------------------------------------------
https://ci5.*********************/proxy/nrmHGcstKsj8rwka1xPH5PXXsayd9Z8J5XGSPeY4V0p_hjZ7ESmuZbAoopRPjdKMHXh_-1-8OSf2Un5bp5YqMYODfbis09EXP9wp=s0-d-e1-ft#http://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/glitch23.jpg
"Kyoko chaaan!" sapa Taniguchi Marie ketika kami masuk ke coffee shop di daerah Shibuya, setelah makan siang. Kami segera duduk dan Marie menghampiri kami. Mereka berdua sibuk berbicara dalam bahasa Jepang yang tak kumengerti. Tapi bisa kulihat bahwa Kyoko tampak tersipu malu. Marie tampak ceria melihatku, dan menanyakan padaku.
"So.. Order.. What you order?" another broken English.
"Ah... Your signature coffee please, Kyoko said that the coffee is good"
"Ahaha... Oke! right awei..."
Kyoko tersenyum manis saat duduk di hadapanku, di meja kecil, di pojok cafe itu, aku memperhatikan orang yang berjalan lalu lalang dengan cepatnya di Shibuya. Ramai sekali. Salah satu crossing atau penyebrangan yang paling ramai di muka bumi. Semua orang berjalan dengan tumpahnya tanpa saling bertabrakan, dengan lurus dan pasti akan kemana berjalannya.
"Here, Nihonjin like coffee very much" ujar Kyoko pelan.
"Really?"
"Ah.. Yes, we drink a lot. After eat, before work, after work... Everytime" senyum Kyoko.
Pantas. Bisnis cafe selalu laku. Kopi instan terlalu banyak jenisnya di minimarket. Vending machine kopi selalu banyak dimana-mana. Bahkan perempuan yang duduk di depanku dan kakaknya pun hidup dari kopi. Aku tidak begitu mengerti kopi, tapi memang kita seperti tidak bisa hidup tanpanya.
"Tuhan memberi kita Kopi untuk membantu kita menghadapi hal yang sulit. Tuhan memberi kita Wiski untuk membantu kita menerima hal yang sulit" setidaknya aku pernah melihat tulisan seperti itu entah dimana dalam versi Bahasa Inggris. Somewhere in Kemang. Oh iya, cafenya Zul. Disitu juga kopinya enak. Aku jadi ingat insiden suaminya Dian menyiram kopi panas ke Bram, waktu buka bersama sekitar setahun lebih yang lalu. Insiden yang memalukan, emosional. Tapi kupikir Bram pantas mendapatkannya. Karena memang dia brengsek. Sejadi-jadinya brengsek. Jangan dibandingkan dengan Stefan. Stefan boleh kelakuannya dan cara bicaranya super minus, asal-asalan dan bercandanya sangat tidak sopan. Tapi setidaknya dia gentleman dan setia kawan kepada teman.
Dan... dia selalu menepati janjinya. Shit.
"AWAS YA, kalo sampe di instagram elo ada foto elo sama cewek, gue kirim foto titit lo ke adek lo!" ancama Stefan sewaktu aku habis memfoto makanan dari Kyoko. Dan aku rupanya tidak sadar telah mengupload fotoku dan Kyoko ke Instagram.
Shit.
Aku membuka Instagram. Aku memang tidak pernah mengaktifkan notifikasi untuk media sosial apapun. Aku lihat fotoku bersama Kyoko yang dengan refleksnya aku upload ke Instagram.
Diupload 1 jam yang lalu oleh
aryaAAG #Hachiko #Shibuya #Japantrip.
165 like.
kanayeah menyukai foto ini.
aiaisyah menyukai foto ini.
diantiparamita menyukai foto ini.
a.n.g.g.i.a. menyukai foto ini.
hantamanband menyukai foto ini.
aninhantaman menyukai foto ini.
senasoundsena menyukai foto ini.
manuhutujacob menyukai foto ini.
ilhaminjapan menyukai foto ini.
graphicmonster menyukai foto ini. Dan aku akhirnya menelan ludah saat aku melihat satu username yang menyukai foto itu juga.
stefanusthevoice menyukai foto ini.
Kubaca komentar dibawah, komentar-komentar dari orang yang tidak kukenal, pasti para followerku.
asdf12330 "Pacar kakak? Cantiiik"
poiuytr4 "cakeps"
han-ta-man "Kak Arya diem-diem nih liburan sama pacar ternyata"
putri94 "yah Kak Arya dah punya pacar =("
kanayeah "Siapa tuh?" ups.
aiaisyah "<3"
ilhaminjapan "<3"
diantiparamita "<3"
stefanusthevoice "GOTCHA!"
Aku tidak enak hati. Tidak enak perasaan saat membuka media sosial yang lain. Whatsapp.
"Siapa tuh?" pesan dari Kanaya. Langsung kujawab.
"Adeknya musisi disini, kenalan disini...."
"Oooo...." langsung ada jawaban. Okay. Baik. Setidaknya bukan jawaban atau reaksi yang aneh aneh.
Wah. Pesan dari Dian..
"Cieee..."
Pesan dari Ai... Aduh.
"MAAAAAAAAAAAAAAAAASSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS. TOLONGGGGGGGGGG AKU DIKIRIMIN GAMBAR APA INI SAMA STEFAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAN =(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((("
"Aduh..." jawabku.
"AAAAAAA MATAKUUUUUU HUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
"Apus gambarnya ya"
"GAK MAU LIATTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT"
"Iya makanya..."
"STEFAN JAHAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAT"
"Ehh... Iya nanti aku marahin..."
"Rusak mataku.... aku liat foto mas kayak gitu..... =(((("
"Nanti sampe Jakarta aku sate anak itu"
"Aku BANTUIN"
"Sabar ya adekku...."
"=(("
Dan ini yang paling terakhir aku lihat. Grup Hantaman. Pasti kampret isinya.
"Mana ini si Arya?" Anin.
"Bang Arya gimana rasanya ikeh ikeh kimochi?" Sena
"KAN" Stefan.
"Arya yuhuuuu" Anin lagi.
"Cakep ceweknya Bang" Sena lagi.
"MANA INI WOI. GAK MUNCUL SI KONTOL. PASTI LAGI NGEWE" Stefan dengan ganasnya.
"Halo guys" sapaku di tengah kegaduhan di grup.
"NAH INI"
"Stefan awas lo ya"
"WKWKWWKWKWKWKWKWKWK"
"Gak lucu anjirrr"
"Biarin, adek lo pasti udah sering liat lo telanjang kan? Lo masih mandi bareng kan?" tanya stefan jahil.
"Atuhlah Fan...."
"Tapi dia kok tadi marah-marah ke gue ya.... Katanya awas kalo ketemu...."
"Wajar Fan...." Anin menimpali.
"Ah geblek... Gak lucu ah.. =(" aku mengeluh.
"WKWKWKWKWKWK"
"Fan ah... minta maaf gi ke Ai" aku memaksa.
"udah"
"Terus?"
"ya dia bilang, awas kalo ketemu gue bales"
"NAH awas loh" aku menimpali.
"Hahahahahahaha"
Kyoko mendadak menegurku.
"Aya... Coffee.."
Oh. Sudah datang rupanya. Dua cangkir kopi dan... Strawberry Shortcake?
"Yours?" tanyaku ke Kyoko.
"Yes" mukanya tampak bahagia melihat makanan manis. Dia sepertinya sudah tidak sabar untuk memakannya.
------------------------------------------
We talked. We talked a lot. Bicara soal apapun. Hal-hal kecil terutama. Hal-hal kecil yang lucu. Film apa yang disuka, musik jenis apa yang disuka, sampai pembicaraan soal kartun Jepang masa kecil yang sangat kusukai. Semuanya terasa mengalir, natural, walau sesekali ada koneksi bahasa yang sulit. Itu tidak masalah bagi kami. Kami berdua menikmati pembicaraan di coffee shop itu. Arya dan Kyoko. Satu lahir di Jakarta, 30 tahun lalu. Sedangkan satunya lahir di Mitaka. Arya anak pertama. Kyoko anak kedua. Kedua orang tuanya telah meninggal. Aku, hanya ayahku yang telah pergi. Kyoko suka sekali makanan manis, dan kopi tentunya. Kyoko hanya pernah pergi keluar negeri ke Korea Selatan dan Hongkong. Dia penasaran soal Indonesia, terutama kopi lokalnya.
