------------------------------------------
Coba kita hitung. Pertama, jalan-jalan yang tidak diduga ketika mesin kopi rusak, ke Inokashira Park. Kedua, Harajuku. Ketiga.. Ueno.. Lalu, beberapa makan bersama dan keliling-keliling Mitaka, lalu apalagi? Oh iya, official first date, Shibuya, jangan lupa sehabis itu masih banyak lagi jalan-jalan ringan lainnya, sekedar ke taman, makan, dan lain-lainnya.
Sudah banyak waktu yang kujalani sepertinya bersama Kyoko. Namun kenapa sekarang rasanya sangat gugup? Kenapa menunggunya di malam hari ini rasanya berbeda? Aku tidak pernah merasakan hal-hal seperti ini, dimana sudah beberapa kali jalan bareng beberapa perempuan, lalu masih excited untuk bertemu di pertemuan yang kesekian kalinya.
Rasanya disini seperti orang tolol lagi. Ya. Terpaksa aku ulang lagi kata-kata itu. Tolol. Memang itu yang terasa.
Menunggu dengan tidak sabar di stasiun Mitaka. Jam masih menunjukkan pukul 7 kurang 10 menit. Aku janjian dengannya jam 7 malam. Kyou-Kun dan Kyoko kemarin bilang, bahwa café tidak akan buka shift malam, karena semua orang pasti pesta natal, entah di rumah, di restoran, atau untuk yang punya anak kecil, di KFC. Ya, di gerai ayam goreng khas Amerika Serikat itu, orang bisa sampai antri bahkan reservasi untuk merayakan Christmas Eve disana.
Ini lucu. Aku hanya pernah datang beberapa kali ke acara natalan di rumah Stefan. Sisanya tidak tahu lagi. Maklum, aku bukan umat Kristen. Makanya merencanakan Christmas Eve Dinner untuk diriku sendiri dan Kyoko menjadi hal baru untukku. Dan memang budaya di Jepang begitu. Aku menduga akan turun salju malam ini, tapi tampaknya tidak. Desember – Januari bukanlah saatnya turun salju di Jepang. Walau mungkin di beberapa bagian di Utara, salju sudah datang. Dan Tokyo memang jarang bersalju. Daerah pinggir kota yang lebih banyak bersalju.
Masih lekat dalam ingatanku waktu aku menyengajakan datang ke pesta natal di rumah Stefan. Si liar dan si ngaco itu mendadak jadi anak baik di depan orang tuanya. Rambut gondrongnya yang biasanya awut-awutan ia ikat dengan rapih, dan senyumnya terkembang. Tata bicaranya lembut di depan keluarganya. Tapi kalau di depan kami, wah. Jangan harap kita bisa melihat hal yang sama. Dia berubah dari malaikat yang tadi menjadi setan. Setan yang super horny, super asal-asalan, dan super ngaco. Dan sekarang, hari ini, di grup Hantaman, foto profil grup berubah jadi foto mosaik diriku dan Kyoko, nama grup “HANTAMAN” yang sudah kurubah kembali seperti semula, sekarang sudah berubah lagi jadi “ARYA & KYOKO LOVE GROUP” sialan.
Waktu rasanya seperti lambat. Sekarang saja, masih pukul 7 kurang 7 menit. Aku menunggu Kyoko dengan tidak sabar. Memang orang Jepang selalu tepat waktu. Saking tepat waktunya, mereka bukan hanya tidak telat, mereka juga tidak pernah datang lebih awal.
Aku sedang malas membuka media sosial atau apapun, karena saking gugupnya.
Waktu demi waktu kulewati dengan memandang entah kearah manapun, sampai aku melihat siluetnya turun dari bus. Dan entah kenapa malah rasanya makin gugup. Kyoko melihatku dari jauh dan memberikan lambaian kecil padaku. Aku membalasnya. Aku menunggunya menyebrangi jalan dengan perasaan tidak menentu.
------------------------------------------
https://ci3.*********************/proxy/8VWUPykpN0efAgOI44F7DLEQesUbGwvZoe7mHbQeDbkftTKvNX5JOofPKxHnPMS74ncVXE2h8vTYxEKhnBRZlip_EPGlKICeL9psKQ=s0-d-e1-ft#https://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/front-10.jpg
Aku memperhatikan Kyoko berbincang dengan waiter di restoran yang ramai itu. Setahuku, Ilham telah memesankan set menu, jadi kami tidak usah repot-repot memesan lagi. Waiter yang melayani meja kami benar-benar tidak bisa diajak bicara dengan bahasa Inggris. Jadi aku terpaksa menyerah dan Kyoko mengambil alih. Untung Ilham tadi memberikan pesan dalam aksara Jepang kepadaku dan menyuruhku memperlihatkannya ke waiter ketika kami masuk ke dalam restoran tadi.
Setelah waiter pergi, Kyoko mendapatiku memperhatikannya dengan lekat. Kyoko kembali tersenyum dan matanya kemudian menghindariku, melihat ke arah lain dengan malu.
"So... You have no plan today?" tanyaku.
"Nani? Plan? No.."
"What do you usually do at Christmas Eve?"
"Go to party with Niisan to.. Go with fren, from High Skool..." senyumnya.
"It is okay that I suddenly asked you for today?"
"No. Its okay. I'm happy yu ask me" jawabnya masih dengan senyum malunya.
Appetizer yang duluan keluar. Entah sup apa itu. Tapi tampaknya enak dan hangat. Aku benar-benar buta akan menu yang akan disajikan malam ini.
"So, Christmasu... Indonesia.. How celebrate?" tanya Kyoko mendadak.
"Ah.. Actually.. I don't know.."
"Don't know? Wakaranai?"
"Yes.. I don't celebrate christmas..." senyumku.
"Nanika?"
"I'm Moslem..."
"A? Moslem? Ah! Chotto ne..."
Kyoko memanggil waiter. Lalu entah mengapa dia tampak panik dan berbincang kepada waiter yang lama-lama air mukanya berubah menjadi ikut panik juga dan tampak tidak nyaman. Waiter tersebut lalu membungkuk kepadaku dan berusaha mengambil sup yang ada di hadapanku.
"Wait wait wait... What happened?" tanyaku bingung.
"Ano... Soup wa... using pork burosu...." jelasnya.
"Burosu?"
"Ano... ah.. chotto... " Kyoko tampak berpikir keras dan mengeluarkan handphonennya. Dia lantas mengetik sesuatu dan menunjukkannya kepadaku.
"Pork Broth" kaldu babi.
"Ahaha.... umm... It's okay... Daijobu" ucapku ke waiter yang masih bingung, melihatku bermuka biasa saja.
"Aya, nanika?" tanya Kyoko dengan muka masih khawatir melihat waiter tersebut mundur sedikit demi sedikit.
"Ummm... Actually I don't care about the food... I'm not a very good moslem.." senyumku geli.
"Not good?"
"Umm.... I'm okay with pork?" ucapku dengan sederhana.
"Demo... Niisan say that.. you dont drink... Moslem dont drink, right? So ano... I tot you also not eat pork" mukanya masih khawatir. Menggemaskan sekali.
"Kyoko.. I don't drink because i have another reason, but I'm okay with this, don't worry" aku berusaha menenangkannya dan menyentuh tangannya lembut, agar dia tidak panik lagi. Kyoko diam dan menghela nafas. Dia masih agak khawatir dengan kejadian tadi.
"Don't worry" ucapku.
"Okei..." senyumnya lega.
------------------------------------------
Ini yang paling Kyoko tunggu. Dessert. Matanya berbinar melihat potongan besar Red Velvet Cake dihadapannya. Aku tidak pernah bosan melihatnya selalu excited menghadapi makanan manis. Aku memperhatikannya lupa daratan melahap cake itu. Andai bisa kulihat selamanya. Andai minggu depan aku belum akan pulang. Andai ia bisa kubawa pulang.
“Not eating?” tanya Kyoko yang melihatku mendiamkan cake ku.
“I will” senyumku.
Dia tersenyum balik dengan canggung. Masih dengan canggung. Tapi tidak apa-apa. Hal-hal seperti ini yang membuatku lebih deg-degan sekaligus nyaman menghadapinya. Masih menebak-nebak, masih mengira-ngira. Namun aku sudah tau pasti dia juga nyaman bersamaku.
Kyoko terlihat seperti anak kecil di depan cake itu. Dia menghabiskannya perlahan dalam senyumnya, dan sepertinya terlihat hanya ada dirinya dan cake itu saat ini. Aku selalu melihatnya seperti itu setiap dia melahap makanan manis. Entah itu cake, cookies, permen, pudding, apapun. Dia selalu excited. Selalu tertarik. Binar matanya seperti anak kecil, hingga aku terbius melihatnya dan mendiamkan cake yang harusnya kumakan juga.
Mendadak dia menatap mataku dengan bodohnya. Sendoknya masih didalam mulutnya.
“Aya…”
“Yes?” senyumku.
“Why looking like that?” maksudnya mungkin kenapa ngeliatin dia kali ya?
Aku senyum.
“No.. nothing” dan mulai mengacak dan memakan kue bagianku. Mukanya berkerut, dia mungkin penasaran kenapa aku tidak segera memakan dessert dan malah memperhatikannya lekat-lekat.
------------------------------------------
Dingin, sepi, semua orang mungkin masih larut dalam malam natal mereka masing-masing, di rumah, di restoran, di tempat-tempat yang memungkinkan mereka untuk merayakannya, bertukar kado, bertemu teman. Aku melihat ke langit yang tenang, sambil menggenggam tangan Kyoko yang berselimutkan sarung tangan hangat. Kami sedang berjalan pulang, sehabis turun dari bis dan menuju café.
Malam ini mereka tidak buka. Kyou-Kun sedang menghadiri pesta natal. Entah dimana. Mungkin dengan teman-temen musisi ataupun yang lainnya. Kami mendapat tidak ada tanda kehidupan di rumah dan café.
“Ano… you want inside? Coffee or tea?” tawar Kyoko malu-malu kepadaku. Nafasnya berembun.
“Coffee will be nice” jawabku tanpa melihat wajahnya.
Kyoko lalu membuka pintu rumahnya, menyalakan lampu dan menggiringku ke meja makan. Aku duduk disana, membuka jaket kulitku sambil menunggu Kyoko menyiapkan kopi untukku dan dirinya. Aku membuka sarung tanganku sambil memperhatikan dapur kecil dan praktis itu. Jepang sekali. Tak lama kemudian, Kyoko mendatangiku dengan dua gelas kopi khas café mereka.
“Thank you” senyumku ke Kyoko yang duduk di disebelahku.
“Thank you fo’ you too Aya, taking me for tonight…”
Aku menghirup kopi itu dan bersender. Kadang memang aku masih merasakan pegal dan capek, karena begitu intensnya berjalan dan kemana-mana menggunakan transportasi umum di Negara ini. Kadang aku rindu dengan Indonesia yang lebih mudah kemana-mana menggunakan kendaraan pribadi. Apalagi aku pengendara motor, yang bisa dengan mudahnya beraksi di jalanan kacau Jakarta.
“Next week I will be going home” bisikku.
“Wakarimashita” jawab Kyoko pelan. Aku menoleh ke arahnya dan membuang nafasku.
“Nice knowing you”
“Me too Aya” Kyoko balik menatapku dan tersenyum sambil menyeruput kopinya.
“I want to taste Indonesia no coffee…” bisiknya mendadak sambil senyum.
“Don’t they sell it here?” masa sih gak ada yang jual kopi Indonesia di Jepang?
“Yes they sell. But better to taste in Indonesia I think”
“Please come then” senyumku.
Kyoko hanya tersenyum tanpa menjawab. Ada banyak arti dari senyumannya itu. Entah apa yang dia pikirkan. Ingin rasanya aku memboyongnya ke Indonesia tanpa banyak basa-basi. Tapi pasti akan aneh rasanya jika aku mendadak mengajaknya ke Indonesia. Yang aku tahu pasti, aku harus memanfaatkan waktuku yang tersisa disini dengan bersamanya sebanyak dan seindah yang kubisa.
Masih belum terlalu malam. Aku masih ingin bersama Kyoko. Tapi kami malah terdiam. Situasi yang aneh, padahal kami sudah sering berjalan bersama, bahkan aku sudah pernah menginap disini. Tampaknya kami sama-sama takut membuat kesan buruk karena minggu depan aku sudah pulang. Hal yang makin hari makin malas kulakukan. Aneh rasanya.
“So… Us…. Are you happy with us so far?” tanyaku mengkonfirmasi. Kyoko mengangguk dan tersenyum tipis. Entah mengapa rasanya seperti sulit bernafas. Dia menggigit bibirnya dan melirikku dalam diamnya. Aku menghabiskan tetes terakhir kopiku. Entah mengapa rasanya berat, rasanya jantung ini berdegup dengan kencang. Aku ingin bertemu dengan Kyoko di hari-hari biasaku. Aku tidak ingin melepasnya.
“I don’t want to go home” bisikku.
“But you must..” jawabnya. Tentu saja. Tidak mungkin aku menetap disini. Aku mendadak meraih tangannya yang diam diatas meja. Dia tidak menghindar dan tidak kaget pula.
“At least for tonight” balasku sambil bergerak pelan ke arahnya.
Dia menyambutku. Bibir kami berdua bersentuhan, nafas kami saling berbalas. Bibirnya yang manis menyentuh lembut bibirku. Memberikan perasaan yang membius dan waktu berhenti. Aku menutup mataku sambil merasakan bibirnya, dan dalam bayanganku tetap ada Kyoko. Tetap ada dirinya. Jemari kami berdua saling berkait, saling menggenggam seperti tidak mau lepas.
Kami berdua lantas melepas ciuman itu.
Kami bertatapan, dan saling menyentuhkan kening. Tanganku memegang lehernya dengan lembut, membelainya dan merayap menuju pipinya. Aku mempermainkan pipinya dengan jempolku. Muka Kyoko tampak memerah dan malu. Senyum canggungnya masih dengan manis menghiasi mukanya. Nafas kami berdua beradu dalam hening. Cuma suara nafasnya dan nafaskulah yang kudengar.
“I want you….” Bisikku.
------------------------------------------
Terjadi lagi. Kamar Kyoko yang hangat itu menjadi tempat bagi kami berdua untuk melepas perasaan ini. Aku memperhatikan Kyoko melepas kancing kemejanya satu-persatu sambil duduk bersimpuh membelakangiku. Aku membelai pahanya dengan lembut dari belakang, memperhatikan jarinya melepas kancing dengan pelan. Kemudian saat kemejanya turun dan menyingkap bahunya, aku mendekatinya, memeluk pinggangnya, menciumi dengan lembut tengkuknya. Merasakan kulit badannya yang halus dan lembut di bibirku. Bibirku perlahan berpindah, menciuminya mulai dari tengkuk dan merayap ke bahunya.
Sumpah, begitu inginnya aku merobek rok dan stoking hitam yang ia kenakan sekarang. Auranya begitu menantang, menggodaku dengan segala sikap malu-malu dan manisnya itu. Tetapi sekarang, yang harus kulakukan adalah membuka bajuku, sambil menunggu gerakan berikut darinya.
Kyoko mengizinkanku menjelajahi tubuhnya lebih jauh lagi. Ia membuka perlahan kemejanya sambil tentunya mendapati dirinya keenakan dengan segala ciumanku di tengkuk dan bahunya. Semua bagian di tubuhnya yang pernah kusentuh dan kucium rasanya selalu sama. Lembut, wangi, kenyal, dan serba membius.
Dia tidak ingin banyak menunggu lagi sepertinya. Dia melepas BH nya sendiri, dan kemudian kedua buah payudaranya yang indah dan bulat sempurna itu terbebas dari kekangan. Tak pakai lama, aku meremasnya dari belakang dengan kedua tanganku. Aku mempermainkannya, meremasnya pelan, memijatnya dengan penuh kelembutan. Aku masih menciumi leher Kyoko dari belakang, memberikannya rasa nyaman dalam setiap kesempatan yang bisa kulakukan.
“Nnggh…. Aya.. Kimochi….” Bisiknya perlahan. Dengan segala kenikmatan yang dia tunjukkan kepadaku sampai saat ini, bagaimana mungkin aku tidak ingin menikmatinya?
Aku memijat payudaranya perlahan dari belakang, sambil menempelkan tubuhku di punggungnya yang telanjang. Aku menciumi lehernya, lalu merayap dengan menggunakan bibirku ke arah pipinya, dan dia menyambutku dengan menengok ke arahku, mempersilahkanku melumat bibirnya yang indah itu. Aku makin bersemangat meremas payudaranya, kami berciuman dengan panas, saling memagut dan saling menghisap, saling merasakan kenyamanan bibir masing-masing.
Kepalaku kosong. Yang ingin kulakukan sekarang hanyalah memikirkan cara untuk selalu bersamanya. Meremas badannya dengan lembut seperti ini, menciumnya dengan penuh gairah seperti ini, dan merasakan punggungnya yang lembut menempel di badanku seperti ini. Jari-jariku tidak kuasa, untuk memilin putingnya dengan gemas.
“Ngg…….” desahnya dalam ciumanku. Benar-benar seksi. “Nnnn….” Desahnya semakin menjadi karena aku tidak mengendurkan permainan jariku. Aku terus mempermainkan putingnya, memilinnya, mencubitnya dengan lembut, sambil sesekali terus meremas benda kenyal dan seksi itu. Seksi luar biasa. Halus, lembut, dan belum lagi kecantikannya terpancar dengan sempurna di saat-saat seperti ini.
Ya, perempuan terlihat sangat cantik apabila sedang tidak memakai apa-apa, atau sedang dalam situasi berhubungan seks seperti sekarang ini.
Aku melepas ciumanku dari bibirnya yang basah. Ekspresi keenakannya bercampur dengan nafasnya yang memburu membuat Kyoko terlihat makin seksi. Aku lantas melanjutkan kembali dengan menciumi bahunya, dari kanan ke kiri, sambil meremas terus buah dadanya yang penuh di tanganku. Aku lantas menyandarkan kepalaku di punggungnya, merasakan kulitnya yang halus lewat pipiku, dan dari tadi bisa kurasakan ada sesuatu yang bertumbuh besar di celanaku. Dia tampak tidak sabar ingin bersatu dengan Kyoko. Tapi aku masih nyaman meremas dan mempermainkan buah dadanya yang luar biasa indah ini.
“Aya… Ahh…. Ngg… Kusugattai….” Entah apa artinya.
Aku tidak henti-hentinya meremas buah dadanya. Sangat ranum dan lezat, sudah pernah kurasakan sendiri. Dan aku sudah tidak tahan lagi. Aku berusaha mendorong Kyoko untuk telungkup di tempat tidur. Tubuhnya menurut begitu saja, dan dia menyerah. Tanganku masih menggenggam buah dadanya, dan aku masih ingin tetap begitu. Aku menciumi lehernya dari belakang, dan dia menyerah begitu saja.
Karena posisi telungkup agak susah untuk tanganku bermain di payudaranya, aku memutuskan untuk berpindah ke tempat lain yang tidak kalah menariknya.
Aku mencoba membuka resleting rok Kyoko secara perlahan, dan Kyoko tampak menunggu, selanjutnya apalagi yang akan kulakukan padanya. Aku menurunkan Roknya, dan dia membantuku dengan menggerakkkan kakinya agar tidak menghalangi. Area kewanitaannya ditutupi oleh celana dalam yang serasi dengan BH nya tadi, tapi tak lama kemudian, aku yang terburu-buru membukanya juga.
Lalu kuremas dan kucium pantatnya. Yang lembut, indah, dan sangat halus. Aku ingin merasakannya selamanya. Saking empuk dan lembutnya, aku ingin membenamkan wajahku disana. Bisa kurasakan nafas Kyoko masih terdengar berat, dia pun memendam sesuatu, tetapi menunggu stimulasi dariku.
Sambil aku mempermainkan pantatnya, tanganku bergerak ke depan dan mencoba meraba daerah kewanitaannya. Damn. Sudah basah. Sudah lembab, sudah siap untuk melakukan kegiatan selanjutnya. Tapi tampaknya terlalu buru-buru. Aku ingin mempermainkannya, aku ingin merambah dan menjelajahi badannya terus menerus. Aku benar-benar terbius oleh keseksiannya yang semakin terpancar lewat gerakan canggungnya dan senyumnya yang manis, walaupun dalam posisi tidak nyaman seperti itu. Sesekali ia memang melirikku yang sedang mempermainkan dan menciumi pipi pantatnya. Dia tampak malu-malu melihatku dari sudut mata. Feromonnya entah kenapa tercium kuat dimana-mana. Sehingga kadang aku kelimpungan sendiri, bagian mana lagi yang harus kujelajahi. Tampaknya sudah kujelajahi semuanya, namun serasa kurang.
Kyoko mendadak beringsut otomatis, berubah posisi dari telungkup menjadi telentang. Tampaknya dia sesak dalam posisi seperti itu, terlebih karena ukuran buah dadanya yang mengganggunya dalam posisi telungkup. Aku memutuskan untuk menghampirinya dan menciumnya. Tapi tidak dengan jariku. Jariku tetap tinggal disana.
Jariku tetap meraba area kewanitaannya, berusaha mencari titik sensitif di tengah kulit dan dagingnya yang lembut. Jariku bermain, mencoba membelainya, mengelusnya dan bermain-main dengan nakalnya. Kyoko menikmatinya, terbukti dari desahannya yang tertahan oleh ciumanku.
Kami beradu nafas, beradu lidah dan bibir. Ciuman kami sungguh panas. Bibir kami saling memagut, beradu, dan basah oleh liur kami berdua. Lembut bibirnya membiarkanku masuk ke dalam dirinya lebih dalam lagi. Atau lebih tepatnya jariku. Jariku dengan nakal berusaha masuk dan menstimulasinya dari dalam.
"Nggg....." Kyoko merintih pelan di dalam ciumanku, saat jariku memasuki lubang vaginanya. Jariku terasa basah, terasa licin di dalam sana. Terasa hangat dengan nyamannya, organ tubuh yang membungkus jari tengahku itu. Aku lantas bergerak maju mundur, memainkan jariku dengan menyentuh dinding vaginanya.
"Nnngg... Ahhh...." Kyoko melepas ciumanku dan memilih untuk mengeluarkan desahannya dengan lepas. Mumpung tidak ada siapapun di rumah, mungkin. Aku semakin liar menggerakkan jariku maju mundur, mencabulinya dengan segala rasa cintaku padanya. Aku kembali meraih bibirnya, tanganku yang bebas lantas memeluknya dan meremas badannya. Kyoko menutup matanya, menerima semua rangsangan yang membuatnya kepayahan malam itu.
"Mmmmnnn....."
Aku terdiam mendengar rintihannya.
"Mmnnnn... Mnnn..."
Nafasnya semakin berat dari waktu ke waktu.
"Mmmm......."
Badannya tampak menegang.
Dia melepas lagi ciumanku. "Aya... Unnhh..... Yamete...." berhenti?
Aku melepas jariku dari dalam lubang vaginanya. Kyoko tampak kepayahan oleh gerakan jariku tadi. Mendadak ia memelukku dan membisikiku.
"Sowwy... So Ticklish... Kusugattai ne...." Oh rupanya kusugattai itu geli.
"It's okay" aku mencium keningnya dan lantas meremasnya dalam pelukanku.
"Shall we?" bisikku lagi, tak sabar melanjutkan malam ini. Kyoko hanya mengangguk pelan. Aku tidak akan menstimulasinya menggunakan jariku lagi. Aku siap. Aku lantas memeluknya dan berusaha membalik badannya agar memunggungiku sambil tiduran. Spooning. Aku suka posisi ini, karena aku bisa memeluk perempuan itu dari belakang dan menciumi bau rambut mereka. Kyoko berbalik, dengan tubuh telanjangnya yang indah, walau masih memakai stoking berwarna gelap di kakinya. Entah mengapa dia terlihat sangat seksi dalam kondisi seperti itu.
Kyoko sudah membelakangiku, dan aku memeluknya dari belakang. Satu tanganku mencoba meraih pahanya, dan sedikit membukanya. Dan aku berusaha memasukkan penisku dari belakang, perlahan, menuju lubang vaginanya yang lembut dan basah.
"Ahh..... Aya...." bisiknya keenakan. Aku lantas langsung menggerakkan pantatku dengan perlahan, menumbuk pantatnya dengan nyaman.
"Unng.... Uh.... Ahh........." Kyoko merintih seiring gerakanku menggagahinya. Aku memeluknya sambil menciumi rambutnya, rambut yang wangi dan bersih itu. Aromanya luar biasa. Aku terhanyut, dan dengan tidak sadar menciumi bagian belakang kepalanya. Penisku terus bergerak dengan lambat namun pasti. Kyoko pasti merasakan nikmat yang luar biasa, terbukti dari rintihannya yang meraung di telingaku.
"Aah.... Dame... Dame..." suaranya terus bergema di telingaku, memberikan stimulasi yang membuatku bersemangat untuk terus menggagahinya. "Aya..." bisiknya.
"Yes?" balasku sambil berkonsentrasi terus memompakan penisku ke dalam vaginanya.
"Daisuki..." senyumnya dengan manis, sambil mengeluarkan nafas-nafas berat yang penuh nafsu. Dia tampak malu mengatakan itu kepadaku, tapi dia pasti sudah tidak tahan lagi ingin mengeluarkan ekspresinya di hadapanku. Aku tersenyum mendengarnya, aku lebih fokus menggerakkan penisku untuk memberinya kenikmatan.
"Uuuhhh...."
Rintihnya keenakan, dan gerakanku juga semakin mudah. Dinding vaginanya sudah sangat basah dan licin, sambil memijat penisku dengan gerakan-gerakan alami yang hadir karena terangsang olehku. Reaksi badannya sungguh gila. Dia bahkan beberapa kali seperti bergetar, layaknya hampir orgasme saat penisku masuk dalam-dalam. Aku terlena dalam nikmat yang kurasakan, rasanya seperti penisku masuk ke dalam lubang licin yang elastis dan sempit. Dan pemilik lubang itu bergerak dengan responsif, bergoyang sesuai dengan irama diriku.
Pahaku beradu dengan pantatnya, menimbulkan suara yang menggoda, ikut bergema bersama rintihan, desahan dan suara-suara seksi itu membuatku semakin tak kuasa menahan pegal. Pegal yang timbul karena aku menahan spermaku agar tidak cepat keluar.
Aku mencoba mengalihkan perhatianku dengan semakin erat memeluknya, aku memeluk badannya, dan menggenggam tangannya, sambil terus memompakan penisku ke dalam vaginanya dengan gerakan yang semakin lama semakin kencang.
"Nnggg... Aya...." rintihnya dalam kenikmatan.
Aku merasakannya. jepitan lubang vaginanya terasa semakin kencang, tetapi semakin licin. Badannya sudah mulai mengeras. Menegang. Bersiap. Aku memeluknya dengan kencang.
"Uhhh....." mulai bergetar.
"Ahhh... Aahh.... Aaaaaaa......" suaranya bergetar saat ia menggelinjang dengan hebatnya. Pastilah stimulasi dari awal tadi membuatnya merasakan kenikmatan yang amat sangat dalam waktu yang tidak terlampau lama. Semuanya terasa tepat, apalagi tubuhnays ekarang sedang menggelinjang di pelukanku, dengan aku yang tak henti-henti menggerakkan penisku. Penisku terasa semakin kaku, mendapatkan stimulasi gerakan badannya yang menggelinjang tak tentu arah.
"Aya... " bisiknya dalam gelinjangnya. "Yamete.... aaahh...." tampaknya sudah semakin geli dan reaksi badannya semakin gila. Ia bergetar tak keruan di dalam pelukanku. Aku mencabut penisku perlahan dari lubangnya yang licin itu.
"Unnhhh........." leganya saat penisku keluar, dan selanjutnya nafas yang berat dan tubuh yang terkulai hadir dalam pelukanku. Nafasnya terengah-engah, penuh dengan rasa lega. Namun disinilah kekurangannya posisi seperti tadi. Aku belum mencapai orgasmeku. Kyoko tampak sudah lelah oleh kegiatan tadi, dan pasti tadi siang dia sudah melakukan kegiatan-kegiatan di cafe. Aku lantas bangkit, dan menciumi bibirnya dengan lembut.
"Aya... You haven't..." bisiknya.
"It's okay.."
"No... no.. No Okay...." Kyoko mendadak mendorongku, agar aku tiduran telentang di atas futonnya. Dia lalu mencium bibirku dengan lembut, dan tangannya lalu menggenggam penisku dengan nikmatnya.
"Mmmh...." rintihku saat dia mulai mengocok penisku perlahan, naik turun dengan gerakan yang luar biasa nikmat. Kami berdua berciuman dengan lembut, dan Kyoko yang mungkin sudah lemas, menstimulasi penisku dengan tangannya. Dia tampak tak ragu menggenggamnya, walaupun bisa kulihat dia agak malu melakukannya, terlihat dari raut wajahnya saat dia menciumiku.
Dia bersimpuh di kakinya, menciumku dengan penuh cinta, sambil terus menggerakkan tangannya melingkari penisku. Kocokannya pelan namun pasti. Aku hanya berbaring saja sambil fokus menciumnya.
Tak lama setelah itu, aku mulai merasakan geli di perutku.
"Mmh.. Kyoko..." desahku melepas ciumannya. Kyoko lalu bersandar kepadaku dan terus mengocoknya dengan penuh cinta.
"Uhg.." aku menegang. Spermaku mengalir deras dan membasahi tangannya. Kyoko melepas ciumanku dan mencium pipiku. Dia tampak ingin bangkit untuk bersih-bersih. Tapi aku menahannya. Aku menciumnya lagi perlahan, dan membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukanku.
------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------
Aku terbangun, mendapati Kyoko yang tidur dengan manisnya di sebelahku. Aku telanjang bulat, terpaku di dalam ruangan itu, dan sekarang aku berusaha mencari bajuku yang entah bertebaran dimana. Kyoko tidur dalam daster tidur yang lucu, meringkuk dengan manisnya di balik selimut.
Aku meraih celana dalamku setelah berhasil menemukannya, memakainya dengan repot, dan mencari celana jeansku. Akhirnya dapat juga. Tinggal yang terakhir. T-Shirt ku. Untuk ke WC saja repot sekali tampaknya. Ah, akhirnya ketemu. Aku lantas mengendap, menyelinap, dan keluar dari kamar itu.
Pukul 3 pagi.
Aku dengan cepat menyelesaikan keperluanku di WC. Aku tidak tahan berada di suasana dingin sedingin ini. Aku langsung menyelinap kembali ke kamar Kyoko, dan melihat dirinya masih terkulai dengan manisnya di balik selimut.
Aku melepas kembali celana jeansku dan menyelam kembali ke balik selimut.
"Ngg?" Kyoko terbangun karena merasakan gerakanku. "Aya? Wake up?"
"No, I just came back from bathroom"
"Ah... Sleep again, still dark" bisiknya.
Aku lantas berbaring dengan lemahnya di samping Kyoko. Berbaring dengan bodohnya. Aku melihat punggungnya yang membelakangiku, dan auranya yang membuatku nyaman berada di kamar ini. Aku menerawang melihat dirinya, terkulai dengan manisnya, menggoda diriku.
Aku langsung memeluknya dari belakang, dengan sangat erat.
"Mmm? Aya? What happen?" dia kaget.
"......" aku terdiam dan memeluknya semakin dalam. Entah mengapa aku mendadak takut akan kepulanganku ke Jakarta.
"Aya?" Kyoko tampaknya bingung karena aku memeluknya dengan perasaan yang penuh, perasaan yang galau. Aku merasa tidak tenang akan masa depan kami berdua sepulangnya nanti aku dari Jepang.
"Aya? you squezze me........ Itai ne..." oh, mungkin pelukanku memang terlalu kencang.
"Kyoko..." bisikku sambil mengendurkan pelukanku.
"Nani?"
"I don't want to go home...."
"But you have sleep here tonight. You have to go home to Yokohama in morning" bukan itu maksudku. Bukan maksudnya aku ingin bergumul dengannya lagi dan tidak pulang ke tempat Ilham.
"I don't want to go back to Indonesia"
"Nani? Ano.... Ah.. You have to.. It's your home"
"You're my home" bisikku dengan egois.
"Aya...." muka Kyoko tampak khawatir dari sepenglihatanku.
".........."
"You have to go to Indonesia again.."
"No"
"Naze?"
"I don't want to leave you" suaraku berat. Entah kenapa aku tidak ingin melepas pelukanku.
"Aya.... " Kyoko berbalik menghadap ku, dia lalu melingkarkan tangannya di leherku, dan masuk dalam pelukanku.
"I want to be with you...." bisikku sambil melihat matanya tajam.
"Me too"
"That's why I don't want to go home to Jakarta" paksaku dengan egois.
Muka Kyoko terlihat sangat bingung. Dia tahu itu tidak mungkin. Dia tahu itu bodoh dan egois. Tapi terlihat bahwa dia sepertinya menginginkan hal yang sama. Dia mencium hidungku dengan lucunya, dan kembali menatap diriku lekat-lekat.
"Listen Aya... We can be still together... Netto to Line... Ok?" senyumnya dengan muka sedih seperti menahan tangis.
"But... I want you.."
"I want yu too"
"And I don't want to go..." mukaku seperti bergetar, seperti ingin meraihnya dan masuk ke dalam tubuhnya.
"Aya... I will remember you even after you go to Jakarta... We're still Aya and Kyoko together, even if you not in Japan anymore, oke?" senyumnya dengan manis, seperti ingin meredakan emosiku."And we will meet again, yakusoku?" mendadak ia mengacungkan jari kelingkingnya ke arah mukaku.
"Yakusoku?" tanyaku.
"Promise?" senyumnya dengan manis.
"......"
Aku mengulum bibirku, memikirkan banyak hal kedepannya. Tapi satu yang kuyakini, aku ingin ada Kyoko di masa depanku.
"Okay... Promise" jawabku sambil mengaitkan jari kelingkingku di jarinya.
------------------------------------------
BERSAMBUNG