Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .
Bimabet
MDT SEASON 1 - PART 37

------------------------------------------

004df610.jpg

Jam 3 sore, Jakarta, dengan air hujan yang entah mengapa mendadak membasahi Jakarta. Di Pub yang biasa, Mega Kuningan, aku memainkan gitar akustikku di atas panggung, dengan diiringi oleh sorotan kamera dari para wartawan. Suara parau Stefan memekakkan telinga dengan indahnya. Anin memainkan Bass Akustik dan Bagas memainkan Cajon.

Sebuah sesi akustik sebelum diadakannya press release. Press Release sebelum keberangkatan kami, Hantaman ke Jepang.

Semuanya sudah dipersiapkan.

Kami akan berangkat di hari rabu, sampai sana Kamis pagi, dan langsung dijemput oleh Chiaki, Liaison Officer kami, ke Naeba Ski Resort di Yuuzawa, Niigata, ke Venue. Semua pengisi acara akan diinapkan di Naeba Prince Hotel. Itu artinya kami satu hotel dengan Soundgarden!

Perjalanan dengan mobil dari Haneda memakan waktu sekitar dua - tiga jam. Setelah Check in, kami akan check sound di venue. Dan hari Jum’atnya kami manggung. Soundgarden akan manggung di hari Sabtu, di panggung utama, Green Stage. Menurut informasi yang kami terima, jarak antar panggung sangat jauh dan terjal, karena memang area pegunungan, yang ketika musim dingin digunakan sebagai arena Ski dan wisata musim dingin.

Lalu minggu sore besoknya kami akan pindah ke Tokyo, menempati penginapan di Ochanomizu, untuk refreshing. Kami sudah memutuskan, akan menghabiskan 4 hari dari Senin sampai Kamis di Tokyo.

Sayang sekali Kyoko tidak bisa ikut ke Venue, karena kakaknya, akan sibuk mengiringi dua penampil di acara yang sama. Salah satunya menjadi Bassistnya Shuya Okino, DJ kenamaan ala jepang, yang beraliran Broken Beat dan Funk. Oleh karena itu, Kyoko terpaksa menjaga sendirian cafe itu selama kakaknya bermain di venue yang sama dengan kami, tiga hari lamanya.

Tapi tak apa, karena itu pula, maka empat hari setelahnya dia minta libur, dan diizinkan oleh kakaknya. Dan aku sangat tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama Kyoko di Tokyo pada 4 hari di musim panas itu.

Yang ikut dari Jakarta, ada enam orang. Selain kami berempat, akan ada Sena tentunya yang selama ini selalu setia bertugas di mixer pada saat kami manggung. Satu lagi… Ai. Ya, Ai. Dia menghabiskan jatah cuti kantornya demi ikut ke Jepang, dan dia bilang dia mau berperan sebagai ibunya anak-anak, seperti Soundrenaline di Bali kemarin. Tapi kuduga dia hanya mau liburan dan bertemu dengan Kyoko. Atau belanja. Atau shopping. Atau jalan-jalan. Atau main. Atau apa.

Sementara di Jepang sendiri Ilham akan bergabung. Dia akan mengajak temannya, orang Singapura yang juga sedang berkuliah disana untuk bertindak sebagai seksi dokumentasi kami. Tentunya kami menggunakan kesempatan manggung di Jepang ini sebagai ajang untuk membuat Video Klip.

Dan tidak hanya di venue itu kami akan manggung. Kami akan manggung juga di hari selasa malam. Tepatnya di Shinjuku, sebuah Rock Bar bernama Gravity. Ilham yang bergerilya mencari venue untuk kami. Perkara nanti yang nontonnya kebanyakan mahasiswa Indonesia yang sedang S2 di Jepang, tak masalah. Yang penting kami sampai ke Jepang. Sedangkan di kepalaku sendiri terbayang betapa senangnya Kyoko waktu aku beritahu tentang Fuji Rock Festival. Dengan bodohnya dia menarik Kodama dan menjadikan Kodama bergerak layaknya boneka yang sedang berdansa di saat dia menerima kabar menyenangkan itu.

“Bikin anak Ya” Bisik Stefan waktu itu, saat kami sedang rapat di Studioku soal perjalanan ke Jepang.
“Taik”
“Serius, kapan lagi”
“Kagak lah gila…. dibacok kakaknya ntar gue” tawaku waktu itu.

Perasaan senang seperti ini rasanya luar biasa. Rasanya semua ringan. Fuji Rock Festival akan kami guncang!

------------------------------------------

“Jadi nanti kami akan ada showcase lagi, di Gravity Rock Bar Shinjuku, selain di Fuji Rock Festival” jawab Anin di microphone, pada saat sesi tanya jawab dengan wartawan. Aku, Bagas dan Stefan duduk dengan rapih bersama Anin, dan Stefan sedang merokok dengan santainya.

“Mas Arya nanti istrinya diajak lagi ke Jepang?” tanya seorang wartawan dengan usil. Pasti ini maksudnya Kyoko. Kenapa dia menyimpulkan Kyoko istriku?
“Maaf saya belum nikah” senyumku ke arahnya.
“Oh…” bingung si wartawan. Aku juga heran kenapa pertanyaan tolol tanpa dasar seperti itu mendadak bisa ditanyakan olehnya.

“Jadi, gimana rasanya bisa ada di satu acara dengan Soundgarden?” pertanyaan lain dari wartawan lain.
“Sejujurnya kita merasa tersanjung, karena gak setiap saat orang bisa ketemu dan sejajar dengan idolanya, justru dengan adanya acara ini, kami merasa bahwa musik Indonesia itu sudah setara dengan musik di negara maju lainnya” ucap Anin diplomatis yang disambut oleh tepuk tangan beberapa wartawan. Kanaya ada di bar, memperhatikan kami sambil merokok dan senyum-senyum.

“Kalau ketemu sama Soundgarden, Kalian mau ngapain? jawab satu-satu ya”

“Ngasih CD sama minta tanda tangan” jawab Anin.
“Klasik, salaman, foto bareng, ngobrol” jawabku.
“Saya mau cium Chris Cornell di bibir erat-erat” canda Stefan yang diiringi tawa para wartawan.
“Saya gak suka Soundgarden” jawab Bagas dingin. Dan mendadak hening.

"....."

“Amm… Pertanyaan berikutnya?” sahut Anin untuk memecah suasana awkward.
“Mas Arya kan sudah ngerasain gig di Jepang, kira-kira nanti apakah suasananya bakal sama?” another pertanyaan aneh.

“Mungkin untuk gig yang di Shinjuku bakal mirip, karena suasananya bar/café. Tapi kalo Fuji Rock Festival beda lah. Itu kelas dunia. Mirip kayak Soundrenaline gitu” jawabku.

“Ada pesan untuk band-band Junior yang punya mimpi main di luar negri juga?” akhirnya pertanyaan yang umum dan diplomatis.

“Terus main musik, jangan peduliin apa kata orang” jawab Anin singkat.
“Dan jangan cengeng, jangan alay, jangan ngesok, jangan sok jago, jangan suka bikin emosi, jangan kayak tai kelakuannya, jangan…” mendadak kalimat panjang Stefan berhenti karena kakinya ditendang oleh Anin. Sudah pasti Stefan membicarakan DIMH.

“So… Ada pertanyaan lagi? sebelum kita tutup sesi wawancara?” tanya Anin dengan ramah ke arah para wartawan.

“Kira-kira ada pesan yang dibawa apa oleh Hantaman di Jepang? Terutama karena saya dengar, Mas Arya gagal dikontrak oleh label rekaman di Jepang sana karena lebih milih untuk bareng Hantaman di Indonesia…” Shit. Dapat isu dari mana dia? Ketiga personil lainnya menatapku dengan perasaan tidak enak. Aku menelan ludah. Anin sudah bersiap menjawab, dan aku malah memotongnya.

“Saya gak pernah milih kalo soal Hantaman. Ini band yang bikin saya besar. Semua kesempatan yang bagus akan saya ambil kalau saya gak harus ngorbanin teman-teman saya. Kalau harus ngorbanin mereka, maaf, itu terlalu berat. Dan di sisi lain, pesannya Cuma satu. Jangan pernah percaya sama orang yang ngeremehin kamu. Jangan pernah percaya sama omongan busuk di belakang ataupun di depan mata kamu. Kita disini jelas, kita bermusik, kita punya pesan dalam musik kita, dan ini adalah jalan hidup saya dan kita semua. Hidup ini soal kesetiaan. Sekalinya kamu gak setia, hidup kamu bakal rusak kedepannya...” seruku tegas ke wartawan tersebut, sampai dia tidak enak hati sendiri ekspresinya.

“Oke, kita tutup sesi wawancaranya, doakan kami sukses, minggu depan, hari Rabu pagi, kami akan terbang ke Jepang, doakan selamat, ini semua untuk musik Indonesia. Rock On!!” teriak Anin di microphone menutup sesi wawancara.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

“Mama pasti kangen sama kalian” senyum ibuku saat makan malam di rumahku. Aku dan Ai tersenyum mendengarnya.
“Kita Cuma seminggu ma…” jawab Ai dengan senyumnya.
“Nanti salamin buat Kyoko ya” senyum ibuku padaku.
“Iya ma” jawabku dengan hati berbunga-bunga karena keberangkatan ke Jepang semakin dekat. Jepang. Ada apa aku dengan negara itu. Sungguh gila semua kebetulan yang terjadi dari akhir tahun lalu. Dimulai dari ide gilaku pergi kesana selama sebulan, sehabis menyelesaikan album baru Hantaman, membuat single dan rilis disana, lalu bertemu Kyoko, lalu pulang dengan membawa hubungan yang super manis seperti itu, lalu tawaran dari A.E.U.G. yang tidak nyaman, lalu… Sekarang Fuji Rock Festival. Ini gila.

“Mama mau oleh-oleh apa?” tanyaku ke Ibuku.
“Aduh, buku masak kemaren aja belum sempet dibaca semua” senyumnya.
“Mama oleh-olehnya menantu aja gimana?” celetuk Ai jahil.
“Hahaha….” tawa Ibuku mendengarnya.

Aku menendang kaki Ai di bawah meja, dan dia balas menendangku. Akhirnya kami jadi tendang-tendangan.

“Kalian tau?” sela Ibuku. “Kalian berdua gak pernah berubah dari kecil. Selalu deket, selalu akur, selalu mesra. Mama bersyukur punya anak seperti kalian….. Walau dulu kita berat, tapi kalian gak jadi anak-anak yang….”
“Nakal?” selaku.
“Aneh?” sela Ai.

“Semacam itu lah… Kalian benar-benar cepet dewasa dulu…. Maafin Mama ya, dulu kalian banyak terlibat di hal-hal gak enak dan harusnya Mama lindungin kalian dari itu semua…” mendadak suasana jadi haru.
“Semua udah lewat Ma…” Aku tersenyum dan melirik ke arah Ibuku dan Ai. “Sekarang kita semua udah bahagia, dan udah sampe disini perjuangan kita semua. Kita sudah bersyukur dengan baik dan sekarang kita banyak dapat buah dari kesabaran kita dulu” ucapku dengan bangga.

Kami melanjutkan makan malam kami dalam hening. Dengan rasa puas. Dengan rasa bangga bahwa kami sekeluarga telah melewati masa-masa sulit dan dengan selamat kami dapat melewatinya.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

hqdefa10.jpg

“Besok ya” bisik Stefan sambil menenggak bir dari gelas besar.
“Iya” aku menenggak lemon tea dari gelas besar juga.
“Gak sabar” Anin menimpali sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Udah kontakin si Chiaki-Chiaki itu kan?" tanya Stefan.
"Udah kok, responsif, bahasa inggrisnya agak lucu, khas orang Jepang lah" jawab Anin.
"Orangnya kayak gimana?"
"Gak tau, foto profilnya poster acara...."
"Ah kalo gak pede pajang foto muka gitu pasti gak oke orangnya" cibir Stefan.

Malam terakhir di Jakarta sebelum kami terbang ke Jepang besok pagi. Malam masih muda. Jam 7 malam. Di Pub. Musik elektronik mengalun tenang di tempat itu. Aku tidak sabar mendaratkan kakiku di Jepang, menjajah Fuji Rock Festival, dan lalu menghabiskan 4 hari trip bersama Kyoko. Aku menarik nafas dalam-dalam.

“Deg-degan Ya?” tanya Anin.
“Banget”
“Lo mah deg-degan pengen ngewe” canda Stefan.
“Tai”
“Serius… BTW lo sekamar Ai terus dari pas Niigata sampe ke Tokyo?” tanya Stefan.

“Kenapa? Kan wajar kali kakak adik….” Anin yang menjawab.

Komposisi tidur kami mirip seperti di Bali. Di Niigata Prince Hotel, aku sekamar dengan Ai, Stefan dengan Sena, Bagas dengan Anin lalu Ilham dengan temannya yang orang Singapura itu. Sedangkan di Tokyo nanti, kami sengaja memilih penginapan di daerah Ochanomizu, agar dekat dengan Meidai Dori, tempat dimana banyak toko alat musik, yang pernah kudatangi waktu ke Jepang dulu dan berhasil membeli gitar disana.

Aransemen kamar di Tokyo kurang lebih sama, bedanya hanya tiga kamar, karena Ilham dan temannya pasti tidur di apartemen atau rumah masing-masing. Dan apa enaknya dari semua tempat menginap kami di Jepang? Semuanya bebas merokok, sehingga Anin, Stefan dan Sena bisa bebas merokok di dalam kamar, tidak seperti waktu di Singapura. Mereka selalu blingsatan mencari tempat merokok yang tentunya dilarang di banyak tempat.

“Jangan-jangan di Tokyo mau threesome ama adek dan pacar lo…” seloroh Stefan sambil menyalakan rokok.
“Sembarangan” ujarku. Kepalaku sudah ada di jalanan Mitaka. Bagaimana suasananya di Musim Panas? Apakah masih menyejukkan hati seperti dulu? Kangen rasanya bergandengan tangan dengan Kyoko di Inokashira Park. Dan dia juga pasti kangen. Aku tidak sabar melihat dirinya mempermainkan Kodama di hadapanku. Kucing gendut yang sombong itu.

“Woi!”
“Eh?” aku kaget.
“Ngelamun si tai” tegur Stefan.
“Haha….” tawaku ringan sambil mengambil cemilan kentang goreng yang sudah mulai dingin.

“Pokoknya gue harus jajah Akiba, Museum Bandai, Gundam Front, ama beli Bass di Ochanomizu!” seru Anin bersemangat.
“Emang cukup duitnya?” tanyaku.
“Cukup lah… Duit dari Fuji Rock kan gede” Anin senyum dengan sumringahnya.
“Takutnya lo belanja kayak orang kalap gitu Nin…”
“Kagak lah, dibatesin, ntar ketangkep cukai tau rasa kalo kebanyakan, dikira buat dijual lagi” senyumnya dengan muka yang bersemangat.

“Kebayang gak? 7 tahun lalu, nekat ngeluarin album pertama, masih culun, sekarang kita udah ada disini” senyumku ke Anin dan Stefan.
“Gak kebayang” geleng-geleng Anin. “Gue pikir selamanya gue bakal ngajar Bass dan gak kemana-mana…” senyumnya.

“Tangan gue dulu masih bersih” Stefan memperlihatkan tangannya yang penuh tato dengan menarik lengan kemejanya.
“Rambut gue belom membotak” Anin mengusap kepalanya yang plontos.
“Kita bisa ngasih Sena makan” sahutku.
“Singapur, Thailand, Malaysia, dan sekarang Jepang… Inget gak dulu gig pertama kita di luar kota, Bandung? Kita gemeteran banget waktu itu” tawa Anin.
“Ngewein cewek groupies pertama gue…” kenang Stefan.

“Yang di mobil itu ya? Yang kita semua harus nongkrong di warung sampe subuh nungguin elo?” tanya Anin sewot.
“Yoi, intinya gue di Jepang ntar harus dapet memek lah” senyum Stefan nakal.

“Bangsat ya, perjalanan kita… “ aku menarik nafas panjang lagi, dan membayangkan masa depan. Bakal jadi seperti apa nanti Hantaman? Ini memang jalan yang terjal, bersama mereka dari nol sampe ke titik ini. Dari sekedar acara kampus biasa yang gak jelas juntrungannya sampai ke Fuji Rock Festival.

Dari latihan di kamar sampai di studio milik pribadi. Dari bukan siapa-siapa sampai ke exposure media. Semua karena kami selalu tekun mengerjakan hal yang kami suka. Tanpa mendengar suara-suara sumbang. Suara sumbang dari Ayahku, dari siapapun, dan sampai yang terbaru, dari Lars dan Karina. Kini kami bisa mengalahkan semuanya. Kami merasa lengkap.

Aku menarik nafas panjang lagi untuk menyembunyikan rasa semangatku yang menggebu-gebu. Akhirnya aku memeriksa handphoneku. Ada pesan masuk dari orang yang sedang menungguku sampai di Jepang.

“Safe flight untuk perjalanan besok hari, Aya. Tidak sabar untuk ingin segera bertemu dengan Aya ^-^” bunyi pesan singkat dari Kyoko di media sosialku. Aku tersenyum dengan gemasnya, dan mengetik pesan balasan.

“Watashi o mattete kudasai… Kyoko ga inai to samishi…”

Wait for me. I feel so lonely without Kyoko.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

54168810.jpg

"Mana itu bangsat-bangsat bertiga?" tanya Stefan dengan sewot di Terminal 2 keberangkatan Soekarno Hatta. Kami naik maskapai nasional yang direct flight kesana, berangkat hampir tengah malam di hari rabu yang tenang ini. Besok sekitar jam 9 pagi kami akan mendarat di Haneda. Dari sana lalu meluncur dengan mobil yang disediakan oleh pihak panitia ke Niigata.

Sejam lagi waktunya boarding, aku, Ai dan Stefan menunggu dengan tidak sabar, dengan koper kami bertiga dan gitar-gitarku yang bertumpuk di depan kami. Anin, Sena dan Bagas belum muncul. Katanya on the way, tapi belum kelihatan batang hidungnya.

"Udah gue bilang padahal kita sore ngumpul di studio aja, terus jalan bareng kesini, tapi katanya si Bagas masih mau gawe hari ini.... Geblek" bisikku ke mereka.
"Lo berdua kenapa sih?" sewot Stefan mendadak.
"Apaan kok kita berdua jadi kena omel juga?" tanyaku bingung.
"Ini liat! Kakak adik macam apa sih kalian!"

"Cuma karena adek gue ngantuk terus kepalanya nyender ke gue terus lo jadi sewot gitu?" tanyaku dengan muka heran.
"Uhh... Mana sih yang laen... Kalo batal berangkat gue tutup studio sampe kiamat...." keluh Ai yang mengantuk.
"Kalo ga jadi berangkat gue suruh tu orang bertiga udunan buat datengin pacar lo ke sini Ya!" seru Stefan kesal.

"Tumben belain gue"
"Biarin!"
"Senewen gue karena kita belom cek in!!! itu ngantri tau!!" tunjuk Stefan ke counter.

"Guys!!!" Anin melambai dari jauh sambil menenteng dua koper, satu tas bass. Sena menenteng satu tas bass lainnya dan satu koper yang sangat besar. Bagas hanya membawa ransel besar yang terlihat sangat praktis tapi minimalis.

"Banyak amat koper elo Kontol!" teriak Stefan. "Ayo check in cepetan!!" kami langsung bersiap-siap mengangkut semua barang bawaan dan lantas mengantri.
"Ini koper kosong" tunjuk Anin dengan Jumawa.
"Buat apa koper kosong?"
"Buat ngeborong di Akihabaraaaa" senyumnya.

"TOLOL!! BELI DISANA AJA KOPER KOSONG MAH!!!" teriak Stefan yang menarik perhatian orang-orang.
"Sssttt... udah, ngantri aja" bisikku ke Stefan.
"INI LAGI SATU CUMA BAWA RANSEL!!" bentaknya ke Bagas.

"Cukup kok" jawabnya dengan muka datar.
"Lo gak bawa Snare drum? Cymbal? Stik?" bingung Stefan kelabakan.
"Kan udah minta di riders semuanya"
"Kan itu bukan barang punya elo!"
"Sama aja"
"Feel nya beda pasti!!" teriak Stefan.
"Fan udah woi" bisikku.

"Sama aja" jawab Bagas dingin tanpa ekspresi.
"Panas gue lama-lama ama kalian, sama-sama gak jelas" marah Stefan sambil mendekati counter check in. "Mbak, gak usah pake nanya lagi ya!! Ini bagasinya udah di gedein semua!" teriak Stefan ke staf counter yang bersiap menyapanya. Aku hanya bisa mengurut dada sambil menggeleng-gelengkan kepala, begitu juga dengan Ai yang matanya sudah menyipit ngantuk.

Proses check in dan di imigrasi pun akhirnya berjalan dengan lancar, dan kami berenam segera beranjak ke Boarding Lounge. Gate untuk Boarding ke pesawat dibukan setengah jam lagi. Kami makin anxious. Stefan juga pasti begitu, makanya dari tadi ngomel terus.

"Lo katanya udah pernah ke Jepang Fan, kok masih keliatan senewen gitu?" tanya Anin dengan muka menyelidik.
"Gini. Yang pertama pas kecil, sama bonyok. Kedua pas SMA, ama bonyok, ketiga pas kuliah, ama bonyok... Gue belom pernah kesana dalam posisi kayak sekarang" jawabnya tajam.
"Oo... ke disneyland ya sama papa mama? Nangis ga pas naik wahana?" ledek Anin dengan konyolnya.

"TAIK!" jawab Stefan dengan kesal. "Lo liat ni orang berdua Nin. Ini balik dari Jepang jadi bayi gue rasa" tunjuk Stefan ke aku dan Ai.
"Sial" jawab Ai yang melipat kakinya di atas kursi.

"Honeymoon ya dek?" tiba-tiba ada suara Ibu-ibu tua di belakang aku dan Ai. Aku dan Ai terpaku, sedang Stefan tampak menahan tawa, dia dan Anin lalu kabur duduk menjauh mendekati Bagas yang seperti biasa duduk di pojok. Sena sedang ke toilet.
"Aa... Anu tante... cuma becanda kok tadi.... temen kita hehehe..." senyum Ai awkward.
"Hehehe... Pasti Honeymoon deh... Kalian berdua serasi banget.... Tante doain cepet dapet momongan ya..." senyum ibu-ibu itu sambil berlalu. Dari sudut mataku bisa kulihat Anin dan Stefan tertawa lebar di pojok sana.

"Mampus" bisa kulihat gerak bibir Stefan dari jauh, menertawai kami berdua.

"Eh udah tuh mas" Ai mencolekku dan menunjuk ke arah petugas-petugas maskapai yang mempersilahkan para penumpang untuk mengantri dan masuk. Aku lantas berdiri dan adikku mengikutiku. Stefan dan yang lainnya menyusul, termasuk Sena yang tegopoh-gopoh berjalan dengan cepat dari toilet.

Stefan lalu memeluk bahuku dan Ai.

"Mari kita jajah Jepang" bisiknya bangga. Aku tersenyum mendengarnya.
"Jajah boleh, tapi bahu gue jangan diremes-remes gitu dong... Gue teriak nih" balas Ai kesal.
"Haha" tawa Stefan melepas tangannya.

Ayo, mari kita taklukkan Jepang.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
MDT SEASON 1 - PART 38

------------------------------------------

img_sp10.jpg

"Welcome to Japan Aya (^w^)" pesan dari Kyoko langsung terlihat saat kami sudah landing di Bandara Haneda, Tokyo. Bandara yang menjadi tempat terakhir perjumpaanku dengan Kyoko sebelum pergantian tahun.

Tokyo. Sinar matahari pagi yang cerah dan terlihat terik menembus koridor yang menyambungkan terminal kedatangan dan antrian imigrasi. Seluruh penumpang sudah turun, aku dan Ai sedang menunggu teman-temanku yang sedang antri di WC.

Stefan keluar duluan.

"Masih gak rubah ya mereka, tetep rapih dan bagus antriannya" puji Stefan ke para penumpang lain.
"Ya namanya orang Jepang Fan" jawabku dengan antusias.
"Parah gue semalem di pesawat susah tidur, si Anin ngorok banget"
"Iya, gue juga denger, tapi akhirnya tidur-tidur aja kok"

"Elu berdua mah, liat nih" Stefan menunjukkan fotoku dan Ai yang sedang tidur lelap. Kepala kami berdua saling bersandar dan kami terlihat tidur dengan nyamannya.

"Iya emang kita tidur kacau banget enaknya" celetuk Ai sambil melihat foto itu.
"Bukan itu!! lo berdua mesranya keterlaluan!!" seru Stefan tak mau kalah.
"Ah elu mah iri aja sama kita" balas Ai lagi sambil geleng-geleng kepala.

"Ahh... Jepang, damai banget rasanya...." Seru Anin mendadak dengan Bagas dan Sena yang mengiringi dirinya.
"Bacot! ayo, cepet ke imigrasi, ambil bagasi, dan ketemu si Chiaki-chiaki itu! Udah kontak-kontakan sama elo kan?" teriak Stefan sambil berlalu, dan di jawab dengan anggukan kepala oleh Anin. Kami semua mengikutinya dengan geli melihat tingkahnya yang selalu bersungut-sungut.

Setelah selesai semua urusan di imigrasi dan bagasi, kami semua keluar dengan tidak sabarnya.

"Hai! Here! Here!" seorang perempuan muda membawa kertas besar dengan tulisan "HANTAMAN - INDONESIA".
"Lah... Boljug Ya" Stefan membisikiku dan tanpa sadar dia menghampiri Chiaki.

Tampang Chiaki sangatlah manis, berdandan quirky dan gerakan tubuhnya sangat-sangat ceria dan menggemaskan.

"Hi... Hajimemashite... Watashi no namae wa Stefan desu..."
"Hi Chiaki desu! No need to talk Japanese, I can speak English" senyumnya dengan Bahasa Inggris yang lumayan lancar untuk orang Jepang. Mendadak Anin menyusul dan menggeser Stefan. Mendadak Anin bicara dengan panjang lebar, dalam bahasa Jepang yang luar biasa lancar.

"Sumimasen, omatase shimasuta. Ware-ware wa Hantaman, Anin desu.. dozo yoroshiku...." sapa Anin dengan lancar, meminta maaf karena telah membuat Chiaki menunggu dan memperkenalkan kami sebagai Hantaman.

"Nihongo ga dekimasuka?" tanya Chiaki polos. Dia menanyakan apakah Anin dan Stefan bisa bahasa Jepang.
"Mou sukoshi dekimasune.... Kono hito wa, dekimasen..." ujar Anin menyombongkan dirinya yang bisa berbahasa Jepang, sambil menunjuk Stefan yang dia bilang tidak bisa Bahasa Jepang. Tampaknya Anin akan jumawa disini. Sementara aku yang bisa dibilang jarang berbahasa Jepang dengan benar memilih berkenalan dengan Chiaki dalam Bahasa Inggris saja.

"So, the minibus will pick us up front, are we still waiting for another?" dia menanyakan apakah kami masih menunggu orang lain lagi.
"Yes, I'll contact him first, two more will join...." jawabku. Aku mencoba membuka line dan mengontak Ilham.

"Lucu banget Bang" bisik Sena ke diriku, sambil memperhatikan Chiaki lekat-lekat.
"Tapi jangan diliatin kayak gitu juga kali" jawabku risih.

Dan sebelum sempat aku mengontak Ilham, tiba-tiba sosok bertampang arab datang dari kejauhan. "WOI!" teriaknya senang melihat Anin. Anin yang sedang konsentrasi mengobrol panjang lebar dengan Chiaki lantas kaget.

"ILHAM!" teriaknya dengan panik. Mereka berdua memang bersahabat sangat dekat. Anin lari ke arah Ilham dan Ilham lari ke arah Anin. Mereka berdua lantas berpelukan dengan erat, sambil berputar-putar dengan muka yang sangat bahagia. Stefan terlihat menggeleng-gelengkan kepala.

"Udah disini ada pasangan incest, ada pasangan homo pula...." keluhnya. Bagas hanya diam sambil memperhatikan handphonenya terus menerus.

"Buset, makin gemuk aja lo Nin!!!" teriak Ilham histeris.
"Elo makin arab aja!!"
"Elo sinting ya!"
"Iya!"

"Yuk jalan, pa kabar lo Ham!" aku berusaha menyalami Ilham yang masih memeluk Anin.
"Aduh Arya.... Gimana kabar lo, pacar lo gimana?" senyumnya sumringah.
"Baik semuanya" jawabku dengan senang melihat wajahnya.

"Yaudah yuk!" ajak Anin. Mereka berdua masih berpelukan.
"Bentar, temen gue masih ngerokok...." jawab Ilham sambil merogoh Handphonenya dari saku celana. Dia lantas memiscall temannya itu.

"Yang orang Singapur itu Ham?" tanyaku, sementara masih melirik Stefan yang sedang mengobrol dengan Chiaki, tentunya dengan muka khas predator seksualnya. Sena masih bingung celingukan, Ai mencoba mengajak Bagas bicara yang tentunya tidak diperhatikan dengan baik oleh Bagas.

"Oh, tapi apa gak ngerepotin gitu Ham, gue sih pengennya elo doang.... Gue agak-agak males kalo orang lain yang ga kenal gitu...." keluh Anin.
"Tenang, dia keren banget anaknya, jago banget serius deh..." senyum Ilham.
"Yah, tapi orang Singapur suka rada sok jago kan...."
"Ini jago beneran"
"Alah..."

"Gitu amat lu Nin..." tawaku.
"Kagak, gue jadi inget LO kita waktu acara di Singapur itu yang ngeselin, kebanyakan omong........." keluh Anin.
"Tuh dia....." tunjuk Ilham.

Mendadak Anin melongo. Seorang perempuan dengan fitur muka timur tengah, entah india atau arab, berdandan sangat tomboy dan berambut sebahu awut-awutan menghampiri kami sambil mengunyah permen karet dengan gayanya yang super cuek.

"So?" tanyanya.
"We're ready to go" senyum Ilham.
"Okay..." Matanya mengerling cuek sambil menatap kami satu-satu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Hi, we're Hantaman, my name is Arya..." Aku mengulurkan tanganku untuk berkenalan. Anin masih terpaku.
"No need to talk in English la... Bahasa also can" dengan santainya dia menerima tanganku untuk bersalaman.

"Call me Zee" Zee memperkenalkan dirinya dengan cuek. Kami semua bersalaman dengan dia, dan dia selalu menunjukkan muka cuek nya.

"Zee juga Otaku kayak kita Nin!" seru Ilham dengan semangat.
"Hh.. Otaku... Sebutan macam apa itu.... I'm not Otaku... I just like to watch Anime and collect things" ucapnya cuek sambil mengunyah permen karet. Anin makin terpana. Gawat. Tipe yang seperti ini tipe Anin sekali. Apalagi otaku. Mampus. Aku merasakan nafas Anin memberat dan matanya membelalak, dengan pupil mata yang semakin membesar.

"Er.. Koleksi apa?" tanya Anin kaku.
"A lot.. Kamen Rider? Gundam also like... Anything lah..." jawab Zee sembari kami semua berjalan ke drop off, melewati banyak kerumunan orang lainnya di Haneda.
"Kamen Rider? Sudah nonton yang baru? Ex Aid?" tanya Anin antusias.
"Sudah... But not interested... I like Showa better" jawabnya. Heisei dan Showa adalah periode tahun di Jepang. Bisa dibilang Heisei adalah “jaman sekarang” dan Showa adalah “jaman dulu”.

Gawat. Pasti Anin makin semangat. Jadi ingat Anggia mendadak. Terakhir kali aku melihat Anin berekspresi seperti itu ke perempuan ya ke Anggia. Persis. Sama.

Aku merasakan ada dua konstelasi. Stefan fokus ke Chiaki, dan Anin fokus ke Zee. Aku dan Ai hanya saling berpandang-pandangan sambil mengulum senyum.

"Ham, Anin gawat tuh" bisikku ke Ilham.
"Udah gua duga sih..." Ilham menelan ludah.
“Kenapa pas gue kemaren kesini si Zee ini gue gak ketemu ya”
“Dia lagi sibuk di kampus...” jawab Ilham pelan.

"Kalau Gundam suka seri apa? Saya juga suka Gundam." tanya Anin antusias dan agak annoying.
"Banyak... Cannot name it all" Zee dengan santai dan cuek terus meladeni Anin.
"Gue paling suka Gundam Wing.... Nu Gundam juga sih..."
"Wing? I like UC better..." gawat. Ini anak kayaknya pengetahuannya jauh lebih luas dari Anin.

"Oh iya, emang Gundam-gundam Universal Century designnya senada semua kan, makanya lebih masuk kali ya..." Anin berusaha mengikuti alur.

"Not all. F91 and Crossbone tidak sama designnya dengan yang lain...." Geblek. Sepertinya cewek ini otaku parah.
"Lebih streamline ya? Kalau Zee suka yang mana?" tanya Anin masih dengan sok ramah, sementara kami menunggu mobil van datang.
"Mono eye and Grunt Unit?"
"Grunt Unit?" Anin bingung.
"Grunt Unit... GM, Guncannon and all... " jawab Zee sambil memperhatikan Van yang datang. Anin speechless. Untung Van sudah datang. Chiaki menghampiri supir dan meminta dirinya membantu menaikkan bawaan kami ke Van yang besar itu.

"Nin" bisikku sambil mencoba mengajaknya bicara.
"Ya"
"Nin... Naik mobil gih"
"Kacau! keren banget cewek ini....." aku hanya menggaruk-garuk kepala saat Anin memperhatikan Zee naik ke dalam Van, sambil sedikit-sedikit mengobrol dengan Chiaki dalam Bahasa Jepang.

Kami semua sudah duduk di dalam mobil van yang luas itu. Aku di sebelah Ai, dan sepertinya Anin sengaja duduk di belakang, berderet dengan Zee dan Ilham. Stefan duduk di belakang Chiaki yang duduk di samping supir.

"Hi All, Minna!" sapa Chiaki lewat pengeras suara.
"Haloo" sapa kami semua, kecuali Bagas.

"So, we're now heading to Niigata, and we will arrive at 12 o clock, so.... We will have lunch first, and then at 3 pm we sound check, ok!" serunya dengan ceria diiringin senyumnya yang super manis.

"Okeee" sahut kami semua, kecuali Bagas.

------------------------------------------

trip-310.jpg

“Adek lo kok ikut?” bisik Ilham saat kami berhenti di rest area.
“Ngabisin jatah cuti, katanya mau ngurus kita, tapi gue pikir dia cuma mau jalan-jalan...” tawaku sambil menghirup kopi dingin di tengah suasana panas yang terik. Anin, Stefan, Sena dan Zee sedang di smoking area bersama sang supir. Chiaki tampak menemani Ai di minimarket. Sebenarnya tidak bisa disebut minimarket, karena besar, tapi lebih kecil kalau dibandingkan dengan department store biasa.

“Gimana LDR, lancar?” tanya Ilham sambil tertawa.
“Lancar so far”
“Dia gak ikut?”
“Kakaknya manggung dua kali di Fuji Rock, jadi dia jagain tuh cafe sendirian tiga hari, tapi abis itu libur dia, empat hari buat diabisin sama kita” senyumku.
“Terus lo bisa bahasa Jepang dong?”
“Yaa..... Nihongo o benkyo shimasu lah...” jawabku sambil tertawa, yang artinya sedang belajar bahasa Jepang. ilham hanya tertawa mendengarnya.

“Mas mau gak nih” Ai menawarkan cemilan kepadaku, sambil duduk di kursi juga, diiringi oleh Chiaki. Aku mengambil beberapa dari tangannya.

“So, your sister said that your girlfriend is Japanese?” tanya Chiaki.
“Yes” jawabku geli.
“Where do she live?”
“Mitaka”
“Aahh... Mitaka, I Know, nice city, right?” senyum Chiaki dengan manisnya. Aku hanya mengangguk dan menghirup kopiku lagi, di tengah panasnya musim panas di Jepang. Suhunya tak terlalu beda dengan Jakarta, tapi terik mataharinya ya ampun sekali. Tidak lembab seperti Jakarta, namun suasana kering ini membuat udara terasa lebih panas.

“Mereka masih ngerokok?” tanya Ai. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 11 siang. Sepertinya sekarang kami sedang di tengah perjalanan. Aku mengangguk sambil memeriksa handphoneku, dan membalas pesan-pesan dari Kyoko. Lucu rasanya, aku sedang ada di Jepang juga, tapi belum bertemu Kyoko.

Stefan mendadak datang menghampiri kami.

“Kacau tuh si Anin, dibantai terus ama temen lo”
“Zee mah emang parah... Kalo gak kuliah, dia nonton anime mulu di apartemennya...” tawa Ilham.
“Geblek...”
“Seminggu sekali ke Akiba, ada aja yang dibeli, dan gue udah gak ngerti lagi yang dia beli dan tonton apaan”
“Wong edan” tawa Stefan.

“Dan gue tau Anin lemah banget ama cewek model gitu.... Jadi inget Anggia gue” ujar Ilham.
“Yang mana sih Anggia” tanya Stefan.
“Itu yang kemaren pas di acaranya Cheryl berantem ama cowoknya di parkiran” tawaku mengingat kejadian itu.
“Ngomong-ngomong Cheryl, ada yang liat Bagas ga?” tanya Stefan lagi.

“Ga tau tu orang kemana.... Kenapa sih hidup gue penuh ama orang-orang ajaib macem kalian?” tanyaku dengan bercanda.
“Lo sendiri ajaib Ya...” keluh Stefan sambil mengusap mukanya.
“Ngomong-ngomong, namanya Zee, itu kependekan dari apa sih, Zainab?” tanyaku penasaran ke Ilham.

“Yah nama-nama semacam itu lah” tawa Ilham.
“Terus jadi Zee biar keren kali....” celetuk Stefan geli sambil bersandar di kursi.
"Yaaah.... biar gampang disebut ama orang Jepang mungkin" komentarku.
"Tuh mereka datang ke sini..."

Sena datang dengan tololnya diikuti oleh Zee dan Anin. Anin tampak terus mencoba berbicara pada Zee, dan terlihat seperti desperate. Zee dengan sabar dan cuek meladeninya.

"Kata Bang Arya di Jepang dingin, kok sekarang panas yak?" tanya Sena.
"ITU PAS MUSIM DINGIN, KONTOL!!!" bentak Stefan.
"Aduh gue dibentak..."
"SEKARANG BULAN JULI!!! MUSIM PANAS!!! KAGAK PERNAH SEKOLAH LU YE" teriak Stefan, dan Zee melihatnya sambil tersenyum kecil.
"Ampuuuuuuuun" Sena menerima tendangan di pantat dari Stefan.

"So? Let's continue our journey!!" ajak Chiaki dengan ceria, memotong pertengkaran konyol antara Stefan dan Sena.

------------------------------------------

on_the10.jpg

Mobil Van yang mengangkut 10 orang di dalamnya ini sudah masuk ke Niigata, mungkin dalam waktu dekat kami akan sampai. Di belakang, Zee, Anin, Bagas dan Ilham mengisi barisan kursi, satu jok dipakai untuk menumpuk bawaan kami, selain karena di bagasi sudah penuh. Di tengah, aku dan Ai yang sedang tidur menempatinya. Di jok belakang supir, ada Sena dan Stefan. Chiaki duduk di samping supir, sesekali mengobrol dengan Stefan dan sang supir.

Ai dengan lucunya tidur, dengan kepala bersender di bahuku. Aku memfoto kami berdua, lalu mengirim foto tersebut ke Kyoko.

"Kawaiiii" seru Kyoko saat dia menerima foto itu.
"Anata mo Kawai desuyo..." balasku, mengatakan kalau dia lucu juga.
"Usoo" bohong, katanya. Aku hanya tertawa dalam hati saja melihat balasannya.

Aku menarik nafas dalam-dalam, tak sabar ingin segera beraksi di Fuji Rock Festival, dan lalu bertemu Kyoko. Rasanya surreal. Rasanya seperti mimpi. Bagaimana bisa, kami yang awalnya band iseng mahasiswa, lalu sekarang akan menjajah Jepang.

"Kok bisa sih..." mendadak suara Stefan memecah keheningan.
"Ya?" tanyaku bingung.
"Kok kita bisa disini Ya?" dia menengok ke belakang, melihatku sambil senyum.

"Ini kerja keras kita Fan, gila ya?"
"Singapur berasa ga ada apa-apanya...." bisik Stefan ke diriku, sambil melirik Zee yang tampaknya tidak tertarik mendengarkan pembicaraan kami.
"Kita sampe Indonesia mesti syukuran Fan, numpeng" senyumku.

"Hahaha... Wajib... BTW, ni anak nempel mulu ya kalo ada elo" tunjuknya ke Ai.
"Kebiasaan dari kecil" senyumku.
"Kocak aja ngeliatnya, makanya ga pernah berhenti gue ledekin kalian" tawa Stefan. Ya, memang perlu suasana sepi dan banyak yang tidur dulu seperti ini untuk melihat sisi serius Stefan.

"Dia udah putus kan ya sama pacarnya?" tanya Stefan.
"Udah"
"Kenapa katanya?"
"Ah dia sih gampang ilfil ama cowok Fan, gak cocok dikit diputusin" jawabku.
"Beda ama kakaknya, penyihir gelap kayak si Karina aja lama pacarannya"
"Sialan"
"Haha.... Lucu juga tapi kalo diem kayak gini, kalo lagi cerewet gue pengen ngejitak" Stefan memperhatikan Ai yang sedang tidur.

"Kalo lo demen tembak aja Fan, paling ditolak" tawaku.
"Gak sudi gue"
"Hmmm? Gak Sudi?" Ai mendadak bangkit dari bahuku dan menyisir rambut panjangnya dengan tangannya.

"Anjing bangun" kaget Stefan.
"Usil banget sih jadi orang... Bilang lucunya tadi kedengeran gak tulus gitu" balas Ai.

"Suka suka gue dong" jawab Stefan dengan cuek.
"Pake merhatiin pas gue lagi tidur... Bilang aja suka, kan?" tembak Ai.
"Suka? Ama elo?" tawa Stefan.
"Ah elu kan genit, pasti suka ama cewek manapun" balas Ai.

"Sama elo mah enggak ya" ledek Stefan.
"Boong"
"Bwo'onk..." Stefan mencibir, menirukan ucapan Ai.

"Mas ini kalo aku gampar kenapa-napa gak?" tanya Ai kepadaku.
"Sok aja, tapi udah keseringan dia mah digampar cewek... Cium aja" tawaku.
"Iyuhhhhh..... Udah bekas berapa ratus cewek tuh kalo aku cium"
"Bekas elo belom tapi" Stefan memonyongkan bibirnya dan bergerak perlahan ke arah Ai.

"GAK MAUUUUUUUUUUUUUUUUUU"

Aku hanya tertawa melihatnya.

"Jya Minna san!! We will be arrived shortly!! Be prepared!!" mendadak keriuhan kecil itu dipotong oleh Chiaki lagi dengan lucunya. Oke. Be prepared.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
yaaah kyokonya lom muncul jg.
btw, thanks suhu..!
lebih mantep deh, kalo ntar malam, abis malmingan ada updet lg.
hh..
 
Bimabet
suhu Race, request dong..
kan di MDT 2, anin pacaran ama zee, bikinin ss mereka ya..
pengen tau gimana kalo lagi sange nih, dua manusia 'berkarakter', hehe...

lanjut dong suhu.. malam minggu masih panjang nih..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd