Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Lockdown Corona: Bella

rabaan dan:stress: sentuhan mampu bikin belingsatan karena masih menyimpan penasaran yang menguasai pikiran.
jika langsung penuntasan tercapai penyaluran ujung-ujungnya:goyang: malah ketiduran

kebanyakan:pandaketawa: kekalnya durasi lebih pada cerdiknya tarik ulur asal jangan kendur​
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
Lockdown Corona: Bella
Ditulis oleh Giaraini, untuk Kakak-Kakak Semprot tercinta.

Kalo mau copas, copas judul sama penulisnya, ya.

Part VII
Bandung, 9 Mei 2020

---

"Kak." Ujarku lirih.

Dia menengok dengan tatapan yang penuh kasih sayang.

"Emm.. Maaf aku baru ngomong sekarang." Lanjutku pelan.
"Aku …"
"Aku, em …"
"Aku masih perawan."


Sesaat, Kak Zaki diam karena terkejut.

"Kamu becanda."

"Hmhhh."
"Aku belum pernah ML."
Jawabku apa adanya.
"Dipegangin itu aja baru sama Kak Zaki."

Kak Zaki mengerutkan dahinya, seolah tak percaya dengan kata-kataku.

"Justru aku break dulu sama pacarku karena dia maunya kayak gitu, Kak." Terangku.

"Tapi kok kamu gak nolak aku pegang-pegangin?"

"Aku gak nolak?"
"Emangnya Kak Zaki pernah minta izin?"

"Tadi di mobil, aku minta izin."
Sanggahnya, membela diri.

"Ya itu kan tadi."
"Aku udah lupa diri."

"Terus, kenapa sama pacar gak mau tapi sama aku mau?"

"Idih mana pernah aku bilang mau."
Protesku.

Kak Zaki rupanya baru menyadari itu, dia terdiam dengan wajah yang menyesal.

"Hemhh."
"Aku minta maaf."
Ujarnya dengan tulus.
"Tau gitu aku gak akan berani godain kamu, apalagi sampe nyentuh-nyentuh."

Dia menghela nafas sesaat, menggeleng-geleng kepala.
"Kamu sih. Pake godain aku juga."

"Ya maaf. Aku kelepasan."
Jawabku.

"Kok bisa kelepasan. Emang enak ya?" Tanyanya.

"Hmhh. Enak banget. Apalagi orgasme yang semalam." Bisikku dalam hati.
"Ya gitu deh." Jawabku, enggan untuk jujur.

"Ya gitu deh itu enak banget ya?"

"Apa sih Kak Zaki ini."
Ujarku sambil memukul lengannya karena malu.

Dia menangkap tanganku dan menggenggamnya.
Kami berdua diam sambil bertatapan mata.

Pinggangku kemudian terasa ditarik, mendekat ke arahnya. Sampai wajahku cukup dekat, diciumnya bibirku. Aku pun membalasnya. Kamar yang sepi terlalu membuat suasana intim, sehingga aku tak bisa menolaknya.

"Kak. Katanya gak akan godain?" Tanyaku, saat jemari tangannya merayap di bagian dalam pahaku.

"Katanya kamu enak banget?" Tanyanya balik.

"Siapa yang bilang enak banget ih. Geer." Protesku.

"Memek kamu yang bilang." Ucapnya.

Aku diam mematung.

Dia menghampiri telingaku dan menggigitnya perlahan.
"Memek kamu yang bilang enak." Ujarnya, sambil menggapaikan jarinya pada kemaluanku yang sudah tak bercelana dalam.

"Emghhh."
Desahku pelan dengan mata terpejam, menikmati belaian jarinya di permukaan kulit kemaluanku.

"Memek kamu lembut." Bisiknya. Entah telunjuk atau jari tengahnya, jarinya itu membelah-belah bibir kemaluanku. Klitoris dan lubang kemaluanku tersentuh-sentuh dengan nikmatnya.

"Apa yang lembut, Kak?" Tanyaku sambil mendesah.

"Memek kamu lembut."

Aku hanya diam, menikmati kombinasi godaan kata-katanya dengan jamahan tangannya di bawah sana. Ini kali kedua kemaluanku dijamah langsung olehnya, dan kali ini aku merasa punya kesempatan yang leluasa untuk menikmatinya. Kusengaja lebarkan sedikit pahaku agar Kak Zaki lebih leluasa.

"Emhhh." Berkali-kali aku terpaksa mendesah.

"Enak?" Tanya Kak Zaki.

"Kakak ihhhh!" Protesku malu. Tapi aku tak bisa apa-apa, kecuali menyembunyikan kepalaku di dadanya.

"Kamu pernah dijilmek?" Tanya Kak Zaki tiba-tiba.

"Jilmek itu apa?"

"Memeknya dijilatin."

"Oh."
Jawabku.
"Pasti yang waktu semalem Kak Zaki lakuin ke Kak Della." Pikirku dalam hati.

"Gak pernah." Jawabku.
Seingatku, Kak Della sampai terpejam-pejam dan mengejang-ngejang sedemikian rupa dijilati kemaluannya. Aku jadi deg-degan, jangan-jangan itu enak sekali. Tapi jujur aku malu, terang saja karena itu benda yang selama ini paling aku sembunyikan dari orang lain.

"Itu kata cewek-cewek sih enak banget katanya." Ujar Kak Zaki.
"Jadi kamu belum pernah ngerasain?"

Aku menggeleng, masih tertunduk di dadanya.

Kak Zaki memundurkan badannya sesaat, lalu menatap wajahku.
"Boleh kujilatin?"

"Ngomong seenaknya!"
Umpatku dalam hati.
"Gak boleh." Ujarku menggeleng dengan pipi memerah menahan malu tapi memang pada dasarnya mau karena penasaran.

Pada akhirnya, Kak Zaki bergerak mundur. Dengan was-was, kubiarkan dia merangkak mundur dan mendekati selangkanganku. Pikirku, jilmek ini tak ada hubungannya sama keperawanan. Dan semoga saja begitu.

Tubuhku kemudian terasa dorong Kak Zaki ke belakang, mungkin agar ruang di selangkanganku lebih luas. Walau pun pasrah, tapi aku berusaha melihatnya. Aku pun mengangkat tubuhku dan menahannya dengan sikut. Aku tetap ingin melihatnya, aku masih khawatir dengan apa yang akan dia lakukan.

Dia tersenyum saat berhadapan dengan kemaluanku.Tapi kemudian dia terlihat menggelengkan kepala, aku pun jadi khawatir.

"Jangan-jangan ada noda darah. Bentar, kapan aku terakhir menstruasi?" Tiba-tiba aku panik sambil mengingat-ingat dan menghitung-hitung jadwal datang bulanku.
"Kenapa?" Tanyaku was-was.

"Mulus banget." Ujarnya, menatap takjub selangkanganku.
"Kamu ini pake produk kecantikan apa sih?"

"Emangnya kenapa?"
Tanyaku, tak terlalu mengerti maksudnya. Diam-diam aku merasa lega, rupanya bukan yang aku khawatirkan.

"Orang lain itu memeknya gelap, atau berkerut."
"Punyamu putih, mulus, chubby, dan kencang."


Dalam hati aku bersyukur sekali kemaluanku dianggap seperti itu, walau pun sebetulnya hanya kurawat ala kadarnya.
"Gak pake apa-apa." Jawabku jujur. Pikirku, mungkin karena aku paling sering mengganti celana dalamku, karena kebanyakan teman-temanku hanya mengganti celana dalamnya sekali, bahkan ada yang seharian memakai yang itu-itu saja. Sementara kalau aku, aku bisa dua-tiga kali ganti, atau bahkan lebih di situasi tertentu. Tapi aku tak tahu apakah itu berhubungan atau tidak.

Selanjutnya, dia mendekatkan wajahnya ke selangkanganku, sampai hanya tinggal hidungnya yang bisa kulihat dari mataku. Aku sempat panik, khawatir dia mencium bau yang tidak sedap di bawah sana, tapi kepanikanku lumayan reda setelah dia berkomentar.
"Hmsspp."
"Emhh. Chamomile."
Ujarnya.

Mendengar itu, aku tersenyum senang. Dan bangga tentunya.
Beberapa saat kemudian, sebuah sentuhan-sentuhan kecil terasa menyengat-nyengat bibir kemaluanku. Dari gerakannya, aku tahu dia sedang menciuminya. Ciumannya sesekali diselingi oleh apitan bibirnya yang menjiwit-jiwit bibir kemaluanku. Secara bersamaan, daging-daging di dalam bibir kemaluanku terasa tertarik-tarik, membuatku serasa disengat-sengat tawon-tawon yang menancapkan jarum-jarum kenikmatan di lubuk selangkanganku.

Kenikmatan bibirnya itu kemudian berganti dengan sebuah sapuan yang cukup lebar, permukaannya hangat, kenyal, dan basah, yang tak lain lidah Kak Zaki.

"Hmhhhh." Aku mendengus dan terpejam, sapuan hangat itu terasa menyeret-nyeret bibir kemaluanku dari atas ke bawah.

Aku melihat kepalanya yang terlihat bergerak naik-turun, menjilati kemaluanku secara vertikal.
Saat itu aku masih khawatir Kak Zaki tak menyukainya. Bagaimana tidak, yang dia jilati itu tempat di mana air kencingku keluar. Pasti rasanya tak akan enak. Pikirku, mungkin sebaiknya Kak Zaki tak perlu melakukan hal seperti ini sama sekali.

Tapi kekhawatiranku hilang saat lidahnya mulai terasa amblas ke dalam, membelah bibir kemaluanku yang saling menghimpit. Bagian-bagian kemaluanku yang dari tadi tertutupi rapat itu seolah mendadak terbangun, setiap bagiannya menjadi sensitif. Dalam sekali gerak saja, ribuan kenikmatan berhamburan dari dalam sana ke pangkal syarafku. Dinding bibir kemaluanku, mulut vaginaku, lubang kencingku, balung klitorisku, dan kepala klitorisku digilas, dilibas, disapunya berulang-ulang.

"Uuuuhhhh." Keluhku dalam kenikmatan. Sikut yang menopang tubuhku sekarang mulai lemas, tapi aku masih penasaran dengan perlakuannya. Aku hanya bisa diam dengan takjub karena belum pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya.
"Siapa sih yang nemuin jilmek ini?" Tanyaku dalam hati.
"Kok enak banget."

Tapi rupanya itu belum seberapa. Salah satu tangan Kak Zaki kulihat meraih bagian atas kemaluanku, bagian yang ditumbuhi rambut kemaluanku. Dia pun menarik sebagian dari area itu ke atas, sehingga dengan jelas kurasakan klitorisku terangkat ke udara terbuka.

Jantungku mendadak berdegup kencang.
"Dia mau jilatin itu juga?" Tanyaku dalam hati. Dengan klitorisku yang teracung sedemikian rupa, aku tak bisa membayangkan bagimana rasanya.

Tapi yang aku tunggu ternyata tak terjadi. Alih-alih, dia malah meniup-niup kelentitku itu sampai bagian yang biasanya lembab karena kelamaan bersembunyi itu terasa kering, sementara itu matanya menatapku, dengan mata yang seolah-olah sedang menyimpan sebuah kejutan.

Namun yang kurasakan saat ditatapnya ketika itu hanyalah malu, karena aku sudah tak bisa lagi mengontrol wajahku. Rasanya, wajahku sudah berubah dengan wajah yang sangat terangsang. Istilah orang-orang, wajah sange.
"Bisa gak sih gak usah ngeliatin gitu." Ujarku dalam hati, protes.

Dia sempat tersenyum sebelum melabuhkan sebuah lahapan pada klitorisku yang mengering itu.

"A-a-a-hhhhhhhhh!!!" Erangku tak terkendali.
Rupanya klitorisku jadi lebih sensitif, yang tadinya kering, kemudian terbekam secara tiba-tiba oleh mulutnya yang panas dan basah. Beberapa detik kemudian, aku mendapati tubuhku sudah terjatuh di kasur, dengan mulut menganga, dan kaki lurus mengejang. Sikutku yang tadi menahan tubuhku sudah lemas tak berdaya.

Tapi surprise dari Kak Zaki rupanya belum berhenti, dicucup dan dihisapnya kelentitku itu hingga tertarik ke dalam mulutnya, bahkan rasanya kelentitku itu seperti mau copot.

"Aaaaaaghhhh!!!" Aku mengerang dan mengaduh secara bersamaan. Pantatku refleks naik, mendorong wajah Kak Zaki.

Belum kenikmatan itu kuserap semua, ujung lidahnya itu sudah lebih dulu menari-nari di batang kelentitku. Dengan tak sadar kujambak rambutnya, kuremas-remas sambil menahan kenikmatan yang sedang meremas-remas klitorisku. Tarian lidahnya itu dikombinasikannya dengan tarikan tangannya di bagian atas kemaluanku, sehingga klitorisku terkadang mencuat ke luar. Dan itu hanya membuat kenikmatan yang kurasakan semakin menghebat.

Rasanya, badanku sudah tak berbaring di kasur lagi. Aku merasa seperti sedang di atas awan, terayun-ayun oleh balutan kabut kenikmatan.

Lidahnya sudah serupa pompa air saja buatku, setiap lidahnya bergerak, setiap kali itu cairan kenikmatan menetes di dinding di rongga vaginaku. Sementara itu, dadaku mulai terasa mengencang dan putingnya terasa tegang. Ingin rasanya aku meremas dan memijat-mijatnya.

Dalam ayunan kenikmatan itu, aku kemudian merasakan mulut Kak Zaki membuka. Bibirnya melebar, nyaris ke semua bagian kemaluanku, sementara itu lidahnya di dalam sana kembali menari-nari. Lalu entah bagimana caranya, bibirnya membuka dan mengatup, membuat semua permukaan kemaluanku terasa dilahap-lahap.

Entah karena air liur dari mulutnya atau cairan dari dalam vaginaku, gerakan mulutnya itu terasa basah dan licin, sehingga rasanya sangat lembut. Aku hanya bisa terpejam-pejam, apalagi dia melakukannya berulang-ulang.

"Mmmhhh." Desahku berkali-kali.
Terkadang, aku harus membasahi bibirku karena mengering oleh nafasku yang memburu, begitu pun dengan tenggorokanku, sesekali aku harus membasahinya dengan air liurku. Tegukan di tenggorokanku itu hanya membuat kenikmatan kian hebat.

Tanpa berhenti, tangan Kak Zaki terasa menjulur ke dadaku, lantas menggenggam dan meremas-remas bagian tubuhku yang sedari tadi menanti untuk dijamah.

Aku membuka mata, melihat dadaku untuk sesaat. Rasanya, payudaraku yang berada di dalam pakaianku itu nampak seksi sekali, membujal-bujal, menyembul-nyembul teremas-remas tangan Kak Zaki. Seandainya aku cukup berani untuk dianggap nakal, aku mau sekali membuka pakaian dan braku. Tapi memang itu di luar kemampuanku.

Bibir Kak Zaki masih tak berhenti memanjakan kemaluanku di bawah sana. Lahapan, hisapan, dan jilatan terasa berulang-ulang, berulang-ulang, bergantian seacar acak. Bibir kemaluanku, mulut kemaluanku, klitorisku, bahkan semua bagian dalam kemaluanku itu seolah mendapatkan gilirannya masing-masing.

Dalam pikiranku yang tenggelam dalam kenikmatan, aku cukup sadar ada kenikmatan yang mulai menumpuk dalam relung selangkanganku, yang mana semakin lama semakin banyak, semakin nikmat, dan semakin membuatku melayang-layang. Dari pengalamanku masturbasi, aku tahu ini proses untuk mencapai orgasme.

Begitu kenikmatan yang kurasakan ini mulai semakin menghebat, kuraih seprai kasurku dan kuremasnya, kucengkramkan ujung-ujung jari kakiku ke kasur, semata-mata agar aku tetap bisa fokus memunguti kenikmatan dari mulut Kak Zaki. Aku ingin sekali orgasme dengan cara seperti ini.

Jilatan demi jilatan, hisapan demi hisapan, lahapan demi lahapan, perlahan membuat kenikmatan yang kurasakan semakin menumpuk, semakin besar, semakin menggunung, semakin tinggi.

Tubuhku yang melayang-layang pun rasanya semakin tinggi saja. Aku berusaha untuk fokus agar tak sampai jatuh kembali ke bumi.

Sepanjang waktu berjalan, kenikmatan kian padat dan intens. Tubuhku bahkan terasa tendorong lebih tinggi lagi, hingga rasanya sudah mendekati atmosfir bumi yang membatasi kemampuanku menahan kenikmatan ini.

Udara semakin sedikit di tempat tinggi ini, dadaku terasa sesak, nafasku terasa berat. Tapi saking nikmatnya, bahkan tiap kali kuhembus dan kuhela nafas pun makin saja mendorongku.

Hisapan, jilatan, dan lahapan mulut Kak Zaki makin lama makin stabil, ritmenya makin teratur. Dan ini hanya membuatku merasa semakin melayang lebih tinggi lagi.

Hisapan, jilatan, lahapan, hisapan, jilatan, lahapan, berulang-ulang, dan terus, dan terus, dan terus …
Sampai pada suatu ketika dadaku terasa amat sangat sesak. Kepalaku, selangkanganku, dadaku, rasanya sudah tak kuat lagi menahannya. Tubuhku terasa melesat seperti roket. Naik semakin tinggi. Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, … dan termosfer, … dan Eksosfer, … dan, dan, dan …

"Aaaaaaaaaaahhhh!!!" Aku menjerit sekuatnya.
Kemaluanku terasa meledak, kepalaku serasa pecah, tubuhku terasa terlontar ke kehampaan udara.
Sepuluh detik pertama orgasmeku itu, aku merasa meluncur melewati planet-planet di tata surya.
Tapi aku tahu kenikmatan ini masih panjang, hanya tubuhku saja yang menggeliat tak terkendali. Untungnya, Kak Zaki tak berhenti, sehingga detik berikutnya aku masih dalam momentum percepatan kenikmatan ini.

"Aaaaaaaaaaahhhh!!!" Jeritku lagi, sambil berusaha mempertahankan orgasmeku.
Sepuluh detik berikutnya, aku biarkan tubuhku melejit, melucut, melintasi ribuan bintang dalam galaksi kenikmatan.

Sepuluh detik selanjutnya, aku merasa meluncur ke dalam pusaran yang sangat dalam, sebuah lorong dengan gravitasi yang sangat kuat. Aku hanya bisa menyaksikan kenikmatan yang berkelebatan, berkelap-kelip, sementara tubuhku mengejang, merentang, tertarik gravitasi kenikmatan itu.

Entah berapa puluh detik selanjutnya, tubuhku berputar-putar, meluncur, terhisap vorteks yang nampak tiada berujung.

"Hahhh. Hahh. Hah." Dengan terengah-engah, aku memaksakan diri untuk membuka mata.
Tubuhku rasanya remuk, rapuh tak berdaya. Kenikmatan orgasme tadi sangat menguras tenagaku, sepertinya puncak kenikmatan itu dialami oleh semua bagian tubuhku. Suhu tubuhku begitu panas, dahi, leher, ketiak, punggung, bahkan nyaris semuanya terasa basah oleh keringat.

Aku menoleh ke arah Kak Zaki. Kakak iparku itu tampak terjepit dalam himpitan kedua paha putihku. Dia lantas tersenyum ke arahku, senyuman senang, senyuman yang menyindir.

Serta-merta, aku mengambil bantal dan menutupkannya di wajahku.
"Aku malu. Aku malu. Aku malu!" Teriakku dalam hati.
Rasanya malu sekali.

---

Aslinya ini bersambung lagi? Sumpah lah

Index
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd