Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .
Bimabet
Wow mulustrasi nya nambah bikin mupeng om :pandabelo:

Scene slanjutnya yg selalu ada di film2/sinetron2 indonesia keknya.
Makasih apdetnya om :D
 
MDT SEASON 1 - PART 27

------------------------------------------

image10.jpg

Dengan malas aku membereskan baju-bajuku, memasukkannya ke dalam koper. Membersihkan gitarku, lalu menyiapkan baju untuk besok Jumat. Akhirnya. Selesai sudah sebulan petualanganku disini. Hasilnya tak ternilai. Sebuah lagu dan sebuah hubungan. Tidak hanya dengan Kyoko, namun juga memperluas jejaring musikku di Negara Matahari Terbit ini. Rasanya lega, karena aku merasa misiku disini berhasil, tapi di satu sisi sesak, karena harus berpisah tempat dengan Kyoko.

Aku sudah mendapatkan alamat emailnya, akun skypenya, dan bahkan kami sudah bertukar akun Facebook. Iya, dengan cheesynya sekarang akun pribadi Arya Achmad sudah ber “in a relationship with” Kyoko Kaede. Facebooknya memang sepi, dan sedikit foto dirinya. Banyaknya adalah foto makanan, dessert dan sejenisnya. Sama seperti instagramnya, kyoko.kaede. yang foto mukanya hanya profile picture. Sisanya makanan. Memang Kyoko sekali, penuh dengan makanan manis.

Besok Kyoko dan Kyou-Kun berjanji mengantarku ke bandara. Berarti besok aku harus berpisah dengan Kyoko. Rasanya sesak. Persis seperti ketika mengetahui gebetanku jaman SMP menghilang, pindah sekolah. Rasaknya sesak bukan main. Dan mendadak waktu itu aku jadi lebay selebay-lebaynya. Tapi sekarang, mungkin berbeda. Karena aku dan Kyoko sudah menjalin hubungan. Hubungan yang menurutku luar biasa, terjadi dengan cepat dan tepat.

“Udah semua?” tanya Ilham yang baru kembali dari kamar mandi.
“Udah”
“Besok gue anterin lu juga ya?”
“Iya Ham”

“Berat gitu muka lo keliatannya?” tanyanya retoris.
“Alah pake nanya segala…” jawabku.
“Haha, santai aja men, LDR jaman sekarang enak, banyak sosmed…”
“Iya” jawabku pelan sambil sibuk berkirim pesan dengan Kyoko soal besok. Katanya ia dan kakaknya mau ke Yokohama dulu, lalu mungkin entah naik angkutan umum apa ke Bandara Haneda bersama. Aku mengiyakan saja, karena memang aku belum sempat melihat jalurnya lewat google map.

Semua oleh-oleh telah tersimpan dengan rapih di koper besarku. Sudah kucek semua. Ranselku yang akan menempel terus di badanku, koper besar yang berisi baju dan oleh-oleh, dan satu tas gitar hardcase. Tidak akan sulit pasti membawanya di kendaraan umum besok.

Dan sekarang grup Hantaman ramai lagi. Nama grupnya sudah berubah lagi, jadi “ARYA PENJAJAH NIPPON”.

“Ini Stefan deh pasti yang suka rubah-rubah gini” sapaku di grup.
“Ntar bagi-bagi ya video ngewenya” mendadak Stefan menjawabku.
“Gila lu ya?”
“Enggak. Elo yang gila karena pasti lo semalam ngewe lagi…” balas Stefan.

“Asal” balasku. Padahal benar.
“Gue selidikin ya, itu foto IG terakhir lo kan di Tokyo Skytree sama cewek itu, liat itu cewek nempel pipinya ke elo, udah bisa dipastiin lo berdua sange…. Jadi pasti abis itu ngewe..” kesimpulan yang separuh asal dan sepenuhnya khas Stefan.
“Bisa ae kanvas lukisan maen detektipnya” mendadak Sena menimpali Stefan.

“WOI KONTOL!!! DAH BERANI LO YA SAMA GUE!!!”
“Ampun bang hehehehehehehe…..”
“Sejak tiap hari ketemu ama Ai, ni anak jadi ngehe deh!” timpal Anin mendadak. Bagas? Diam.

“Ampuuuuun” jawab Sena diiringi oleh emoticon-emoticon aneh.
“Alay sumpah” komentarku.

“So, besok ya pulang?” tanya Anin.
“Yoi” jawabku.
“BOHONG” sela Stefan.
“Bohong gimana…. BTW lo pada jemput gue gak di Bandara?” tanyaku.
“Gak tau euy…” sahut Anin.
“Gue sih pasti lagi cari memek” jawab Stefan.
“Kanaya jemput gak bang?” tanya Sena bodoh.

“Asu lo semua” jawabku.
“Hello… kan masih bisa ketemu besoknya” balas Stefan.
“Bilang aja gak mau gue pulang jadi gak jemput di Bandara…”
“Gue gak mau ngeganggu quality time lo sama adek lo men” jawabnya.
“Tumben bener alasannya” sahut Anin.

“Soalnya tu kakak adek berdua pas ketemu pasti langsung ngewe di mobil” sahut Stefan.
“Anjing” balasku sambil tertawa.
“Yakin gue… Itu kalian berdua udah sebulan gak ngewe kan! Pasti ntar ketemu langsung ngamar… dasar INCEST!!” lanjut Stefan.

“Ngaco lo semua… Yang penting gue udah gak jomblo lagi kayak kalian sekarang” sombongku.
“KONTOL!! SOMBONG BANGET BOCAH!! AWAS GUE PATAHIN GITAR BARU LO KALO LO UDAH PULANG!!” sahut Stefan.
“Ah si tai… ngomong gede doang” sahut Anin
“Lo kenapa sih, suka banget bikin gue emosi?” balas Stefan lagi.
“Elo yang sumbunya kependekan, monyet”
“Elo yang monyet”
“Elo”
“Elo”
“Elo”
“KONTOL”
“wkwkwk” sumpah, mereka makin ngangenin.

------------------------------------------

Aku menyelesaikan mandi pagiku dengan malas. Ini dia. Hari terakhirku di Jepang. Rasa malas menggelayuti mataku. Rasanya ini semua seperti mimpi yang akan berakhir. Aku menghela nafas sambil berpakaian di kamar mandi.

Kyoko.

Ya, Cuma itu yang ada di pikiranku sedari bangun. Bagaimana rasanya membina hubungan jarak jauh? Bagaimana rasanya ketika sedih? Ketika kangen? Ketika bertengkar? Itu yang kupikirkan dari tadi. Kalau bisa, sekali lagi aku katakan aku ingin menetap disini saja. Tidur bersama Kyoko setiap hari, tidur berpelukan dan mengobrol entah apa dengannya. Sudah jam 9 pagi, dan tadi Kyoko sudah memberi pesan. “Me and Brother are going to Yokohama. Wait >.<” entah bagaimana rasanya melihatnya nanti.

Melihatnya untuk terakhir kalinya. Melihatnya dengan berat. Andai tak harus berpisah. Apalagi kami sedang berada di awal hubungan. Di awal hubungan yang menyenangkan dan lucu. Gila. Tak adil rasanya. Kenapa aku tidak menetap disini saja?

Gelisah. Gelisah menanti Kyoko datang. Gelisah menanti perjalananku ke Bandara. Gelisah membayangkan Jakarta tanpa Kyoko. Terkadang aku berpikir, apakah mungkin sebaiknya hubungan ini tidak ada saja agar kami bisa damai masing-masing? Tapi rasanya pasti lebih menyakitkan lagi. Pasti lebih tidak nyaman rasanya.

Pasti bisa. Pasti bisa aku menjalani hubungan ini. Ini jaman modern. Teknologi sudah menyatukan dunia. Pasti bisa juga menyatukan Arya dan Kyoko. Pasti lebih mudah daripada LDR di tahun 90an. Dan memang kami sudah berjanji untuk sering berhubungan via skype. Percaya Ya. Pasti bisa.

------------------------------------------

Aku melongo.

"Seriously?" aku melihat minivan yang terparkir dengan baik di tempat parkir umum itu.
"Of cos!! I borow this so we can take Aya to Haneda!" seru Kyou-kun dengan muka sumringah.
"Borrowing from...."
"Yoichi!"

mitsub10.jpg

Oh well. Kyou-kun sampai meminjam mobil. Hanya untuk mengantarkanku ke Haneda. Aku antara senang dan tidak enak dia sudah repot-repot untukku. Dan akhirnya aku memasukkan barang-barangku ke mobil, dan kemudian menghampiri Kyoko yang sedang mengobrol dengan Ilham sementara Kyou-Kun mengunci mobil.

"So... Lunch?" tanyaku ke mereka. Kyoko mengangguk mengiyakan. Aku mengacak rambutnya, dan dia menghindar kegelian. Ilham memperhatikan kami berdua sambil geleng-geleng heran. Mungkin dia bingung kenapa tingkah kami seperti anak remaja yang pacaran. Tak berapa lama Kyou-Kun bergabung bersama kami, dan akhirnya kami berjalan bersama mencari makan siang.

------------------------------------------

Aku dan Kyoko saling melirik. Kami berdua duduk di kursi belakang dengan tangan kami saling menggenggam. Aku merasakan kulitnya yang lembut itu. Matahari sudah menghilang di langit Tokyo. Masih terbayang suasana makan siang tadi, dimana aku dan Kyoko membicarakan Indonesia. Apa saja yang bisa ia lihat di Jakarta, makanan manis apa yang bisa ia makan disana, dan tentunya juga membicarakan tempat apa yang mungkin aku dan Kyoko belum sempat datangi di Tokyo, in case nanti aku kembali lagi kesini. Dan dari siang tadi sepertinya kakaknya dan Ilham invisible. Rasanya hanya ada dia dia dan dia di mataku.

Kyoko tersenyum kepadaku, sambil menarik syal yang kupakai. Syal pemberiannya.

"Looks good on Aya"
"Of course" balasku tersenyum.

Kalau saja aku bisa memperlambat waktu, aku ingin sekali perjalanan ke Bandara Haneda ini memakan waktu selamanya. Aku masih ingin terus bersama Kyoko. Menghirup baunya, merasakan kulitnya, berdua bersamanya. Sensasi kedekatan yang kita rasakan saat tidur bersama orang yang kita sayangi memang priceless. Rasanya semua bagian tubuhnya berada di tempat yang tepat, tidak mengganggu bergerakan maupun posisi tidurmu.

Langit Tokyo dari Skytree, Mitaka, Harajuku, Inokashira, dan semua tempat yang kudatangi bersama Kyoko rasanya begitu spesial. Aku tidak sabar ingin menceritakan semuanya ke Ai. Dia pasti senang mendengarnya. Kami selalu berbagi cerita soal pasangan kami masing-masing. Dan sekarang, aku ingin bercerita tanpa henti kepadanya soal Kyoko.

Mataku menerawang ke kemeriahan lampu Tokyo di kala malam, dari jalan tol di atas laut yang menuju Bandara Haneda. Kyou-Kun dan Ilham terdengar mengobrol dalam bahasa Jepang. Aku dan Kyoko terus terdiam, sambil sesekali saling tersenyum kecil, dengan tangan kami saling menggenggam erat, seperti tak mau lepas. Mendadak ia bersender padaku.

"Miss you already...." bisik Kyoko, berusaha agar Kyou-Kun dan Ilham tidak mendengarnya
"Me too..."
"Can't wait you comeback again"
"Can't wait for your trip to Jakarta" dan aku mencium keningnya dalam senyap.

"Ehm!" batuk Ilham mendadak. Aku dan Kyoko kaget, lalu pura-pura tidak terjadi apa-apa. Aku bisa melihat seringai mereka berdua yang duduk di depan. Aku hanya tertawa tanpa suara, terutama saat melihat muka Kyoko memerah karenanya. Dan siluet Bandara Haneda terlihat di ujung mataku. Gerbang Jepang dari dan ke negara lain. Aku bertekad untuk menabung lagi. Setidaknya aku harus bisa membuat kemungkinan untuk bertemu dengan Kyoko menjadi lebih sering.

71472410.jpg

Mobil van yang dikemudikan oleh Kyou-Kun dengan perlahan masuk ke gedung parkir, yang langsung terhubung dengan terminal internasional Haneda. Aku menelan ludah. Tak lama lagi aku akan segera berpisah dengan Kyoko.

Detak jantungku serasa berhenti saat mobil van itu sudah terparkir dengan rapih di tempat yang kosong. Aku menelan ludah. Inilah saatnya. Aku bangkit dan turun, menurunkan barang bawaanku, dibantu oleh mereka semua. Dan bisa kurasakan langkahku mulai berat saat aku berjalan menuju terminal.

------------------------------------------

Aku telah check in, bagasiku telah masuk. Ada beberapa jam lagi sebelum boarding. Aku duduk di kursi, bersebelahan dengan Kyoko yang dari tadi menggenggam tanganku.

2430_110.jpg

“I wish I could stay…” bisikku sambil memperhatikan Ilham dan Kyou-Kun yang tampak iseng melihat-lihat gift shop disana.
“Me too Aya” senyum Kyoko tipis, seperti dipaksakan. Bibirnya tampak seperti dikulum, entah menahan apa.
“I promise I will be back again”
“Yakusoku?”
“Yakusoku” aku mengacak rambutnya pelan. Kali ini dia tidak menghindar. Dia malah menyenderkan kepalanya di bahuku, seakan-akan kami disana tidak akan berpisah.

Semua memoriku dan Kyoko berterbangan di kepalaku. Aku tidak kuat membayangkan Jakarta nanti. Aku akan sangat merindukan Kyoko disana.

Hal yang paling menyebalkan dari pertemuan adalah perpisahan. Dan sekarang saatnya. Walaupun ada janji untuk bertemu lagi, tapi rasanya sekarang sungguh gamang. Semuanya seperti melayang, melayang di udara. Ada lubang besar di udara yang menganga, menyedot semua perasaan aman kita. Bagaimana nanti keadaannya? Apakah nanti dia akan bertemu lelaki yang lebih berkesan dariku? Ataukah sebaliknya? Bagaimana nanti jika salah satu dari kami menghilang dari dunia terlebih dahulu? Meninggal sebelum bertemu? Pikiran-pikiran liar nan bodoh berkecamuk di kepalaku.

Tenang. Pasti ada jutaan pasangan LDR di dunia ini. Beda kota, beda pulau, beda Negara. Dengarkan Ilham tadi. Beberapa mahasiswa Indonesia disini ada yang pacaran jarak jauh dengan pacar mereka di Indonesia. Itu biasa. Tidak bertemu setahun dua tahun, itu biasa. Hari gini, Skype, whatsapp, line, apapun.

Tapi entah kenapa rasanya membayangkannya berat.

Tunggu, aku bisa tahan dengan Karina yang sekarang makin kubenci selama beberapa waktu. Ini dengan Kyoko. Kendalanya Cuma jarak. Kami cocok satu sama lain. Kami bicara dalam bahasa tubuh yang sama. Tenang Ya. Tenang. Jangan terlalu emosional. Long distance relationship bukan barang baru di dunia ini. Tenang.

“So…. If you ever go to Jakarta, what do you want to see” tanyaku mendadak.
“Aya, of cos… Ru..Ma, Aya… Aya’s family.. ano..Ke Ru..Aga Aya…” jawabnya dalam Bahasa Indonesia yang sangat terbata-bata. Karena memang baru kuajarkan tadi.
“My sister would be happy to know you” bisikku.

Aku lalu mengeluarkan handphoneku, memperlihatkan foto Ai pada Kyoko.

“Kawaii…” puji Kyoko sumringah. “Look like Aya.. Namae?”
“Ai”
“Ai?”
“Yes Ai”
“Ai… like Rabu? Chin.. Ta?” tanyanya. Rabu, itulah bagaimana orang jepang melafalkan “Love”
“Yes” jawabku pelan, walaupun sebenarnya Ai adalah kependekan dari Aisyah.

Aku memperhatikan jam. Cepat sekali rasanya waktu berjalan.

“And this is my mom… Mamanya Arya” bisikku sambil memperlihatkan foto ibuku.
“Kirei… Namae wa?”
“Yuniarti”
“Yu.. Ni…A.. Chi…?”
“Yuniarti”
“Ah.. Muzukashi… Yu..Ni.. A… Ruu… Tchi..”
“Sounds good” senyumku.

“Chichi wa? Father?” tanyanya mendadak.
“Nai” tidak ada.
“E?”
“Nai” air mukaku sedikit berubah menanggapi pertanyaan itu.

“Ano… Gomenasai… Kawaisode…” tampaknya Kyoko menyesal telah menanyakan hal tersebut padaku.
“Daijobu… Chichi wa Nai. Imasen….” Tegasku. Ayah tidak ada. Tidak ada. Aku tersenyum kepadanya dan mencium pelipisnya agar ia tak terlalu khawatir. Kyou-Kun dan Ilham terlihat mendekat.

“Bentar lagi ya?” tanya Ilham.
“Iya, boarding bentar lagi, sekitar dua jam kurang lah….” Jawabku.
“Gak kerasa”
“Banget, kalo lagi kayak gini aja, waktu kerasa cepet banget…”
“Jalan kedalem kapan?”
“Ntar, sejam lagi deh….” Jawabku. Aku masih ingin bersama Kyoko lebih lama lagi. Aku celingukan, seperti tak tentu arah.

“Let’s take a walk” bisikku ke Kyoko, meraih tangannya dan langsung berlalu dari Ilham dan Kyou-Kun. Kami memilih untuk berjalan-jalan ke Edo Market. Kami sepertinya butuh waktu berdua, menghabiskan waktu bersama sebelum aku kembali ke Indonesia.

edo-ma10.jpg

Kami berdua melalui Edo Market dengan langkah gontai dan malas. Mata kami menyelidik satu demi satu restoran yang ada disana. Kami lalui dengan bosan, selain kami tidak lapar juga rasanya. Langkah kaki kami kurasakan semakin berat, dan aku semakin gelisah melihat jam tanganku. Waktu semakin lama semakin habis. Waktuku dan Kyoko menipis setipis-tipisnya.

15847810.jpg

Entah mengapa kaki kami lalu mengarah ke Tokyo Pop Town di lantai atasnya. Sama saja. Beberapa toko souvenir yang mungkin tidak begitu menarik bagi kami. Entah kenapa rasanya seperti kalang kabut mencari tempat yang cocok untuk kami berduaan saja.

tokyo-10.jpg

Dan langkah kaki kami membawa kami keluar, ke observation deck. Yang entah kenapa sepi. Kami berjalan, menuju bibir deck, untuk melihat lalu lalang pesawat terbang yang tinggal landas dan mendarat. Angin dingin menusuk tulang kami, walaupun jaket yang kami pakai cukup tebal. Tapi kami tidak peduli. Kami saling bergandengan, melihat ke arah runway.

“So, I will be flying in a moment…” aku menatap tajam ke arah Kyoko, dengan senyum tipis. Aku melihat muka Kyoko memerah dan matanya seperti tidak fokus.
“I will miss you, Aya….” Bisiknya lemah sambil terus menatapku.
“Me too….”
“I’m so happy with Aya..”
“Same with me… And the next time we meet, it will be online” senyumku menghibur diri.
“Yes… Ano… Please stay like this, oke?” tanyanya aneh.
“Like this?” tanyaku membalas.
“Yes… Kareshi to Kanojo…” Boyfriend and Girlfriend. Lucu. Kami sama-sama berusia 30 tahun. Tapi rasanya seperti sepasang remaja yang dimabuk cinta.

“Of Course… “ jawabku, menahan rasa sesak yang hampir meluap. Rasa ingin membatalkan kepulangan. Rasa ingin membawa Kyoko serta-merta ke Indonesia. Betapa sulitnya detik ini. Rasanya semua begitu berat dan menyebalkan.

Kyoko tersenyum dan menggenggam tanganku erat. Angin begitu deras bertiup, seakan menerbangkan waktu lebih cepat lagi.

“Aya…” suaranya bergetar, seakan ingin menangis. Dia memeluk tanganku dengan erat. Memeluknya seakan-akan ingin bersatu dengan badanku. Dia membenamkan mukanya di lengan jaketku, bisa kurasakan panas nafasnya. Kyoko seperti tenggelam di tanganku untuk beberapa saat. Mendadak ia menegakkan kepalanya untuk menatapku.

Matanya berkaca-kaca. Dia berjuang menahan tangis seharian ini, dan baru akan pecah sekarang. Aku tersenyum kecut, menyadari bahwa aku menahan perasaan yang sama. Aku menatap langit dan menarik nafas panjang. Panjang sekali. Aku menutup mataku, merasakan rasa kesal yang besar, yang tidak bisa kudeskripsikan lagi.

Aku memegang dagunya, dan berusaha menghapus air matanya yang meleleh pelan dengan jariku. Kyoko tersenyum kecil, dengan mata yang sembab dan muka yang sudah memerah.

“Kyoko… Don’t be sad… We will be Aya and Kyoko forever, okay?” hiburku. Kyoko hanya mengangguk pelan, berusaha menghapus air matanya yang menetes. Embun nafasnya terlihat begitu jelas di suasana yang dingin ini. Pipinya begitu merahnya, dengan tatapan penuh harap, yang sudah kuduga pasti sama dengan harapanku. Harapan untuk tidak ingin berpisah lagi.

Aku langsung meraih bibirnya tanpa bicara, menciumnya lembut, selama mungkin aku bisa. Nafas kami beradu di tengah dinginnya malam. Di tengah angin yang ganas menghunjam tulang kami. Di tengah bisingnya pesawat terbang membelah langit.

Bibir kami berdua beradu, menghentikan waktu. Seakan-akan kami adalah pusat dunia.

Zutto issho-ni itai. I want to be with you forever.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Pulang kerja buka forum, lelah seharian terobati dengan adanya Update dari Om @racebannon,
dua part lagi. Mantap.:mantap:

Terima kasih Om race, Tetap Semangat Om dalam berkarya dan bekerja.:semangat:
Sukses selalu RLnya dan selalu sehat.
 
MDT SEASON 1 - PART 28

------------------------------------------

54168810.jpg

Jakarta.

Malam minggu, malam Tahun Baru. Sudah pasti Ai akan terlambat menjemputku. Aku duduk dengan ngantuknya di gerai donat yang ada di terminal kedatangan Soekarno Hatta, Terminal 3. Aku menatap kosong ke gelas kopi yang sudah dingin itu. Aku dari tadi hanya bermain saja dengan handphoneku, membalasi pesan-pesan, terutama dari Kyoko.

Aku masih ingat ciuman terakhir kami di Observation Deck itu. Setelah itu kami turun, dan mengucapkan salam perpisahan. Aku ingat betapa erat Kyou-Kun memelukku, seakan-akan aku adiknya sendiri. Jabat tangan yang erat dari Ilham. Aku bersyukur dia selalu membantuku disana. Dan pelukan terakhir dengan Kyoko yang rasanya tidak ingin lepas. Rasanya berat sewaktu melangkah ke dalam gerbang terminal keberangkatan. Aku melambaikan tangan dengan malas, sambil menatap muka senyum mereka bertiga. Ingin rasanya untuk lari kebelakang dan teriak… “Saya gak jadi pulang!!” tapi gila. Itu gila.

Sewaktu boarding passku diperiksa di pintu masuk, aku sempat melihat kearah mereka. Aku melihat Kyoko dengan langkah gontai mengikuti kakaknya dan Ilham berjalan menjauh. Beberapa kali dia seperti berhenti sebentar dan mengusap matanya, mungkin masih menahan tangis yang sebelumnya.

Pemandangan yang berat.

Kini setelah melalui transit di Kuala Lumpur yang lamanya bukan main, aku telah sampai di Jakarta. Durian of Asia. Tempat tinggalku. Dan aku dengan tidak sabar menunggu adikku menjemput.

“Aya still wait for sister?” pesan line dari Kyoko masuk.
“Yes, maybe she’s late because of traffic jam, it’s New Year Eve…”
“>_< I wish I’m with Aya now in Jakarta”
“Me too….” Balasku.

Aku menguap dan menutup layar handphoneku. Koperku dan gitarku teronggok dengan manisnya di sebelahku.

Mendadak kurasakan ada cekikan di leherku.

“MAS ARYAAAAAAA” teriak Ai di telingaku.
“ADUH BUSET” aku kaget dan berusaha melepas tangannya. Orang-orang memperhatikan kami bergulat di gerai donat itu.

“KANGEEENNNNNNNNNNNNNN” Ai masih mencekikku dari belakang dan mendadak ia mencium pipiku.
“Idih, malu tau…”
“Biarin, kita kan kakak adek…” ledeknya lalu duduk di sampingku.
“Yuk Yuk pulanggg…. “ Muka Ai sumringah sambil mencoba mengangkat tas gitarku.
“Eh… biar aku aja… “
“Mana oleh-oleh?” dia berusaha membuka koperku dengan lucunya.
“Ntar di rumah ah, gak sabaran banget sih…”
“Yaudah ayoo”

Aku tersenyum simpul dan akhirnya beranjak, sambil mengangkat tas gitar ku. Ai mendorong koperku yang besar itu.

------------------------------------------

malam_10.jpg

“Capek?” tanyanya saat mobil kami keluar dari tol dalam kota.
“Banget…”
“Transit ngapain aja?”
“Tidur-tiduran di korsi tunggu”
“Gak bosen?”

“Bosen banget, udah kayak mau mati aja…”
“Gak chattingan ama pacarnya?” goda Ai.
“Ya chattingan lah, tapi kan tetep aja bosen….” Jawabku malas. “Eh kamu gimana?”
“Oh? Masih lah ama orang itu… Tapi malesss… untung malem ini ngejemput Mas…” jawabnya dengan muka malas.

“Haha… aku dijadiin alesan…”
“Biarin” jawabnya sambil menjulurkan lidah ke arahku.
“Eh jangan nengok-nengok, nyetirnya yang bener dong…”
“Ini bener kok”
“Halah apa tadi goyang…”
“Alah mentang-mentang baru balik dari Jepang, sok tertib gitu…” keluh Ai.

“Sialan” senyumku. “Sayang anak-anak itu gak bisa jemput aku ya” keluhku ke Ai.
“Oh..” jawabnya datar. Aku mengrenyitkan dahi.

Mobil meluncur mendekati Radio Dalam. Rumah. Tak sabar ingin tidur rasanya di kamarku sendiri.

“Gimana rasanya pacaran ama orang Jepang mas?” tanya Ai mendadak.
“Ah? Rasanya….. entah kenapa lucu sih, mungkin karena beda budaya dan lain-lain, kita jadi agak gimana gitu… Rasanya jadi kayak pacaran ala ABG aja…” jawabku panjang.
“Kyoko umur berapa sih?”
“Sama, kayak aku, 30” jawabku.

“Ooo… Pas ya…” senyum Ai.
“Pas apanya”
“Ya seumuran gitu…”
“Halah…. “
“Lucu liat foto-foto kalian, kayak dorama aja… Mana lucu banget ya Kyoko tuh… Manis banget kayaknya anaknya” Ai tampak gemas.
“Iya… emang lucu banget…” senyumku mendadak.

Aku membuka handphone, lalu mengetik pesan ke Kyoko. “On the way home with my sister”. Ai mengintip sedikit.

“Cie… laporan ama pacar… hahaha…” tawanya.
“Kampret ah” tawaku balik. “Jakarta aman BTW?”
“Aman sentosa…. Bedanya gak ada kok… Duh gila, pengen banget aku ke Jepang…. “ keluh Ai.
“Nabung yuk makanya, kita bareng, mau kan?” senyumku.
“Asiiik… Ketemu kakak ipar…”
“Hahahaha… sembarangan” aku gemas melihat tingkah adikku ini.

------------------------------------------

“SELAMAT DATANG DI JAKARTA!!!!!!” teriak mereka semua. Aku kaget sejadi-jadinya. Setelah aku sampai, dan bertemu ibuku, lalu menaruh barang-barangku di kamar, sudah sewajarnya aku memeriksa Sena di studio. Katanya lagi ada orang rekaman. Ternyata tidak. Ada semua temanku disana. Jacob, Stefan, Anin, Sena tentunya, dan… Kanaya. Tenang, Bagas tidak mungkin ada, jadi tidak usah dicari.

sebstu10.jpg

“Kaget sialan” aku tersenyum lemas ke mereka semua. Aku melihat hamparan Pizza di meja studio dan senyuman sumringah mereka semua.

“Kalo gitu bentar, gue ambil oleh-oleh dulu…” Aku bergegas keluar kembali, dan menuju kamar dengan langkah cepat. Ai senyum-senyum di dapur sambil minum. Aku tersenyum ke arahnya, dan melesat ke kamarku.

Ketika aku kembali ke studio, Ai sudah ada di dalam, mengunyah pizza yang ada.

“Nah, satu-satu ya… Ini punya Ai” aku mengeluarkan boneka Hello Kitty besar berkimono dari tas karton.
“Aaaa… Lucu banget…” Ai sumringah menerimanya.
“Sumpah sok romantis banget nih pasangan incest” ledek Stefan.
“Diem lu bangsat” balasku ke Stefan.

“Ini buat Sena dan Jacob” Aku memberikan kantong berisi efek gitar dan bass, yang kemudian mereka asyik sendiri membongkarnya.

“Ini buat Anin.” Aku memberikan kantong kertas bertuliskan “Mandarake” ke dirinya.
“Asiikk.. Gue udah nyari ini Robot Damashi Nu Gundam kemana-mana di Indonesia mahal!” dan dia asyik sendiri memperhatikan oleh-oleh yang sebenarnya dipilihkan oleh Ilham itu.

45431110.jpg

“Ini buat Kanaya” dengan senyum tipis aku menyerahkan kotak sneakers onitsuka tigers ke dirinya. Memang titipan. Kanaya menerimanya dengan senyum.

“Kalo yang gue mana?” tanya Stefan.
“Gak ada”
“Sialan… dan lo sebut diri lo temen gue?” mukanya bersungut-sungut.
“Ada dong”
“Ya mana?”
“Nih.” Aku memberikan lima keping DVD yang aku tarik dari kantong kertas yang kugenggam.

index10.jpg

“Ih, apaan itu jijik” Ai menekuk mukanya melihat cover DVD itu.
“WIH MANTAP INI!! INI BARU TEMEN GUE!!! SETEL SEKARANG!!!” teriaknya bangga.

“Jangan kali bego, lo gak liat ada Kanaya ama Ai disini” Anin menimpalinya.
“Alah sok bijak, padahal pengen liat juga kan?” ledek Stefan.
“Iya ih. Masa ada gue nonton gituan” keluh Ai.
“Pembelajaran buat elo juga, gimana kalo berhubungan ama laki-laki” Stefan menunjukkan DVD-DVD tersebut langsung ke muka Ai.

“Ih apaan sih… Kok ceweknya dipegang-pegang banyak cowok gitu… Itu apaan mukanya berlendir-lendir… Iuhhhhhhhhhhh” Ai kesal dan beringsut ke belakang punggungku.

“Udah dong Fan, tar aja ya, sekarang apa dulu kek, gak pada kangen ama gue apa ya, kok pada sibuk ama oleh-oleh masing-masing gitu sih..” keluhku.
“Tuh liat, pacar incestnya ngebelain… Parah!! Lama di jalan kesini tadi pasti kalian melipir dulu kan mobil goyang” ledeknya.
“Ini orang gue tinggal sebulan makin bangsat ya cara ngomongnya” balasku meledek.
“Belagu amat lu, mentang-mentang udah nidurin cewek Jepang”
“Sialan”
“In a relationship lagi di FB… Kanaya dikemanain?” ledek Stefan.

Kanaya melirik ke arah Stefan dengan sedikit tersenyum menahan tawa. “Ah, elo, gue kan Cuma temen doang ama Arya” balasnya cuek.
“Udah ah… laper nih gue” aku menyambar potongan Pizza dan mulai mengunyahnya.

“Bang ceritain dong soal pacarnya” mendadak Sena bersuara.
“Apaan emangnya talkshow” jawabku.
“Kan penasaran… abisnya lucu kayak artis dorama” sahut Sena lagi.

“Halah, kalian juga udah tau kan, dia adeknya musisi yang ngiringin gue disana…” jawabku pendek.
“Terus?” tanya Sena lagi.
“Namanya udah tau kan?” tanyaku balik.
“Tau, tapi kerjanya apaan?” tanya Sena.
“Punya café, sama kakaknya berdua”
“Umurnya berapaan emang?”
“30 sama kayak gue”
“Lulusan?”
“IPB” jawabku asal.
“Ye…”

“Memeknya basah terus gak?” Stefan bertanya mendadak.
“Ih jijik” komentar Ai.
“Itu penting tau” balas Stefan.

“Basahan Bacot lu” komentar Anin sambil mencoba mempose oleh-oleh dariku di atas mixing console.
“Terus aja sono pacaran ama robot” ledek Stefan.
“Albumnya Jacob aman?” tanyaku.
“Aman Ya, rilis minggu depan” senyum Jacob kepadaku.
“Yah, bentrok acaranya Cheryl ya?” tanya Anin.
“Enggak, acara Cheryl kan Jumat, gue sabtu”
“Asik, bisa liat”
“Pasti dong…” senyum Jacob lebar.

“Terus, DIMH tetep ada nih?” tanya Stefan ke Kanaya.
“Ada Fan, gak mungkin ga ada, Mbak Cheryl yang pengen mereka ada” jawabnya.
“Kampret”
“Terus ya gimana…..”
“Tadi lo bilang kan ada yang gak jadi maen?” tanya Stefan.
“Itu XYZ loh… bukan DIMH” balas Kanaya lagi.

“Kontol…”
“Gantinya mau tau gak?” tanya Kanaya.
“Ga perlu”
“Lo tau tiga orang resident DJ ditempat gue kan?” tanya Kanaya.
“Oh tau” jawabku sambil duduk di lantai, masih mengunyah pizza.

“Mereka bikin band gitu khusus acara ini…”
“Ah band ga serius pasti…” keluh Stefan.
“Mereka bisa main musik tau” balas Anin.
“Ah pokoknya gue masih kesel…. Gue rusak itu DIMH ntar” gerutunya.

------------------------------------------

guitar10.jpg

Semua sudah pulang malam itu. Ai dan Ibuku sudah masuk ke kamar tidur masing-masing. Kecuali Stefan. Dia masih di dalam kamarku, mencacah daun kering untuk kemudian dilinting dan dihisap bersama. Aku tidur-tiduran di kasurku sambil chatting dengan Kyoko.

“Lo gak serius kan Fan?” tanyaku.
“Soal?” Dia masih berkonsentrasi menghaluskan daun-daun kering itu.
“Dying Inside My Heart”
“Menurut lo”
“Menurut gue lo gak akan ngelakuin kegiatan yang ngerugiin kita” jawabku.
“Ga tau, gue ga mikir apa-apa sebenernya, Cuma kalo udah mulai ngehe ntar, gue pasti gak bakal tinggal diem….”
“Intinya jangan ngelakuin hal bodoh deh…” komentarku.

“Lo sendiri, gimana rekaman disana?”
“Sama aja Fan, Cuma karena itu lagu gue sendiri, jadinya gue yang ribet sendiri…. Gak kayak kita yang bagi-bagi problem bareng..” jawabku panjang.

“Gak mau bikin album?” tanyanya.
“Pasti itu sih, besok kali langsung gue coba ulik, masalahnya besok ada beberapa slot latihan ama orang rekaman” jawabku.
“Gue bantu sih pasti kalo lo mau bikin”
“Thanks”

“Terus, satu lagi, itu beneran pacar lo kan?” Stefan biasanya bisa bicara serius kalau hanya berdua saja.
“Iya”
“Pake proses nembak-jadian-jalan kayak anak SMP gitu?” tanyanya menyelidik.
“Iya” aku masih fokus mengobrol dengan Kyoko di sosial media.

“Haha, kocak aja lo udah tua tau…” candanya.
“Biarin…”
“Terus Kanaya gimana?”
“Udah lah Fan…”
“Kagak, sekarang serius, gue sempet liat kalian deket kan?” tanyanya menyelidik.
“Gak ada apa-apa antara gue dan dia sih, jadi yaudah lah…”

“Jujur, gue tanya sekarang, lo pernah ngewe ama Kanaya?” tanya Stefan sambil memberikanku satu lintingan kecil.
“Gue harus jawab apa, dan ini pertanyaan serius atau buat bercanda?” tanyaku balik.
“Serius. Dan gak bakal gue jadiin becandaan”
“Udah”

“Oh shit…” jawab Stefan.
“Kenapa?”
“Kagak, lo tau lah cewek kayak gimana Ya…”
“Kayaknya dia gak kenapa-napa sih… toh abis kejadian itu, yang gue yakin, siapapun cowok yang ada di sana juga gak akan bisa nolak, dia juga biasa-biasa aja sama gue….” Jelasku panjang lebar.

“Amin”
“Sialan cuman diaminin”
“Abis gue mau ngomong apa lagi?” Stefan membakar lintingannya. Aku masih membalas pesan singkat Kyoko, yang tampaknya sumringah melihat foto teman-temanku yang gembira atas oleh-oleh mereka.

Selesai membalas, aku langsung membakar lintingan itu dan menghisapnya dalam-dalam. Mencoba untuk tidak mengeluarkan asapnya lagi. Aku tidak rindu benda ini sebenarnya. Cuma karena ada, yasudah apa salahnya aku sejenak melayang di udara, toh sudah sebulan aku tidak menghisapnya. Jadi, apa salahnya? Haha…

“So… lo sama cewek Jepang itu mau kemana?” tanya Stefan yang tiduran di sofa kamarku.
“Tau… Tapi gue emang sayang banget ama dia…”
“Romantis…….”
“Rokok makan gratis” balasku asal.

“Malem ini gak misa tahun baru?” tanyaku ke Stefan.
“Engga… kan elo baru balik….” Jawabnya sambil menyeringai.

“Hebat ngeduluin gue dibanding urusan Tuhan”
“Tuhan kan maha pengasih, dia pasti nunggu” jawabnya santai.

Aku mengirim pesan lagi ke Kyoko. Tampaknya disana sudah Tahun Baru dari sejam yang lalu. “HAPPY NEW YEAR KYOKO <3”
Belum ada balasan. Mungkin dia sedang di Kuil atau menonton acara TV khas tahun baru yang ramai di Jepang sana.

“Mereka pada minum-minum ya?” tanyaku. Maksudnya adalah Kanaya, Jacob, Sena dan Anin.
“Ho oh”
“Kok kita gak gabung mereka?”
“Ga tau.. Bego…” jawab Stefan asal.
“Tolol”
“Elo yang tolol… hehehe”

“Kan jadi gak ada taun baruan kita sekarang ya?” tanyaku ke Stefan.
“Iya, biasanya abis gue Misa terus kita minum ampe bego di Pub itu…” jawabnya. “Ini gara-gara elo baliknya sekarang sih…”
“Ya masa gak balik?” tanyaku dengan bodohnya.

“Kalo lo kawin disana gak balik kali… terus ancur band kita” tawa Stefan, bicara kami berdua sudah mulai ngaco.
“Kagak lah….”
“Kagak mau kawin?”
“Bukan itu maksudnya gue gak bakal ngancurin band kita bego…….” Jawabku sedikit keras.

“Gak usah teriak… berisik, gue mau tenang…” balas Stefan.
“Giting lo ya?”
“Orang giting teriak giting, sialan banget gak sih?” Stefan lalu duduk di sofaku.

“Ah berisik lo….” Aku langsung memakai headphoneku dan menutup mataku, melayang di udara bersama ingatanku tentang Kyoko.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Welcome to jkt arya penjajah nippon

Selalu ketawa sendiri kalo stefan ngomong, ni org bangsat bgt emang :D

Thanks update nya om :beer:
 
Skali lagi mulustrasi membuat feelnya makin kental om acem kopi ane ni.
Sok dilancrotken :D
 
MDT SEASON 1 - PART 29

------------------------------------------

“Hai… Owarimashita… Tsugi Kayobi Made….” Salam Guru Bahasa Jepang di tempat les itu. Tanda les sudah selesai dan sampai bertemu di selasa depan.

Ya, aku sekarang ikut Les Bahasa Jepang. Untung ada kelas yang langsung dibuka sehabis pergantian tahun. Sekarang aku sudah mulai mencoba sedikit demi sedikit chatting dengan Kyoko dalam Bahasa Jepang. Tak jarang ia membetulkan Bahasa Jepangku. Dan Kyoko sudah mulai belajar Bahasa Indonesia sedikit demi sedikit.

Ilham sempat mengontakku, katanya Kyou-Kun menanyakan padanya apakah ada mahasiswa asal Indonesia yang bisa mengajarkan Bahasa Indonesia secara privat. Pasti itu Kyoko yang bertanya melalui Kyou-Kun. Lucu memang. Nanti kalau bertemu lagi, kami tidak tahu harus menggunakan bahasa apa pasti.

Aku berlalu meninggalkan tempat les untuk pulang. Pikiran-pikiran liarku soal Kyoko berkecamuk saat angin menerpa wajahku. Rasanya tidak tenang. Aku mengemudikan Vespaku di malam itu, sambil membayangkan pelukan Kyoko di belakang. Kalau bisa naik motor sampai Mitaka, mungkin sudah kulakukan dari kemarin. Sudah pukul 8 malam sekarang. Jam 9, kru Hantaman berjanji untuk berada di rumah untuk latihan. Mudah-mudahan mereka tidak telat. Karena aku berjanji jam 11 malam nanti untuk video call dengan Kyoko. Jam 11 waktu Jakarta, atau jam 1 malam waktu Jepang. Dengan tidak sabar aku memacu diriku sendiri untuk segera sampai di rumah.

------------------------------------------

guitar10.jpg

“Hi Aya…” muka ngantuk Kyoko hadir di layar komputer kamarku. Wajah yang kurindukan, setelah lelah hari ini, sehabis beraktivitas di studio, les bahasa Jepang dan latihan untuk acara Cheryl besok.

“Hi Kyoko” sapaku lewat webcam.
“Miss you so much”
“Me too…”
“So.. Ano… Bagai-mana… Be Shokku…”
“Besok… not.. Be Shokku..” senyumku ke arah webcam.
“Ahaha… Tomorrow, the show, how?” tanyanya lagi.
“Hai… Renshushita…” tadi sudah latihan, maksudku.

“Aya… You look so tired and sad… Nanika?” tanyanya manis.
“Missing you…” memang mungkin mataku terlihat sayu di layar laptop Kyoko.

Kyoko tersenyum lalu melempar ciuman ke arah webcam. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya.
“Jya… Ano, ini, ada… sashin.. ano, foto… from New Year” Kyoko mengirim fotonya memakai kimono pada Tahun Baru kemarin.

“Cantik.. Beautiful…” ucapku sambil melihat handphoneku. Aku mendadak melihat ke foto profil diriku disosial media. Masih foto berdua dengan Kyoko. Aku memeluk bahunya, ia bersandar ke bahuku. Kami berdua tersenyum lebar, seakan-akan kami tidak akan pernah berpisah. Seperti sekarang. Aku meregangkan bahuku.

“Aya….” Panggil Kyoko lagi dari layar komputer.
“Yes?”
“Ka-ngen” ucapnya pendek sambil memanyunkan bibirnya.
“Me Too…”
“Jya… Ano… Ah.. Tadi.. Ano… Kodama, not going home…”
“What? Where did he go?” tanyaku.
“Hai… I find for Kodama at house and café, but couldn’t find… So if tomorrow not going home again… Ano… I will make poster for searching Kodama…” Kyoko tampak sedih.
“But Cat usually do that, right?”
“But this is Kodama… always go home every day….” Kyoko merengut.

Kok entah kenapa aku mengasosiasikan diriku dengan Kodama. Mentang-mentang Kodama tidak ada, aku jadi membandingkannya dengan diriku. Ah, begitu rindunya aku dengan suasana di Mitaka, disana ada Kyoko, Kodama dan suasana tenang yang membius. Bisa kubayangkan betapa nyamannya tidur bersama Kyoko di malam yang tenang seperti di Mitaka. Dua kali aku menginap di kamarnya. Masih terbayang lembutnya badannya yang bisa dipeluk dengan nyamannya. Masih terbayang ciuman-ciuman kami sebelum tidur, dan rasanya sesak sekali membayangkan jalan bergandengan dengannya. Sesak.

“Aya…”
“Yes?”
“Why so quiet?” senyumnya mendadak membuatku merasa makin sesak.
“It’s just…. I miss you so much, I couldn’t speak” jawabku.
“Be patient Aya… We wil meet again, right?”
“Yeah… Right”

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

Aku berada di dalam mobil Stefan, dengan Mang Ujang ada di balik kemudi. Stefan duduk di sebelahnya. Mereka berdua membakar rokok selama di perjalanan. Sekarang pukul 3 sore. Kami menuju pub untuk check sound. "Ganbatte Aya ^-^" pesan singkat dari Kyoko tadi sebelum aku berangkat. Senang rasanya punya seseorang yang terus menyemangatiku dalam semua kegiatanku, walau dia jauh di utara sana.

"Dah rame aja tuh di parkiran" celetuk Stefan.
"Pasti pada mau cek sound..."
"Dan DIMH udah pasti gak cek sound kan?"
"Kan mereka ada acara men..."
"Bener-bener gak sopan"

Stefan segera turun dari mobil dan berlalu ke dalam, setelah Mang Ujang memarkirkan mobilnya. Aku menguntit di belakangnya.

004df610.jpg

"Stefan my Man!!" sapa KLAUSWERK. Salah satu DJ resident disana, yang alirannya Trance dan Progressive. Dia mengenakan setelan yang agak dandy, kemeja putih, celana coklat muda yang semuanya sangat ngepas badan. Untung badannya kurus. Dan dilengkapi oleh suspender hitam dan dasi kupu-kupu hitam juga.

Stefan menerima salamannya.

"Gaya amat"
"Yah, kostum buat manggung" jawab Raditya. Iya, nama aslinya Raditya.
"Kok gak ntar aja makenya.." bingung Stefan.
"Gue males ganti baju, si Pras ama Mukti gak males, jadi mereka belom make kostum" senyumnya sambil membakar rokok.

Pras dan Mukti turun dari panggung, habis setting synthesizer dan lain-lainnya. Pras, salah satu resident DJ disini, dengan nama manggung P-RAS, dengan aliran Electrofunk/Neo Disco, sementara satunya lagi, Mukti, atau yang bernama panggung idlehum biasanya membawakan musik-musik disco ataupun garage.

"Ada angin apa kalian mendadak ngeband gini" tanyaku.
"Ini dia orang jepang... Cewek lo mana?" tanya Mukti
"Di Jepang..." senyumku lebar.
"Emang tinggal disana ya?"
"Iya"

"Yah, gara-gara XYZ ga jadi maen kan, terus Cheryl bingung, akhiran gue ngomong ama mereka semua, yuk ngeband, isi-isi doang" seloroh Pras.
"Gak doang pasti" komentarku.
"Emang lo pada bisa main musik?" tanya Stefan seenaknya.
"Meremehkan ente... " tawa Pras.

"Nama band kalian?" tanya Stefan.
"PIERRE T"
"Maksudnya?"
"Pierre Tendean, si ganteng miris... Haha..." jawab Pras.
"Asal banget... Emang kalian maen instrumen?"

"Gue gitar ama vokal, main synth juga, si Mukti ngedrum ama synth dan sampling, terus si Radit keyboard, synth, sampling juga, vokal juga, bass juga, kadang bassnya gue, tapi pake synth lah... biar gak ribet" Jelas Pras. Mukti dan Raditya menyingkir ke salah satu meja dan merokok berdua disana.

Aku melirik ke arah panggung. Alat mereka memang banyak. Beberapa tumpuk keyboard dan synth, ada gitar yang ditaruh di panggung, ada drum pad dan beberapa midi controller, ada turntable juga, ada talkbox. Gila, niat juga mereka.

"Musiknya?" tanya Stefan.
"Lo kayak ngeraguin kita... Dah deh, tar tunggu aja, untung tadi gak liat kita pas cek sound" senyum Pras.

"ANJING!!" teriakku kaget saat merasakan ada jari yang menusuk lubang pantatku.

"Nah ini dia si borokokok dari Jepang" senyum Kang Bimo.
"Astagaaaa..... Apa kabar Kang.." aku menyalaminya, dan dia menyalami Stefan. Kang Wira juga baru masuk ke venue, sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Baik, kamu kumaha? Katanya pacaran wae euy di Jepang? Liat instagram kamu siga lagi pre-wedding kitu... Apa jangan-jangan tos dikawin?" tanya Kang Bimo cuek. Beberapa Kru mereka masuk sambil mengangkut Gitar dan Perlengkapan mereka berdua. Kang Giting masuk dengan muka teler permanennya, mengajak Stefan dan Aku tos out-of the blue.

"Ah, baik saya Kang" jawabku ramah.
"Mana si pacar teh?" tanya Kang Wira.
"Di Jepang kang?"
"Urang Jepang beneran?" tanya Kang Bimo.
"Iya..."
"Oh... Saya kira teh blasteran ama Tasik..." lanjutnya asal.

"Eh, special guest tuh sama siapa Kang?" tanya Stefan.
"Ada lah, basis, cewek gitu, asik anaknya..." jawab Bimo.
"Wah inceran baru nih"
"Sok aja kalo bisa..." tawanya meremehkan Stefan.

"Mana yang laen?" tanya Kang Wira.
"Masih di jalan kang, paling bentar lagi nyampe... Mau akang duluan yang cek sound?" tanyaku ramah.
"Ah kita mah susah euy... Si basisnya belom selesai ngantor... Tapi bae lah gak cek sound juga, udah pasti amburadulnya" tawanya.

Kami tertawa mendengar bercandaan mereka. Tak sabar rasanya untuk segera menyelesaikan keseruan malam ini.

------------------------------------------

hqdefa10.jpg

Sudah jam 19.45

Cheryl seperti biasa, terlihat seksi, duduk di bar, ditemani oleh tunangannya di sebelahnya. Pria kekar, bertampang agak indo, dengan sedikit tato di tangannya. Dari perawakannya sepertinya penghobi motor besar.

"Hei Arya! Anin!" aku kaget mendengar suara yang familiar.
"Anggia?" Anin kaget melihatnya. Anggia datang dengan menggandeng pacarnya.
"Kenal Cheryl juga?" tanyaku.
"Enggak, si Adrian nih yang kenal, katanya dulu motor-motoran bareng tunangannya Cheryl juga..." senyum Anggia. "Yaudah gue kesana dulu ya..." Anggia meminta izin sambil menunjuk ke arah Cheryl dan tunangannya.

"Geblek cantiknya" gumam Anin sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Bacot" balas Stefan.
"Rese banget sih lu" keluh Anin.
"Gue lagi nahan emosi tau, biar ga ngamuk kalo bocah-bocah DIMH masuk sini mendadak, terus elo ngomong nonsense gitu"
"Alah... keselnya sama orang lain kok gue yang kena" Anin menggaruk kepalanya.

"Mas Aryaaaaaaa" mendadak Ai datang dan langsung duduk di sebelahku.
"Loh, jadi kesini?" tanyaku.
"Iya, buat ngehindari pacaran ama cowokku. aku bilang aja mau nonton kakakku.." mukanya ditekuk. Dia masih dalam pakaian kerjanya.

"Di Jepang ngembat cewek, disini incest lagi..." ledek Stefan. Ai hanya menjulurkan lidahnya ke arah Stefan dengan ekspresi kesal.

"Eh halo... Apa kabar kalian" Mendadak Cheryl menghampiri meja kami. Di sudut mata bisa kulihat Kanaya dan beberapa pegawai lainnya sedang sibuk. Dan Bagas sedang duduk sendiri sambil melihat handphonenya dengan tenang. Jacob belum datang. Sena sedang sibuk di mixer.

"Baik sayang..." Stefan bangkit menghampirinya dan memeluknya, mencium pipi kiri dan kanannya.
"Siapa nih, kenalin dong..." dia menjulurkan tangannya ke Ai.
"Ai"
"Cheryl"

"Adik gue" selaku.
"Pantes mirip, gak kakak gak adek sama yummynya ya" senyum Cheryl dengan nada bicara agak tinggi.
"Jadi elo abis kawin udah aja, gitu, ga gawe lagi?" tanya Stefan.
"Sementara gitu sih, ntar paling gue ngurusin beberapa companynya doi" Cheryl merujuk kepada tunangannya.
"Enak bener kawin ama Horang Kayah" ledek Stefan.
"Ah, gak lebih tajir dari bokap lo kok Fan"
"Kampret, mending sebelom kawin lo tidur sama gue dulu lah" celetuk Stefan asal.

"Ahaha... Bye... Tar ngobrol lagi" Cheryl pun berlalu dan menyapa orang lain lagi.

"Emang orangnya 'ninggi' gitu ya Mas?" tanya Ai kepadaku.
"Ho oh" Dan dari sudut mata aku melihat seorang perempuan dengan sweater bertudung masuk. Dia celingukan, membawa tas Bass yang besar, sepertinya tubuhnya kalah besar dibanding tas itu. Setelah menemukan hal yang ia cari, dia lantas menghampiri Kang Bimo dan Kang Wira. Mungkin ini perempuan yang dimaksud. Kulitnya pucat, badannya kecil, dengan muka yang tajam dan penuh waspada.

"So... Bentar lagi kan?" tanya Anin retoris.
"Banget.. Panggil sepupu lo tuh, masa di pojok sendiri gitu?" tanyaku.
"Biarin aja dia mah..."
"Dia ngapain sih, ngebokep?" tanya Stefan.
"Biasanya baca berita politik gitu...."
"Aneh" celetuk Ai.
"Bagas emang aneh" jawab Anin dengan muka pasrah.

"Loh tapi mas kasih oleh-oleh ke dia kan dari Jepang?" tanya Ai bingung.
"Enggak...."
"Kok enggak?"
"Abis aku gak tau dia sukanya apa...." aku mengangkat tangan tanda menyerah.
"Dia gak marah?"
"Bagas mana pernah marah..." celetuk Anin.
"Aneh ya..." Ai bingung melihat Bagas.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

15195810.jpg

Tepuk tangan membahana setelah SoulTempo selesai main. Hentakan dan auman Old-School Hip Hop memang tidak ada matinya. Menyenangkan ada yang masih berusaha membawakannya sekarang. Walaupun pub ini rata-rata isinya orang-orang yang sudah dikenal, tapi tetap ramai. Kebanyakan adalah kami, para musisi Indie, para DJ, Kenalan-kenalan Cheryl seperti pacarnya Anggia dan beberapa orang lainnya. Tak ketinggalan anggota klub motornya tunangannya Cheryl. Kanaya tidak seperti biasa, dia mengatur banyak hal, jadi tidak bisa mengobrol banyak dengan kami.

"Abis ini siapa mas, keren juga yang tadi" bisik Ai.
"Itu bisik-bisik apa mau ciuman?" ledek Stefan.
"Ganggu ah lo" balas Ai sambil menekuk mukanya.

"Abis ini kamu liat aja nih jadwalnya"

19.55 - Opening
20.00 - SoulTempo
20.45 - Break
21.00 - The XYZ
21.45 - Break
22.00 - Hantaman
22.45 - Break
23.00 - Frank's Chamber feat. Special Guest
23.45 - Break
00.00 - Dying Inside My Heart
00.45 - After Party till Drop

"XYZ? Yang kata mas kayak Jimmy Eat World itu?" tanya Ai lagi.
"Wah belum apdet, sekarang ini Pierre T, XYZ ga jadi main..." Dan sebentar lagi, sehabis Pierre T pun Hantaman akan manggung.

"Baru denger" komentar Ai.
"Mereka resident DJ sini yang bikin band dadakan" jawabku.
"Amburadul gak nih..." komentar sinis Stefan.

"Thank you guys, acara baru mulai, jadi tetep asik ya malam ini..." Cheryl naik ke panggung dan bicara di depan microphone. Musik latar perlahan volumenya naik untuk mengisi kekosongan suara di pub. "So, abis ini Resident-resident DJ kita disini, idlehum, P-RAS sama KLAUSWERK, bakal ngehibur kita, tapi gak dibelakang turntable ya.. Mereka ngeband.. haha..." Tepuk tangan kembali terdengar, lebih karena penasaran akan aksi mereka.

Tiga orang DJ itu naik ke atas panggung, menempati posisi masing-masing dengan peralatan mereka yang berat. Synth, sequencer, segala macam. Mukti duduk di belakang drum. Raditya tampak mengatur beberapa synth dan laptopnya dari balik Keyboard. Pras sedangkan mencoba mengatur midi controller yang tersambung dengan beberapa synth pad dan laptop, sambil menggenggam gitar Fender Stratocaster berwarna putihnya. Mereka terlihat serasi dalam balutan seragam yang sama.

"Malem guys"
"MALEM...."
"Makasih nih buat Cheryl, yang bentar lagi mau kawin, ngizinin kita untuk ngasal di panggung" ucap Pras di atas panggung setelah dia selesai mengatur peralatannya.

"Jadi.. mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa namanya Pierre T... Seperti yang kalian tau, Pierre Tendean kan dia pahlawan revolusi... Nah dia kan ganteng banget tuh, tapi karena mati muda, jadinya miris, janji dia kawin ama pacarnya gak kesampean... Terus kita ngeliat ke diri kita, kita sama-sama gantengnya sih, dan miris juga..."
"HAHAHAHA NGAREP" teriak Stefan yang disambut oleh tawa seisi pub.

"Ya jadi karena kita ga punya lagu sendiri... Enjoy ya..."

Volume musik latar lalu turun dan menghilang. Mendadak musik di panggung membahana.


Tunggu. Aku pernah mendengar lagu ini. Gila, nada yang mereka mainkan kaya sekali. Dan Vokal Pras manis sekali, terdengar seperti pria yang sudah berumur. Walaupun mengandalkan banyak sampling dan efek, tapi pasti sulit memainkan musik seperti ini live.

Tunggu. Mendadak ada tiga orang perempuan cantik yang berpakaian sama dengan mereka bertiga muncul. Mereka berdiri di satu tempat, sepertinya backing vokal. Seru juga musiknya. Tanpa sadar, intro tadi membawa kita semua ke lagu kedua.


Sekarang Raditya yang menyanyi. Suaranya lembut dan funky. Sesuai sekali dengan musiknya. Harmonisasinya dengan para backing vokal juga manis.

"Ini parah sih Mas" bisik Ai.
"Liat aja mendadak dancefloor jadi penuh"
"DJ sih... tau gimana caranya bikin suasana mendadak pecah" bisik Anin.

"Stefan mana?" tanyaku.
"Tuh, dah turun ke dancefloor, entah ngedeketin cewek mana tuh" tunjuk Anin.
"Padahal tadi ngeraguin mereka" candaku.
"Udah masuk alkohol juga sih ke darahnya"
"Turun yuk mas..." Ai menarik tanganku. Dan terpaksa aku mengikutinya.

Lucu rasanya berdansa dengan adik sendiri, mengikuti irama musik electrofunk yang dimainkan oleh Pierre T. Ai berputar di tanganku, mengikuti hentakan musik mereka.

"Incest" mendadak Stefan berbisik kepadaku.
"Iri aja gak bisa akrab sama adeknya" balasku.
"Incest"

------------------------------------------

Lagu terakhir dari Pierre T sudah akan dimainkan. Aku dan anak-anak Hantaman sudah siap di Backstage. Ai sudah duduk manis di meja kami tadi lagi. Lucu juga berdansa dengannya. Andai Kyoko ada disini. Pasti sudah kuajak dia duluan ke dancefloor. Menilik selera lagu Kyoko dari Tatsuro Yamashita, dia pasti suka dengan lagu-lagu yang tadi dibawakan oleh Pierre T.

"In a moment we will take the stage" pesanku ke Kyoko.
"Aya must be so cool right now... I want to watch Aya play :3" pesan balasan dari Kyoko.

Aku lalu mematikan handphoneku, dan mengecek gitar yang akan kupakai nanti. Epiphone Les Paul Black Beauty. Semua efek dan perlengkapanku sudah di panggung. Aku menarik nafas, melihat ke arah teman-temanku yang tampaknya juga sudah siap.

Kanaya mendadak masuk ke Backstage. "Kalian ayo, sekarang". Kami pun bergegas. Tepuk tangan penonton sudah riuh saat kami naik ke panggung. Kru panggung menyerahkan kabel kepadaku dan langsung kutancapkan ke gitarku. Aku melirik tajam dan tersenyum ke arah Ai. Dia bertepuk tangan sendiri sambil sumringah melihat kakaknya di atas panggung.

"Malam" Stefan menyapa penonton.
"MALAM"
"Tadi udah ya romantis romantisannya.... Kita bakar sekarang"
"WOOOOOOOO"

"URANG JEPANG!! MAININ KIMIGAYO!!" teriak Kang Bimo entah dari sudut mana.

"Ini, orang ini, si Arya, abis balik dari Jepang, bawa oleh-oleh lagu buat kalian, cek di itunes atau spotify, Matahari Dari Timur judulnya..." sombong Stefan sambil menunjukku.
"AH BUKAN MUSIK ROK!" teriak Kang Bimo lagi, bercanda.
"Mau Rock kang?" tanya Stefan ke Kang Bimo.
"MAU!!"
"Mau musik rock apa ngerogoh rok?" tawa penonton pecah.

"Buat Cheryl yang mau kawin... Ini lagu terakhir di album kedua kita... ILUSI" teriak Stefan.

Suara drum mendadak bersahutan, lewat beat Bagas yang padat. Di saat itulah aku dan Anin masuk, membakar suasana malam itu dan menggoyangkan pub.

------------------------------------------

"Keren kayak biasa..." bisik Ai saat aku yang sudah bersimbah peluh duduk di meja kami. Anin mengikutiku sambil membakar rokok. Frank's Chamber dan si bassist perempuan itu sudah membakar panggung. Dengan adanya Bassist ini, rasanya musik mereka semakin kaya. Si Bassist perempuan bertubuh kurus dan kecil itu tampak nyaman memainkan Bass Warwick 5 senarnya yang besar itu. Stefan sedang di bar, tampak mengobrol dengan tunangan Cheryl. Cheryl sendiri entah ada dimana.

Aku sebenarnya agak khawatir makin malam. Aku takut kalau kami tidak segera pergi, dan DIMH sudah manggung, mungkin Stefan akan membuat ulah. Mungkin. Dia berjanji kepadaku untuk menahan emosinya. Tapi kalau dia mendadak mabuk?

Mendadak pemandangan yang tidak kuharapkan muncul. Lima orang pemuda kurus bertato warna warni masuk dari pintu depan dengan asalnya. Mereka langsung ke backstage tanpa ba-bi-bu. Tampaknya mereka juga tidak begitu ramah ke komunitas musik indie sendiri. Padahal mereka hidup dari sana. Biar lah.

Stefan masih ngobrol dan tertawa-tawa sambil menenggak minuman keras bersama tunangannya Cheryl.

"Makasih yah, udah mau dengerin kita, tepuk tangan dong tamu kita malam ini" Kang Bimo menunjuk ke si Bassist perempuan itu. Penonton bertepuk tangan dengan semangat. "Nah sekarang lagu terakhir yah" Damn. Ini yang aku khawatirkan. DIMH sudah masuk ke backstage dan tampaknya akan bersiap-siap sebentar lagi. Stefan di ujung sana masih menenggak banyak-banyak minuman keras.

Musik kencang di panggung tidak berhasil membuatku fokus. Aku khawatir Stefan mendadak melakukan tindakan yang tolol.

Jantungku makin berdegup kencang saat Frank's Chamber selesai main, dan kru dengan sibuk memasang peralatan milik DIMH. Oke, Stefan masih mengobrol dengan tunangannya Cheryl. Sekarang aku bingung, apakah aku harus menuju Stefan dan menjauhkannya dari panggung?

Rasa Hororku semakin muncul ketika mereka naik ke atas panggung dan mencoba membunyikan alat musik mereka. Karena mereka memang tidak melakukan sound check tadi. Pria-pria muda bertubuh kurus itu naik ke atas panggung dan mengetes suaranya, menyetem, kegiatan yang sebenarnya agak tidak pantas dilakukan di panggung, apalagi sesaat sebelum tampil.

"Bletak!!" Aku melihat botol bir tadi melayang ke arah panggung. Tidak kena siapa siapa, tapi bunyinya cukup keras.

Suasana mendadak hening.

"DASAR BOCAH KAGA TAU DIIRI!!! MASIH AJA NYETEM NYETEM!! KONTOL!!!"

Fuck.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd