau bosku yang judes itu kalau aku tidak mau mengikuti ajakannya.
–Tapi aku tidak peduli.
Kalau bosku memang akan memecatku karena tidak mau menjadi pelacur bagi Raymond.. biarlah seperti itu.
Raymond lantas jadi heran setengah mati..
–bagaimana mungkin Rena yang waktu pulang dari hotel kelihatan baik-baik saja lantas merajuk seperti ini..?
Tetapi aku pun sebenarnya heran dengan diriku sendiri. Ketika semuanya baru selesai.. aku tidak merasakan apa-apa.
Malah aku masih mengingat orgasme yang hebat bersama Leo, duakali.
Tetapi sesudahnya.. aku merasakan sakit. Memekku sakit. Hatiku sakit.
Biarlah si Raymond itu bingung.. karena aku jadi begini karena ulahnya juga.
Kalau saja ia bukan klien besar bos.. aku tidak mau memandang wajah lelaki yang rada bencong ini.
Semuanya mulai berjalan biasa saja.. sampai pada suatu hari ada telepon. "Halo..?"
"Selamat siang. Saya bicara dengan Ibu Rena..?"
"Ya, saya sendiri Pak. Ada yang bisa saya bantu..?"
"Ren, ini aku. Leo.." Duk. Duk. Duk.
Tiba-tiba saja aku seperti bisa mendengar detak jantungku sendiri.
"Ya, Leo..?" Suaraku tercekat di tenggorokan.
Aku bisa menghindari Raymond.. tetapi ingatan dengan Leo tidak terlupakan.
Bagaimana aku menghindarinya..? Pikiranku seperti lumpuh, buntu.
Gilanya.. bodohnya.. aku malah merasakan memekku berkedut-kedut.
Cairannya merembes keluar.. membasahi celana dalamku. Terasa di sela-sela pahaku.
"Rena.. aku ingin ketemu denganmu.. boleh saya jemput kamu sepulang kantor..? Jam enam kan..?"
"Mau apa..!?" Suaraku kembali dingin. Kalau kubiarkan.. sekali lagi aku kehilangan kontrol.
Aku tidak tau apa yang akan terjadi.. atau apakah aku tidak akan merendahkan diri sekali lagi.
"Tidak apa-apa. Saya hanya mengajak makan malam saja. Saya janji.. tidak akan ada apa-apa.
Setelah makan.. saya akan antar pulang atau ke mana saja Rena mau pergi.
Hanya.. mohon dengarkan saya.. sebentar saja.."
"Sungguh..?" Suaraku melunak. Aku harus mengakui..
di hati kecilku ada keinginan untuk sekali lagi bertemu lelaki ini.
"Ya, saya janji. Sekali ini saja. Kalau sesudah ini kamu tidak mau ketemu saya, itu juga akan saya hormati."
"Baiklah.. Leo.. jam setengah tujuh saja di lobby.."
"Oke Rena.. sampai ketemu.."
Aku tidak menjawab dan langsung menutup telepon.
Setelah itu.. rasanya aku tidak bisa melakukan apa-apa dengan benar.
Untungnya.. tidak ada pekerjaan berat untuk dipikirkan.
Hanya membereskan berkas-berkas ke dalam map saja.
Pekerjaan yang bisa dilakukan secara otomatis..
Yang tidak membutuhkan otakku yang masih terasa kelu, tidak bisa berpikir.
Aku menemukan Leo di lobby gedung seperti yang dijanjikannya.. kemudian kami menuju mobil CR-V..
Yang hitam mengkilat menunggu di depan.. disupiri seorang yang nampak seperti tentara.
Rambutnya cepak dan rahangnya keras.
Leo membukakan pintu belakang supir.. kemudian menyusul naik dan duduk di sebelahku.
Aku menunduk saja.. tidak mau memandangnya.
Aku kuatir Leo melihat mataku, melihat gairahku tiba-tiba menyala lagi berada bersamanya.
Melihat memekku menjadi lebih basah lagi.. dan mulai terasa ngilu.
Aku tidak bisa mencegah ingatan tentang kemaluan yang kekar dan indah itu memasuki tubuhku.
Rena yang berada di atasnya.. yang menggerakkan pinggul dan pantat.
Hingga batang itu keluar dan dimasukkan lagi –semuanya..– lalu memuncratkan spermanya di dalam.
Untung aku minum kontrasepsi. Atau aku tidak untung..? Aku membayangkan..
Seandainya aku membawa anak dari lelaki ini.. aku mungkin tidak akan menyesal.
Entah mengapa.. entah bagaimana.. aku menginginkannya.
Aku hanya menginginkannya.. bukan sekedar seks.
Bukan sekedar kemaluannya memasuki kemaluanku. Aku menginginkan hatinya, hidupnya.
Tapi aku tidak berani berkata-kata, tidak berani bertatapan mata dengannya!
Leo juga terdiam.. dia nampak gelisah. Kami kemudianberhenti di muka sebuah cafe yang cukup sepi.
Cukup mewah.. dan Leo berjalan di muka sampai kami masuk ke ruangan bersekat. VIP room.
Aku gelisah.. apakah yang dikehendaki Leo..? Lelaki ini nampak begitu tampan.. begitu gagah..
Apakah dia akan menggagahiku di ruangan ini..?
Namun semuanya berjalan biasa: Pelayan datang membawa menu.
Aku memesan steak salmon dengan puree kentang. Leo memesan Sirloin steak.
"Bon appétit..! Faire un bon repas.."
"Maaf, apa itu tadi..?" Sekali ini Leo nampak terkejut. Tanpa bisa ditahan.. aku tertawa kecil.
"Maaf.. itu artinya selamat makan.. silakan mendapat makanan enak.."
"Bahasa apa tuh..?"
"Itu Français.. Perancis.."
"Kamu bisa Perancis..?"
"Dan Inggris juga.."
"Wah..! Lancar..?"
"He-eh. Lebih lancaran Inggris sih.. TOEFL saya enamratus limabelas.."
"Kok bisa..?"
"Ya bisalah. Kan memang kuliah sastra Inggris.." Rasanya aku mau menjadi lebih mesra.
Tetapi perasaanku yang tidak karuan ini membuatku bersikap antara ramah dan judes.. aneh.
Untungnya.. melalui percakapan ini makan malam tidak terlalu menegangkan. Kami menjadi lebih rileks.
Leo kemudian bercerita panjang lebar. Cerita tentang masa kecilnya di Kalimantan.
Cerita tentang perjuangannya kuliah di Jakarta. Cerita tentang pernikahannya.
Dan bagaimana ia berusaha untuk masuk ke sebuah Departemen di negeri ini.
Lantas beranjak dari bawah dengan susah payah.. hingga mencapai posisi eselon II.
Malangnya.. ketika ia baru diangkat.. justru istrinya meninggal dunia - terkena kanker rahim.
Kanker itu memang kejam: Penyakit ini membuat mereka tidak punya anak.. dan kini Leo tidak punya istri.
Ia sudah menjadi bujangan sejak beberapa tahun.. –sampai tiba promosi berikutnya.
Ia menjadi eselon I baru-baru ini. Itulah mulainya ada ide gila untuk pesta seks.
Tapi hanya dengan satu orang saja: Aku..!
Mereka semua itu adalah rekan-rekannya dari eselon II.. juga anak buahnya.
Mereka tidak mau memakai banyak perempuan karena khawatir akan menjadi gosip yang buruk.
Bagi Leo.. semua itu mulanya hanya keisengan belaka.. main-main dan bercanda.
Ia sendiri sudah lama tidak berhubungan badan dengan perempuan.
Bahkan sudah lama tidak pernah ejakulasi. Masturbasi pun tidak.
Tetapi malam itu.. ketika ia menjadi yang pertama tiba di kamar.. pertamakali memandangku.
Leo seperti jatuh cinta kembali.
Malam itu.. untuk pertamakalinya setelah berbulan-bulan.. ia kembali bertelanjang dengan seorang perempuan.
Kembali merasakan denyutan memek di kemaluannya. Kembali memuncratkan maninya dengan birahi.
Seperti remaja kembali. Seperti pengantin baru.
Ketika ia melihat teman-temannya memasukkan kemaluan mereka ke dalam diriku, Leo merasa sakit.
Ia merasa seharusnya aku adalah miliknya seorang.. –hanya untuknya saja.
Ia tertekan melihat penis-penis itu masuk memekku.. masuk anusku.. masuk mulutku.
Tertekan, sekaligus terangsang.. sekaligus menerima.
Tidak peduli berapa pun banyaknya batang laki-laki memasuki lubang-lubang di tubuhku..
Ia merasakan keinginan yang besar untuk memilikiku.
Itulah sebabnya.. sekali lagi ia bercinta denganku di kamar mandi.
Aku pun bercerita padanya.. betapa malam itu sebenarnya hanya ada aku dan Leo.
Ada begitu banyak penis.. begitu banyak semburan sperma. Tapi aku hanya merasakan orgasme bersamanya.
Aku hanya menginginkan dirinya.. merasakan kemaluannya menyelinap memasukiku.
Menggenjotku. Masuk dan keluar.. masuk dan keluar.. hingga sampai ke puncaknya..
Merasakan tubuh bergetar-getar.. merasakan semburan hangat di mulut rahimku.
Orgasme yang hebat.. yang tidak terlupakan.
Tetapi Leo harus mendengarkan ceritaku lebih lengkap;
Jadi.. tanpa terasa malam berlalu di restoran itu. Leo mendengarkan kisahku sejak semula, sejak SMA.
Bagian-bagian yang menyakitkan, yang menyenangkan.
Dan betapa aku tanpa sadar telah menjadi seperti pelacur.. yang sudah kenal banyak penis laki-laki.
Sesuatu yang mencegahku untuk jatuh cinta.
Karena aku tidak pernah tau kapan seorang laki-laki bersedia untuk jatuh cinta kepada perempuan seperti ini.
"Rena.. jika seorang yang berumur seperti saya jatuh cinta.. dapatkah kamu menerimanya..?"
"Leo, Leo.. memangnya sudah umur berapa sih..?"
"Sekarang, mau 41.."
"Belum terlalu tua..” Sebenarnya.. mungkin dia sedang puber kedua. Siapa tau..?
Konon itulah usia seorang laki-laki bisa jatuh cinta kembali.
"Leo.. kalau boleh.. aku ingin jatuh cinta seperti biasa. Maksudku, tanpa nafsu, tanpa hubungan badan.
Aku ingin dicintai Leo apa adanya.. bukan karena seksnya. Aku tidak tau apakah aku juga bisa mencintai Leo..
sebagaimana diri Leo sendiri, apa adanya. Jujur.. aku belum kenal Leo.
Kalau tidak kenal, tidak sayang.. aku tidak menginginkan cinta laki-laki yang tidak aku kenal, atau tidak mengenalku.."
Gila.. kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku. Sesuatu yang jujur yang keluar dari hati.
Kalau cinta.. harus dimulai dengan kejujuran, bukan..?
Malam itu berakhir dengan baik. Aku kembali ke apartemenku dengan selamat.
Entah mengapa.. kini aku kehilangan gairah seks yang seringkali menggebu dan membuat susah tidur.
Kini aku lebih tenang. Apakah karena aku mendapatkan orang yang bersedia mencintaiku..?
Aku tidak berani berharap banyak.. cobalah dilihat bagaimana jadinya.
Hari-hari berikutnya.. Leo menjadi semakin sering menelepon dan menjemputku di sela-sela kesibukannya sendiri.
Ini bukan pacaran seperti orang pada umumnya; kami tidak punya waktu khusus untuk apel pacar.
Bukan hari Sabtu atau Minggu.. melainkan setiapkali ada kesempatan..
–karena kalau sibuk.. dengan sendirinya tidak banyak kesempatan..–
Tetapi aku semakin mengenalinya dan menghormatinya, demikian pula ia mengenal dan menghormatiku.
Aku mulai berani memperkenalkan Leo kepada sahabat-sahabatku.
Mereka memelukku.. menciumku, mengucapkan selamat atas cinta kasih yang baru mulai ditanam ini.
Cinta kasih yang dengan cepat bertumbuh.. membesar.. mengakar jauh dalam hati..
sampai tiba saatnya aku merasa tidak bisa hidup tanpa Leo.
Sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Inikah yang namanya jatuh cinta..?
Hubungan ini berjalan sepanjang tahun.. lalu memasuki tahun kedua.
Aku sudah diwisuda.. sudah bebas dari kampus.. dan menerima kepercayaan yang lebih besar dari bosku.
Sebaliknya Leo mendapat masalah: ia tidak mau korupsi menurut perintah atasan barunya..
–punya menteri yang baru tidak selalu enak atau gampang.
Karena zaman sekarang menteri pun adalah perpanjangan tangan partai yang punya kepentingan sendiri.
Leo tidak dipecat.. tapi ia juga tidak naik pangkat lagi atau ditambah tunjangannya. Dan usianya mendekati 43.
Leo mengajakku untuk menikah. Ia masih menginginkan anak, dari diriku. Dari Rena.
Aku bilang.. "Ya Leo sayang.. aku mau.."
Perlukah aku menceritakan kelanjutannya..?
Pernikahan kami berlangsung sederhana –bagaimana pun aku menjadi istri keduanya setelah yang pertama wafat.
Akad nikah berlangsung cepat dan khidmat, dan kami terus menempati rumahnya yang besar.
Aku memandang kamar tidurnya, yang selama ini dingin karena hanya dipakai seorang laki-laki.
Kini ada perempuan.. istri.. yang akan menghangatinya.
Aku membuka bajuku satu per satu. Leo menatapku dengan birahi. Aku menatapnya dengan birahi.
Kini lembaran terakhir sudah terlepas. Leo juga.
Kepala kemaluannya keras.. ujungnya sudah mengeluarkan cairan. Aku menunggunya di atas ranjang, mengangkang.
Lampu kecil persis di atas ranjang menyorot memekku.. memperlihatkan bibirnya yang merah merekah, basah.
Leo datang, menghampiriku.. penisnya mendekat. Ia tidak sabar lagi. Aku juga tidak sabar lagi.
Lagipula, sudah beberapa bulan ini aku tidak lagi minum kontrasepsi.
Dan sekarang adalah puncak masa suburku.. masa yang paling nikmat untuk bercinta.
Laki-laki itu membenamkan penisnya dalam-dalam. Aaarrhhhh.. uuuggghhhh..!!
Aku merasakan tatapan Leo menjalar di seluruh tubuhku. Wajah. Dagu.
Kedua puting yang merah mengeras. Bulatan dada yang putih membusung.
Turun ke perut yang rata, dengan pusar yang dalam. Turun lagi.
Leo memandang memek yang berambut tipis pendek, dengan bibir merah merekah.
Aku mengangkang kedua paha lebih lebar lagi.. biar cahaya lebih baik menyinari memekku.
Aku gemetaran menunggu hujaman batang kemaluannya.
Leo mendekatkan kepala burungnya.. lalu jlebb.. mendorong masuk. "Arrhhhh.. uggghhhh..” enak.
Tetapi.. ia terus mencabutnya. Lendir menetes-netes ke atas ranjang.
Leo melihat lagi memekku.. kini sudah lebih lebar lubangnya.
"Indahnya.. memek kamu cantik sekali.. apalagi kalau berlubang begini.."
"Leo.. masukin lagi dong..!"
Leo menaruh lagi penisnya, sekali lagi mendorong masuk. Jlebb..!!
"Auhhhh..” aku tidak bisa tidak mendesah. Rasanya enak.
Leo menarik lagi penisnya, mencabutnya. Ia sekali lagi memandang memekku.
Aku mengangkang makin lebar. "Hmmm.. benar, basah dan lembut.. lubangnya tetap sempit ya..?"
"Aduh, Leo.. jangan siksa aku..” aku merengek.. tak sabar. Birahi telah membakarku.
Jlebb..!! Sekali lagi Leo menghujamkan penisnya ke dalam memekku.. tetapi sekali ia terus menindihku dari atas.
Tangannya memegang kepalaku, membelai rambutku. Leo menciumi dahiku, pipiku, ujung hidungku.
Lalu bibir. Kami berpagutan, lidah kami membelit-belit.
Dia mulai menggerakkan pinggulnya, membenamkan batang perkasanya yang berurat-urat.
Menancap dalam sampai aku merasa kelentitku terjepit.. tergesek bagian berambut dari suamiku ini.
Rasanya luar biasa. Tapi lebih luar biasa lagi.. ketika Leo menarik keluar sedikit.. lalu menghujam masuk lagi.
Tarik keluar lebih banyak.. hujamkan lebih dalam lagi.
Di bawahnya.. aku juga mulai menggerakkan pinggulku sebisanya.. membentuk gerakan memutar.
Leo menyukainya, ia mulai mengatur gerakannya seirama gerakanku.
Kami seperti menari.. aku berputar di bawah.. Leo turun naik di atas.
Tetapi semua itu membuat gesekannya terasa hebat.. terasa hangat.
Nafasku semakin memburu. Apalagi waktu Leo menunduk dan mulai menciumi dadaku.
Tanganku memeluknya, meremas rambutnya yang ikal itu..
Merasakan bibir dan lidahnya memainkan putingku yang keras. Rasanya luar biasa. Tak tertahankan.
"Oooohhhhhh.. Leoooo.. aku sampaiii..!!” Tapi, Leo tidak menjawab.
Ia terus menggerakkan penisnya masuk dan keluar.
Aku sendiri berhenti, karena saat itu rasanya kepalaku melayang ke langit-langit.
Hanya bisa memejamkan mata, karena rasanya berkunang-kunang dengan deraan yang nikmat.
"Renaaa.. aku juga.. mauu .."
Leo menggeram, seperti seekor singa jantan yang membuktikan keperkasaannya.
Ia memasukiku sedalam-dalamnya.. membuat aku melebarkan kedua paha..
Uhhhh.. kakiku menendang-nendang udara.
Dan rasanya aku mendapatkan orgasme keduakali..
Ketika merasakan ia meledak di mulut rahimku.. di dalam memekku.
Masuk semua sampai ke pangkalnya.. Leo melampiaskan mani memenuhi liang miliknya.
Memek miliknya.. rahim miliknya.
Itu adalah semburan yang sudah disimpan selama dua tahun ini..
Sebagai perjanjian kami untuk tidak berhubungan badan.
Baik di antara aku dan Leo mau pun dengan orang lain mana pun juga.. sebelum kami menikah.
Rasanya, aku kembali jadi perawan.. yang dipingit untuk hari istimewa.
Leo memang jauh lebih tua.. –usianya hampir duakali usiaku..–
Tetapi semburan-semburannya tidak kalah dari anak muda.
Bahkan rasanya lebih dari lelaki muda mana pun yang pernah mengentotku.. dari sejak dulu sampai sekarang.
Leo masih tetap keras ketika ia mencabut penisnya.
"Aku mau dari belakang.." katanya, dengan nafas memburu.
Aku lantas berbalik.. merondang dengan kedua tangan dan lutut di ranjang. Menunggu.
Suamiku datang.. dia yang masih membuktikan keperkasaannya.
Jlebb..!! Leo menghujamkan penisnya dari belakang langsung masuk ke memekku..
Kemudian bergerak dengan pompaan yang cepat.. maju mundur.. maju mundur.
Ia memegang pinggangku yang ramping.. memastikan gerakan yang kuat terjadi.
Aku juga berusaha mengimbangi dengan mengeraskan otot-otot di selangkangan.
Di memek yang basah dan licin. Dengan cepat.. aku kembali naik menuju orgasme.
Buat perempuan.. kalau sudah orgasme sekali..
Lebih cepat menuju orgasme berikutnya jika dirangsang dengan benar.
Dan Leo tau bagaimana merangsang perempuan dengan tepat.. dengan lembut tapi kuat.. tidak terlalu cepat.
Suami yang hebat.. dia baru saja mengeluarkan mani.. bagaimana bisa seperkasa ini..?
Aku makin mengaguminya. Aku menginginkannya. Aku mendambakannya.
Aku mau menjadi budaknya.. pelayannya.. memuaskan hasrat birahinya.
"Ohhh.. Rena.. Rena.. sayangku.. aku cinta padamu..!!"
"Ouh ouh ouh.. Leo.. Leo.. aku juga.. cinta.. pa..da..muuu.. ahhhhhhhhhh..!!"
Entah ini orgasme yang keberapa. Kakiku lemas..
Tapi aku merasakan sepertinya memekku yang sekali ini menyemprotkan cairannya.
Menjadi basah.. mengalir keluar membasahi pahaku yang putih berkeringat.
Aku merasa sangat seksi.. tetapi deraan ini terlalu hebat, tidak pernah kualami sebelumnya.
Leo tampaknya tidak ejakulasi lagi – sudah habis tadi..– tapi ia berhenti mengentotku.
Batang kemaluannya masih keras. Ia berbaring di sebelahku.. terlentang.. terengah-engah.
Rupanya aktivitas ini juga menguras tenaganya.
Hebatnya.. batang yang indah itu masih mengacung dengan kerasnya.
Mengkilap.. oleh lendir dari memekku.. campuran maninya dan cairanku.
Aku berputar.. masih merondang.. dan mulai menggarap penis ini dengan mulutku.
Ah.. gila ini masih keras..! Aku membersihkannya. Mula-mula, aku mengulum kepalanya yang lembut.
Ehmm.. terasa agak asin. Kemudian aku memasukkannya..
Berusaha memasukkan semua ke dalam mulut sampai bibirku menyentuh pangkal batangnya.
"Uh uh.. udahan dulu Ren.. ngga tahan gelinya.."
"Tapi ini kan masih keras, Leo.. masih pengin..?"
"Nggak.. nggak.. hehehehehe.."
"Lho..?"
Ya.. ternyata ini gara-gara Leo tadi sebelum main minum obat kuat dari Malaysia, namanya Spartan.
Hanya minum separoh.. tetapi hasilnya begini rupa. Kenapa tidak diminum semua..?
"Ah.. kalau diminum semua, kepala jadi pusing.
Sebelum ini.. burung jadi keras tiga hari.. seperti singkong. Ngga enak juga.."
Aku tersenyum, suamiku ini memang bersemangat dan ia ingin memuaskanku.
Sungguh aku mencintainya. Mudah-mudahan.. dari apa yang ditanamnya ada yang bisa jadi..
Kami bersama-sama masuk ke kamar mandi.
Sebagai istri yang baik, aku ingin melayaninya dengan sepenuh hati.
Aku menyalakan shower, membasahinya, membasahi juga diriku.
Aku membasahi rambutku, lalu memakainya untuk menggosok punggungnya. Leo bergidik kegelian.
"Apa tuh..?"
"Sstt.. nikmati aja, sayang.."
Aku memakaikan shampoo ke rambutku yang panjang..
kemudian menggosokkan rambut berbusa ini ke punggungnya.. lalu ke pantatnya, terus turun ke pahanya.
Aku memakai rambutku untuk menggosok bibir anusnya, sampai Leo mendesah.
Aku berputar.. kini rambutku menggosok penisnya, yang masih keras. Luar biasa.
Leo membalas dengan mengusap-usap rambutku, mengeramasiku - karena masih ada busanya.
Kupejamkan mata, karena takut kemasukan shampoo.
Tapi, kemudian Leo membilas kepalaku, membersihkan busanya. Rasanya hangat, enak.
Aku lalu berdiri, sambil masih memejamkan mata. Leo mencium bibirku. Lidah kami sekali lagi bergelut.
Penis Leo yang keras masih menyodok-nyodok bibir memekku..
Jadi aku mengangkangkan kaki agar kepalanya terbenam masuk. Oh.. enak bukan main..!!
Leo merendahkan dirinya sedikit, mengambil posisi.. lalu clebb.. membenamkan penisnya dalam-dalam.
Kami bercinta sambil berdiri.. di bawah shower hangat, dan sekali lagi aku bergairah.
Dalam posisi berdiri begitu kami tidak bisa banyak bergerak.. jadi kami hanya berangkulan erat..
sambil menggoyang-goyangkan pinggang.. sementara penisnya tertancap dalam di memekku ini.
Semakin lama, aku jadi semakin birahi, jadi kedua kakiku menjepit pinggang Leo, dan ia pun menggendongku.
Penisnya semakin tertancap dalam, tetapi dalam gendongannya aku bisa bergerak naik turun sedikit.
Itu rasanya luar biasa.. karena memekku juga menjepit kontol itu sekuat-kuatnya.. setiap gesekan terasa dahsyat.
Aku mendongakkan kepala.. merasakan air membasahi muka.
Rasanya seperti kehabisan nafas.. tetapi yang benar adalah orgasme dengan kuat menerpaku sekali lagi.
Juga menerpa Leo.. karena sekali lagi aku merasakan kedutan-kedutan penis di dalamku..
disertai perasaan hangat ketika ia menyembur jauh dan keras di dalam lubuk memekku sana.
Sekali ini, benar-benar mengurasnya habis, jadi ia melepaskan penisnya, yang kemudian mulai terlihat layu.
"Hihihi.. akhirnya, lemes juga.."
"Lemes tapi enak banget.."
"Aku juga enak.. Leo, kamu hebat sekali.. kontolmu enak sekali..”
Kami memakai handuk bersama-sama, saling menggosok, saling mengeringkan.
Aku lantas mengambil hair dryer yang tersedia..
untuk mengeringkan rambut kami yang basah, sambil saling bertatapan.
Inikah yang namanya pernikahan..? Seperti inikah rasanya suami istri..?
Astaga. Tau begini, dari dulu aku jadi istri orang.. tapi, mungkin akan berbeda jika suamiku bukan Leo, ya..?
Pengalaman ini menjadi bagian diriku, yang pasti akan terus kunikmati..
Aku belum tau kelanjutannya setelah malam berlalu.
Bagaimanapun, sekarang ini kan aku masih jadi pengantin baru.
Tapi, mungkin aku tidak lagi sempat bercerita dan menulis seperti ini.
Toh kalian sudah bisa mengira-ngira kelanjutannya, bukan..?
Selamat Mupeng..! E(. )N ( .)D
----------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------