------------------------------------------
“Hai… Owarimashita… Tsugi Kayobi Made….” Salam Guru Bahasa Jepang di tempat les itu. Tanda les sudah selesai dan sampai bertemu di selasa depan.
Ya, aku sekarang ikut Les Bahasa Jepang. Untung ada kelas yang langsung dibuka sehabis pergantian tahun. Sekarang aku sudah mulai mencoba sedikit demi sedikit chatting dengan Kyoko dalam Bahasa Jepang. Tak jarang ia membetulkan Bahasa Jepangku. Dan Kyoko sudah mulai belajar Bahasa Indonesia sedikit demi sedikit.
Ilham sempat mengontakku, katanya Kyou-Kun menanyakan padanya apakah ada mahasiswa asal Indonesia yang bisa mengajarkan Bahasa Indonesia secara privat. Pasti itu Kyoko yang bertanya melalui Kyou-Kun. Lucu memang. Nanti kalau bertemu lagi, kami tidak tahu harus menggunakan bahasa apa pasti.
Aku berlalu meninggalkan tempat les untuk pulang. Pikiran-pikiran liarku soal Kyoko berkecamuk saat angin menerpa wajahku. Rasanya tidak tenang. Aku mengemudikan Vespaku di malam itu, sambil membayangkan pelukan Kyoko di belakang. Kalau bisa naik motor sampai Mitaka, mungkin sudah kulakukan dari kemarin. Sudah pukul 8 malam sekarang. Jam 9, kru Hantaman berjanji untuk berada di rumah untuk latihan. Mudah-mudahan mereka tidak telat. Karena aku berjanji jam 11 malam nanti untuk video call dengan Kyoko. Jam 11 waktu Jakarta, atau jam 1 malam waktu Jepang. Dengan tidak sabar aku memacu diriku sendiri untuk segera sampai di rumah.
------------------------------------------
“Hi Aya…” muka ngantuk Kyoko hadir di layar komputer kamarku. Wajah yang kurindukan, setelah lelah hari ini, sehabis beraktivitas di studio, les bahasa Jepang dan latihan untuk acara Cheryl besok.
“Hi Kyoko” sapaku lewat webcam.
“Miss you so much”
“Me too…”
“So.. Ano… Bagai-mana… Be Shokku…”
“Besok… not.. Be Shokku..” senyumku ke arah webcam.
“Ahaha… Tomorrow, the show, how?” tanyanya lagi.
“Hai… Renshushita…” tadi sudah latihan, maksudku.
“Aya… You look so tired and sad… Nanika?” tanyanya manis.
“Missing you…” memang mungkin mataku terlihat sayu di layar laptop Kyoko.
Kyoko tersenyum lalu melempar ciuman ke arah webcam. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya.
“Jya… Ano, ini, ada… sashin.. ano, foto… from New Year” Kyoko mengirim fotonya memakai kimono pada Tahun Baru kemarin.
“Cantik.. Beautiful…” ucapku sambil melihat handphoneku. Aku mendadak melihat ke foto profil diriku disosial media. Masih foto berdua dengan Kyoko. Aku memeluk bahunya, ia bersandar ke bahuku. Kami berdua tersenyum lebar, seakan-akan kami tidak akan pernah berpisah. Seperti sekarang. Aku meregangkan bahuku.
“Aya….” Panggil Kyoko lagi dari layar komputer.
“Yes?”
“Ka-ngen” ucapnya pendek sambil memanyunkan bibirnya.
“Me Too…”
“Jya… Ano… Ah.. Tadi.. Ano… Kodama, not going home…”
“What? Where did he go?” tanyaku.
“Hai… I find for Kodama at house and café, but couldn’t find… So if tomorrow not going home again… Ano… I will make poster for searching Kodama…” Kyoko tampak sedih.
“But Cat usually do that, right?”
“But this is Kodama… always go home every day….” Kyoko merengut.
Kok entah kenapa aku mengasosiasikan diriku dengan Kodama. Mentang-mentang Kodama tidak ada, aku jadi membandingkannya dengan diriku. Ah, begitu rindunya aku dengan suasana di Mitaka, disana ada Kyoko, Kodama dan suasana tenang yang membius. Bisa kubayangkan betapa nyamannya tidur bersama Kyoko di malam yang tenang seperti di Mitaka. Dua kali aku menginap di kamarnya. Masih terbayang lembutnya badannya yang bisa dipeluk dengan nyamannya. Masih terbayang ciuman-ciuman kami sebelum tidur, dan rasanya sesak sekali membayangkan jalan bergandengan dengannya. Sesak.
“Aya…”
“Yes?”
“Why so quiet?” senyumnya mendadak membuatku merasa makin sesak.
“It’s just…. I miss you so much, I couldn’t speak” jawabku.
“Be patient Aya… We wil meet again, right?”
“Yeah… Right”
------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------
Aku berada di dalam mobil Stefan, dengan Mang Ujang ada di balik kemudi. Stefan duduk di sebelahnya. Mereka berdua membakar rokok selama di perjalanan. Sekarang pukul 3 sore. Kami menuju pub untuk check sound. "Ganbatte Aya ^-^" pesan singkat dari Kyoko tadi sebelum aku berangkat. Senang rasanya punya seseorang yang terus menyemangatiku dalam semua kegiatanku, walau dia jauh di utara sana.
"Dah rame aja tuh di parkiran" celetuk Stefan.
"Pasti pada mau cek sound..."
"Dan DIMH udah pasti gak cek sound kan?"
"Kan mereka ada acara men..."
"Bener-bener gak sopan"
Stefan segera turun dari mobil dan berlalu ke dalam, setelah Mang Ujang memarkirkan mobilnya. Aku menguntit di belakangnya.
"Stefan my Man!!" sapa KLAUSWERK. Salah satu DJ resident disana, yang alirannya Trance dan Progressive. Dia mengenakan setelan yang agak dandy, kemeja putih, celana coklat muda yang semuanya sangat ngepas badan. Untung badannya kurus. Dan dilengkapi oleh suspender hitam dan dasi kupu-kupu hitam juga.
Stefan menerima salamannya.
"Gaya amat"
"Yah, kostum buat manggung" jawab Raditya. Iya, nama aslinya Raditya.
"Kok gak ntar aja makenya.." bingung Stefan.
"Gue males ganti baju, si Pras ama Mukti gak males, jadi mereka belom make kostum" senyumnya sambil membakar rokok.
Pras dan Mukti turun dari panggung, habis setting synthesizer dan lain-lainnya. Pras, salah satu resident DJ disini, dengan nama manggung P-RAS, dengan aliran Electrofunk/Neo Disco, sementara satunya lagi, Mukti, atau yang bernama panggung idlehum biasanya membawakan musik-musik disco ataupun garage.
"Ada angin apa kalian mendadak ngeband gini" tanyaku.
"Ini dia orang jepang... Cewek lo mana?" tanya Mukti
"Di Jepang..." senyumku lebar.
"Emang tinggal disana ya?"
"Iya"
"Yah, gara-gara XYZ ga jadi maen kan, terus Cheryl bingung, akhiran gue ngomong ama mereka semua, yuk ngeband, isi-isi doang" seloroh Pras.
"Gak doang pasti" komentarku.
"Emang lo pada bisa main musik?" tanya Stefan seenaknya.
"Meremehkan ente... " tawa Pras.
"Nama band kalian?" tanya Stefan.
"PIERRE T"
"Maksudnya?"
"Pierre Tendean, si ganteng miris... Haha..." jawab Pras.
"Asal banget... Emang kalian maen instrumen?"
"Gue gitar ama vokal, main synth juga, si Mukti ngedrum ama synth dan sampling, terus si Radit keyboard, synth, sampling juga, vokal juga, bass juga, kadang bassnya gue, tapi pake synth lah... biar gak ribet" Jelas Pras. Mukti dan Raditya menyingkir ke salah satu meja dan merokok berdua disana.
Aku melirik ke arah panggung. Alat mereka memang banyak. Beberapa tumpuk keyboard dan synth, ada gitar yang ditaruh di panggung, ada drum pad dan beberapa midi controller, ada turntable juga, ada talkbox. Gila, niat juga mereka.
"Musiknya?" tanya Stefan.
"Lo kayak ngeraguin kita... Dah deh, tar tunggu aja, untung tadi gak liat kita pas cek sound" senyum Pras.
"ANJING!!" teriakku kaget saat merasakan ada jari yang menusuk lubang pantatku.
"Nah ini dia si borokokok dari Jepang" senyum Kang Bimo.
"Astagaaaa..... Apa kabar Kang.." aku menyalaminya, dan dia menyalami Stefan. Kang Wira juga baru masuk ke venue, sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Baik, kamu kumaha? Katanya pacaran wae euy di Jepang? Liat instagram kamu siga lagi pre-wedding kitu... Apa jangan-jangan tos dikawin?" tanya Kang Bimo cuek. Beberapa Kru mereka masuk sambil mengangkut Gitar dan Perlengkapan mereka berdua. Kang Giting masuk dengan muka teler permanennya, mengajak Stefan dan Aku tos out-of the blue.
"Ah, baik saya Kang" jawabku ramah.
"Mana si pacar teh?" tanya Kang Wira.
"Di Jepang kang?"
"Urang Jepang beneran?" tanya Kang Bimo.
"Iya..."
"Oh... Saya kira teh blasteran ama Tasik..." lanjutnya asal.
"Eh, special guest tuh sama siapa Kang?" tanya Stefan.
"Ada lah, basis, cewek gitu, asik anaknya..." jawab Bimo.
"Wah inceran baru nih"
"Sok aja kalo bisa..." tawanya meremehkan Stefan.
"Mana yang laen?" tanya Kang Wira.
"Masih di jalan kang, paling bentar lagi nyampe... Mau akang duluan yang cek sound?" tanyaku ramah.
"Ah kita mah susah euy... Si basisnya belom selesai ngantor... Tapi bae lah gak cek sound juga, udah pasti amburadulnya" tawanya.
Kami tertawa mendengar bercandaan mereka. Tak sabar rasanya untuk segera menyelesaikan keseruan malam ini.
------------------------------------------
Sudah jam 19.45
Cheryl seperti biasa, terlihat seksi, duduk di bar, ditemani oleh tunangannya di sebelahnya. Pria kekar, bertampang agak indo, dengan sedikit tato di tangannya. Dari perawakannya sepertinya penghobi motor besar.
"Hei Arya! Anin!" aku kaget mendengar suara yang familiar.
"Anggia?" Anin kaget melihatnya. Anggia datang dengan menggandeng pacarnya.
"Kenal Cheryl juga?" tanyaku.
"Enggak, si Adrian nih yang kenal, katanya dulu motor-motoran bareng tunangannya Cheryl juga..." senyum Anggia. "Yaudah gue kesana dulu ya..." Anggia meminta izin sambil menunjuk ke arah Cheryl dan tunangannya.
"Geblek cantiknya" gumam Anin sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Bacot" balas Stefan.
"Rese banget sih lu" keluh Anin.
"Gue lagi nahan emosi tau, biar ga ngamuk kalo bocah-bocah DIMH masuk sini mendadak, terus elo ngomong nonsense gitu"
"Alah... keselnya sama orang lain kok gue yang kena" Anin menggaruk kepalanya.
"Mas Aryaaaaaaa" mendadak Ai datang dan langsung duduk di sebelahku.
"Loh, jadi kesini?" tanyaku.
"Iya, buat ngehindari pacaran ama cowokku. aku bilang aja mau nonton kakakku.." mukanya ditekuk. Dia masih dalam pakaian kerjanya.
"Di Jepang ngembat cewek, disini incest lagi..." ledek Stefan. Ai hanya menjulurkan lidahnya ke arah Stefan dengan ekspresi kesal.
"Eh halo... Apa kabar kalian" Mendadak Cheryl menghampiri meja kami. Di sudut mata bisa kulihat Kanaya dan beberapa pegawai lainnya sedang sibuk. Dan Bagas sedang duduk sendiri sambil melihat handphonenya dengan tenang. Jacob belum datang. Sena sedang sibuk di mixer.
"Baik sayang..." Stefan bangkit menghampirinya dan memeluknya, mencium pipi kiri dan kanannya.
"Siapa nih, kenalin dong..." dia menjulurkan tangannya ke Ai.
"Ai"
"Cheryl"
"Adik gue" selaku.
"Pantes mirip, gak kakak gak adek sama yummynya ya" senyum Cheryl dengan nada bicara agak tinggi.
"Jadi elo abis kawin udah aja, gitu, ga gawe lagi?" tanya Stefan.
"Sementara gitu sih, ntar paling gue ngurusin beberapa companynya doi" Cheryl merujuk kepada tunangannya.
"Enak bener kawin ama Horang Kayah" ledek Stefan.
"Ah, gak lebih tajir dari bokap lo kok Fan"
"Kampret, mending sebelom kawin lo tidur sama gue dulu lah" celetuk Stefan asal.
"Ahaha... Bye... Tar ngobrol lagi" Cheryl pun berlalu dan menyapa orang lain lagi.
"Emang orangnya 'ninggi' gitu ya Mas?" tanya Ai kepadaku.
"Ho oh" Dan dari sudut mata aku melihat seorang perempuan dengan sweater bertudung masuk. Dia celingukan, membawa tas Bass yang besar, sepertinya tubuhnya kalah besar dibanding tas itu. Setelah menemukan hal yang ia cari, dia lantas menghampiri Kang Bimo dan Kang Wira. Mungkin ini perempuan yang dimaksud. Kulitnya pucat, badannya kecil, dengan muka yang tajam dan penuh waspada.
"So... Bentar lagi kan?" tanya Anin retoris.
"Banget.. Panggil sepupu lo tuh, masa di pojok sendiri gitu?" tanyaku.
"Biarin aja dia mah..."
"Dia ngapain sih, ngebokep?" tanya Stefan.
"Biasanya baca berita politik gitu...."
"Aneh" celetuk Ai.
"Bagas emang aneh" jawab Anin dengan muka pasrah.
"Loh tapi mas kasih oleh-oleh ke dia kan dari Jepang?" tanya Ai bingung.
"Enggak...."
"Kok enggak?"
"Abis aku gak tau dia sukanya apa...." aku mengangkat tangan tanda menyerah.
"Dia gak marah?"
"Bagas mana pernah marah..." celetuk Anin.
"Aneh ya..." Ai bingung melihat Bagas.
------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------
Tepuk tangan membahana setelah SoulTempo selesai main. Hentakan dan auman Old-School Hip Hop memang tidak ada matinya. Menyenangkan ada yang masih berusaha membawakannya sekarang. Walaupun pub ini rata-rata isinya orang-orang yang sudah dikenal, tapi tetap ramai. Kebanyakan adalah kami, para musisi Indie, para DJ, Kenalan-kenalan Cheryl seperti pacarnya Anggia dan beberapa orang lainnya. Tak ketinggalan anggota klub motornya tunangannya Cheryl. Kanaya tidak seperti biasa, dia mengatur banyak hal, jadi tidak bisa mengobrol banyak dengan kami.
"Abis ini siapa mas, keren juga yang tadi" bisik Ai.
"Itu bisik-bisik apa mau ciuman?" ledek Stefan.
"Ganggu ah lo" balas Ai sambil menekuk mukanya.
"Abis ini kamu liat aja nih jadwalnya"
19.55 - Opening
20.00 - SoulTempo
20.45 - Break
21.00 - The XYZ
21.45 - Break
22.00 - Hantaman
22.45 - Break
23.00 - Frank's Chamber feat. Special Guest
23.45 - Break
00.00 - Dying Inside My Heart
00.45 - After Party till Drop
"XYZ? Yang kata mas kayak Jimmy Eat World itu?" tanya Ai lagi.
"Wah belum apdet, sekarang ini Pierre T, XYZ ga jadi main..." Dan sebentar lagi, sehabis Pierre T pun Hantaman akan manggung.
"Baru denger" komentar Ai.
"Mereka resident DJ sini yang bikin band dadakan" jawabku.
"Amburadul gak nih..." komentar sinis Stefan.
"Thank you guys, acara baru mulai, jadi tetep asik ya malam ini..." Cheryl naik ke panggung dan bicara di depan microphone. Musik latar perlahan volumenya naik untuk mengisi kekosongan suara di pub. "So, abis ini Resident-resident DJ kita disini, idlehum, P-RAS sama KLAUSWERK, bakal ngehibur kita, tapi gak dibelakang turntable ya.. Mereka ngeband.. haha..." Tepuk tangan kembali terdengar, lebih karena penasaran akan aksi mereka.
Tiga orang DJ itu naik ke atas panggung, menempati posisi masing-masing dengan peralatan mereka yang berat. Synth, sequencer, segala macam. Mukti duduk di belakang drum. Raditya tampak mengatur beberapa synth dan laptopnya dari balik Keyboard. Pras sedangkan mencoba mengatur midi controller yang tersambung dengan beberapa synth pad dan laptop, sambil menggenggam gitar Fender Stratocaster berwarna putihnya. Mereka terlihat serasi dalam balutan seragam yang sama.
"Malem guys"
"MALEM...."
"Makasih nih buat Cheryl, yang bentar lagi mau kawin, ngizinin kita untuk ngasal di panggung" ucap Pras di atas panggung setelah dia selesai mengatur peralatannya.
"Jadi.. mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa namanya Pierre T... Seperti yang kalian tau, Pierre Tendean kan dia pahlawan revolusi... Nah dia kan ganteng banget tuh, tapi karena mati muda, jadinya miris, janji dia kawin ama pacarnya gak kesampean... Terus kita ngeliat ke diri kita, kita sama-sama gantengnya sih, dan miris juga..."
"HAHAHAHA NGAREP" teriak Stefan yang disambut oleh tawa seisi pub.
"Ya jadi karena kita ga punya lagu sendiri... Enjoy ya..."
Volume musik latar lalu turun dan menghilang. Mendadak musik di panggung membahana.
Tunggu. Aku pernah mendengar lagu ini. Gila, nada yang mereka mainkan kaya sekali. Dan Vokal Pras manis sekali, terdengar seperti pria yang sudah berumur. Walaupun mengandalkan banyak sampling dan efek, tapi pasti sulit memainkan musik seperti ini live.
Tunggu. Mendadak ada tiga orang perempuan cantik yang berpakaian sama dengan mereka bertiga muncul. Mereka berdiri di satu tempat, sepertinya backing vokal. Seru juga musiknya. Tanpa sadar, intro tadi membawa kita semua ke lagu kedua.
Sekarang Raditya yang menyanyi. Suaranya lembut dan funky. Sesuai sekali dengan musiknya. Harmonisasinya dengan para backing vokal juga manis.
"Ini parah sih Mas" bisik Ai.
"Liat aja mendadak dancefloor jadi penuh"
"DJ sih... tau gimana caranya bikin suasana mendadak pecah" bisik Anin.
"Stefan mana?" tanyaku.
"Tuh, dah turun ke dancefloor, entah ngedeketin cewek mana tuh" tunjuk Anin.
"Padahal tadi ngeraguin mereka" candaku.
"Udah masuk alkohol juga sih ke darahnya"
"Turun yuk mas..." Ai menarik tanganku. Dan terpaksa aku mengikutinya.
Lucu rasanya berdansa dengan adik sendiri, mengikuti irama musik electrofunk yang dimainkan oleh Pierre T. Ai berputar di tanganku, mengikuti hentakan musik mereka.
"Incest" mendadak Stefan berbisik kepadaku.
"Iri aja gak bisa akrab sama adeknya" balasku.
"Incest"
------------------------------------------
Lagu terakhir dari Pierre T sudah akan dimainkan. Aku dan anak-anak Hantaman sudah siap di Backstage. Ai sudah duduk manis di meja kami tadi lagi. Lucu juga berdansa dengannya. Andai Kyoko ada disini. Pasti sudah kuajak dia duluan ke dancefloor. Menilik selera lagu Kyoko dari Tatsuro Yamashita, dia pasti suka dengan lagu-lagu yang tadi dibawakan oleh Pierre T.
"In a moment we will take the stage" pesanku ke Kyoko.
"Aya must be so cool right now... I want to watch Aya play :3" pesan balasan dari Kyoko.
Aku lalu mematikan handphoneku, dan mengecek gitar yang akan kupakai nanti. Epiphone Les Paul Black Beauty. Semua efek dan perlengkapanku sudah di panggung. Aku menarik nafas, melihat ke arah teman-temanku yang tampaknya juga sudah siap.
Kanaya mendadak masuk ke Backstage. "Kalian ayo, sekarang". Kami pun bergegas. Tepuk tangan penonton sudah riuh saat kami naik ke panggung. Kru panggung menyerahkan kabel kepadaku dan langsung kutancapkan ke gitarku. Aku melirik tajam dan tersenyum ke arah Ai. Dia bertepuk tangan sendiri sambil sumringah melihat kakaknya di atas panggung.
"Malam" Stefan menyapa penonton.
"MALAM"
"Tadi udah ya romantis romantisannya.... Kita bakar sekarang"
"WOOOOOOOO"
"URANG JEPANG!! MAININ KIMIGAYO!!" teriak Kang Bimo entah dari sudut mana.
"Ini, orang ini, si Arya, abis balik dari Jepang, bawa oleh-oleh lagu buat kalian, cek di itunes atau spotify, Matahari Dari Timur judulnya..." sombong Stefan sambil menunjukku.
"AH BUKAN MUSIK ROK!" teriak Kang Bimo lagi, bercanda.
"Mau Rock kang?" tanya Stefan ke Kang Bimo.
"MAU!!"
"Mau musik rock apa ngerogoh rok?" tawa penonton pecah.
"Buat Cheryl yang mau kawin... Ini lagu terakhir di album kedua kita... ILUSI" teriak Stefan.
Suara drum mendadak bersahutan, lewat beat Bagas yang padat. Di saat itulah aku dan Anin masuk, membakar suasana malam itu dan menggoyangkan pub.
------------------------------------------
"Keren kayak biasa..." bisik Ai saat aku yang sudah bersimbah peluh duduk di meja kami. Anin mengikutiku sambil membakar rokok. Frank's Chamber dan si bassist perempuan itu sudah membakar panggung. Dengan adanya Bassist ini, rasanya musik mereka semakin kaya. Si Bassist perempuan bertubuh kurus dan kecil itu tampak nyaman memainkan Bass Warwick 5 senarnya yang besar itu. Stefan sedang di bar, tampak mengobrol dengan tunangan Cheryl. Cheryl sendiri entah ada dimana.
Aku sebenarnya agak khawatir makin malam. Aku takut kalau kami tidak segera pergi, dan DIMH sudah manggung, mungkin Stefan akan membuat ulah. Mungkin. Dia berjanji kepadaku untuk menahan emosinya. Tapi kalau dia mendadak mabuk?
Mendadak pemandangan yang tidak kuharapkan muncul. Lima orang pemuda kurus bertato warna warni masuk dari pintu depan dengan asalnya. Mereka langsung ke backstage tanpa ba-bi-bu. Tampaknya mereka juga tidak begitu ramah ke komunitas musik indie sendiri. Padahal mereka hidup dari sana. Biar lah.
Stefan masih ngobrol dan tertawa-tawa sambil menenggak minuman keras bersama tunangannya Cheryl.
"Makasih yah, udah mau dengerin kita, tepuk tangan dong tamu kita malam ini" Kang Bimo menunjuk ke si Bassist perempuan itu. Penonton bertepuk tangan dengan semangat. "Nah sekarang lagu terakhir yah" Damn. Ini yang aku khawatirkan. DIMH sudah masuk ke backstage dan tampaknya akan bersiap-siap sebentar lagi. Stefan di ujung sana masih menenggak banyak-banyak minuman keras.
Musik kencang di panggung tidak berhasil membuatku fokus. Aku khawatir Stefan mendadak melakukan tindakan yang tolol.
Jantungku makin berdegup kencang saat Frank's Chamber selesai main, dan kru dengan sibuk memasang peralatan milik DIMH. Oke, Stefan masih mengobrol dengan tunangannya Cheryl. Sekarang aku bingung, apakah aku harus menuju Stefan dan menjauhkannya dari panggung?
Rasa Hororku semakin muncul ketika mereka naik ke atas panggung dan mencoba membunyikan alat musik mereka. Karena mereka memang tidak melakukan sound check tadi. Pria-pria muda bertubuh kurus itu naik ke atas panggung dan mengetes suaranya, menyetem, kegiatan yang sebenarnya agak tidak pantas dilakukan di panggung, apalagi sesaat sebelum tampil.
"Bletak!!" Aku melihat botol bir tadi melayang ke arah panggung. Tidak kena siapa siapa, tapi bunyinya cukup keras.
Suasana mendadak hening.
"DASAR BOCAH KAGA TAU DIIRI!!! MASIH AJA NYETEM NYETEM!! KONTOL!!!"
Fuck.
------------------------------------------
BERSAMBUNG