Episode 10
Pagi hari itu, suasana kontrakan Leli seperti biasanya, masing-masing penghuni sibuk dengan kegiatannya. Leli masih terlelap dalam dekapan Arief, semalaman mereka memadu kasih seolah dunia milik berdua. Pak Basyir masih menonton TV menyimak berita pagi hari, sejak Subuh tadi dia menunggu-nunggu kedatangan Leli yang biasanya mengantarkan sarapan pagi buat dia dan menantunya Arief, namun hingga mentari mulai menyinari bumi Leli tak kunjung datang juga. Pak Basyir gelisah, namun dia juga tidak berani mengetuk kontrakan Leli, khawatir perempuan montok itu melaporkan perbuatannya semalam.
Sari, gadis pramuniaga yang juga istri simpanan Lutfi sudah beranjak bekerja, kondisi ibunya sudah mulai membaik setelah menjalani operasi dan pengobatan rutin. Lutfi masih membantu ekonomi Sari, sebagai suami beliau sangat bertanggung jawab dan tentu saja Lutfi rutin mengunjungi Sari di malam-malam tertentu untuk mengambil haknya sebagai suami Sari.
Kesibukan yang mencolok terjadi di kontrakan Sugiyono dan Narti, mereka berdua sibuk berkemas untuk pulang kampung. Sugiyono mengambil cuti tiga hari mengantarkan istrinya pulang ke desa dan berencana melahirkan di sana. Setelah semuanya siap, Sugiyono bersiap menunggu taksi online untuk mengantarkan mereka berdua ke Stasiun Senen.
“Wahhhh mudik nih ceritanya Mas??” Lutfi menyapa Sugiyono yang sedang mengamati jalan, khawatir taksi online pesanannya tiba.
“Ehhhh....iya Pak, titip kontrakan ya Pak!” Jawab Sugiyono sesopan mungkin, dia cukup segan pada lelaki paruh baya tetangganya ini, yang sering kali jadi tempat curhatnya terutama soal agama dan kehidupan rumah tangga.
“Berapa hari rencana mudiknya Mas?” Lutfi kembali bertanya.
“Ahhhh gak lama kok Pak, Cuma tiga hari aja, cutinya gak bisa lama soalnya dari kantor,” Sugiyono menimpali.
“Mas....sudah datang taksinya?” tiba-tiba Narti keluar menghampiri, sesaat matanya menangkap sosok Lutfi yang mengawasinya dengan tatapan nanar. Narti buru-buru menunduk berusaha menenangkan diri.
“Sudah dekat ya perkiraan lahirnya Mbak??” Lutfi berusaha mengajak Narti bicara.
“Ehhhhh...iiyaaa Abi...Ehhhh...anu...Pak,” Narti gugup.
Lutfi tersenyum nakal, tanpa di ketahui Sugiyono yang masih mengamati jalan, Lutfi mengerling mesum kepada Narti yang semakin salah tingkah dibuatnya.
“Wahhhhh bakal kesepian nih......,” Lutfi kembali bersuara dengan nada menggantung.
“Ahhh...bisa aja Pak Lutfi ini....wong kontrakan rame gini kok. Itu masih ada Mbak Leli, Mas Arief dan Sari. Pak saya pamit yaa, mohon do’anya agar persalinan nanti lancar,” Narti berusaha mengalihkan pembicaraan, menghampiri Lutfi untuk bersalaman.
“Jaga anak Abi ya dek!” Lutfi berbisik ketika Narti sudah berada tepat didepannya, sementara Sugiyono masih konsentrasi dengan jalan raya.
“Mi.....ini Mas Sugiyono dan Mbak Narti pamitan mau pulang kampung...!!” Lutfi berteriak memanggil istrinya.
Tak berapa lama muncul perempuan bercadar menghampiri mereka, Narti tersenyum ramah mengulurkan tangannya yang disambut hangat oleh perempuan misterius itu, mereka berdua berpelukan hangat.
“Hati-hati dijalan ya Mbak, jaga diri baik-baik, semoga persalinannya lancar dan dimudahkan Allah SWT.” Bening sekali suara perempuan itu,
“Terima kasih Mbak...” jawab Narti, berusaha mengamati siapa sebenarnya wanita dibalik cadar ini.
Sebenarnya Narti beberapa kali bertemu dengan Fatma, istri Lutfi namun dia ragu apakah perempuan di depannya ini Fatma atau yang lain. Karena setahu Narti istri Lutfi yang tinggal di kontrakan ini beda-beda orangnya, Lutfi pernah bercerita sehabis mereka bercinta bahwa istri simpanan Lutfi yang di kontrakan disini sudah berganti tiga kali. Nah yang pernah berinteraksi dengan Narti adalah perempuan yang bernama Fatma, entah istri yang ke berapa. Fatma gadis pintar mahasiswi perguruan tinggi negeri terkenal itu harus menerima nasib dinikahi Lutfi secara kontrak demi kelancaran biaya pendidikannya. Narti dan perempuan itu terlibat obrolan yang hangat, hingga taksi online pesanan mereka datang menjemput.
Narti yakin perempuan itu Fatma, dari suara dan gestur tubuhnya, Narti meyakini bahwa perempuan yang ada di dekatnya ini adalah Fatma.
“Mbak aku pamit ya, titip kontrakan....” Narti mengucapkan salam perpisahan, mereka kembali berpelukan kemudian melambaikan tangan lalu semuanya kembali seperti sediakala.
Di ujung kontrakan, Pak Basyir mengamati dari ambang pintu, hatinya kecewa Narti pergi tanpa pamitan kepadanya. Menantunya belum kembali juga, telepon genggamnya tidak aktif ketika tadi dia mencoba menghubunginya. Leli pun tak nampak batang hidungnya, sementara perutnya mulai keroncongan lapar.
“Pak....sini ngopi..!!!”
Pak Basyir kaget, sadar dari lamunannya mendengar teriakan memanggilnya. Ditatapnya lelaki yang barusan saja berteriak,
“Ehhhh....iya..makasih..***k usah repot-repot Pak” jawab Pak Basyir berusaha menolak secara halus.
“Ayooo sini temenin saya, sepi nih gak ada orang” lelaki itu memaksa.
Pak Basyir akhirnya beranjak menghampiri, dihulurkan tangannya
“Basyir....”
Lelaki itu menerima uluran tangannya,
“Saya Lutfi."
Keduanya kemudian terlibat obrolan ngalor-ngidul ditemani dua cangkir kopi dan sepiring pisang goreng hangat.
“Hahahahahaha bisa aja nih Pak Basyir,” tiba-tiba Lutfi tertawa lebar mendengar joke yang dilontarkan Pak Basyir.
Fatma menghampiri mereka berdua membawa ceret yang berisi kopi panas, menuangkan kembali ke dalam gelas yang menganga kosong. Mata Pak Basyir melotot seolah-olah menelanjangi tubuh Fatma yang terbungkus rapih gamis lebar dan cadar itu.
Kelakuan Pak Basyir tak luput dari pengamatan Lutfi, sejurus kemudian menyunggingkan senyuman aneh dibibirnya.
“Usia berapa sekarang Pak” tanya Lutfi.
“Wahhhh sudah tua saya Pak, jalan 60 tahun” Pak Basyir menimpali.
“Beda 3 tahun aja sama saya...hehehhehee...., tapi masih kelihatan muda kok, saya aja kalah gagah lho Pak hehehehe...Masih kuat kayaknya nih???” Lutfi berkomentar atau bertanya lebih tepatnya.
“Kuat apa nih??? Hahahahahaha” Pak Basyir balik bertanya.
“Kuat diranjang Pak hahahahhaa” Lutfi berkelakar.
“Ohhhh klo itu sih jangan ditanya deh...hehehehhehe, panggil Basyir saja Mas, kita kan gak beda jauh usianya,” Pak Basyir percaya diri menjawab.
Keduanya lalu tertawa kembali entah apa yang mereka tertawakan, obrolan semakin sengit dan sudah menjurus ke urusan seksual. Tak terasa waktu berjalan, matahari mulai menaik ketika Pak Basyir merasa kebelet buang air kecil.
“Maaf mas, pamit sebentar ke toilet,” Pak Basyir undur diri,
"Ehhhh mau kemana Mas Bas, disini aja itu pakai toilet di dalam saja,” Lutfi menawarkan.
“Ehhhh....iya boleh, Mas”.
Lutfi beranjak ke dalam diikuti Pak Basyir, keduanya terbelalak mendapati Fatma yang sedang mandi tanpa menutup pintunya. Jakun Pak Basyir turun naik, dadanya gemuruh, kakinya sedikit gemetar. Sementara Lutfi menyaksikan Pak Basyir hanya tersenyum licik,
“Sebentar Mas, toiletnya sedang dipakai istri saya” Lutfi mencoba mencairkan suasana.
"Ehhhhh..iyyaaa...anuu..***k..papa.. Mas..waduhhh..maaf saya gak tahu lho,” Pak Basyir salah tingkah.
“Mas tunggu diluar sebentar ya” Lutfi meminta pak Basyir menunggu.
" Ehhhh iyaaa siiap, Ndan” Pak Basyir spontan jiwa prajuritnya keluar, Lutfi hanya terkekeh.
Fatma yang asyik membasuh tubuh tak tahu kalau di luar sana dua lelaki buaya sedang menyaksikan dirinya mandi, dia tetap melanjutkan aktifitasnya hingga selesai kemudian meraih handuk dan keluar menuju kamar tidur.
“Ehhhh Abi....kaget aku kirain siapa,” lembut Fatma menyapa Lutfi.
“Wahhhh istri Abi dah cantik dan segar, nih...minum ini hadiah dari Abi biar tambah segar dan cantik hehehehehe” Lutfi menyodorkan minuman yang tanpa sepengetahuan Fatma sudah dicampur obat perangsang.
Lutfi tersenyum ketika Fatma dengan cepat menenggak habis minuman itu, dipandanginya Fatma yang kemudian memakai baju dan menyisir rambutnya. Fatma gelisah, dia heran kenapa tiba-tiba gairahnya mendadak naik, sambil menyisir dia berusaha menghilangkan rasa gatal yang menyerang vaginanya.
Semakin dilawan rasa gatal itu semakin menyerang tajam, Lutfi menghampiri istrinya, dipeluknya dari belakang kemudian diciuminya telinga dan leher Fatma.
"Ahhhhhhhh Abi....kok...Umi gatal ya.....?” Fatma mendesah sayu, matanya meredup.
Lutfi menarik sehelai kain hitam kemudian menutup mata Fatma,
"Sssssttttt....ikuti Abi ya...kita akan main game,” Lutfi berbisik mesra ketika Fatma berusaha menolak ditutup mukanya.
“Sekarang pura-puranya Umi diperkosa orang gak dikenal, bayangin Abi ini pemerkosa yang Umi gak kenal ya...,” Lutfi menerangkan keinginannya. Fatma hanya mengangguk kecil, Lutfi kemudian keluar didapatinya pak Basyir masih diteras kontrakannya. Diajaknya pak Basyir kedalam, Pak Basyir heran melihat Fatma tertutup matanya dan sedang meremas-remas sendiri payudaranya. Lutfi menempelkan telunjuk di depan bibirnya membuat kode agar Pak Basyir tidak mengeluarkan suara.
Pak Basyir bingung namun mengikuti juga arahan Lutfi, Lutfi, menunjuk ke arah kamar mandi, pak Basyir bergegas ke sana membuang hajatnya. Setelah selesai Pak Basyir keluar namun ditahan oleh Lutfi, dengan kode tangan Lutfi meminta pak Basyir tetap ditempat. Lutfi mendekati Fatma sambil melepas seluruh pakaiannya, diraihnya gamis Fatma kemudian dilepaskan dari tubuh Fatma. Pak Basyir menelan ludah menyaksikan tubuh putih Fatma.
Lutfi mencaplok payudara Fatma dan menjilatinya bergantian kiri dan kanan.
"Ahhhhhhhh...enaaakkkk Bi.....teruusssssss ahhhhhhh....” Fatma mendesah, Lutfi menelusuri dada dan perut istrinya, dibimbingnya agar terlentang di atas tempat tidur.
Pak Basyir yang masih mematung bingung hanya bisa menelan ludah menyaksikan live show gratisan itu. Lutfi yang paham kondisi Pak Basyir memberikan isyarat agar Pak Basyir mendekat dan membuka pakaiannya. Ragu Pak Basyir mendekat sambil gemetar membuka perlahan-lahan pakaiannya. Kini didalam kamar itu dua lelaki paruh baya bertelanjang dengan kelamin yang tegak mengeras siap menggarap perempuan muda yang tak tahu jika sebentar lagi dia akan digarap berdua.
Fatma membuka kedua pahanya, ketika jilatan Lutfi mulai menyerang bagian terlarangnya. Diraihnya kepala suami yang sedang sibuk mengenyoti itilnya,
"Sssshhhh...ahhhh....ahhhhh....ahhhh....sshhhhh, enaaak Biiiii...terusssss ahhhhh ssshhhh,” Fatma kelojotan, cairannya mengucur deras.
Lutfi bergeser perlahan, dimintanya pak Basyir menggantikan posisinya. Pak Basyir menggeleng, Lutfi meyakinkan Pak Basyir dengan isyarat, kemudian perlahan Pak Basyir mendekati Fatma. Dirabanya memek Fatma yang becek berwarna pink, cairan cinta Fatma dijilati pak Basyir dengan penuh nafsu, Fatma yang tak tahu suaminya sudah berganti posisi hanya mengeluarkan desahan-desahan panjang.
"Srluuuuup....slruuuppp...ccckkkk...ceeekkkk....ccckkk...hmmm”
Pak Basyir sibuk menyedot dan menjilati memek Fatma.
Lutfi duduk di ujung kasur menyaksikan istrinya sedang dinikmati lelaki lain yang baru dikenalnya. Sementara itu, Arief juga sedang sibuk menggenjot Leli entah sudah berapa kali dia menyirami rahim perempuan itu, dan Arief merasa tak pernah bosan menyetubuhi tetangga yang baik hati dan tidak sombong. Leli asyik bergoyang dibawah himpitan tubuh Arief, tubuhnya sudah lemas karena orgasme berkali-kali disetubuhi pejuang kemanusiaan pujaannya.
“Ahhhhhh......ooouuwwww...ooohhhh....gggrrrrrmmmmm.....ahhhhhh.....”
Crooot...croooot...crooot untuk kesekian kalinya Arief menyemprotkan spermanya. Leli mengejang kemudian vaginanya menyemburkan cairan kenikmatan yang bercampur dengan sperma Arief. Keduanya menarik nafas panjang, menikmati sisa-sisa pergulatan haram.
“Aku pamit dulu ya sayang, terima kasih sudah memuaskan aku...cupp...cuppp...cuppp” Arief berpamitan mengecup kening Leli yang masih terbaring lemah. Arief mengenakan kembali pakaiannya, kemudian keluar perlahan menuju kontrakannya.
Dibukanya kontrakan itu, sepi tak nampak mertuanya ada, Arief bertanya-tanya kemana kira-kira mertuanya pergi. Dihubunginya telepon genggam pak Basyir, terdengar nada dering. Rupanya mertuanya tak membawa telepon genggamnya yang masih rapih tersambung dengan kabel charger. Arief terlalu letih untuk memikirkan ke mana perginya sang mertua, direbahkannya tubuh letihnya kemudian terlelap dalam alam mimpi.
*
Bersambung ke Episode berikutnya*