Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kutukan Gunung Kemukus

Status
Please reply by conversation.
Chapter 3 Pengorbanan Seorang Ibu 2



Untung baginya, si ibu penjual kembang berhasil menutupi wajahnya atau mungkin Jalu terlalu asyik dengan wanita cantik yang begitu manja bergelayutan pada tangannya sehingga dia tidak memperhatikan sekelilingnya. Lastri menarik nafas lega Jalu berjalan terus menuruni anak tangga, dia terbebas dari bayang bayang buruk masa lalunya.


"Mbak, kembangnya !" Si ibu terus mengangsurkan plastik berisi kembang setengah memaksa Lastri membelinya, suasana Gunung Kemukus masih sepi, baru besok puncak keramaian akan terjadi pada malam Jum'at Pon.


"Nggak, Mbak..!" Jawab Lastri menolak halus, dia ingin segera meninggalkan tempat itu sebelum Jalu atau dia mengenalnya sebagai Ujang. Namun langkahnya terhenti, penjual itu terus memaksa membuat kesabaran Lastri habis dan mulia membentuk penjual bunga itu yang usianya mungkin sebaya dengannya.


Mendengar paksaan dan tolakan berulang kali antara penjual kembang membuat Jalu merasa iba, teringat dengan perjuangan ibunya mencari nafkah untuk membiayai ke tiga anaknya, Jalu berbalik dan mendekati penjual Bungan dan seorang wanita yang berdiri membelakangi sehingga Jalu tidak bisa melihat wajahnya, suara wanita itu mulai terdengar meninggi karena terus menerus dipaksa untuk membeli kembang yang dijualnya.


"Berapa Bu, kembangnya?" Tanya Jalu membuat penjual dan wanita yang dipaksa membeli refleks menoleh kearahnya, Jalu terbelalak tidak percaya wajah Lastri yang berubah menjadi pucat. Tidak salah lagi, wanita ini adalah Lastri wajahnya tidak berubah, terlihat lebih matang.


"Lastri !" Gumam Jalu dengan suara bergetar, impiannya berbulan bulan seakan menjadi nyata melihat Lastri berdiri di hadapannya.


"10 ribu pak." Jawab penjual bunga menyadarkan Jalu, tanpa menoleh Jalu mengambil uang yang terselip di dompet tanpa melihat nominalnya dan memberikan ke penjual bunga itu yang segera mengambil uang tersebut.


"Wah maaf Pak, nggak ada kembaliannya." Penjual bunga itu baru menyadari uang sebesar 100 ribu yang baru diterima, hari ini baru 3 kembang yang terjual.


"Ambil saja, Bu !" Jawab Jalu tidak peduli bahkan, matanya terus tertuju ke arah Lastri yang berdiri mematung .


"A Ujang !" Gumam Lastri akhirnya bisa membuka mulutnya, berat sekali saat menyebut nama pria itu. Pria yang selama puluhan tahun dirindukan dan hanya bisa memandangi wajahnya lewat photo buram yang selalu tersimpan rapi di balik tumpukkan baju sehingga Satria tidak pernah mengetahuinya.


"Sudah lama sekali Las, kamu masih tinggal di sini?" Tanya Jalu tidak percaya, dia sudah berusaha mencari keberadaan Lastri begitu tahu wanita itu pergi dalam keadaan hamil calon anaknya. Entah berapa banyak uang yang dihabiskannya untuk mencari Lastri lewat orang orang suruhannya, namun Lastri seperti hilang ditelan bumi.


"Ti ti dak, aku." Lastri tidak bisa meneruskan kalimatnya, air mata mulai mengenangi matanya yang masih terlihat jernih di usia 45 tahun, matanya masih tetap indah walau duka sudah menjadi sahabatnya sekian puluh tahun.


"Ayo, ikut aku !" Seru Jalu meraih tangan Lastri tanpa peduli tatapan cemburu dari Desy, baginya kehadiran Lastri lebih penting dari pada Desy. Memang sejak awal kedatangannya mencari tahu keberadaan Lastri dan juga anaknya yang selama enam bulan belakangan muncul dalam mimpi mimpinya. Sepertinya, inilah arti mimpinya selama ini, satu persatu akan segera terbuka.


"Ti dak....!" Seru Lastri gugup, dia tidak mampu menolak keinginan Jalu. Sekilas dia melihat ke arah Satria yang duduk di bangku memanjang dari tembok membelakanginya, dari pakaian yang dikenakannya Lastri yakin itu adalah Satria yang duduk di sisi kiri Bangsal Sonyoyuri dan pemuda itu tidak menyadari kehadiran ibunya, dia asyik berbincang dengan seorang wanita yang berdiri di hadapannya.


"Satria, ini Ibu...!" Panggil Lastri namun suaranya hanya bergema di dada dan tanpa terucap dari Bibirnya. Langkahnya lunglai mengikuti Jalu yang menuntutnya seperti anak kecil.


Satria menoleh ke arah Lastri dan melihat Jalu yang menuntun seorang wanita dan di sisi kirinya Desy mengiringi langkahnya menuruni anak tangga, dia tidak menyadari wanita dengan tampilan t-shirt tangan panjang dan celana jeans itu adalah ibunya.


"Hahaha, kamu kalah oleh bapak tua itu, dia bisa dapat pasangan ritual dua wanita sekaligus.." wanita cantik yang tadi menegurnya tertawa melihat ke arah pandangan Satria, usianya mungkin seumuran dengan Lastri ibunya.


"Aku sudah punya pasangan ritual, kami janji akan bertemu di sini." Jawab Satria malu, sudah hampir tiga jam dia datang ke Gunung Kemukus namun Yuk Darmi belum juga datang. Dia sudah berusaha menghindar Kang Bejo, namun HPnya tidak aktif.


"Sampai kapan kamu mau menunggu sesuatu yang tidak pasti, kalau di hadapanmu ada yang lebih pasti." Wanita cantik itu mencibirkan bibirnya yang tebal dan sensual dan hal itu justru menambah kecantikan wajahnya membuat Satria memalingkan wajahnya, dia belum pernah menghadapi wanita seagresif ini.


"Nggak tahu, sepertinya dia belum sampai." Jawab Satria mulai ragu, Bejo memang tidak pernah mengingkari janjinya, tapi dia belum mengenal sifat Yuk Darmi yang bisa saja membatalkan rencananya melakukan Ritual Sex di Gunung Kemukus. Hal itu sangat mungkin, dan Bejo merasa malu sehingga mematikan HPnya.


"Apakah aku terlalu tua dan kurang cantik untuk menjadi pasangan ritualmu, anak muda?" Tanya wanita itu genit, tanpa meminta izin dia duduk merapat pada Satria.


"Eh, tidak...!" Jawab Satria, wajahnya berubah merah menahan perasaan jengah. Seumur hidup dia sangat jarang berdekatan dengan wanita, apa lagi seorang wanita yang sangat agresif menawarkan dirinya.


"Namaku Ijah, siapa nama kamu?" Tanya Ijah tanpa merasa janggal dengan nama yang dimilikinya, dia sudah terbiasa dengan nama baru yang disandangnya sejak 25 tahun yang lalu dari pada nama aslinya Rini. Nama Rini membuatnya merasa tidak nyaman karena nama itu pemberian ayahnya Codet seorang residivis terkenal pada zamannya yang mempunyai banyak musuh, nama itu sudah dikuburnya sejak lari meninggalkan atau lebih tepatnya mengkhianati Kakaknya Rank dengan seorang pria yang kini menjadi suaminya.


"Satria.." jawab Satria jengah merasakan tubuh hangat Ijah yang menempel padanya, aroma parfum yang lembut dan belum pernah ditemuinya pada wanita-wanita yang pernah dikenalnya.


"Wow, nama yang keren, apakah namamu sejantan kamu di ranjang !" Bisik Ijah atau Hajjah Ijah tanpa rasa malu, kedatangannya ke Gunung Kemukus memang untuk melakukan ritual sex agar usahanya yang mulai merugi kembali berjaya. Dia datang tanpa seorang pasangan bukan tanpa alasan, membawa pasangan dari orang yang dikenalnya terlalu berisiko nama baiknya akan tercemar.


Saat melihat ketampanan Satria, Hajjah Ijah langsung memutuskan untuk menjadikan Satria sebagai pasangan ritualnya walau dia sempat ragu mendekati Satria karena melihat pemuda itu duduk di samping Jalu, tidak salah lagi pria itu adalah Jalu seorang gembong residivis yang pernah menyelematkannya saat akan dijadikan pelacur. Dia tidak berani menghampiri mereka hanya mengintai dari sebuah warung yang berjarak dua meter dan saat melihat Jalu meninggalkan Satria tanpa pikir panjang Hajjah Ijah segera menghampiri Satria padahal Jalu masih berada tidak jauh dari tempat tersebut. Dia harus segera bergegas memastikan kesediaan pemuda itu menjadi pasangan ritualnya, Hajja Ijah yakin Satria tidak akan menolak wanita secantik dirinya dan pilihannya tepat, pemuda ini terlalu lugu dan naif.


"I itu !" Seru Satria gagap, pertanyaan itu tidak bisa dijawabnya sekarang karena seumur hidup dia belum pernah berhubungan sex.


"Hihihi, jangan malu-malu kucing, kita datang ke sini untuk mencari pasangan ritual seks. " Kata Hajjah Ijah tertawa geli melihat keluguan Satria yang menurutnya terlalu bodoh, tidak perlu berpura-pura di tempat seperti ini. Seks sudah menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan oleh para peziarah, mereka yang datang akan mencari pasangan untuk melakukan seks bebas selama itu bukan dengan pasangan resminya. Suami istri yang datang akan berpisah untuk mencari pasangan sendiri sendiri, begitu pula dengan suaminya Haji Qosim yang saat ini sedang mencari pasangan Ritual.


"Ayolah kita ke Sendang Ontrowulan sebelum dipenuhi para peziarah yang akan mandi, kamu tahukan sebelum kita nyekar ke Makam Pangeran Samudera kita harus mandi di Sendang biru. Yang paling afdhol mandi dilakukan bersama dengan pasangannya, begitu yang diyakini oleh mayoritas para peziarah yang datang walau pada kenyataannya akan sulit dilakukan kalau mereka datang menjelang malam Jum'at Pon. Pada saat itulah ribuan peziarah akan berdatangan dan berebutan mandi di bilik sendang Ontrowulan yang kecil dan hanya bisa menampung lima atau 6 orang sehingga mereka terpaksa mengantri, sehingga wanita dan pria akan mandi terpisah." Kata Hajjah Ijah menerangkan panjang lebar, dia ingin secepatnya melakukan ritual dengan pemuda yang sudah menarik perhatiannya pada pandangan pertama dan dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada sebelum sebelum pasangan pemuda ini benar benar datang, maka keinginannya untuk melakukan ritual dengan Satria akan gagal total.


"Eh...!" Seru Satria kaget saat Hajjah Ijah menarik tangannya, keberanian dan kenekatan wanita yang baru dikenalnya ini membuat Satria salah tingkah namun dia tidak berusaha menolak ajakan Hajjah Ijah ini. Apa yang dikatakan wanita ini benar, tidak perlu menunggu sesuatu yang tidak pasti.. Sudah tiga jam dia menunggu kedatangan Yuk Darmi tanpa kabar berita dan tiba tiba ada seorang wanita cantik mengajaknya ritual, bukankah artinya kedatangannya ke sini sudah mendapatkan restu dari Dewi Ontrowulan dan Pangeran Samudera?


Entah apa yang sedang dirasakan oleh Satria, dia sendiri bingung. Kejadiannya serba tiba tiba, seorang wanita cantik menggandengnya sepanjang jalan menuruni anak tangga ke sendang Ontrowulan diiringi tatapan cemburu para pria hidung belang yang belum mendapatkan pasangan dan terpaksa menepi ke warung warung yang menjajakan makanan berikut wanitanya.


"Bu, kembangnya berapa?" Tanya Hajjah Ijah setelah sampai di depan bilik sendang Ontrowulan, sekaligus menyadarkan Satria yang berjalan dengan kepala kosong.


"10 ribu, Mbak..!" Jawab penjual bunga dengan senyum sumringah, dagangannya laku. Tanpa banyak bicara, Hajjah Ijah segera membayar harga bunga yang dibelinya.


"Ayo kita masuk, mumpung sepi..?" Hajjah Ijah menarik tangan Satria masuk ke dalam bilik sendang Ontrowulan, sebenarnya lebih pantas disebut kamar mandi dari pada sendang. Yang dimaksud sendang ternyata hanya sebuah sumur yang tidak terlalu dalam, ada sebuah timba dan ember untuk menampilkan air bagi para peziarah yang akan mandi.


"Jangan bengong saja, cepat kamu nimba..!" Seru Hajjah Ijah menyadarkan lamunan Satria, dia tertawa geli melihat keluguan pemuda yang akan segera menikmati tubuhnya. Harapannya semoga pemuda ini bisa memuaskannya, membuatnya tidak bisa bangun oleh gelombang orgasme dahsyat.


"I ya, Bu !" Jawab Satria, dia bergegas mengambil timba untuk mengambil air sendang Ontrowulan.


"Jangan panggil aku Bu, selama di sini aku adalah istrimu." Jawab Hajjah Ijah sambil menaburkan kembang pada ember yang masih kosong, gairahnya bangkit membayangkan tubuh kekar Satria bugil di hadapannya. Bergegas Hajjah Ijah membuka seluruh pakaian dan menggantung di paku yang menempel di tembok, tak ada lagi selembar benangpun yang menempel di tubuh indahnya yang montok dan ranum, sepasang payudara jumbonya mulai menggelantung seperti buah pepaya.


Satria menoleh setelah selesai memenuhi ember dengan air dari Sendang Ontrowulan, matanya terbelalak takjub melihat tubuh bugil Hajjah Ijah. Tubuhnya mematung melihat sepasang payudara jumbo Hajjah Ijah dengan areola yang lumayan besar mengelilingi putingnya yang mencuat keras, Satria meneguk air liur membayangkan nikmatnya menghisap puting payudara Hajjah Ijah, apakah masih ada ASI yang tersisa bisa dinikmatinya.


"Jangan bengong, buka bajumu ! Kita akan mandi bersama agar ritual ini lebih afdhol sehingga hajat kita akan tercapai, ingat ini syarat ritual." Goda Hajjah Ijah menutupi payudaranya, namun telapak tangannya Hannya mampu menutupi sebagian kecil payudaranya.


"Eh, iya...!" Jawab Satria jengah, ini pertama kali melihat tubuh bugil seorang wanita apa lagi mereka hanya berduaan di kamar mandi. Perlahan Satria membuka kaos yang dikenakannya hingga terlepas membuat Hajjah Ijah berdecak kagum melihat tubuhnya yang kekar tertempa oleh latihan silat rutin, tubuh pemuda perkasa yang membuat hatinya bergetar.


Mata Hajjah semakin terbelalak kagum saat Satria melepaskan celana panjang beserta celana dalamnya, nyaris tidak percaya melihat kontol Satria begitu panjang dan besar mengingatkannya pada bentuk kontol Jalu, pria yang sudah berhasil mendapatkan keperawanannya dua puluh enam tahun lalu. Kenangan yang tak pernah pergi dari hidupnya, masih jelas terbayang kontol Jalu bergerak mengocok memeknya menimbulkan rasa sakit dan ngilu yang membaur dengan rasa nikmat yang sulit dilukiskan olehnya.


"Ahhhh,..!" Tanpa sadar Hajjah Ijah mendesah lirih membayangkan kontol Satria bergerak liar dalam lembah sempit memeknya, jemarinya mengelus memeknya yang menjadi basah sehingga cairannya merembes keluar.


"Kenapa, Bu ?" Tanya Satria heran melihat tingkah Hajjah Ijah yang terpejam sementara tangannya menutupi memeknya, pasti wanita ini merasa malu karena telanjang di hadapannya.


"Eh, ayo kita mandi." Jawab Hajjah Ijah tersipu malu seperti gadis belia yang baru mengenal pria, bergegas dia menarik tangan Satria untuk berjongkok menghadap ember berisi air yang sudah ditaburi bunga. Hajjah Ijah berusaha khusuk membaca mantra yang diperolehnya dari orang pintar yang menjadi guru spiritualnya, hanya sebuah mantra mandi untuk meminta agar air yang membasuh tubuh bisa membangkitkan aura di tubuh.


Satria pun tidak mau kalah, dia sudah membekali diri dengan mantra yang dipelajarinya dari Kang Bejo. Menurut Kang Bejo saat mandi kita harus memanggil saudara batin kita Kakang Kawah dan Adi Ari-ari menurut kepercayaan kejawen, mereka mengikuti cara mereka tanpa ada sebuah kesepakatan.


"Kita saling memandikan ya, satu ember ini harus cukup untuk kita berdua." Hajjah Ijah memecah kesunyian setelah mereka selesai membaca mantra, proses selanjutnya akan dimulai dan Hajjah Ijah meminta Satria mulai memandikannya, dia membuka ikatan rambutnya sehingga rambutnya yang panjang dan hitam legam terjurai menyentuh punggungnya.


Satria hanya mengangguk, dia berusaha mengabaikan tubuh bugil Hajjah Ijah yang berjongkok di hadapannya. Toh sebentar lagi dia akan bisa dengan bebas menggumuli tubuh indahnya yang putih bersih tanpa cacat, tapi apa benar dia bisa menikmati tubuh wanita yang baru dikenalnya dengan bebas? Satria menarik nafas panjang, berkosentrasi mengambil air dengan gayung dan mengguyurkan pada kepala Hajjah Ijah tanpa beranjak dari posisi berjongkak sehingga dia bisa bebas memandang keindahan sepasang payudara Hajjah Ijah. Ritual mandi itu berjalan cepat, air satu ember pun habis dalam sekejap. Hajjah Ijah dan Satria bergegas memakai pakaiannya kembali, kali ini Hajjah Ijah tidak mengenakan jilbab lebar yang tadi dikenakannya. Dibiarkan rambut basahnya tergerai bebas diterpa angin agar lebih cepat kering.


"Ayok, kita ke makam lagi." Hajjah Ijah berjalan keluar meninggalkan Satria yang mengikutinya dari belakang, Hajjah Ijah kembali menggandeng tangan Satria berjalan meninggalkan Sendang Ontrowulan untuk melakukan ritual selanjutnya yaitu berziarah di Bangsal Sonyoyuri tempat Pangeran Samudera dimakamkan.


Berjalan bergandengan tangan dengan seorang pemuda tampan membuat hati Hajjah Ijah berbunga bunga, kedatangannya tanpa pasangan ternyata membawa hikmah. Awalnya dia hanya berpikir untuk melakukan ritual sex di Gunung Kemukus dengan siapapun pasangannya, bahkan dia tidak peduli kalau harus berpasangan dengan pria tua bau tanah sekalipun asal keinginannya terkabul, usahanya yang mulai menurun kembali naik dan memberinya keuntungan besar. Kalaupun saat ini dia mendapatkan pasangan Ritual seorang pemuda tampan, itu adalah keberuntungan yang tidak pernah diduga dan terlebih lagi ukuran kontol pemuda itu sudah mampu membuatnya orgasme tanpa disentuh.


Perjalanan menaiki anak tangga yang lumayan tinggi hampir tidak dirasakan oleh kedua insan berlainan jenis yang datang dari dua generasi berbeda, mereka lebih pantas disebut ibu dan anak dari pada sepasang kekasih. Akhirnya mereka sampai di bangsal Sonyoyuri, keduanya langsung berjongkak di hadapan kuncen yang setia menanti setiap peziarah yang datang dan yang paling diharapkan tentunya isi amplop yang akan diterimanya.


"Nama ?" Tanya kuncen bergantian pada Hajjah Ijah dan Satria, dia segera membakar menyan yang dibawa Hajjah Ijah dan Satria, kembang yang berada di dalam kresek diputar-putar di atas asap menyan yang mengebul pekat. Sebuah prosesi sederhana, kedua kresek berisi kembang itu kembali diberikan kepada Hajjah Ijah dan Satria yang segera menerimanya dan langsung masuk ke dalam tempat makam Pangeran Samudera.


"Sat, sebelum kita berdoa kita harus melakukan nikah batin." Bisik Hajjah Ijah agar tidak terdengar oleh kuncen, nikah batin menurut keyakinannya adalah salah satu suara yang membuat ritualnya berhasil.


"Nikah batin, maksudnya Bu?" Tanya Satria heran, Kang Bejo tidak mengatakan hal itu.


"Jangan panggil aku Ibu, panggil Ijah. Nikah batin itu untuk membuka pintu alam gaib agar niat kita berhasil dan selama di sini dan ritual selanjutnya hingga tujuh kali malam Jum'at Pon kita adalah suami istri." Jawab Hajjah Ijah singkat, ritual nikah batin harus segera dilaksanakan selagi hanya ada mereka berdua.


"Saya nggak tahu caranya, Jah." Jawab Satria, dia percaya dengan apa yang dikatakan Hajjah Ijah.


"Kamu tahu cara nikah?" Tanya Hajjah Ijah, dia terlalu berharap banyak pada pemuda yang belum pernah melihat prosesi pernikahan dilaksanakan. Tidak heran jawaban yang diterimanya adalah gelengan kepala.


"Sudah, ikuti kalimatku." Hajjah Ijah segera menyalami Satria, menggenggam erat telapak tangan Satria agar tidak terlepas.


"Aku nikahi Ijah binti Tompel dengan mas kawin sperma yang akan aku semburkan pada lobang kemaluan Ijah binti Tompel, semoga pernikahan ini disaksikan oleh dangyang penghuni Gunung Kemukus dan disahkan Oleh Pangeran Samudera dan Dewi Ontrowulan." Terpaksa walaupun tidak mengerti Satria mengikuti semua kalimat yang diucapkan Hajjah Ijah, dia beranggapan Hajjah Ijah tentu lebih tahu apa yang harus dilakukan selama ritual.


Proses nikah batin dan berdoa itu selesai, Hajjah Ijah kembali mengajak Satria meninggalkan tempat itu dengan ransel besar yang sejak kedatangannya selalu dibawa bawa karena belum menemukan tempat menginap. Entah akan ke mana lagi Hajjah Ijah akan membawanya karena sejak tadi Hajjah Ijah hanya membawa tas kecil tempat dompet dan mungkin peralatan berhiasnya


"Ke mana kita, Jah?" Tanya Satria dengan suara bergetar membayangkan sebentar lagi dia bisa menikmati tubuh indah wanita cantik yang lebih pantas menjadi ibunya dari pada kekasihnya.


"Ke kamarlah, melakukan ritual yang paling kamu tunggu." Goda Hajjah Ijah, dengan nakal dia membelai kontol Satria yang sudah sef tegang sejak di Sendang Ontrowulan.


"Eh, aku belum nyewa kamar.." jawab Satria gugup merasakan kontolnya dibelai oleh tangan halus oleh Hajjah Ijah, nafsunya semakin bergejolak.


"Aku sudah ada kamar yang akan kita tempati selama seminggu, Sayang..!" Bisik Hajjah Ijah, dia ingin berlari agar segera sampai kamar yang disewanya. Namun keinginan itu harus ditahannya, toh pada akhirnya dia bisa bebas menikmati kontol Satria hingga malam Jum'at Kliwon yang akan datang di mulai dari malam ini, masih tersisa delapan malam panjang yang akan dilaluinya bersama pemuda tampan yang baru dikenalnya.


Perasaan Satria tentu lebih tegang menghadapi momen yang belum pernah dihadapinya, seks adalah sesuatu yang belum pernah dinikmatinya. Kalaupun dia mendengar kata seks, itu hanyalah banyolan ala anak muda disertai pengetahuan yang diperolehnya lewat video video porno yang tersimpan di hpnya. Dia ingin segera sampai ke dalam kamar sehingga bisa membuktikan kenikmatan seks sebagai pria utuh, pria dewasa yang beranjak matang.


"Satria, rupanya kamu sudah menemukan pasangan ritual.! Cantik, kamu ternyata pandai memilih pasangan ritual..!" Seru Jalu yang tiba tiba sudah berdiri di hadapan ke dua insan dari dua generasi yang berbeda jauh membuat wajah Hajjah Ijah menjadi pucat, dia terlalu asyik dengan pikirannya sehingga tidak menyadari kehadiran pria yang pernah dikhianatinya. Kenapa di saat seperti ini dia harus bertemu dengan sosok yang menakutinya selama puluhan tahun. Momok yang selalu berusaha dihindarinya karena di pernah mengkhianati pria yang saat ini berdiri di hadapannya diapit oleh dua wanita yang salah satunya sempat dilihat dari kejauhan, wanita cantik yang sulit ditaksir berapa usianya.


Bersambung


Siapa yang belum mengenal Rini atau Hajjah Ijah silahkan klik link di bawah ini :


https://www.semprot.com/threads/ritual-sex-di-gunung-kemukus.1252088/post-1897333049


Yang ingin tahu siapa Hajjah Ijah silahkan klik :


https://www.semprot.com/threads/wanita-yang-menutup-aurat.1268296/
 
Wuih..lha kok semua buyar..satria sama bu ijah..
Dan bu lastri juga gagal melakukan ritual dengan anaknya..
Mantap updatenya master..
:jempol:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd