----------------------------
Aku duduk sambil tersenyum penuh arti di dalam kamar penginapan. Akhirnya aku melihat Ai dan Kyoko berinteraksi. Mereka akhirnya bertemu. Percakapan antara mereka sungguh lucu, bercampur antara Bahasa Indonesia dan Inggris.
Perlahan kumakan makanan sarapanku yang tadi kubeli di minimarket.
“Saigo tabemasenka?” tanya Kyoko sambil menahan senyumnya, mengetes bahasa Jepangku. Dia bertanya apakah aku tadi memang belum sarapan.
“Tabete imasen deshita, Kyou wa tabemasu…” jawabku pelan sambil makan.
“Anata ni tabemono o motte konakereba naranai..” Kyoko memperhatikanku sambil tertawa kecil.
“Hmmm……..” Aku berpikir keras mengartikan kalimatnya.
“Berum bisa?” tanya Kyoko dengan manis.
“The sentence is too complex” keluhku sambil tetap makan.
“Padahal udah rajin ya belajarnya” tawa Ai memperhatikan kami berdua.
“Jyadi tadi Kyoko birang… Seharusnya Kyoko ba..wa Tabemono fo’ Aya” tawanya.
“Iya, bilang aja kalau Bahasa Jepangku masih belum bagus” tawaku.
“E?” bingung Kyoko.
“See? Your Indonesia-go is also limited” tawaku.
“Ah… So, talk in English like before? But I want improve my Indonesia-go” Kyoko tersenyum sambil memeluk kakinya, memperhatikanku sarapan.
“Kalian berdua lucu amat sih, langsung rasanya kayak aku dianggurin” tawa Ai.
“Kan udah lama gak ketemu”
“Ano….. “ Kyoko berusaha mencerna kalimat Ai.
“My sister said that… Ah.. Nevermind” jawabku sambil menaruh kotak bento di meja dan langsung mengacak-ngacak rambut Kyoko. Kyoko masih bingung dengan Bahasa Indonesia yang terlalu cair dan kompleks.
“Assalamualaikum!!” pintu kamar penginapanku diketok oleh entah siapa. Suaranya seperti suara Anin.
“Siapa tuuh” Ai membuka pintu dengan semangat. Anin dan Stefan.
“Masih nungguin si Sena beres mandi nih, gue belom sarapan lagi” keluh Anin.
“Eh… Ini dia nyonya Arya…” Stefan langsung merangsek masuk dan melihat Kyoko yang sedang duduk di sebelahku.
“Haro” Kyoko berdiri dan menunduk ke arah Stefan dan Anin.
“Itu, Stefan dan Anin”
“Haro… Kyoko suda.. banya. mendengga… tentang karian…” Kyoko tersenyum sambil melambai ke arah Stefan dan Anin.
“Halo juga, pasti dengarnya kejelekannya ya?” tanya Stefan dalam Bahasa Indonesia yang sengaja dibuat resmi dan kaku agar Kyoko cepat mengerti.
“Ah… Chigaimasu… Aya selalu cerita yang.. Baik.. Baik..” senyum Kyoko.
Mendadak Anin berusaha menyombong, menyapa Kyoko dalam Bahasa Jepang yang sangat kompleks dan lancar. Kyoko tampak kaget dan senang dengan Bahasa Jepang yang lancar itu dan langsung menanggapi Anin dengan semangat.
“Aku jadi gak ngerti dong” bisikku sambil menyentuh pipi Kyoko dengan hidungku.
“Maka… Aya haru.. beraja yanggu… rajin” senyumnya sambil mengacak-ngacak rambutku gemas.
“Jadi geli liatnya… Gue beli sarapan aja deh” tawa Stefan sambil berlalu ke bawah.
Geli. Iya, aku juga geli. Tapi tak tahan lagi. Sudah enam bulan lebih tidak melihat Kyoko, maka sekarang saatnya untuk melepas rasa rindu yang luar biasa melilit ini.
----------------------------
“Tuh kan” celetukku saat Stefan, Anin dan Sena melongo di Meidai Dori. Mereka kaget saat melihat hamparan alat-alat musik di sepanjang jalan itu. Aku tersenyum saja sambil menggandeng tangan Kyoko yang juga geli melihat kelakuan tiga orang itu yang mendadak blingsatan.
“****** gue harus beli yang mana?” tanya Anin panik.
“Anjing jadi pengen beli gitar!!!” teriak Stefan panik.
“Bang kalo duit gue ga cukup minjem ya” teriak Sena panik ke arah Anin.
“Berisik” balas Anin sambil langsung berjalan dan masuk ke salah satu toko disana.
“Dulu dia juga kayak gini ya?” tawa Ai, bertanya ke Ilham.
“Banget, berapa jam dulu disini, sampe gue pegel ngetranslate disini” keluh Ilham mengenang perjalananku Desember lalu.
“Mereka sepe..ti Anakku… Anakku..” bisik Kyoko.
“Nanti di Akihabara juga pasti” jawabku sambil tersenyum. Kyoko tertawa saja sambil terus menggenggam tanganku, memperhatikan tiga orang yang blingsatan di sekitaran Meidai Dori.
Anin mendadak balik lagi keluar toko.
“Arya! sini lo!”
“Apaan sih?” tanyaku bingung. Aku berjalan masuk ke salah satu toko sambil menggandeng Kyoko.
“Liat!!”
“Wow”
“GIBSON THUNDERBIRD LIMA SENAR HARGANYA CUMA 50REBUAN YEN???” Anin histeris.
“Gue bilang juga apa” tawaku.
“INI MURAH ANYINGGGGGG” paniknya sambil melihat-lihat lagi ke seantero toko.
“Ini juga lumayan nih” tunjukku ke salah satu Bass yang dipajang
“Wuih iya, Rickenbacker 4003, tapi masih 100rebuan…” komentar Anin.
“Harga barunya lo tau kan berapa nih” tawaku.
“Duh jadi bingung… Kalo gue beli Rickenbacker tar duit buat belanja mainan abis….” bingung Anin.
“Ya belinya dibatesin dong..” tawaku.
“Eh, sini lo!!” mendadak Stefan muncul dan menarik tanganku. Dia membawaku keluar ke toko lain. Pemandangan yang lucu. Stefan menarik tanganku dan aku menarik tangan Kyoko.
“Gak bercanda ini?” Stefan menunjuk ke tumpukan gitar fender yang harganya berkisar 50ribu sampai 70ribu Yen, sekitar 5.5 juta rupiah sampai 7.5 jutaan.
“Enggak bercanda Fan… Makanya kemaren gue cerita kan, disini lama banget milih-milihnya” senyumku jumawa.
“Ini kontol banget emang harganya!!”
“Aya…” bisik Kyoko.
“Ya?”
“Kontoru… arutinya apa? Mura?” tanya Kyoko bingung
“Ano…. Jikai wa…” ntar aja, jawabku. Kyoko hanya mengrenyitkan dahinya sambil bingung menatapku.
----------------------------
“Puas?” tanya Ilham sambil menertawakan mereka bertiga.
Stefan muncul dengan Gitar Fender Jaguar yang berhasil ia beli dengan harga 60 ribuan Yen, ditambah dengan efek vocal TC Helicon secondhand yang dengan penuh kebanggan dia sombong-sombongkan ke kami. Anin terpaku dengan Gibson Thunderbird Bass 4 senar yang dia dapat seharga 4 jutaan. Sena membeli travelling guitar kecil dan beberapa efek gitar yang murah-murah. Mereka semua terpaku, dan tampak kelelahan.
“Karian, mau makan?” tanya Kyoko yang amazed melihat mereka yang tampak capek belanja, padahal jam baru menunjukkan jam 1 siang.
“Boleh, tolong tunjukkan tempat makan yang murah ya?” balas Stefan masih dengan menggunakan bahasa Indonesia yang kaku.
“Yasui resutoran” bisikku ke Kyoko yang sedang berusaha mencerna kalimat Stefan.
“Hmm… Ano… Ah… Eki mae ni Aru!” serunya.
“Okay then” jawabku.
“Apa katanya?” tanya Stefan yang siap berangkat sambil menenteng tas gitar.
“Depan stasiun ada, Fan” jawab Anin yang mukanya masih amazed.
“Oh, ayo…”
“Please come…” Kyoko menarik tanganku pelan dan kami berdua lantas berjalan menuju depan stasiun.
“Saizeriya?” tanyaku ke Kyoko saat kami tiba di depan restoran, tak lama kemudian.
“Hai… Itarian food, Aya’s fren must be like!” jawabnya ceria dengan bahasa Inggris yang amburadul.
“Okay, demo…. Tomodachi wa?” aku bingung dan bertanya teman-temanku ada di mana, karena mereka dan adikku tidak kelihatan.
Kyoko lantas menunjuk ke arah kami datang tadi. Terlihat teman-temanku dan adikku berjalan tergopoh-gopoh, dan tampaknya mereka capai mengikuti ritme berjalanku dan Kyoko. Kecuali Ilham.
“Ya, kasian dong mereka ritme jalannya belom kejepang-jepangan” tawa Ilham yang mengambil foto mereka semua terengah-engah.
“Kampret si Arya” keluh Anin.
“Dasar Kontol” umpat Stefan.
“Aya… Aya katanya mura? He said? tanya Kyoko bingung ke diriku. Dia masih menyangka kalau Kontol = murah, gara-gara pembicaraan Stefan tadi di toko alat musik.
“Never mind” jawabku sambil menekuk mukaku dengan anehnya.
“Yuk ah masuk” ajak Ilham
“Restoran apa nih Bang?” tanya Sena bingung.
“Ini kayak Pizza Hut gitu deh” jawab Ilham sambil mempersilahkan kami semua masuk.
Kami semua masuk beriringan, tak lupa ketika memesan meja, Anin berkata ke waiter agar kami ditempatkan di tempat yang merokok. Untung ada meja yang cukup untuk banyak orang disana. Setelah kami duduk, Kyoko, Anin dan Ilham berjibaku untuk memesankan kami makanan. Tentunya Stefan sudah pasti memilih Bir.
“Gak kembung minum gituan mulu?” tanya Ai masih dengan nafas yang tersenggal-senggal.
“Kok elu duduk di samping gue?” tanya Stefan sewot sambil menyalakan rokoknya.
“Abis duduk dimana lagi?”
“Pacar incest lo lagi sama pacar benerannya sih ya?” Kyoko mendengarnya dan senyum menahan tawa. Dia sudah mendengar betapa Stefan sering meledekku dan Ai sebagai pasangan incest.
“Asal ih”
“Asal~ ih~” tiru Stefan dengan nada mengesalkan.
“Kok elu jadi sering ngikutin omongan gue sih sekarang?” tanya Ai sewot.
“Suka-suka gue dong” bentar Stefan pelan sambil menatap Ai tajam.
“Ribut mulu, gue laper nih” teriak Anin dari sebrang meja.
“Berisik amat sih” keluhku sambil menggelengkan kepala.
“Tau, diliatin orang tuh” tawa Ilham sambil celingukan.
“Abis adek lo mulai duluan sih” keluh Stefan kesal.
“Nyalahin orang lain” jawab Ai sambil menjulurkan lidahnya.
“Biarin” Stefan meniupkan asap rokok ke arah Ai.
“Mas!” Ai menunjuk ke arah Stefan sambil menatapku tajam. Aku hanya menggelengkan kepala karena kekacauan di restoran siang itu.
----------------------------
Sudah jam 3 sore. Anin, Sena dan Ilham ada di Akihabara. Aku tadi melihat betapa kalapnya Anin di gedung Radio Kaikan. Disana pasti surga untuk orang-orang semacam Anin dan Ilham. Untung tadi dia cuma beli satu bass saja di Ochanomizu. Dan untung jarak Ochanomizu dan Akihabara hanya satu stasiun saja, jadi kami bisa pulang dulu ke penginapan dan menaruh belanjaan disana.
Aku dan Stefan ada di Coffee Shop, di tengah Harajuku. Dia sedang merokok lagi dengan nyamannya, di dalam ruangan merokok. Aku menyesap kopi dinginku perlahan, sambil memperhatikan jalanan yang ramai berisi orang lalu lalang.
Ai dan Kyoko sedang ada di toko permen. Ada satu toko permen besar sekali di Harajuku. Aku lupa namanya, yang pasti model iklannya Avril Lavigne. Tapi entah kenapa waktunya kok seperti lama sekali untuk sekedar belanja di toko permen.
“Lama ya” keluhku sambil melihat jam tangan.
“Biarin aja, kayaknya si Kyoko euforia ketemu adek lo deh” tawa Stefan.
“Dan Ai juga euforia ketemu Kyoko” tawaku balik.
“Gimana rasanya, ketemu dia lagi?”
“Lucu”
“Lucu kenapa?”
“Rasanya tuh kayak kita gak pernah pisah sebelumnya, kayak lagi jalan-jalan weekend sama pacar aja” tawaku.
“Lo selalu lucu emang kalo lagi punya pacar” tawa Stefan.
“Haha, lo juga dong, punya pacar sekali-kali”
“Gak mau”
“Kenapa?”
“Ribet”
“Kok ribet?”
“Gue masih pengen bebas” jawabnya pelan.
“Sampe kapan Fan? Lo gak bisa bebas sampe tua loh…”
“Sampe nemu yang tepat?” jawabnya ragu.
“Tepat itu yang kayak apa sih?”
“Gak tau, sejauh ini ya gitu-gitu aja” dia menghisap rokoknya lagi dalam-dalam.
“Dan gue juga penasaran kenapa lo selalu ngehindari komitmen” lanjutku.
“Ah lo tau kan alasannya kenapa?”
“Tau, tapi masa se-serius itu?” tanyaku balik.
“Serius Ya, gue selalu bosen liat orang tua gue, nikah berpuluh taun, tanpa konflik, tanpa apapun, terlalu adem dan semua terlalu bagus di mata gue, sampe gue bosen liatnya…” jawab Stefan.
“Aneh, padahal semua orang pengennya kayak orang tua lo… Termasuk gue. Lo tau kan gue kayak gimana keluarganya?” tanyaku lagi.
“Entah… Semuanya keliatan bosenin hahaha…..”
“Makanya karena bosen ni anak jadi setan gini kali ya” tawaku sambil memperhatikan jalan, dan akhirnya aku melihat adikku dan pacarku berjalan mendekati coffee shop tempat aku dan Stefan menunggu.
“Mas… Kyoko belanja permennya banyak banget….” tawa Ai saat dia duduk di sampingku.
“Aku sih gak heran”
“Haha…” tawa Kyoko sambil duduk di kursi kosong, dengan kantong penuh permen.
“Kyoko can eat it all?” tanya Ai bingung.
“Of cos… Why?” tanya Kyoko dengan muka bingung juga.
“Kamu baru kenal Kyoko sekarang sih….” tawaku melihat muka bingung Ai.
“Kayaknya Kyoko bisa ngabisin martabak manis seloyang sendiri ya?” tawa Ai masih dengan ekspresi bingungnya.
“Maru.. tabak manis?” tanya Kyoko sambil mengambil lagi permen jeli yang ada di dalam kantong untuk dia makan.
“You’ll like it!” tawa Ai sambil memperhatikan Kyoko yang memang sangat menyukai makanan manis apapun.
“Jalan lagi? Gue masih penasaran liat Sneakers di mari…” Stefan bangkit dan mematikan rokoknya.
“Ayo” aku menghabiskan kopi dinginku dan kami berempat keluar, menuju sore di musim panas yang hangat itu. Aku terlalu fokus untuk menggandeng Kyoko, seakan tidak ingin melepasnya, sehingga setelah sekian lama berjalan, Ai lalu menegurku.
“Mas…”
“Ya?”
“Liat Stefan?”
“Emang kenapa?”
“Kok dia ngilang?” tanya Ai bingung.
“Ah biarin aja, udah gede ini, siapa tau dia kecantol cewek” jawabku berhenti sejenak, ikut celingukan.
“Ai Chan” tegur Kyoko mendadak.
“Yes?” Kyoko lalu menunjuk toko yang menjual gula-gula kapas di tengah kerumunan orang.
“Only 500 Yen, let’s go” Kyoko melepas tangaku lalu dia mengajak Ai mengantri disana. Ai tampak senang mengikutinya. Lucu rasanya bisa melihat adikku cepat akrab dengan Kyoko. Aku berdiri memperhatikan mereka dari jauh, melipir ke pinggir.
“Eh elo disini” tegur Stefan melihatku.
“Loh, tadi kemana?”
“Ada deh…” tawanya ringan.
“Aneh…”
“Lah ini ada lagi si anak setan” Ai dan Kyoko datang dengan membawa gula-gula kapas yang besarnya naudzubillah itu.
“Gede amat” bingung Stefan.
“Biarin, enak tau” jawab Ai.
“Gendut lho entar…”
“Kyoko aja gak gendut-gendut makan manis mulu”
“Itu karena dia jalan kaki kemana-mana, bego, ayo ah, kita cari sneakers cepetan!” Stefan menarik tangan Ai dengan paksa, terus merambah Takeshita Street.
“Kawaii…” bisik Kyoko sambil berjalan di sebelahku, melahap gula-gula kapas.
“Kawaii? Dare?” tanyaku ke Kyoko, maksudnya siapa yang dia bilang lucu.
“Imoto to Tomodachi, Sutefan… Kappuru ka? Watashitachi no yona?” tanyanya kepadaku.
“Iee… Chigaimasuyoo….” gusarku.
“Usoo..”
“Hountou….”
“Haha…. Usotsuki..” bisiknya. Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar kesimpulan Kyoko. Masa dia sangka mereka berdua couple seperti kami. Terus aku bilang bukan, dia malah bilang aku bohong. Yasudah lah… Haha.
Kita nikmati saja hari ini terus. Lucu memang, seperti double date antara Aku, Kyoko, Ai dan Stefan. Terus terang sejak aku menyangka mereka berdua tidur bareng di Naeba, aku agak sedikit berbeda memandang mereka.
----------------------------
----------------------------
----------------------------
“******” Stefan menggelengkan kepala melihat tumpukan action figure, model kit dan macam-macam lainnya di kamar Anin.
“Murah-murah banget semua Fan…” Anin tampak kalap melihat mereka semua satu per satu.
“Ini kalo pas balik, ketangkep ama bea cukai gue gak mau bantuin loh” keluh Stefan sambil mencoba mengambil satu kotak.
“Mazinger Z… Ini robot apaan nih jadul banget begini tampangnya” bingung Stefan.
“Emang robot jadul fan…”
“Tapi ini kok tulisannya taun 2000an?”
“Kan mainannya ada terus sampe sekarang, bego”
“Anjing gue dibego-bego” Stefan melempar kotak robot itu ke arah Anin.
“Woi bangsat… Kalo penyok awas!” Anin menangkapnya dengan susah payah, untung tidak jatuh.
“Yaudah guys, gue nganter Kyoko balik sampe Mitaka dulu ya” senyumku ke dalam kamar Anin.
“Daaah” Anin melambaikan tangan kearah kami, dan Bagas tampaknya masih tidur. Gila, seharian hibernasi, tapi memang rasanya sangat lelah beberapa hari ini.
“Nganterin balik ampe rumah?” tanya Stefan.
“Iya”
“Ketebak banget mau ngapain…” seringainya.
“Apa sih”
“Pasti ngewe ya? Hahahahaha…”
“Aya? Ngewe wa.. nani?” tanya Kyoko polos kepadaku.
“Huss… Enough-enough… let’s go to Mitaka…” Aku segera mengajak Kyoko berjalan turun ke lantai bawah untuk kemudian ke Stasiun kereta malam itu. Kami sudah makan malam, dan aku sangat menikmati hari ini. Dan akhirnya aku bisa berdua lagi dengan Kyoko. Berdua seperti dulu.
Bisa kulihat tadi betapa cerianya muka teman-temanku dan Ai di hadapan Kyoko. Dan aku senang mereka semua bisa menyambut Kyoko dengan baik, dan sebaliknya. Tadi bahkan Ai merengek agar Kyoko menginap saja di penginapan kami, karena dia masih ingin mengobrol panjang lebar dengan calon kakak iparnya, katanya. Tapi masih ada tiga hari lagi bersama. Tentunya masih banyak waktu untuk Ai. Tapi tampaknya terlalu sedikit untuk aku dan Kyoko.
Kami berjalan berdua di malam yang hangat itu, bergandengan tangan seperti dulu.
“Aya…”
“Yes?”
“You know I Miss you so much?” bisiknya sambil bergelayutan di tanganku.
“I know… And I miss you too…” bisikku balik sambil menggenggam tangannya erat. Stasiun Ochanomizu sudah di depan mata.
“And Kodama miss you too” tawanya.
“I know, Kyou-Kun told me”
“And he said that you meet saungaruden, right?”
“Yes, awesome” tawaku.
“And I can’t wait to see Aya’s video when in Fuji… Must be so cool!” serunya saat kami masuk Stasiun. Kami berpisah sementara untuk masuk gerbang Stasiun.
“Mee too, Can’t wait to see the video” senyumku. Pasti di channel youtube Fuji Rock Festival akan tayang. Chiaki sudah memberitahu kami untuk menunggunya muncul.
“And you know what?” bisikku ke Kyoko. “Aku kangen sekali sama Mitaka”
“Mitaka seraru… Siappu… Kapanpun, Aya akan datanggu ke sana” jawab Kyoko dengan Bahasa Indonesia yang masih terbata-bata.
Aku menempelkan kepalaku ke kepala Kyoko dan kami lantas berjalan ke Platform tujuan kami.
----------------------------
----------------------------
----------------------------
Jam 10 malam, dan aku serta Kyoko sedang berpelukan di dalam kamar yang sepi itu. Baju kami berdua masih lengkap. Aku memeluknya dari belakang, di atas futonnya yang tebal. Aku mencium wangi tubuhnya yang tampaknya keluar dari lehernya.
Pada saat kami datang ke café, suasana sudah sangat sepi, hanya ada Kodama yang berbaring dengan tololnya di dapur. Kyou-Kun tampaknya pergi minum. Setelah secangkir teh hangat yang dibuatkan oleh Kyoko, kami berdua lantas saling berpandangan dan ciuman kecil terjadi diantara kami berdua. Hidung kami berdua bertemu, mengingat masa 6 bulan yang lalu, dimana kami untuk pertama kalinya saling menyentuh dan lantas berakhir bersama. Tak butuh waktu lama untuk kami memutuskan untuk naik ke atas, ke kamar Kyoko.
AC yang mendinginkan kamar membuat kami semakin erat berpelukan. Sudah bermenit-menit kami lalui tanpa suara. Diam, saling menggenggam dan merasakan keberadaan masing-masing.
“Aya to issho ni iru to ochitsuku” bisik Kyoko, menyatakan betapa dia sangat merasa nyaman bersamaku.
“Watashi mo…” bisikku sambil mencium pipinya yang lembut.
Aku menciumi bagian belakang lehernya dan menghirup aroma rambutnya yang tak berubah. Damai rasanya. Perasaan seperti ini yang kurindukan sejak enam bulan yang lalu. Berdua dengannya, dalam kesunyian malam, merasakan genggaman tangannya yang lembut, dan membenamkan diri bersama.
“Kyoko…. You know? This is all I ever want…” bisikku. Aku mencium bagian belakang telinganya dengan lembut, merasakan badannya sedikit bergetar menahan geli. Aku lantas mencium bahunya dan membenamkan kepalaku di lehernya, menciumnya perlahan, merambat dan menjelajahinya dengan perlahan. Matanya terpejam, dengan senyum tipis, menandakan dia merasa nyaman dalam pelukan dan ciumanku.
“Aya….” Kyoko beringsut, berbaring telentang dan menatap mataku tajam. “Anata ga iru dake de wakaushi wa shiawase dayo….” bisiknya. Aku menatapnya terus ke dalam matanya, mencoba mengartikan kata-katanya.
“Ano….” tawaku.
“Sentence too hard?” tanyanya
“Hai…” Aku mencium hidungnya.
“That means… Aku senang ada Aya disini she kar.. rang…”
“Sepertinya Bahasa Indonesianya Kyoko lebih bagus daripada Bahasa Jepangku” pujiku.
“Sonna koto arimasen” jawabnya dengan bercanda, mengetes pengetahuan Bahasaku. Aku tahu artinya, itu artinya ‘gak bener ah’
“Emm…. Kyoko wa hontou ni atama ga ii desu yo!” balasku. Mengatakan bahwa dia memang pintar.
“She karang… Kita cho.. Ba… Bicara dungan.. Bahasa.. Inndonesia” Kyoko tersenyum melihatku yang menatapnya dengan lekat.
“Bentar, jangan ngomong dulu” bisikku sambil mencium bibirnya erat. Kyoko menerimanya dengan baik. Bibir kami saling melumat dengan lembut, saling menyentuh, mencoba meredakan rasa rindu yang sudah melilit sekian bulan lamanya. Nafas kami beradu, bibir kami saling mencium dengan penuh perasaan, merasakan diri masing-masing yang selalu kami pikirkan selama ini.
Ada rasa panas yang kami mendadak rasakan, dan kami merasa baju kami mengganggu. Tanganku mendadak bergerak, merayap lewat pahanya, meraba-raba badannya yang masih berpakaian lengkap. Kyoko tersenyum malu menanggapinya. Aku membenamkan kepalaku di bahunya, merasakan tangan Kyoko membelai pipiku dengan lembut. Dan dia membisikkan sesuatu kepadaku. “Kondoomu motteru?”
Aku mengangguk, menandakan kalau aku membawa kondom. Aku tertawa tanpa suara dan membalikkan badannya agar menghadapku. Kini kami berhadapan, dan kami kembali berpelukan, saling menciumi dengan penuh hasrat. Bisa kurasakan ada sesuatu yang menegang dibawah celanaku. Sudah enam bulan aku tidak menyentuh dirinya. Aku bisa merasakan kami degup jantung kami berdua, saling beradu. Entah kenapa rasanya gugup. Padahal aku sudah beberapa kali tidur dengannya.
Tanganku mulai perlahan ingin membuka sweaternya. Tanganku memegang sweaternya dan berusaha melepaskan sweater tipis itu. Sekarang atasan Kyoko hanya tinggal T-shirt polos berwarna abu-abu muda yang dengan jelas memperlihatkan bentuk tubuhnya. Bentuk tubuhnya yang berlekuk indah, yang selalu tersembunyi di balik pakaiannya yang sopan.
“Iroppoi…” bisikku memuji keseksian bentuk tubuhnya.
“Uso….” bisiknya membalasku, mengatakan kalau aku bohong.
“Uso janai..” bisikku balas.
“Us..” dan sebelum sempat membalas ucapanku lagi, aku melumat bibirnya dengan bibirku, tanganku memeluk pinggangnya dengan erat, mendekapnya dan merasakan kontur badannya di badanku. Tanganku lalu turun, meremas pantatnya yang indah itu, yang bersemaya, di balik celananya. Kyoko merespon semua perbuatanku dengan memeluk kepalaku dan membelai rambutku dengan lembut. Dia pasti sudah sangat merindukanku.
“Aya…”
“Yes?”
“I wait for moment like this… like forever… And now dream come true…” matanya mengerling penuh haru, lalu mencium bibirku lagi dengan lembut. Mendadak ia mendorongku, dan menduduki pinggangku. Kyoko berinisiatif untuk memulai.
Ia melepas t-shirt polosnya perlahan, dan bisa kunikmati transisi bagian atas tubuhnya. Perutnya yang rata dan indah itu mulai terlihat, lalu perlahan bisa kunikmati buah dadanya yang bulat sempurna itu. Indah sekali, dibalut dengan pakaian dalam berwarna putih dan bermotif polka dot merah.
Tanganku tak mau diam, aku mencoba melepas sabuknya, dengan agak terburu buru.
“Yukkuri… “ bisiknya agar aku pelan-pelan. Aku tersenyum dan mulai memperlambat tempo. Aku lalu melepas bagian atas celananya, mulai dari sabuknya, lalu kancing celananya, lalu menurunkan resletingnya sambil menatap mukanya yang terus tersenyum malu ke arahku. Rasanya seperti dua orang remaja yang akan melakukan hubungan seks untuk pertama kalinya. Kyoko lalu mendekat ke arahku dan meluruskan kakinya, agar celana yang ia pakai gampang dilepas.
Kini badan indah Kyoko yang hanya memakai pakaian dalam yang senada ada di atas tubuhku, memeluk tubuhku, membuatku merasakan tiap lekuk dan bentuknya dengan erat di badanku. Dia mencium bibirku pelan dan lalu mencium pipiku. Dia bergerak perlahan, mencium telingaku, lalu turun kebawah ke leherku. Tangannya menggenggam diriku, mengisyaratkan bahwa ia ingin memulainya duluan. Aku pasrah saja. Dia bergerak terus ke bawah, sambil sesekali mencium badanku, dan menghirup aroma tubuhku.
“Aya… Daijobu?” tanyanya mendadak.
“Daijobu…” bisikku, mengizinkannya untuk membuka celanaku. Kyoko lalu membukanya perlahan, dimulai dari sabuk, lalu kancingnya, dan menurunkannya perlahan. Dia lantas menurunkan celana dalamku dan selanjutnya, penisku yang sudah berdiri tegak terlihat di hadapannya.
Kyoko lantas menyentuhnya dengan bibirnya. Ia mencium kepalanya perlahan, seakan-akan itu adalah binatang menggemaskan yang ia idam-idamkan. Dia menciumnya dengan lembut, lalu dia berbaring di samping kakiku dan mulai. Mulai memasukannya ke mulutnya.
“Unngh…” aku kaget. Perlahan ia mengulum penisku, naik turun, berusaha untuk tidak menggunakan tangannya. Pelan tapi pasti, ia menggerakkan kepalanya untuk memberikanku kenikmatan. Ia menutup matanya, mencoba menghayati bentuk penisku dan mencocokannya dengan gerakan mulut dan lidahnya. Dia berusaha memberikanku kenikmatan. Kenikmatan lewat sentuhan dirinya yang sudah lama tak kurasakan ini.
Cukup lama aku merasakannya. Hingga aku tidak tahan lagi. Aku sudah ingin menerkamnya dari tadi.
“Kyoko… Yamete…” bisikku.
“Ngg?” dia bingung, mungkin dia berpikir dia berbuat kesalahan. “Nanika?”
“Come…” Aku menyuruhnya naik dan memelukku. Aku memeluknya dengan erat, menciumnya dan lantas membanting badannya perlahan ke atas futon. Aku berubah posisi, bangkit dan lalu mencoba menciumnya. “Turn around” bisikku sambil menciuminya. Kyoko menurut. Ia berbalik badan, dan telungkup di hadapanku. Aku menumpang di belakang pantatnya, dan lalu membuka perlahan baju dalamnya. Punggungnya yang bersih dan halus kini tanpa penghalang lagi, dan aku menurunkan celana dalamnya untuk kemudian membuatnya telanjang. Aku lantas membuka t-shirtku dengan tidak sabar dan menurunkan celanaku sejadi-jadinya. Aku lantas menimpa Kyoko dari belakang dengan lembut, menciumi dan meraba bagian belakangnya. Kuciumi punggungnya, perlahan, sampai ke lehernya. Tanganku meremas pantatnya dengan lembut, mencoba untuk menguasai tubuhnya dengan penuh kasih sayang.
Terkadang remasan tanganku di pantatnya mendapatkan reaksi geli dari badannya. Terutama karena aku merabanya hampir mengenai daerah kewanitaannya. Puas menguasai bagian belakang tubuhnya, aku lantas membalikkan tubuhnya, melihat payudaranya yang indah, menguasai seluruh pandanganku. Dengan perlahan juga, aku merabanya, sambil melihat erat ke matanya. Aku meraba buah dadanya yang besar dengan seksama, sambil mencoba mencium bibirnya yang indah itu. Kedua tanganku sibuk mempermainkan kedua buah dadanya. Kuremas pelan, sambil kumainkan putingnya, dan lantas tanganku dengan nakalnya membuatnya geli.
“Ummm…..” desahnya di balik ciumanku. Dengan nakal juga aku langsung memindahkan bibirku untuk melumat putingnya, kembali memetakan memoriku akan badannya di kepalaku. Kulumat semuanya dengan penuh penghayatan. Ini rasa yang sangat luar biasa. Rasanya sungguh nikmat, wangi tubuhnya membiusku, begitu juga dengan kelembutan kulitnya yang memanjakan sentuhanku.
Aku mencoba untuk berbaring di sebelahnya sekarang, sambil menciumi bibirnya. Tanganku mencoba meraba pinggangnya, dengan perlahan meraba ke area kewanitaannya. Dia tampak sudah siap. Aku lalu memeluknya, menciumnya perlahan. Dia memagut bibirku dengan penuh perasaan.
Aku bangkit dan dia mengikuti perpindahan badanku. Kami duduk berdua di atas futon, saling menghadap, dan memandang. Kyoko dan Arya, ada disini lagi sekarang dan saling memadu cinta kembali.
Dia tersenyum kepadaku, kami berdua sudah telanjang bulat dengan indahnya dan kami lantas saling berciuman. Aku meraih lehernya, dan terus menciumi seluruh bagian yang bisa kucium. Kami beradu bibir, dan tak jarang kami saling menciumi leher satu sama lain, dan tanganku terus berusaha meraih buah dadanya yang menantang itu.
Akhirnya kuraih buah dadanya untuk kucium, mulai dari putingnya, kulitnya, terus naik ke atas untuk kuciumi leher dan bibirnya. Kami bertukar ciuman dan rabaan dengan begitu panasnya. Terasa jika kami berdua sudah sangat ingin langsung pada intinya, tapi kami mencoba menahan diri untuk bisa menikmati malam ini lebih lama lagi.
Aku meraih paha Kyoko, mencoba menyingkapnya. Lalu aku menarik tubuhnya, agar bisa kupeluk sambil duduk. Kedua kakinya melingkari diriku dan dia meraih pelukanku. Dia dengan panas menempelkan badannya ke diriku, lalu menciumiku dengan nafsu yang ditahan. Bibir kami beradu dengan panas, penuh hasrat dan rasanya tubuh kami berdua naik suhunya.
Kupeluk erat dirinya dan aku menciumi lagi buah dadanya. Tidak tahan karena tubuhnya menggantung begitu saja di badanku, aku menjatuhkannya dengan pelan ke futon. Dia menyerah. Kyoko menyerah begitu saja ketika aku meremas tangannya dan melumat kembali buah dadanya dengan bibirku. Dengan sabar aku menjilati putingnya, untuk terus merayap, merambah dan menjelajahi seluruh permukaan buah dadanya dengan lidahku.
“Unngh… Aya… Ah…” Kyoko mengerang. Dia menikmati ini semua. Aku lantas berpindah untuk mencium lehernya dengan ganas.
“Uhh…..” desahnya di telingaku. “Aya… Kimochi….” bisiknya dengan manis. Aku meneruskan ciumanku, melumat lehernya habis-habisan. Seluruh feromon yang ia punya tampak keluar dengan derasnya dari lehernya. Maka aku tidak bisa berhenti. Kulumat terus lehernya, sambil sesekali berpindah ke pipi, lalu memagut bibirnya, dan dengan tak tahan lalu menstimulasi lehernya lagi.
Memang bagian paling menarik dari perempuan adalah payudaranya. Aku berbalik lagi melumat payudaranya dengan penuh nafsu. Kakinya terus melingkari badanku di saat aku melahap kedua belah buah dadanya dengan penuh gairah.
“Ahh…… Aahh… Aa… Aahh…” Kyoko makin merasakan serangan dari bibirku ke seluruh badannya, terutama saat aku bergerak kebawah, ke perutnya, ke ulu hatinya dan lalu kuciumi pahanya. Hingga wajahku kini sekarang menghadapi vaginanya. Dengan pelan kujulurkan lidahku, sambil menyentuh bibir vaginanya yang lembut dan wangi itu.
“Uuuuh………….” dia mengerang kenikmatan saat lidahku bermain, menjilati bibir vaginanya dengan mesra. Tanganku menahan kakinya dan membelai perut dan dadanya. Tangan Kyoko meremas rambutku, tidak tahan oleh kenikmatan yang kuberikan. Aku tidak ingin menghentikannya, kubasahi seluruh permukaan vaginanya dengan lidahku, lalu menciuminya dan memainkan seluruh permukaannya. Aku memeluk pahanya, membiarkan lidahku mengambil alih, untuk merasakan tubuhnya yang indah. Kyoko mengerang, mendesah dan bersuara tidak karuan karenanya. Tangannya bergerak otomatis meraba buah dadanya sendiri saking nikmatnya.
Aku masih berkutat di bibir vaginanya, dengan segala cara aku menstimulasinya, dengan ciuman, jilatan, bahkan permainan bibirku kuberikan semua kepada dirinya. Kepada daerah kewanitaaanya. Aku melahap daerah kewanitaannya dengan seksama dan tanpa cela. Badannya mendadak menegang.
“Aya… Ahh….. Ahh… “ tangannya menarik rambutku tanpa tenaga. Punggungnya menegang dan menekuk ke arahku. Dia tampak ingin menghentikannya karena terlalu gila mungkin rangsangannya. Tapi aku tak peduli.
Kyoko sudah menyerah. Dia hanya bisa menyentuh rambutku dengan lemah, sambil berbaring dengan pasrah di atas futon kamarnya. Suasana malam musim panas yang tenang seakan menyuruhnya untuk pasrah saja menerima apapun yang kuberikan.
“Nggg……” badannya terkulai dengan lemas karena jilatanku. Dia terlihat sangat menikmatinya. Aku semakin bersemangat melihatnya. Tanganku lalu mencoba naik meraba buah dadanya, tapi posisinya agak sulit, jadi aku hanya bisa memuaskan diriku dengan meraba perut dan pahanya.
“Aya… Aaaahhh… Aaa………”Dia menegang dan mengejang. Aku menghentikan jilatanku dan naik keatas tubuhnya.
“You came?” tanyaku dengan nafas berat.
“No… Almost…” senyumnya malu-malu. Aku lantas melumat bibirnya kembali dan menciuminya dengan lembut.
Kutarik lagi tubuhku, dan Kyoko bangkit mengikutiku. Dia tampak tidak ingin melepas bibirku dan menciumnya dengan penuh perasaan sambil meremas rambutku. Kami saling memagut, memadu kasih dengan ciuman-ciuman dalam yang tanpa henti.
Sepertinya ini sudah saatnya. Aku mencari celanaku dan merogoh ke dalam sakunya. Aku mengeluarkan kondom dan menggenggamnya di tanganku. Kyoko lalu mendorong tubuhku, agar aku berbaring. Dia meremas penisku dengan tangannya. Jari-jarinya yang lembut menggenggam batang kemaluanku dengan jahilnya. Ia meremasnya pelan, lalu dia meneruskan pekerjaannya tadi yang belum selesai.
Dia meraba badanku, sambil melihat ke mataku dengan tajam. Aku sedikit bangkit dan meraihnya, lalu berciuman dengannya sejenak. Tangannya merayap dari dadaku ke selangkanganku. Ia membuka mulutnya kembali dan memasukkan penisku ke dalam mulutnya sambil menatapku. Tangannya meremas lembut penisku saat ia mengulumnya dengan gerakan pelan.
Dia memasukkannya penuh ke dalam mulutnya, menjilatnya dan menyelimutinya dengan dinding dalam mulutnya yang lembut. Ia memperlakukannya seperti seakan-akan penisku terbuat dari coklat favoritnya. Ia kulu, dengan penuh penghayatan, sambil menatapku dan tidak sedikitpun berusaha mengendurkan iramanya.
Tangannya mengocok pelan, lalu dengan gerakan perlahan ia melepas penisku dari mulutnya. Ia menggenggam batangnya lalu menyibakkannya ke arah lain, dan mulai menjilati buah zakarku dengan lembutnya. Ia kadang menggigitnya lembut dengan bibirnya, tetapi lidahnya benar-benar menguasai. Gila. Sensasi macam apa ini? Rasanya begitu lembut. Rasanya aku tidak ingin mengakhiri malam ini.
Kyoko terus mengulum penisku dalam dalam, sambil mengocoknya lembut, dan aku lalu menarik tubuhnya. Aku membiarkannya menciumi bibirku dengan panas.
“Aya… Don forget…” bisiknya. Aku mengangguk dan merobek bungkus kondom yang kubawa. Aku memakaikannya dengan cepat, dan Kyoko memeluk tubuhku dengan sabar. Setelah selesai kupakai, dengan lembut Kyoko duduk diatas selangkanganku dan pelan-pelan kurasakan penisku masuk ke vaginanya yang telah licin itu.
“Aahh….” Kyoko mendesah. Dia menggerakkan pantatnya dengan irama pelan, sambil terus berada dalam pelukanku. Aku meremas buah dadanya yang indah itu, sambil kami tetap berusaha saling berciuman. Bisa kurasakan dinding vaginanya meremas penisku dengan nikmatnya, dan rasanya sungguh luar biasa. Kami berciuman dan aku tetap meraba-raba seluruh permukaan badannya.
Dia sedikit bangkit dan aku berusaha untuk menciumi putingnya.
“Unnh….” desah Kyoko sesuai irama gerakan badannya. Tentunya ekspresi mukanya sudah tidak dapat ia control lagi dengan segala kenikmatan yang ia rasakan sekarang. Penisku menghunjam vaginanya dengan deras dan bibirku terus melumat putingnya. Kedua tanganku tidak berhenti meremas dadanya. Sudah pasti ia merasakan stimulasi yang luar biasa.
“Daisuki….” bisikku perlahan.
Kyoko hanya mengangguk pelan sambil mendesah. Ia tidak bisa menahan lagi rasa nikmat yang menjalar dari daerah kewanitaannya ke seluruh badannya.
“Ohh… Ahhh… Ahh… Mmm…..” aku berpindah mencium bibirnya. Pantatnya masih terus bergerak, dan penisku dengan nyamannya merasakan stimulasi gila-gilaan dari dinding vaginanya. Suara pantatnya beradu dengan pahaku, bergema di telingaku. Badannya berada dalam pelukanku. Tanganku meremas pantatnya dengan erat, sementara nafas kami berdua beradu. Muka kami saling menempel, beradu pipi, beradu nafas dan bisa kulihat pipinya memerah. Dia sangat menikmatinya.
“Mmmnnn……” desahnya saat aku meremas erat pantatnya yang bulat. Tanganku lalu bergerak kemana-mana. Bergerak merambah, menyentuh, dan merasakan kelembutan kulitnya. Aku mencoba memetakan badannya dengan tanganku. Bibir kami berdua tidak bisa lepas saat aku mulai menciumnya lagi. Kami bahkan menyesuaikan irama ciuman kami dengan irama gerakan pantatnya.
Seakan-akan kami tidak ingin membuang waktu lagi, Kyoko duduk tegak dan membiarkan tanganku meremas semua yang bisa kuremas. Dia bergerak dengan liarnya di atas penisku. Kedua tanganku meremas buah dadanya dengan erat. Tangannya bertumpu ke badanku. Aku lantas memegang perutnya, membantunya bergerak. Buah dadanya yang besar itu berguncang dengan indahnya di mataku. Ekspresi kenikmatannya menambah pemandangan yang luar biasa.
“Aya… Uhh… Kimochi ii ne….” bisiknya dalam guncangan tubuhnya yang hebat itu. Sejauh ini memang malam ini adalah malam terpanas kami. Buah dadanya terus menari seirama dengan naik turun badannya. Ia menatapku lekat, merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tak terasa, saking hebatnya kami berdua bergerak, vaginanya sudah sangat basah sehingga aku bisa bergerak semakin leluasa di dalam sana.
Aku menahan tubuhnya, agar irama percintaan kami berubah menjadi pelan. Aku mencium bibirnya dan mengisyaratkan berubah posisi. Kyoko menurut. Ia melepas penisku dari tubuhnya dan badannya mengikuti tanganku. Aku membaringkannya dan lantas kembali bermain dengan bibir vaginanya. Aku menjilatinya kembali, sengaja agar stimulasi yang ia rasakan semakin luar biasa.
“Ahh.. Aya… Dame… Dame.. Kusugattai…” Ia kegelian. Aku tertawa lalu beringsut ke atas. Aku memeluknya dari belakang, dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku memeluk perutnya dan ia membelai pipiku, saat aku menghunjamkan penisku. Kedua kakinya tertutup rapat, memberikan jalan untuk penisku menggaulinya dari belakang. Kyoko berbaring miring memunggungiku. Aku menggunakan posisi ini agar dapat bebas menciumi lehernya dan mempermainkan buah dadanya.
Beberapa orang menyebutnya posisi sendok. Aku tak peduli apa namanya. Tapi aku bisa dengan leluasa menyetubuhi Kyoko dari belakang dan penisku bisa masuk dengan dalam. Kyoko pasrah, bersandar ke badanku saat penisku menggagahinya, tanganku dengan aktif meremas payudaranya dan ciuman-ciumanku menjelajahi lehernya.
Desahannya sudah tanpa suara dan tangannya terkulai. Tak jarang ia menyeka keringat yang turun ke wajahnya, ataupun berusaha merabaku dengan lemah. Aku menguasai dirinya. Dia tidak berdaya di pelukanku. Dia pasrah menerima seluruh gerakan cintaku. Aku sangat bersemangat bersatu dengannya malam ini. Tidak ada siapapun lagi di dalam kepalaku kecuali Kyoko.
Aku meraih pahanya dan berusaha melebarkan pahanya, agar aku bisa makin leluasa menggaulinya. Kyoko pasrah, dan malah sedikit merubah posisinya agar aku dapat menciuminya. Aku menerima ajakannya. Bibir kami berdua bertemu, dengan panas dan tanpa ragu tanganku ikut berbuat nakal. Aku meraba bibir vaginanya sementara penisku dengan gerakan yang stabil menghunjam ke vaginanya.
“Aya… umai…” bisiknya keenakan.
“Ummm?” balasku sambil mencium lehernya dengan ganas. Entah kenapa bibir kami berdua tidak bisa diam. Selalu mencium apa saja yang lewat di depan kami, leher, bibir, pipi, bahu, secuil kulit Kyoko yang lewat di depan mataku pun tidak luput dari ciumanku. Aku kembali menutup paha Kyoko dan menarik penisku perlahan.
“Unhh…” bisiknya mengambil nafas. Aku lantas bergerak ke atas tubuhnya, dan menyibakkan kedua belah pahanya. Aku mengambil posisi misionaris, dan Kyoko pasrah begitu saja.
“Aaaahhh…….” bisiknya saat aku kembali memasuki vaginanya. Aku menggaulinya dengan gerakan yang bersemangat, dan bibir kami berdua kembali bertemu. Tangan Kyoko terkulai ke samping, tak kuasa menerima semua kenikmatan malam itu. Rasanya seperti selamanya.
“Uhh… Uhh…” desahnya seirama dengan gerakan pantatku yang terus menusuk vaginanya tanpa ampun. Kadang mata kami berdua bertemu dan kami saling tersenyum malu dalam persetubuhan kami. Gila. Aku terus menggerakkan penisku di dalam vaginanya yang semakin lama terasa semakin sempit dan licin. Panas tubuhnya merambat lewat pelukannya dan daerah kewanitaannya.
Aku tak bisa berhenti lagi. Aku terus menggaulinya, menatap wajahnya erat. Kyoko menatapku dengan tatapan pasrah yang penuh arti. Aku menerima sinyal darinya. Dia tampaknya sudah tidak tahan lagi.
Gerakanku malah semakin liar. Aku menstimulasinya terus terusan. Rasanya penisku selalu tidak cukup dalam menggagahinya. Penisku bergerak dengan nyamannya, tanpa penghalang kecuali pengaman, dengan leluasa dalam tubuh Kyoko. Dia makin lama semakin lemas dan bisa kulihat dia mengerang tertahan dengan mata tertutup.
Aku hapal bahasa tubuh seperti ini.
“Nng…” desahan kecil muncul dari mulutnya. Aku terus menggaulinya tanpa henti.
“Ahh…. Nnng…..” Badannya semakin tegang. Matanya tampak terpejam lebih keras lagi. “Mmmhhh….” semakin terasa sempit lubang vaginanya.
“Aya…. AAHH…….. AYA……………” Dia mengejang, mendesah tidak karuan. Punggungnya menjadi kaku, dan tangannya mencengkram erat pergelangan tanganku.
“Unnng……. Ahhh…. Ahhh……..” Kyoko menegang, dengan liarnya dan badannya mengeras sesaat. Aku semakin liar menggerakkan tubuhku. “Aya… iku… iku… Aaaahh….” Badannya semakin tegang, menjepit penisku dengan keras. Aku tak tahan lagi.
“Kyoko… Ahh….“ bisikku sambil melepas spermaku di dalam tubuhnya. Tentunya terhalang oleh kondom.
“Unngg…. Aaaaahh……” desah Kyoko melepas orgasmenya. Kami bertatapan dalam diam, dan nafas kami berdua terdengar sangat berat.
Kami berdua mencapainya bersama. Mendadak kami tersenyum, dengan lemah. Saling menatap. Kami telah melepas rindu. Kami telah bersama malam ini. Aku tersenyum dengan tololnya dan mencium bibirnya lembut. Tanganku mencoba meraih selimut, dan kami berdua menutup diri dengan selimut itu. Kami berpelukan cukup lama, sebelum aku beringsut setelah penisku kembali melemah.
Kyoko lalu meraihku dan memelukku. “Anata nashidewa ikite ikanai” bisiknya.
“And… That means?” bisikku dengan manis, sambil mencium pipinya.
“I cant live without you, Aya”
----------------------------
BERSAMBUNG