Sehabis SMA, Kyoko tidak melanjutkan ke universitas untuk kuliah konvensional, tapi ke Senmon Gakkou, alias Sekolah Kejuruan, setara diploma kalau di Indonesia. Tentunya mengambil bidang kuliner, yakni cafetaria. Setelah lulus dia membantu Ibunya untuk menjalankan cafenya, bertiga dengan kakaknya. Ayah mereka lebih dahulu meninggal sewaktu mereka kecil. Sang ibu kemudian menyusul, tiga tahun yang lalu. Kyou-Kun sendiri tidak melanjutkan sekolah setelah SMA, langsung fokus di musik. Tapi dia sejak remaja selalu membantu orang tuanya di cafe milik mereka. Itu karena mereka memang dibesarkan di lingkungan bisnis makanan dan minuman, itu menjadi hidup mereka kedepannya.
Aku suka cara dia berbicara. Aku suka aksennya. Senyum kecilnya. Giginya yang lucu. Mukanya yang mudah memerah. Rambutnya. Wanginya. Semuanya. Dandanannya yang sederhana serta baju-bajunya yang berwarna kalem. Tangannya. Jarinya. Semuanya.
Aku suka mendengar ceritanya. Aku suka berlama-lama mendengar ia berbicara. Semuanya terasa begitu tidak sempurna dengan kekikukan dan kekakuannya. Tapi itu yang membuatku tertarik. Seseorang yang bisa membawa dirinya dalam segala kelemahannya.
------------------------------------------
https://ci5.*********************/proxy/YqCLCf0B6pk3pomy-Z3ke7Mo3n2hzEeQzJoFTATKj4OYJfVNOtzr5peypldyFl0ETf1ZisNgTGIvMMMFUdHWWB5nXpvnHMGi4yYprQ=s0-d-e1-ft#https://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/img_4110.jpg
Aku berjalan di sore yang sudah mulai gelap dan mendingin itu dengan Kyoko. Di Shibuya. Kami habis dari toko buku bekas, membeli beberapa buku masak, oleh-oleh untuk ibuku. Berarti hanya tinggal oleh-oleh untuk Ai saja yang belum. Ketika kutanyakan lagi, katanya dia mau menitip pedang Katana. Untuk membelah-belah Stefan.
Habis ini apa ya? Makan malam? Pulang? Dongenzaka?
Jangan Dongenzaka Ya. Gila lu. Itungannya ini first date. Kok tau-tau Dongenzaka. Dongenzaka adalah sebuah nama jalan di Shibuya. Disana banyak terdapat love hotel. Ya, sebelum date hari ini aku googling, soal Shibuya. Apa saja main attractionnya. Salah satunya Dongenzaka dengan semua Love Hotelnya. Alias hotel jam-jaman. Dari namanya saja sudah ketahuan hotel untuk apa.
Bedanya dengan hotel jam-jaman di negara lain, disini ada temanya. Kamarnya bertema. Tema diskotik, tema pantai, tema tradisional. Bahkan ada penyewaan kostum juga kalau mau. Haha. tidak lah. Bukan seleraku seperti itu. Stefan mungkin lebih cocok.
"Aya" bisik Kyoko.
"Yes?"
"Music" tunjuknya ke salah satu pojok di depan gerai kopi internasional itu. Wah, street musician. Di Shibuya memang banyak orang yang bermain musik di jalan, sambil menjual CD mereka, sambil promosi band mereka. Dan mereka tidak peduli kalau pejalan kaki cuek terhadap mereka. Mereka tetap bermain sepenuh hati.
Kami berdua menghampiri dan berdiri di depan street performer itu.
Menarik. Dengan kualitas seperti ini harusnya minimal sudah masuk radio. Suaranya bagus. Tanpa sadar aku dan Kyoko terhanyut melihat penampilan tersebut. Tangannya menggenggam tanganku erat, dan dia berdiri sangat dekat. Hingga kadang ia menempelkan kepalanya di tanganku. Aku tidak tahu artinya apa lagu ini, tapi rasanya sangat tepat untuk menikmati suasana seperti ini dengan Kyoko. Berdiri berdua terpaku. Merasakan kehadiran masing-masing. Dengan background orang bersliweran di jalan dengan cepatnya. Seperti menatap dunia yang sibuk dari suatu tempat yang nyaman.
Keinginanku untuk pulang mendadak hilang. Kyoko menambatkan hatiku disini. Dua minggu. Perkenalan yang cepat. Dan hatiku tertambat dengan cepat disini.
Selesai. Lagu itu selesai. Kyoko dan Aku saling melihat.
"Dinner?" tanyaku.
"Oke.." bisiknya sambil menggenggam tanganku erat.
------------------------------------------
Mitaka. Malam hari. Bis yang kami naiki mendekat ke tempat pemberhentian kami. Kami turun dengan lega, setelah perjalanan yang jauh dari Shibuya. Sudah hampir pukul 9 malam. Cafe kakak beradik ini sebentar lagi akan tutup. Aku memutuskan untuk mampir sebentar.
Kami berjalan berdua, bergandengan di jalan yang sepi. Kadang aku tak percaya. Aku, jauh-jauh ke Jepang malah bertemu dengan Kyoko. Jalan bareng. Gandengan. Pacaran. WTF banget memang. Aku pasti diinterograsi banyak orang nanti ketika di Indonesia. Oleh semuanya. Pasti Kanaya juga. Jujur. Kanaya cantik. Menarik. Smart. Tapi aku tidak merasakan koneksi yang begitu kuat dengannya. Mungkin memang hanya bisa sebatas teman, walau kami pernah tidur bersama. Justru aku malah menyangsikan ada orang yang bisa menahan diri dalam kondisi seperti waktu itu. Subuh di kosan, dan suasananya intim. Bullshit kalau ada yang bisa tetap bertahan tidak melakukan apa-apa.
Oh. Sudah sampai. Cafe kecil itu. Masih ada beberapa tamu. Biasanya kakek-kakek sekitar sini yang mengobrolkan entah apa.
"Irasshaimase... Ah Kyoko to Aya!" Kyou-Kun tampak ceria melihat kami. Kyoko langsung melepas mantelnya dan berjalan ke arah dapur, memakai celemek dan ikut kembali berkegiatan di cafe yang sebentar lagi tutup itu. Aku duduk di kursi yang kosong, sambil melihat kesibukan mereka berdua. Cepat sekali transisi Kyoko dari datang lalu aktif kembali di balik dapur.
------------------------------------------
"So, Kodama... Only came here at night?" tanyaku ke Kyoko.
"Yes"
Kyoko sedang mempermainkan kucing gendut yang jutek itu. Kucing yang tampak bodoh dengan berguling ke kanan dan kiri itu. Kyoko berjongkok dibawah, sementara aku duduk di sampingnya. Kyou-Kun entah kemana. Mungkin dia tidak ingin mengganggu kami setelah beres-beres cafe.
Latihan pertama untuk showcase single baruku adalah lusa. Tidak sabar rasanya, ingin segera menyelesaikan semua latihan dan rilis singleku, untuk bisa fokus ke Kyoko. Tunggu. Fokus apa? Aku bingung menjawab pertanyaanku sendiri. Fokus apa? Apakah menikmati waktu bersama Kyoko di sisa dua minggu ini? Tapi tentunya tidak bisa aku pinjam dia sering-sering. Pekerjaannya disini akan terbengkalai dan akan merepotkan Kyou-Kun. Tidak adil untuk mereka berdua. Egois itu namanya. Kalau aku disini terus juga pasti akan merepotkan walau mereka tidak merasa repot.
Mitaka malam ini. Aku , Kyoko dan kucing gendut itu. Bertiga di ruangan café yang sudah dibereskan.
Rasanya enggan pulang ke Yokohama. Rasanya ingin bersama dirinya selamanya. Merasakan kecanggungan yang manis ini. Tapi aku harus pulang. Tidak sopan rasanya mendadak menginap disini. Belum tentu juga aku akan menghabiskan malam dengan Kyoko. Aku lantas berdiri.
"Go home?" tanya Kyoko sambil melihatku dengan muka ceria.
"Yes"
Kyoko berdiri juga. Aku membelai rambutnya. Dia tersenyum penuh arti ke arahku. Konyol, jarak ke pintu sangatlah dekat, tapi kami jalan kesana bergandengan.
"What are you doing tomorrow?" tanyaku.
"Here, café." Jawabnya pelan.
"Can I come here ?"
Kyoko hanya mengangguk. Aku menunduk dan menatap wajahnya, mencoba mencium lembut bibirnya. Dia menerimaku. Ciuman yang pelan, lembut dan singkat. Tapi cukup. Cukup untuk perpisahan malam ini. Masih ada besok. Masih ada dua minggu lagi. Masih ada selamanya.
"Mata ashita... Oyasumi.." bisikku. Kyoko geli mendengarku berusaha bicara bahasa Jepang. Dia pasti tahu aku baru mempelajarinya akhir-akhir ini.
"Mata ne..." bisik Kyoko sambil membuka pintu café. Aku berjalan dengan sangat lambat keluar, perlahan, sambil melambai dengan enggan. Kalau bisa, aku ingin berada disana selamanya.
------------------------------------------
"Nah ini dia" sapa Ilham saat aku masuk ke dalam apartemennya.
"Ini dia apaan"
"Ini dia orangnya yang bikin rame-rame di medsos"
"Kirain apaan"
"Anak-anak angkatan kita mendadak pada ngontak gue Ya, nanyain elo... Haha"
"Terus lo jawab apa Ham?" tanyaku.
"Gue jawab setau gue aja... Gue bilang itu emang deket sama lo. Gak lebih gak kurang" jawabnya.
"Haha..."
Heboh. Satu foto Instagram membuat heboh. Fotoku dan Kyoko, di depan patung Hachiko, dimana Kyoko menggamit lenganku dan membuat tanda V dengan tangannya. Komentar semakin banyak dan like semakin banyak. Grup whatsapp Hantaman semakin ribut.
"Kalian berisik amat sih. Isi grup ini cuman 5 orang. Dan dari tadi sore ampe sekarang udah kayak ratusan mesej, topiknya ituan terus" ketikku di grup.
"Abis lo pacaran ama orang Jepang sih" jawab Anin.
"Siapa namanya Ya?" tanya Stefan.
"Kyoko"
"Kode JAVnya berapa?"
"Bangsat"
"WKWKWKWK"
"Ai masih trauma sama elo tuh Fan. Minta maafnya yang tulus dong, kasih dia apa gitu buat bayar kengehean elo..." ketikku panjang.
"Gue kasih aksi ranjang aja kali ya?" jawab Stefan asal.
"Lu lagi ngomong ama kakaknya ini....... -_-; "
"Kakaknya apa pacarnya?" ledek Stefan.
"Kontol" jawabku pelan.
"Bang. Ai masih pacaran sama yang baru ini?" tanya Sena mendadak.
"Masih"
"Anu, gue kan jadi sering diajakin makan ama Mamanya Bang Arya, dan makan sama Ai juga... Gue jadi falling in love Bang..." ujar Sena.
"Elu mah emang gampangan Sen" balas Anin.
"Tapi ini cantik banget, kalo makan lucu gitu....."
"Lo kira komeng lucu?" celetuk Stefan.
"Ih serius Bang.."
"Pacarin aja gih" komentarku.
"Tapi kan dia punya pacar..." keluh Sena.
"Santai aja. Arya aja yang pacaran lama ama Karina udah pasti incest kan tuh sama si Ai" canda Stefan.
"Lama-lama gak lucu Fan" balas Anin.
"Muka lu tuh gak lucu" ledek Stefan.
"Wkwkwkwk.... Ribut mulu kayak FPI kalian" ledek Sena.
"Kayak situ gak suka ribut aja di grup" komentarku.
"Halo kakak ipar"
"Jiakakaka"
Hantaman. Di satu sisi aku sangat kangen dengan mereka. Andai saja mereka semua ada bersamaku disini. Pasti aku tidak akan homesick. Tapi masa iya segitunya sampai tidak ada perasaan homesick? Orang bilang, rumah itu bukan soal tempat dimana kita lahir, bukan soal tempat dimana kita tumbuh besar, dididik dan semacamnya. Rumah itu tempat dimana kita merasa nyaman. Tempat dimana kita merasa pas dan cocok, sesulit apapun juga. Rumah. Pikiranku atas rumah terombang ambing antara Radio Dalam dan Mitaka. Radio Dalam selama 30 tahun ini adalah hidupku. Jakarta. Dengan segala kesemrawutan dan kekumuhannya. Mitaka, baru dua minggu, dan bahkan aku tidak tinggal disitu, dengan kerapihan, kesunyian, kelembutannya, dan Kyoko. Kyoko seperti Mitaka.
Tenang. Canggung. Dengan segala ketidak sempurnaannya Mitaka membuatku terbius akan tempat itu. Keanggunan Inokashira park. Keramaian namun rapihnya Stasiun Mitaka. Perasaan tenang yang ada disana. Semuanya. Semuanya membiusku.
Dan Kyoko adalah Mitaka.
------------------------------------------
BERSAMBUNG