Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Lockdown Corona: Bella

Bimabet
Bajingan cerita ini persis yang gue alami, hari pertama di Jawa hampir aja udah gak perawan akibat kekhilafan kakak ipar. Ceritanya pas Malam2 lagi enak tidur tiba-tiba dipeluk dari belakang sambil diremes2 payudaraq dari luar, gue juga bingung waktu itu mau ngapain serba salah dan gak karuan2an rasanya. Gue berharap kakak gue cuma ngremes2 dari luar aja dan udahan. Ternyata gue salah, dia buka kancing BH gue dari luar kaos, sungguh lincah jarinya hanya dengan sekali klik lepas kaitannya. Sejurus dengan itu kakak gue tiba-tiba memasukkan tangan satunya ke dalam kaos gue dan memilin2 puting gue yang masih kecil dan mencuat sebiji kacang tanah itu. Sungguh rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, gimana nggak gue gadis 18 tahun polos belum pernah diapa2in mendapat perlakuan seperti itu. Setelah kakak gue puas dengan jarinya tiba-tiba dia menelentagkan gue dan menaikkan kaos gue ke atas hingga payudara gue terpampang nyata di depannya tanpa penghalang apapun. Gue masih pura-pura tidur berharap kakak gue udahan ternyata dugaan gue salah, justru kakak gue mulai meremas dan mengusap payudara gue bergantian sampai lebih 5 menit. Gue bener-bener bingung rasanya sangat nikmat dan takut. Tiba-tiba kakak gue mengendus turun menjilati perut gue sampai ke bawah dan kakak gue berusaha membuka celana gue dan gagal dan pergi meninggalkan gue serta sebelumnya membisiki gue kalo dia khilaf. Gue lega banget akhirnya kakka gue sadar sebelum hal lain terjadi. Untung gue pake celana panjang, sebelumnya gue pake celana pendek boxer tapi sore sebelumnya gue tidur gue di tlp bokap gak boleh tidur pake celana pendek karena hawatir hal ini dan bener terjadi.
 
Mantap suhu
Makasi apdetnya @giaraini
makasih kakak update nya
di tunggu update selanjutnya kakak
buseettt alus benerr.. mantap pokoknya dahh
Mantap gan
gilaaaaaaa
mantul updetnya @giaraini
waaah mantep nih
Mantap ahh.... Lanjutkan suhu
Mantap hu, cerita dan alur nya sangat kerenn
Makasih update part IV nya @giaraini ... :beer:
Makasi juga udah pada ngomen. Jangan kapok, yaa
 
Ayo bell main kamu sama klit, aku sama kont.
:alamak:
Fiuuuuuhhh.... untung aja jari-jari ampuh Zaki gk berlabuh di meki nya Della 😁
Duuuhh... Nggak sabar nih kapan Bella dihajar sama kontolnya Zaki.
Mantab.. Thx update nya. Nyaris sama ama pengalaman ane.. 😅😅😅 Cuma gk sampe exe.
Eaaa kucing garongnya Bang Zaki smakin nakal nnti. Lah ikan asinnya dah trsaji ini ;) ;) ;)


Mantul sis :mantap::mantap:
Waduh hebat ya bella
Jadi nh si zaki belah duren bella.. 😍😋
gilaaaaaaa
Hehehehe ke kosan, cuma berdua, apakah yg akan terjadi selama berduaan?:pandaketawa:
Udah ipar, perawan pula... ;)
Anterin ambil buku di kosan, sekalian main di kosan 🤣🤣

Ditunggu part selanjutnya gan
Bajingan cerita ini persis yang gue alami, hari pertama di Jawa hampir aja udah gak perawan akibat kekhilafan kakak ipar. Ceritanya pas Malam2 lagi enak tidur tiba-tiba dipeluk dari belakang sambil diremes2 payudaraq dari luar, gue juga bingung waktu itu mau ngapain serba salah dan gak karuan2an rasanya. Gue berharap kakak gue cuma ngremes2 dari luar aja dan udahan. Ternyata gue salah, dia buka kancing BH gue dari luar kaos, sungguh lincah jarinya hanya dengan sekali klik lepas kaitannya. Sejurus dengan itu kakak gue tiba-tiba memasukkan tangan satunya ke dalam kaos gue dan memilin2 puting gue yang masih kecil dan mencuat sebiji kacang tanah itu. Sungguh rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, gimana nggak gue gadis 18 tahun polos belum pernah diapa2in mendapat perlakuan seperti itu. Setelah kakak gue puas dengan jarinya tiba-tiba dia menelentagkan gue dan menaikkan kaos gue ke atas hingga payudara gue terpampang nyata di depannya tanpa penghalang apapun. Gue masih pura-pura tidur berharap kakak gue udahan ternyata dugaan gue salah, justru kakak gue mulai meremas dan mengusap payudara gue bergantian sampai lebih 5 menit. Gue bener-bener bingung rasanya sangat nikmat dan takut. Tiba-tiba kakak gue mengendus turun menjilati perut gue sampai ke bawah dan kakak gue berusaha membuka celana gue dan gagal dan pergi meninggalkan gue serta sebelumnya membisiki gue kalo dia khilaf. Gue lega banget akhirnya kakka gue sadar sebelum hal lain terjadi. Untung gue pake celana panjang, sebelumnya gue pake celana pendek boxer tapi sore sebelumnya gue tidur gue di tlp bokap gak boleh tidur pake celana pendek karena hawatir hal ini dan bener terjadi.
Izin nitip jejak hu.sapa tau Bella nya udah ga virgin lagi di next apdet
Wuih kira2 ada cerita apa ya pas dianterin ke kost'an?
Kekosan berdua sama kak zaki? Aww
lanjut lanjut . hajar bella hajar smp kelojotan
Haha. Reaksinya lucu-lucu ya. Wkwk. Thanks, kaka-kakaa. Semoga aja nanti updatenya masih seru, ya
 
Bimabet
Lockdown Corona: Bella
Ditulis oleh Giaraini, untuk Kakak-Kakak Semprot tercinta.

Kalo mau copas, copas judul sama penulisnya, ya.

Part V
Bandung, 7 Mei 2020

---

Ngiiiiiiiiiingggg! Nging! Ngiiiing!
Berlapiskan handuk, aku duduk di atas wastafel dengan hairdryer tertodong di kepalaku. Setelah sebadan penuh terbaluri moisturizer, sekarang giliran tahap selanjutnya untuk mengeringkan rambutku.

Ding ding!
"Ahmad Zaki: Ini siapa ya?"


Mendapati notifikasi itu, aku menyimpan hairdryerku sejenak untuk membaca pesannya.

"Ahmad Zaki: Kok cantik banget ya.
"Boleh kenalan?"

"Ha!"
"Receh."
Gumamku dalam hati, walau pun aku merasa tersipu membacanya.
"Enggak." Tulisku.

"Ahmad Zaki: Wuidih. Galak bener ya.
"Kamu di kamar mandi sama siapa?"

"Sendiri lah! Gila aja. Emang sama siapa?"
Pikirku, sambil meliat ke sekeliling kamar mandi.
"Sendiri. Emang ada siapa lagi?" Tanyaku agak was-was.

"Ahmad Zaki: Oh. Kirain kalo bidadari mandi masih tetep ditemenin dayang-dayangnya."

"Haha."
Aku tertawa membacanya, tak menyangka leluconnya ke arah sana.
"Wkwk." Balasku.

Handphoneku segera kusimpan kembali dan kulanjutkan mengeringkan rambutku. Setelah memastikan rambutku kering, giliran mengolesi wajahku dengan moisturizer, sedikit bedak, dan lipbalm secukupnya. Dari sana, aku tinggal memilih setelan pakaianku untuk siang ini.

"Hemm.. Kemarin udah tomboy sama sporty."
"Hari ini apa, ya? Cantik? Manis? Retro?"

Ding ding!
"Ahmad Zaki: Jadi, sekarang udah boleh kenalan?"


Aku diam mengabaikannya.
"Di kosanku entar bakal panas. Kawaii-kawaiian aja kali ya, biar adem." Pikirku, sambil menarik satu jumpsuit dress katun warna mocha dan t-shirt putih lengan pendek.

8989c83528eaa3d9207c04d44c07bde2.jpg


"Boleh.
"Tapi anterin ngambil buku."
Tulisku.

Dengan sentuhan terakhir beberapa semprot bodymist Hello Beautiful dari Bath & Body Works, aku siap menerjang panas dan keringnya gurun pasir. Bukan gurun pasir Sahara tapinya, hanya daerah kosanku yang memang tandus.

"Oke. Perfect!" Pujiku dalam hati, sambil membetulkan beberapa lipatan kaos yang belum rapi.

Ding ding!
"Ahmad Zaki: Lebih dari nganterin juga boleh."


---

"Yeah!

"I been tryna call. I been on my own for long enough.
Maybe you can show me how to love, maybe. I'm going through withdrawals.
You don't even have to do too much. You can turn me on with just a touch, baby.

"I look around and Sin City's cold and empty. No one's around to judge me.
I can't see clearly when you're gone.

"I said, ooh, I'm blinded by the lights. No, I can't sleep until I feel your touch.
I said, ooh, I'm drowning in the night …"


Lagu Blinding Lights-nya The Weekend menjemputku di gerbang Tol. Musik bergenre synth-pop yang mengalun dari Hard Rock FM di speaker mobil ini terasa berirama dengan marka dan rambu jalan yang satu per-satu mulai aku lalui.

Matahari sudah naik ke sudut kaca mobil ketika itu. Panasnya udara di luar bisa kulihat dari biasan fatamorgana di ujung jalan beton beraspal ini. Bergelombang, seolah ada danau di sudut jauh. Jika bukan karena AC, kaca film, dan sunvisor mungkin aku dan Kak Zaki sudah kegerahan di dalam kabin Honda Jazz ini.

Hari ini, akses ke jalan Tol masih diperbolehkan. Aku beruntung, karena menurut rumor, besok pintu masuk tol mulai dijaga ketat dan akses hanya boleh untuk kendaraan-kendaraan tertentu. Tapi tetap saja, di jalan bebas hambatan ini, hari ini pun sudah sepi dari pengguna jalan.

Di sela-sela lantunan lagu, Kak Zaki sempat berbincang-bincang denganku. Hari ini dia cukup terasa ramah dan akrab, walau pun obrolannya tetap kaku dan serius. Mungkin pertukaran beberapa pesan di Instagram cukup membantu dia menghilangkan jarak. Karena sikapnya yang berubah-ubah ini, aku sebetulnya agak bingung dengan sosok dia. Sebelum lockdown ini, Kak Zaki sangat jaim, pendiam, dan terkesan angkuh. Berbeda ketika berada di rumah, dia terlihat sangat ramah, bijak, dan penyayang. Di malam hari, saat dia mencabuliku, aku mendapati sosok yang sensual dan maskulin. Berbeda pula saat dia mengirimiku pesan Instagram, yang mana sangat nakal dan murahan.

"Kenapa kamu pilih jurusan Hidrografi?" Tanyanya sambil menginjak pedal gas, menempuh kebosanan jalan tol yang lurus.

"Karena temen deketku juga masuk ke situ." Jawabku sederhana.

"Emang dulu sebelum masuk, kamu tau Hidrografi itu apa?"

"Enggak. Haha."
"Kalo Kak Zaki kenapa dulu ngambil Arsitektur?"

"Karena suka bangunan aja."

"Seangkatan kan sama Kak Della?"
Tanyaku.
"Pacarannya udah dari jaman kuliah?"

"Enggak."

"Maksudnya?"

"Iya, dia seangkatan."
Tapi aku sama dia gak pacaran."
Jawab Kak Zaki.

"Lah. Terus nikah aja gitu? Kok bisa."

"Panjang ceritanya."
"Kamu, punya pacar?"

"Ceritain dulu lah. Nanti aku jawab pertanyaannya."
Pintaku penasaran.

"Oh. Oke."
"Jadi.. Della sama aku temen curhat selama waktu kuliah."
"Aku udah punya pacar, dia juga udah punya pacar."
"Della pacarnya selingkuh mulu. Udah dari SMA putus-nyambung gak beres-beres."
"Aku. Hehe. Pacarku temennya Della, tapi aku selingkuh sama temennya satu lagi. Hehe."
Tuturnya sambil terkekeh.

"Yah. Badung ternyata Kak Zaki, ya."
"Terus?"

"Jadinya ya, dia banyak curhat ke aku. Pengen tau otak cowok kayak gimana. Kebetulan aku pelaku juga kan."
"Terus, Della juga jadi semacam pasukan perdamaian pas aku ketahuan selingkuh."

"Oh gitu."
"Terus akhirnya pacaran kapan?" Tanyaku lagi.

"Waktu abis lulus."
"Dia ketauan selingkuh, aku juga ketauan selingkuh lagi."

"Kalian aneh. Kalian tukang selingkuh kenapa kalian malah pacaran?
" Tanyaku heran.

"Karena Della selingkuhnya sama aku, Bell."

"What? Ebuseeet."
"Ini mah udah kayak Drakor jadinya."
Komentarku sambil tertawa.

"Jadi, jawab dong."
"Kamu udah punya pacar?"

"Emm. Ada tapi lagi jaga jarak dulu."
Jawabku.

"Kenapa?"

"Dia terlalu nuntut orangnya.
Dikasi tau malah keras kepala."

"Kalo selingkuh, pernah?"
Tanya Kak Zaki.

"Enggg.***k pernah."
"Aku gak tau caranya dan, buat apa?"

"Kamu itu nanya atau retorikal?"
Tanya Kak Zaki.

"Dua-duanya. Aku emang beneran gak tau cara ngelakuinnya." Jelasku.

"Cara ngelakuinnya mah gampang."
Tapi, bener tadi kata kamu. "Buat apa?""
Karena orang selingkuh punya beda-beda alasan.""

"Oh iya?"

"Iya."
"Tapi intinya sama. Cari kepuasan aja. Cari kepuasan selain dari pasangan."
"Ada yang nyari kepuasan batin, ada yang juga yang buat kepuasan biologis aja."
"Yang jelas jangan dicampur-campur, pasti jadi malapetaka."

"Dicampur kayak gimana?"
Tanyaku lagi.

"Ya misal kamu carinya kepuasan biologis, tapi udah gitu nuntut status, minta diprioritasin lah, cemburu lah."
"Atau niatnya cari kepuasan batin, tadinya biar ada yg merhatiin dan meduliin aja, tapi ujung-ujungnya minta begituan."

"Begituan?"
Tanyaku, sekedar untuk memastikan maksudnya.

"Em-el. Ngeseks." Jawabnya datar.

"Oh." Aku manggut-manggut.
"Kalo Kak Zaki dan Kak Della dulu pas selingkuh bareng, cari kepuasan apa emang?"
"Batin? Biologis?"

"Aduh. Kamu kok ngejebak."
Ujarnya, terkejut.

"Bukan ngejebak. Aku nanya aja."
"Lagian kan udah nikah ini sekarang."

"Biologis."
Jawabnya dengan agak ragu-ragu.

"Oh." Aku manggut-manggut lagi. Baru tahu kelakuan keduanya di jaman sebelum nikah.
"Kak Della nakal juga, ya." Pikirku dalam hati

Aku mengangkat kakiku, dan melipatkannya di jok karena mulai merasa pegal.

"Emm."
"Terus, cara ngelakuinnya?"
Tanyaku penasaran.

"Simpel. Godain aja orang yang mau kamu ajak selingkuhnya."

"Godain gimana?"
Tanyaku.
"Macem pegang-pegangin susu orang gitu, ya? Atau colek-colek kemaluan orang?" Umpatku dalam hati, mulai tahu tujuan kelakuan si belang yang satu ini.

"Ya godain."
"Kayak kamu aja begitu udah ngelakuin salah satu caranya."
Jelasnya, sambil menunjuk kakiku yang terlipat sila sebelah.

"Maksudnya ini?" Tunjukku pada kakiku yang bersila sebelah.

"Iya."

"Aku gak godain. Aku pegel. Emang ini dianggap ngegodain?"

"Aku sih tergoda."
Jawabnya sambil terkekeh, lalu melirik lagi pahaku yang putih memerah diterpa sinar matahari.
"Paha mulus kayak gitu."

"Bau kamu juga, menggoda sih."

"Bau apa?"
Tanyaku penasaran.

"Bau ini."
"Hemssp hemssp. Ini kamu pake parfum apa?"
Tanyanya sambil mendekat ke arah bahuku dan menciuminya.

"Bodymist." Jawabku.

"Wangi Kak Zaki juga enak." Ujarku refleks, karena kebiasaan orang Indonesia yang harus memuji balik.

"Apa itu udah cukup menggoda kamu?" Tanyanya dengan sedikit nakal.

Aku tak menjawab pertanyaannya.

Aku mulai paham kenapa Kak Della menikah dengan Kak Zaki. Selintas, pasangan suami-istri ini bisa dibilang agak kurang seimbang. Kak Della yang kenapa bekerja jadi Customer Service di Bank kelas internasional padahal lulusan Arsitektur, ya karena memang parasnya cantik dan badannya ideal. Sementara Kak Zaki sebetulnya wajahnya biasa saja tapi dia cukup pintar untuk memahami wanita. Badannya pun sebetulnya jauh dari gagah dan kekar, cuma Kak Zaki tau cara merawat diri. Aku pikir, sehari-hari dia hanya melakukan push up dan sit up, tapi seperti itu saja sudah cukup untuk bisa diterima perempuan mana pun.

Setelah tak lebih dari 30 menit perjalanan dari rumah Kak Della, akhirnya kami sampai di kosanku. Aku sempat keluar dari mobil dan membukakan gembok gerbangnya. Nampaknya mahasiswi-mahasiswi penghuni kosanku ini semuanya sudah mengungsi ke rumah masing-masing, karena tak satu pun tanda kehidupan yang biasanya kulihat di sana. Entah jemuran atau kendaraan yang biasa terparkir di halaman.

Panasnya daerah kosanku ini bukan gurauan semata, terbukti hanya beberapa saat setelah keluar dari mobil, dahi dan leherku sudah bercucuran keringat.

Setelah menutup gerbang dan menguncinya kembali, aku segera berlari karena kepanasan, menghampiri Honda Jazz putih Kak Zaki yang sudah terparkir di bawah pohon mangga yang teduh dan rindang.

"Kenapa sih di sini panas banget?" Tanya Kak Zaki heran, sambil menyerahkan tisu karena melihat dahiku berkeringat.
"Buka jendela dikit, AC mobil langsung abis."

"Iya. Aku juga bingung."
"Gak tahu dulunya pernah dikutuk apa tempat ini teh."
Keluhku sama kesalnya, sambil mengelap dahi dan leherku.

"Yah. Wanginya ilang dong." Ujar Kak Zaki seperti kecewa.

"Enggak. Aku make bodymist di tempat lain juga kok." Jawabku apa adanya.

"Di mana tuh?"

"Nih."
Ujarku sambil mengibas-ngibaskan kerah t-shirt putihku ke arahnya, agar dia bisa mencium bau bodymistku yang kusemprotkan di bagian dada. Dan ketika itu, aku tak punya niat mesum sama sekali.

"Wow." Reaksinya dengan mata berbinar.

Aku mengerutkan keningku karena heran.
"Kenapa "wow"?" Tanyaku.

"Ya habisnya baunya dari …" Jawabnya tertahan, sambil menyeringai ke arah dadaku.

"Dasar cowok!" Umpatku dalam hati, tanpa menjawab sepatah kata pun.

Karena enggan untuk bertemu lagi dengan panasnya udara, aku pun berniat mengambil peralatan untuk membungkus buku-bukuku tanpa keluar dari mobil. Aku memutar badan ke belakang karena barang-barangnya ada di jok di belakangku. Namun perjalanan yang setengah jam itu rupanya membuat dus-dus, plakban, gunting, dan tas selempangku berantakan.

Lalu karena kesulitan, aku pun bangun dan menumpukan kedua lututku di atas jok. Maksudnya agar jangkauan tanganku lebih panjang sehingga beberapa barang yang tercecer agak jauh bisa kuraih. Tapi rupanya caraku itu salah.

"Kamu mau godain aku, ceritanya, Bell?" Tanya Kak Zaki.
"Mau ngajak aku selingkuh, ya?"

Mendengar ucapannya, aku menengok ke belakangku, ke arah Kak Zaki.
"Oh." Responku pendek, melihat mata Kak Zaki yang menatap pantat dan pahaku dengan lekat. Rupanya rok katunku sedikit tertarik sehingga pahaku jadi terbuka.

"Siapa yang ngajak selingkuh. Ini susah ngambil barang, tau." Jawabku, tapi sengaja membiarkannya tetap terbuka, karena toh aku bisa apa, salah satu tanganku kupakai untuk menahan tubuhku, sementara tanganku lainnya tetap berusaha menjangkau peralatanku.

Aku termenung sesaat. Setelah selama dua hari ini aku dijahili oleh Kak Zaki, mungkin sekarang waktu yang tepat untuk membalasnya. Lagi pula, dia yang mengajariku tentang cara menggoda laki-laki.

Maka kali ini, tanpa ragu aku rentangkan tanganku agak jauh lagi, sekali pun memang harus seperti itu cara untuk mengambil plakban yang menggelinding ke jok sebelah kanan, tapi kali ini aku lakukan dengan sengaja. Karena rentangan tanganku, rok jumpsuit yang tersangkut di bahuku itu dengan sendirinya tertarik. Aku hanya bisa membayangkan kakak iparku yang mesum itu sekarang sedang menikmati hidangan sepasang paha yang tersaji di hadapan matanya.

"Aku boleh ngintip, gak?" Tanyanya dengan cueknya.

Aku tahu apa yang mau dia intip.
"Gak boleh." Ujarku.

"Putih." Ucap Kak Zaki beberapa saat kemudian.

Aku tahu apa yang dia maksud, maka dari itu aku pun mengabaikan plakban yang belum sempat aku ambil.

Aku kembali ke tempat duduk dan menatap matanya dalam-dalam, untuk menunjukkan aku tak suka diperlakukan seperti itu.
"Aku bilang gak boleh." Ujarku protes, dengan nada yang sedikit tinggi. Tentu saja, tak ada perempuan yang mau mendengar warna celana dalamnya disebut-sebut.

"Ya maaf."
"Kalo sekarang udah boleh?"
Tanyanya lagi.

Aku merasa tak habis pikir. Baru sedetik yang lalu dia meminta maaf. Tapi kemudian, aku melihat wajahnya yang memanggut-manggut, dengan mata yang mengarah ke bawah kakiku. Dari sana, aku baru mengerti apa yang dia maksud.

Aku ketika itu memang belum duduk dengan benar, aku terduduk dengan kedua kaki yang terlipat rapat di dada, seperti berjongkok tapi masih di atas jok. Terang saja, dengan posisi seperti itu, Kak Zaki bukan hanya bisa mengintip celana dalamku, tapi benar-benar melihatnya, lengkap dengan paha bagian dalamku yang sudah tak berpenghalang.

"Gak boleh." Ujarku menjawab pertanyaannya.

Aku sempat menunduk, melihat celana dalam putihku yang cembung, terhimpit kedua pahaku, dan tak bisa tertutupi sama sekali oleh rok jumpsuitku itu.

Sementara itu, Kak Zaki masih menatap bagian kemaluanku. Aku sendiri mulai merasa sudah mulai dicabuli lagi olehnya, seperti tadi malam, dan malam kemarin.

"Aku bilang gak boleh." Protesku, sambil memperhatikan matanya yang masih jelalatan memperhatikan bagian selangkanganku.

"Maaf. Maaf." Ujarnya, pada akhirnya menyerah.

"Tapi itu. Atasan kamu putih, bawahan kamu krem. Sepatu kamu krem, kaos kakinya putih. Tas kamu krem, terus itu topi kamu warnanya putih."
"Kamu emang kalo pake setelan, semuanya harus satu tema?"
Tanyanya penasaran.

"Iya." Jawabku sambil menutupkan sisa rok yang bisa kututupkan pada bagian selangkanganku.

"Kalo gitu. Celana dalam kamu putih, branya pasti krem dong?" Tanyanya lagi.

"Hahaha!" Aku tertawa terbahak secara tiba-tiba, tak menyangka dia akan berpikir ke arah sana.
Tanpa sadar, aku memukul lengannya karena tak bisa menahan malu.

"Tapi bener kan, ya?" Tanyanya, menggodaku.
Aku tertawa, tapi kemudian segera merubah raut mataku dan menatapnya lagi dalam-dalam, karena merasa belum cukup puas untuk menunjukkan rasa marahku yang tadi.

"Krem, bener?"
"Aku boleh liat, gak?"
Tanyanya lagi, persis seperti dua pertanyaan sebelumnya.

"Gak boleh." Jawabku lagi.

Tapi mungkin dia merasa sudah kepalang tanggung berbuat nista terhadap adik iparnya ini. Tubuhnya condong ke arahku, lalu tangannya menarik kerah kaosku pelan-pelan.

"Aku bilang gak boleh." Jawabku lagi, tak berbeda dengan jawabanku yang tadi.

"Tapi aku bener kan. Tuh, krem." Ujarnya tanpa merasa berdosa, sambil menunjukkan bra krem yang kukenakan dari rongga kaosku.

"Hemhh.." Dengusku sambil menggeleng. Kelakuan cowok rupanya tak beda jauh dengan anak kecil, dan nampaknya mau berapa pun usia mereka, tingkahnya sama.

Aku baru saja meluruskan kakiku dan membetulkan posisi dudukku ketika Kak Zaki mulai mengomentariku lagi.

"Pahamu putih. Muluuuuus sekali. Dan bulu-bulunya lucu." Ujarnya sambil menyandarkan dagunya di persneling manual mobilnya, hanya beberapa sentimeter dari bagian pahaku yang terbuka.
"Putih seperti porslen, mulus seperti kulit bayi."

Aku yang mulai malas menanggapinya akhirnya mengabaikannya, aku menyandarkan tubuhku ke belakang, memilih untuk menikmati sejuknya hembusan AC setelah tadi merasa kegerahan.

"Boleh nyentuh?" Tanya Kak Zaki.

"Gak boleeeeeh." Jawabku dengan sedikit kesal.

Tapi seperti tadi, dilarang pun tetap dia lakukan. Aku masih diam saja ketika tanganya mengusap-usap pahaku. Sampai sentuhan jarinya mulai bergeser ke bagian dalam pahaku, aku mengulangi pernyataan yang sama dengan yang tadi.

"Aku bilang gak boleh."

Seperti kejadian sebelumnya, larangan keduaku berhasil membuatnya berhenti. Tapi seperti tadi pula, masih saja ada tingkah berikutnya.

Kali ini lututku ditarik hingga perlahan-lahan pahaku terbuka.
"Kasian kegerahan." Ujarnya dengan modus yang baru.
"Boleh kutiupin?"

"Gak boleeeeh."


Baru selesai aku melarangnya, hembusan angin yang dingin terasa meniup paha bagian dalam dan daerah di selangkanganku.

"Aku bilang gak boleh, ih!" Protesku lagi, entah untuk keberapa kali.

"Hemssp. Wangi." Ujarnya sambil menyisip udara yang keluar dari dalam rokku.

"Wangi apa?" Tanyaku penasaran, khawatir ada bau tak sedap dari kemaluanku.

"Wangi memek kamu."

Ah! Kenapa sih dia harus memanggil dengan kata itu? Kata yang penuh racun!

"Wangi apa?" Tanyaku lagi, ingin mendengar kembali ucapannya.

"Wangi memek kamu." Jawabnya lebih lantang.

Seperti kejadian di sofa, kepalaku langsung bereaksi cepat mendengar kata itu. Kata yang tabu untuk diucapkan di lingkaran keluargaku yang pada dasarnya semuanya berpendidikan. Kata yang tak pernah orang lain sebut di depanku karena pada umumnya semuanya menganggapku gadis baik-baik yang penuh sopan santun. Apalagi ketika itu dipakai untuk menyebut kemaluanku. Mendadak lemas rasanya.

"Memang wangi apa?" Tanyaku, mulai merasa tertarik untuk menanggapinya.

"Ini apa ya."
"Whip cream vanilla, sama ada kayak wangi hand sanitizernya gitu."

"Boleh aku ciumin dari deket?"

"Gak boleh!"

Sekali pun aku sudah mengeluarkan larangan itu, aku tahu dia tak akan menggubrisnya. Aku sudah merasa bodo amat dengan tingkahnya. Kupejamkan mata sejenak, menikmati sejuknya udara di antara pahaku yang dibuka Kak Zaki.

"Hemssp. Iya bener. Whip cream vanilla, sama apa yang biasa di bedak bayi itu?" Ujarnya bertanya-tanya.

Aku diam tak menjawabnya. Padahal, dalam hati aku ikut menebak-nebak.
"Lavender? Melati?" Tanyaku dalam hati.

"Chamomile ya."

"Chamomile?"
Tanyaku dalam hati. Entah bagaimana caranya Kak Zaki bisa mendeskripsikan serinci itu, entah dia berbohong atau dia memang pintar.

Kepalanya yang bersentuhan dengan pahaku terasa terlalu dekat, karenanya aku pun membuka mataku. Dan rupanya memang yang dia bilang 'mencium dari dekat' itu bukan bohong. Wajahnya sudah sangat dekat dengan selangkanganku.

"Aku bilang gak boleh!" Bentakku sambil menutupkan kedua kakiku.

"Enggak kok." Sanggahnya, berusaha menenangkanku.
"Itu tadi aku liat ada yang basah di sana."

Dahiku berkerut.
"Apaan emang? Perasaan aku tadi horny gara-gara dia nyebut memek gak sampe segitunya." Tanyaku dalam hati.

"Boleh liat?"

"Gak boleeeeeh, Kak Zakiiii."
Larangku kembali.
Permintaan yang klasik. Tapi aku tahu dia akan tetap melakukannya. Sekali pun aku tahu aku bisa mencegahnya, tapi aku diam saja ketika tangannya membukakan kembali pahaku. Kali ini rok jumpsuitku didorongnya hingga hanya tersisa satu telapak tanganku saja kain katun yang tersisa menutupi pahaku.

Aku tahu ini mulai berlebihan, tapi saat melihat permukaan pahaku, aku sendiri mendadak merasa seksi. Pahaku yang tak pernah kuumbar bebas itu, apalagi setengah bagian atasnya yang nyaris tak pernah tersentuh siapa pun, terlihat menantang dan jalang.
"Beruntung banget ini si belang." Bisikku dalam hati.

"Oh itu sih bukan basah." Ujarnya kemudian.

"Dia beneran ngeliat kemaluanku lah." Pikirku dalam hati, sedikit menyadarkanku tindakannya bukan main-main, tapi benar-benar mengintip bagian tubuhku yang paling kulindungi.
"Keterlaluan!"

"Itu lipatan memek, ya?"
Tanyanya.

Ah. Kata itu lagi.

"Chubby." Komentarnya.

"Apa yang chubby?" Tanyaku, berharap untuk mendengar kembali kata itu.

"Memek kamu."

"Apa?"

"Memek kamu."
Ujarnya, lalu bangkit dari tengah pahaku.

"Memek kamu."
"Memek kamu chubby."
Bisik Kak Zaki di telingaku, seolah tahu kata yang ingin kudengar.

Aku hanya terpejam, meresapi huruf demi huruf dari bisikannya.

"Boleh kusentuh memek kamu, Bell?" Katanya, kali ini sambil berbisik dan menempelkan bibirnya di kuping telingaku.

"Menyentuh kemaluanku?" Tanyaku dalam hati. Mana mungkin aku izinkan, kecuali semalam karena memang dia tak meminta izin.

Tapi sebelum aku melarangnya lagi, bibirnya yang panas mengusapi telingaku dengan gerakan yang dia buat sedemikian sensual. Berbarengan dengan itu, jemarinya merangkak di paha dalamku, merayap, menyesar, menggeremet hingga permukaan kemaluanku.

"Emghhh."
"Gak boleeeeh."
Larangku. Kali ini dengan suara yang sedikit melantur. Pikiranku mulai kalut oleh jamahan tangannya di permukaan kemaluanku. Aku tahu, ini titik di mana aku sudah tak bakal lagi bisa mengendalikan keadaan dan sudah seharusnya aku menghentikan semua ini di sini, sekarang juga.

"Boleh kuusap?"

"Apanya?"
Tanyaku, masih saja belum bisa menolaknya.

"Memekmu."
"Boleh kuusap memekmu?"
Katanya, berbisik dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

Aku menggeleng lemah.
"Gak boleh." Jawabku pelan, tapi tetap membiarkan tangannya mendorong kakiku hingga pahaku terbuka lebih lebar.

Dengan lembut, diusap, disapu, dibelai, dan dielusnya bibir kemaluanku kemudian. Aku hanya bisa terpejam pasrah, mendapati kemaluanku yang terasa sedang dibelai-belai oleh ribuan bulu angsa itu. Rasanya sangat lembut, lembut seperti sedang ditaburi bedak bayi. Kepalaku terasa melayang-layang, terasa terasa diayun-ayun oleh nikmatnya jamahan tangan Kak Zaki. Belaian lembutnya itu terasa meresap ke dalam pangkal pahaku, mendesir-desir hingga ke dinding vaginaku. Beberapa kali aku harus mengencangkan otot kemaluanku karena lubang senggamaku mulai terasa melelehkan cairan kenikmatannya, aku tak mau getah cinta itu harus lumer ke celana dalamku.

Di saat yang sama, aku sedikit berpikir. Aku tak tahu semua ini akan berakhir di mana tapi aku sadar tempat ini bukanlah tempat yang aman, siapa pun bisa muncul tiba-tiba.

"Kak. Udah." Bisikku lirih, membuka mata dan meraih dan memegang tangannya agar berhenti. Aku tak mau dipergoki orang lain dan harus berurusan dengan orang setempat.

"Kalau aku pijit ini …" Ujarnya terhenti, jemarinya menjelajah dan lantas menekan satu area yang sedari tadi sejatinya menanti untuk disentuh.

"Emgghhh!!!" Lenguhku kencang. Saking nikmatnya, aku merasa terpelanting ke belakang.
Entah bagaimana caranya Kak Zaki bisa menemukan klitorisku dari luar celana dalamku.

"… kamu masih mau bilang udah?" Lanjutnya sambil mulai memijat-mijat biji kenikmatanku itu.

"Hhhhehhhh…"
"Iya. Udah."
Sekali pun berkata seperti itu, aku tetap pasrah pada pijatan dan garukan tangannya di atas klitorisku. Pada akhirnya tanganku yang memegangi tangannya itu pun lepas karena kehilangan kontrol. Aku tak bisa mengendalikan tubuhku dalam keadaan seperti ini, bahkan untuk bernafas saja rasanya sulit.

"Enak mana sama semalem?" Bisiknya.

"Emghh."
"Enak banget."
Jawabku sekenanya.

Kak Zaki terdengar tertawa.

"Yang bawahnya udah basah." Ujarnya kemudian, sambil meraba-raba bagian lubang kemaluanku yang agak menjorok. Aku sendiri bisa merasakan celana dalamku sudah mulai licin oleh cairan cintaku, jemari Kak Zaki yang menari-nari di atas kemaluanku itu sudah terasa lincir karenanya.

Tuk!
Ranting kecil dari pohon mangga terjatuh di atas kaca mobil, aku bisa melihatnya tersangkut di wiper kaca depan. Sesaat, kilatan kesadaranku sesekali memberkas di kepalaku, menyadarkanku akan tempatku sekarang berada.

"Kak." Bisikku lirih.
"Di kamarku aja, ya?"

---


Bersumbang!

Index

 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd