racebannon
Guru Besar Semprot
- Daftar
- 8 Nov 2010
- Post
- 2.074
- Like diterima
- 16.693
MDT SEASON 1 - PART 45
----------------------------
"Mas, liat tuh" bisik Ai saat aku sedang menikmati sarapan pagi berupa bento khas minimarket dan kopi kalengan.
"Bodo ah" jawabku malas.
Zee dan Kyoko saling menunduk dan bersujud ke arah masing-masing, saling meminta maaf seperti layaknya yakuza yang salah nembak orang ke tuannya. Kata Sumimasen, Moushiwake Arimasen Deshita, Gommenasai dan lala-lala lainnya saling mereka lontarkan. Tampaknya menyesal sekali mereka berdua sudah membuat kehebohan tadi malam.
"Kan udah aku bilang aku gak suka miras... Tuh liat sendiri hasilnya" lanjutku ke Ai.
"He he he..." tawanya garing.
"Itu kalo mereka berdua samurai kayaknya langsung harakiri deh" kesalku mengingat kejadian semalam.
"Hus udah ah" Ai lalu bangkit dan jalan keluar kamar, meninggalkan aku di dalam kamar bersama dua orang perempuan yang jadi trouble maker semalam itu. Zee lantas menghadapku dan meminta maaf.
"Sorry for last night, won't happen again.. Promise" mukanya ditekuk tidak karuan.
"Hmm... Just... keep away from booze" jawabku singkat sambil terus makan.
"Okay..." dia lalu berlalu entah kemana.
"Aya..." Kyoko beringsut pelan ke arahku.
"Hmmm"
"Still mad?"
"Hmmm"
"Don't be mad.... Maafu..."
"Hmmm"
"Aya..." rajuknya sambil menarik-narik bajuku manja.
"Hmmmm...."
Kyoko memelukku dari samping dan tenggelam di pelukannya sendiri. Aku mengacak-ngacak rambutnya sambil mencium keningnya. "Don't overdrink again, please" bisikku. Kyoko mengangguk dan sepertinya menurut. Aku tersenyum tipis, walau masih kesal rasanya akan ulah mereka berdua. Dan sepertinya Stefan masih euforia atas rekaman video yang dia ambil semalam. Hari ini rencananya kami semua akan ke Mitaka, menyambangi cafe milik Kyoko dan kakaknya, sekalian berjalan-jalan kesana. Malam kami akan kembali ke Gravity Rock Bar untuk mengambil peralatan kami.
"Come" bisikku mengisyaratkan untuk menciumnya. Dia menyambut ciuman kecilku di bibirnya dan tersenyum dengan lucunya.
Masih jam 8 pagi, dan waktu berjalan begitu lambat karena kepalaku masih pusing.
----------------------------
"Asik sih, gue mau ke Musium Ghibli ya ntar Ham" seru Anin saat aku masuk ke kamarnya.
"Boleh..."
"Sayang Zee gak ikut"
"Anaknya tengsin abis tuh, kacau banget emang semalem" jawab Ilham.
"Parah" sahutku yang meregangkan badan di lantai. Kyoko dan Ai di kamarku, mengobrol, mengakrabkan diri sebagai sesama perempuan, apalagi mereka bisa dibilang calon ipar.
"Ahahahahaha" Stefan tertawa sendiri sambil menonton sesuatu di layar handphonenya, dengan handphone terpasang di telinganya. Pasti menonton hasil karyanya semalam. Dia tertawa tak henti-hentinya. Aku mengintip. Iya. Videoku yang dirubungi Kyoko dan Zee yang berantem gak jelas semalam. Dua orang perempuan itu bertukar hinaan, bahkan hampir main fisik. Dan berakhir dengan mereka hampir bermesraan. Dasar miras. Bikin gak santai.
"Masih pusing gue Bang" keluh Sena yang menggelepar di lantai juga.
"Gue liat kalian semua aja pusing" sahut Ilham, masih mengambil gambar kami.
"Zee suka kali ya ke tempat kayak Musium Ghibli gitu..." Anin membayangkan sesuatu di kepalanya.
"Dia udah hampir ke semua tempat yang lo bayangin disini, kecuali yang luar pulau ya" tawa Ilham sambil makan.
"Keren banget ya...."
"Dia nafsunya sama si Arya tapi Nin, lu kan dikatain semalem" tawa Stefan yang ternyata mendengar pembicaraan kami semua.
"Kan semalem pada mabok, wajar lah" Anin berusaha membela diri.
"Gue baru liat ada cewek segitunya nafsu ama si Arya... Pacar-pacarnya dulu aja kalo mabok juga biasa aja" Stefan entah kenapa masih tidak bisa move on dari semalam.
"Tipe yang kalo mabok jadi sange asal kali...." jawabku sambil menutup mata di lantai.
"Tapi dari pas Fuji Rock ngarahnya ke Bang Arya terus" celetuk Sena.
"Udah fix, dia demen ama si tai ini" kesimpulan Stefan.
"Enak jadi ada pacar cadangan ya Bang kalo Kyoko berhalangan" canda Sena.
"Gak lucu" jawabku pelan.
"Sejak semalem si kontol ini jadi gak asik" tawa Stefan.
"Hmmm"
"Kalo itu gue mah udah threesome semalem" tawa Stefan.
"Mampus gue threesome mah... Gak minat..."
"Asik tau"
"Emang pernah?" tanyaku ke Stefan.
"Mau tau?" tawanya.
"Enggak"
"Eh, sepupu lo dah hamil ya?" tanya Anin mendadak.
"Udah..." jawabku. Pasti ngomongin Dian dan suaminya.
"Anaknya cowok apa cewek?" tanya Anin.
"Ga tau, mereka ga pengen tau juga bayinya cowok apa cewek, udah jalan 6 bulan lah sekarang...." jawabku pelan.
"Kyoko gak lu hamilin?" tanya Stefan asal.
"Tar kalo dah kawin"
"Kapan?"
"Ada waktunya lah" jawabku malas, karena masih pusing karena semalam.
"Biar lo gak kesel tar malem kita ambilin aja deh alat-alat lo semuanya di Shinjuku, lo pacaran, gimana" tawar Anin melihat raut mukaku yang tampaknya masih kesal.
"Bareng aja, pacaran mah bareng kalian aja kali ya hahaha" tawaku. Sebenarnya lebih ke pusing dan lemas sih daripada kesal. Sudah seminggu full kegiatan, tidak ada lagi hari bermalas-malasan di Jepang kali ini, mana suasana begitu panas karena sedang musim panas.
Baru tiga gelas alkohol sudah pusing. Ditambah ***** semalam. Ditambah capek dan kesal karena harus menjadi pawang untuk Kyoko dan Zee. Aduh.
----------------------------
“Jadi, kita mau dibawa napak tilas ke perjalanan cinta lo nih?” tanya Stefan jahil di dalam kereta.
“Bisa jadi gitu” tawaku.
Aku dan Stefan berdiri di dalam kereta, sedangkan Kyoko dan Ai duduk di depan kami. Sena, Ilham dan Anin berdiri agak mojok di gerbong yang sama. Bagas? Lupakan. Dia masih asyik sendiri. Sendiri di penginapan. Tidak tahu sedang apa. Tidak usah dipikirkan, supaya tidak makin pusing.
“Hebat juga ya dipikir-pikir, LDR itu susah loh”
“Gue juga ga nyangka bisa kayak gini Fan” balasku, dengan terus menatap ke Kyoko yang terlihat masih agak malu siang itu. Ai menguap dan melihat ke sekeliling.
“Dingin”
“Nani?” tanya Kyoko ke Ai. “Ding, Gin?”
“Yes… Cold..”
“Itu… Ano… Karena, di rua.. Atsui.. Panas… Jadi… Di daram, menggunakan Aikon…” Kyoko mencoba menjelaskan dengan Bahasa Indonesia yang tidak sempurna ke Ai.
“Aikon?”
“AC maksudnya, orang sini nyebutnya Aikon… Singkatan dari Air Conditioner… Haha” aku mencoba menjelaskan.
“Ooo…”
“Kalo musim dingin malah di kereta yang anget “ jelasku sambil menguap.
“Musim dingin sih elo pasti peluk-pelukan terus biar anget” canda Stefan.
“Peru… perukan?”
“Dakishimete….” aku mengartikan ke Kyoko.
“Haha…” Kyoko tertawa dengan manis dan menutup mulutnya. Aku mengacak rambutnya dengan gemas, sambil tersenyum tipis.
“Gue liat kalian lama-lama diabetes gila” keluh Stefan.
“Bilang aja ngiri” Ai menatap tajam ke arah Stefan yang berdiri di depannya.
“Gue juga bisa kok ngacak-ngacak rambut” balas Stefan sambil mengacak-ngacak rambut Ai.
“Ih, anak setan!” dan banyak orang mendadak melihat ke arah Ai. Dengan heran.
“Disini jangan ngomong keras-keras… ga sopan” aku mengingatkan.
“Ih tapi…” kesal Ai berusaha waspada akan gerakan Stefan yang selanjutnya.
“Berapa lama men ke Mitaka?” tanya Stefan mendadak.
“10 menit lagi nyampe…”
“Gue liat instagram lo, kayaknya lo banyak disini ya waktu desember kemaren?” tanyanya lagi.
“Iya kan kampung halamannya dia” aku menepuk kepala Kyoko.
“Aya…”
“Yes?”
“Watakushi no kami o midasanaide…” Jangan ngacak-ngacak rambut mulu dong, keluh Kyoko.
“Haha… Sore wa daijobu, watashi no ai…” Gapapa, my love, jawabku.
“Watashi no ai… Usoo” My love, bohong, ledeknya.
“Uso janai no…” gak bohong ah.
“Usoo…” muka Kyoko terlihat gemas.
“Ngomong apa sih si bangsat, pasti mesra-mesraan deh…” celetuk Stefan pelan.
“Bang… satt?” tanya Kyoko bingung kepadaku.
“We have to talk about Indonesian slang later…” jawabku ke Kyoko.
“Ih awas loh, jangan diajarin kata-kata jorok” sahut Ai kepadaku.
“Kalo dia bareng aku berarti dia musti ngerti apa yang Stefan suka teriakin dong dek…” aku mengangkat tangan dengan tololnya di depan mereka bertiga.
“Dan gue ga sabar sampe, udah laper banget” Stefan menutup pembicaraan kami di kereta siang itu.
----------------------------
“Please wait in a moment!! Food almost redi!!” teriak Kyoko dari dalam dapur. Kami semua duduk dengan manisnya di ruang makan, memenuhi ruangan itu. Beberapa gelas kopi dari café menemani kami. Kyou-Kun sedang di Café, masih jam buka shift siang soalnya, dan sekarang jam 12 siang.
“Pacar lu tuh sebenernya asetnya gede ya Ya” bisik Stefan.
“Sori?”
“Asetnya”
“Aset maksudnya…” aku bingung.
Stefan lalu menggunakan tangannya untuk mencontohkan gerakan meremas payudara.
“Aduh!” seru Stefan.
“Kurang ajar sama calon kakak ipar gue” Ai mengeluh dalam nada kesal. Sepertinya tadi dia menendang kaki Stefan di bawah meja.
“Bukan gitu, gue ngomong netral kok, kenyataan… Dan dia pake baju ga pernah ngepas badan, jadi bagusnya ga menonjol… Walaupun sweater yang dia pake sekarang bikin dia keliatan gemuk sih…. Dan bentuk mukanya kotak… Makanya pasti rambutnya pendek terus, kalo panjang keliatan aneh pasti” lanjut Stefan panjang.
“Sejak kapan elo jadi fashion expert” ledek Anin.
“Sejak cewek kecengan elo lebih nafsu liat si Arya daripada elo” ledek Stefan balik.
“Si anjing”
“Anjing juga”
“Jadi penasaran ane sama masakannya Bang…” Sena tampak celingukan melihat seluruh sudut rumah Kyoko.
“Enak kok”
“Kalo gak enak gue larang lo nikah ama dia” Stefan membuka mulutnya lagi.
“Lo ngomong gitu seakan-akan kayak besok gue ngelamar dia aja” balasku.
“Minna!! Wait, almost done!” Kyoko muncul lagi dari dapur dan kembali berjibaku ke dapur.
“Gak dibantuin mas?” tanya Ai.
“Tadi gak mau, tugas gue katanya”
“Siap amat jadi Ibu Rumah Tangga” sahut Stefan asal.
“Amin” mendadak semua orang kecuali aku mengucap amin. Aku celingukan di tengah mereka.
“Apaan sih” aku geli sendiri. “Jadi… Ntar yang ke Ghibli siapa aja?” aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
“Gue, Bang Ilham sama Bang Anin, gue demen ikut mereka, jadi banyak liat yang lucu-lucu” jawab Sena.
“Tar bareng aja sampe Inokashira, gue kangen ama taman itu” senyumku.
“Nostalgia first date si anjing” keluh Stefan.
“Elo sendiri mau kemana?”
“Ikut elo”
“Gak ada agenda sendiri gitu, ngilang tiba-tiba kayak di Harajuku?” ledekku.
“Gak ada… Paling gue ngejagain supaya adek lo gak ngerusak lo ama Kyoko kangen-kangenan…” tawa Stefan.
“Sial” Ai memicingkan mata galaknya ke Stefan.
“Kalian berdua makin mesra deh” ledekku.
“Ih” reaksi Ai geli.
“Aya… Onegai shimasu….” teriak Kyoko dari dalam dapur.
“Tuh, bini lo manggil” tawa Stefan. Aku berdiri dan segera menghampiri Kyoko ke dapur. Ada delapan set makan siang yang sudah siap. Aku terpana. Kyoko gila. Walaupun tidak seribet makanan restoran, tapi tetap saja, butuh effort luar biasa untuk memasak makanan dengan menu selengkap ini.
“I’ll ask them to pick these to the table” bisikku ke Kyoko.
“No.. They are guest.. Aya help..” senyum Kyoko.
“But this is so many… Guys!”
“Ssh!” Kyoko menepuk bahuku pelan. Tapi rasanya kaget, seperti anak kecil sedang dimarahi ibunya.
“Aya ga, watakushi o tasukete… Tomodachi wa okyaku sama ne..” senyumnya tegas. Sialan, sudah siap jadi ibu rumah tangga sepertinya dia.
“Okay…” Aku menyerah saat dia menyuruhku membantunya dan memperlakukan teman-temanku sebagai tamu.
“Ini guys…” aku datang membawa nampan besar dengan muka malas.
“Hahaha… Udah cocok jadi suami tertindas lo…” tawa Stefan melihatku membantu menyusun makanan di depan mereka.
“Ih ini visual makanannya menarik banget!” Ai tampak senang melihat semua warna warni yang ada di meja makan, mulai dari sayur terong, daging goreng, nasi entahlah, sup miso, telur gulung dan tahu jepang menghiasi meja kami. Selesai membantu Kyoko aku kembali duduk dan Kyoko pun duduk di meja makan.
“Jya minna, itadakimasu!” seru Kyoko mempersilahkan kami makan.
“Buset! cewek ini wajib lo kawinin!” seru Stefan, terkesima saat merasakan makanan masakan Kyoko yang aku sudah tahu rasanya pasti luar biasa enak.
“E? Ka-win?”
“Kekkon” celetuk Anin yang tampak kalap menghabiskan makanan di depannya.
“E… Ahahaha…” Kyoko tampak tersipu dan mukanya menjadi merah.
Aku dan Kyoko saling menatap dengan penuh arti, sambil makan. Seperti biasa, masakan Kyoko selalu enak. Selalu nyaman untuk dimakan. Mendadak aku melamun, membayangkan lusa, kepulanganku ke Jakarta lagi. Entah kenapa rasanya terlalu cepat lagi. Waktuku bersama dengan Kyoko hanya tinggal hari ini, besok dan lusa ketika dia mengantarku ke Bandara.
Resiko LDR. Kangen lagi, rindu lagi. Perut melilit lagi membayangkan Kyoko jauh disini. Membayangkan genggaman tangannya seperti biasa. Membayangkan tingkahnya yang menggemaskan. Aku mendadak menggerakkan kakiku ke arah Kyoko yang duduk di depanku, dan menyentuhkan kakiku di atas telapak kakinya. Kyoko kaget, namun berusaha tidak bereaksi. Dia hanya tersenyum tipis saat kakiku menyentuh ke kakinya, membelainya lembut di bawah meja.
Andai hari ini tidak akan berakhir.
----------------------------
“Enak banget tamannya” Stefan duduk di sebelahku di Inokashira Park, sementara Kyoko dan Ai sedang mengambil selfie di depan sebuah pohon. Entah pohon apa. Aku menikmati kebersamaan mereka, pokoknya.
“Banget” jawabku.
Sena, Ilha, dan Anin sedang ke Musium Ghibli. Kami menunggu mereka dengan maksud untuk menikmati musim panas di sekitaran Mitaka.
“Pacar lo keliatannya sering banget rubah-rubah model rambut ya?” tanya Stefan.
“Kepo amat sih”
“Biarin, gue tadi liat di rumahnya, foto dia banyak banget rambutnya beda-beda gitu, tapi pendek terus sih….. Ini sekarang kan lagi item, ada gue liat warnanya pirang di foto” tawa Stefan.
“Tau deh, orang Jepang seneng banget warnain rambut” tawaku.
“Kalo dia ngurusin, rahangnya kotak banget loh Ya” komentar Stefan lagi.
“Cerewet amat sih…” tawaku mendengar komentar-komentar Stefan.
"Soalnya gue kepikiran"
"Kepikiran apaan?"
"Kalo misalkan kalian kawin, aransemennya gimana?" tanya Stefan.
"Ah... Hmm...."
"Itu mesti lo pikirin"
Aku menerawang, melihat Kyoko dan Ai dari kejauhan. Mereka berdiri di pinggir kolam, entah melihat apa sambil mengobrol. Aku menarik nafasku, membayangkan masa depan yang mendadak tidak jelas.
"Gue gak mungkin tinggal disini" ucapku pelan.
"Bisa dimengerti, dan Kyoko juga keliatannya tipe cewek yang mau ngikut suami, tapi apa lo tega ngambil dia dari tempat yang senyaman ini dan taro dia di Jakarta?" lanjut Stefan.
"Paham... Disini dia ada penghidupan, pekerjaan, saudara, dan lain-lain..."
"Sering kejadian cewek asing yang ikut suaminya di Indonesia malah stress, di negara kita susah kalo mau kemana mana, transportasi umum parah, belom kalo dia gak ada sodara, mana orang Jepang kan? Bisa dibilang ntar dia abis kawin ntar bakal nurut banget sama elo, dan kalo stress gak ngomong ama suaminya..."
Iya, budaya keluarga di Jepang sangat Ayah-sentris. Istri pasti akan sangat berbakti pada suaminya. Makanya orang Jepang makin kesini makin malas menikah, mereka ingin bebas dari budaya yang apa-apa harus ayah, apa-apa harus suami. Di zaman modern ini, para perempuannya ingin lepas dari tekanan itu. Dan ketika seseorang memutuskan untuk menikah, mereka semua biasanya melepas kehidupan lama mereka dan berbakti total menjadi ibu rumah tangga. Oke, katakanlah menjadi ibu rumah tangga di Jepang, dan ada keluarga yang bisa jadi tempat bersandar kalau ada apa-apa. Tapi di luar negeri? Apalagi Indonesia?
"Gue gak mungkin bakal nyuruh dia jadi penurut banget sama gue Fan" aku mencoba berpikir.
"Elunya enggak, dianya gimana? Settingan dia gimana? Interaksi dia sama Kakaknya gimana? Kakaknya jadi -bokapnya- dia? Atau dia yang jadi -nyokap- buat kakaknya? Kalo elo kan keliatan jadi Bokap buat si Ai, terus lo selalu jagain dia, itu bagus, tapi itu pasti bikin Kyoko kalo nikah sama elo entar malah jadi submissive, keliatan banget kali dari sekarang... Sesimpel dari cara kalian gandengan aja, dia kayaknya susah banget buat dilepasin gandengannya dari tangan lo... Dan maunya nempel terus.." Stefan menjelaskan panjang lebar.
Sialan. Baru kepikiran sekarang.
"Gue bakal berusaha sih, untuk bikin dia nyaman kalo dia gue bawa ke Indonesia...." jawabku pendek.
"Gue bukannya nyumpahin ya, tapi gue cuma ngingetin, soalnya hal-hal kayak gitu juga yang bikin gue gak mau kawin" lanjut Stefan. "Coba liat dia, dengan nyamannya dia gerak di sini, dengan penghasilan yang steady di cafe itu, mandiri, gue takutnya kalo dia pindah ke Indonesia, terus jadi bener-bener bergantung sama elo doang, dia bisa stress lho Ya... Gak ada temen, gak ada keluarga, gak ada kerjaan... Inget kita temen-temennya elo, bukan temennya Kyoko"
Aku masih tertegun, melihat Kyoko dan Ai berjalan pelan menghampiri kami.
"Terakhir... Elo sama Karina dulu itu partner, biar dikata lo berantem mulu, tapi kalian setara. Kalo Kyoko, dia liat lo kayak... Suami gue, lebih superior dari gue, gue merhatiin selalu pas kalian bareng... Dia natap elo kayak apa, persis kayak gue liat nyokap gue kalo ngeliatin bokap gue.... Mudah-mudahan gak separah bayangan gue aja sih" senyumnya kecut.
"So... Kita mau keliling yuk... Kyoko tadi bilang banyak toko kue enak sekitaran Mitaka" senyum Ai.
"Come, Aya, Sutefan too" senyum Kyoko mengajak kami.
----------------------------
----------------------------
----------------------------
"Menarik" Aku melipat tanganku sambil menatap Anin. Kami semua sedang duduk di cafe milik Kyou-Kun dan Kyoko. Kyoko ada di balik counter, sedikit membantu kakaknya walaupun dia sedang libur.
"Besok malem dia mau ketemu...." lanjutnya.
Ada satu label rekaman Jepang menghubungi Anin. Katanya perwakilan mereka melihat kami manggung di Fuji Rock Festival dan di Gravity Rock Bar kemarin. Mereka tertarik untuk mendistribusikan album kami di Jepang. Besok malam, mereka menawarkan diri untuk bertemu sekalian makan malam.
"Ini labelnya" Anin menunjukkan lambang perusahaan ke kami. Titan. Kantornya di Nakano.
"Gue belom pernah denger" sahut Stefan, sambil berpikir.
"Iya sama" aku ikut berpikir.
"Ketemuin dulu aja lah ya" Anin memberi kesimpulan.
"Iya, coba gue tanya Kyou-Kun deh" aku memberi sinyal tangan ke Kyou-Kun, memanggilnya.
"Yes?" ia menghampiriku dengan cepat.
"Have you heard about Titan? Music label?" tanyaku.
"Aaa... Yes.. yes... Small label, promote several good indie rokku band..." jawabnya.
"Hmm...."
"They contacted us, want to meet us" lanjutku.
"I sure it will be good" ucap Kyou-Kun positif.
"Yep..." aku masih berpikir. Bisa dibilang aku masih berpikir agak parno, setelah kejadian dengan A.E.U.G.
"Gue coba browsing-browsing, mereka emang baru mulai berdiri 5 tahun lalu sih" Ilham mencoba memberitahu kami.
"Kita liat besok"
"Lo masih takut ya Ya?" tanya Stefan.
"Takut orangnya ngehe juga" tawaku.
"Kalo ngehe kita gebukin aja" canda Stefan.
"Tai gebak gebuk, yang waktu itu berantem kalah siapa ya" ledek Anin.
"Kontol"
----------------------------
"Okay.. Mata ashitane..." sampai besok, bisikku ke Kyoko, di depan cafe itu, seperti waktu musim dingin kemarin.
"Jya... Ki o tsukete" hati hati di jalan, balasnya sambil menyentuh hidungku dengan jarinya.
"Ashita matsu koto ga dekinai..." aku tersenyum dan mengatakan kalau aku tak sabar untuk besok.
"Onaji..." sama, dia juga tak sabar dan dia tersenyum dengan manisnya padaku. Kami bertatapan lama seperti biasa sebelum berpisah.
Besok. Tiga hari bersamanya rasanya seperti mimpi. Dalam tiga hari ini sudah banyak petualangan yang menarik bersamanya. Terutama hari selasa. Dan detik ini, rasanya tak tahan untuk menciumnya.
"WOI!!! CEPETAN!! BISNYA BENTAR LAGI DATENG!!!" Teriak Stefan yang sudah berjalan jauh ke arah halte.
"Eh, bentar... Ok.. Bye Kyoko..."
"Bai Aya..." senyumnya melepas kepergianku hari itu.
Aku lantas berjalan dengan agak berlari, menyusul rombongan yang sudah mendekat ke halte.
"Udah gue bilang biar kita aja yang ambil peralatan elo..." Anin membuka pembicaraan.
"Gapapa lah, kan masih ada besok"
"Jangan di gas ya? Kalo di gas terus hamil ntar" celetuk Stefan asal.
"Tai"
"Jadi sekarang ke Gravity lagi?" tanya Ai.
"Iya"
"Awas jangan minum lagi ya kalian, ntar kacau lagi kayak kemaren" nasihatnya.
"Untung ga ada si Zee ya..." keluh Ilham.
"Parah banget ya kemaren..." keluhku juga.
"Alah, gue yakin kalo lo single itu diembat juga" tawa Stefan.
"Tai"
"Kok akhir-akhir ini yang lebih sering ngomel-ngomel elo sih" Stefan kembali tertawa melihatku bersungut-sungut.
"Tau... Trip Jepang kali ini heboh"
"Heboh lah jelas, direbutin cewek... Kacau nih kakak lo, makin lama makin sok kegantengan"
"Biarin, emang ganteng kok" jawab Ai cuek.
"Ih tuh kan, jadi curiga gue waktu si Kyoko nginep di kamar mereka, jangan-jangan saling ngembat nih bertiga" Stefan mulai berkhayal.
"Ga lucu" jawabku sambil melihat bis mendekati halte.
"Hahaha..." tawanya menutup pembicaraan kami.
----------------------------
BERSAMBUNG