Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .
MDT SEASON 1 - PART 79

Hantaman – Japan Februari 201X

Week 1
Senin : Touch down Tokyo, ke penginapan
Selasa : Press Release + Live! @ Tower Records Shinjuku
Rabu : Go To Osaka
Kamis : Live! @ Fandango Osaka
Jumat : -
Sabtu : Live! @ Club Quattro Umeda
Minggu : Go To Kyoto

Week 2
Senin : -
Selasa : Live! @ Live House takutaku Kyoto
Rabu : -
Kamis : Live! @ Kyoto MUSE

Jumat : Go To Tokyo
Sabtu : Live! @ MARZ Shinjuku

Minggu : -
Week 3
Senin : Live! @ Koenji 20000 V
Selasa : -
Rabu : Live! @ Shibuya WWW
Kamis : -
Jumat : Go To Jakarta
[/QUOTE]

--------------------------------------------

p14-sc10.jpg

Berantakan.

Apa yang berantakan? Mood kami. Dan suasana diantara kami. Malam kemarin ditutup dengan tamparan keras Bagas ke wajah Stefan. Kami semua diam, tanpa suara di dalam mobil. Kami masuk kamar kami masing-masing. Stefan diam dan langsung tidur. Aku juga, tanpa mandi. Paginya kami langsung beli makan masing-masing di minimarket, jalan ke stasiun, dan naik Shinkansen.

Stefan di sebelahku, diam seribu bahasa di dalam Shinkansen.

Hanya Sena yang masih bisa mengobrol dengan Shigeo di kursi mereka. Ilham dan Zee diam. Bagas dan Anin diam. Kejadian semalam membuat kami semua tegang. Terutama sebagian besar dari kami bertanya-tanya, omongan apa yang dibisikkan Bagas ke telinga Chiaki sehingga dia rela pergi begitu saja dengan tenang?

Acara kami hari ini? Setelah ke hotel, kami akan ke kantor Titan di sore hari. Dari siang sampai sore bebas, tapi sepertinya akan kami gunakan waktu untuk istirahat. Oh iya, ada kabar baik. Kyou-Kun sudah setuju meng-hire salah seorang temannya Kyoko untuk menggantikan Kyoko setelah menikah nanti. Keputusan yang sangat berat sepertinya untuk Kyou-Kun, karena Kyoko mengatakan, hari sabtu besok, Kyou-Kun akan nonton penampilan kami di MARZ Shinjuku dan dia akan bicara panjang lebar soal ini denganku.

Ah, setidaknya masalah café dua bersaudara di Mitaka itu dan masalah Chiaki sudah kelar. Dari air mukanya malam itu setelah bicara dengan Bagas, sepertinya dia tidak akan lagi-lagi menampakkan dirinya di hadapan Stefan. Dan terus terang semua itu semalam membuatku penasaran. Penasaran sekali.

“Tak sabar bertemu Aya nanti malam ^_^” pesan dari Kyoko tadi pagi itu kuingat terus. Rencananya ia akan menginap sehabis café tutup. Tentu aku akan menunggunya. Aku rindu sekali bersamanya. Andai saja dia kemarin ikut ke Osaka dan Kyoto. Pasti suasana hatiku bisa lebih damai dan ada pelarian dari masalah Chiaki.

Masalah yang bukan masalahku, sebenarnya.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

image12.jpg

Kamar hotel, dan kami menempati hotel yang pertama lagi. Setiap orang mendapatkan satu kamar, kecuali mungkin Ilham dan Zee yang bisa bolak-balik pulang ke tempat mereka atau menumpang entah dimana. Aku berbaring dengan malasnya, menunggu perut lapar untuk makan siang. Aku dengan malas membuka handphoneku, menunggu pesan entah apalagi dari Kyoko atau pesan-pesan dari Indonesia sana.

“Lo di kamar?” tanya Stefan di media sosial saat kubuka.
“Iya, kenapa?”
“Mau cari makan bareng?”
“Terserah” jawabku.

“Yaudah, gue ke tempat lo dulu” sambung Stefan.
“Oke” jawabku dengan malas.

Tak berapa lama kemudian, pintu kamar hotelku diketuk, dan aku sudah tahu itu pasti Stefan. Aku bangkit, membuka pintu, mempersilahkan Stefan masuk dan melempar diriku kembali ke atas kasur. Aku menatap Stefan yang segera duduk di kursi, dan menyalakan rokoknya.

“Sayang smoking room gak dirokoin” ucapnya membuka pembicaraan. Aku diam saja dan menatapnya.
“Emang mau ngajak makan dimana sih elo” aku membalas omongannya dengan malas saja. Suasana masih aneh setelah kejadian tadi malam.

“Ga tau, deket sini ada apa? Paling ke Broadway, cari makan disono, balik sini lagi, kalo ga cukup waktu langsung ke kantor titan aja” jawabnya panjang.
“Lu bakal diapain lagi sama Kairi ya ntar” potongku.

“Entah”
“Gue sih rela kalo kita dibalikin ke Indonesia, terlebih karena Chiaki jadi kayak gitu karena omongan-omongan bullshit lo…” aku mencoba mereview kejadian semalam.

“Lantas?”
“Dan itu kalo elo sedari awal gak mainin perasaan tu cewek, gak bakal kayak semalem kayaknya” akhirnya keluar juga kepusingan di kepalaku, walau tidak merubah keadaan sunyi diantara kami berempat siang ini.

“Hmmm” Stefan mematikan rokokya dan membakar satu lagi.
“Cepet amat ngerokoknya”
“Tau” jawabnya.

“Sekarang gue capek, suntuk, bete, dan pasrah” lanjutku. “Jadi lo siap-siap aja ntar disemprot ama Kairi kayak apaan tau”. Stefan hanya mengangguk dan memandang ke karpet. Dia tampak tidak berani menatapku. Stefanus Giri Darmawan, setelah 31 tahun perjalanan hidupnya, dia tersandung disini, di Jepang. Pertama kali dia melanggar peraturannya sendiri, pertama kali juga dia tidur dengan perempuan yang sama dua kali. Ini prestasi sekaligus bencana.

“Ya kita makan dulu lah” balasnya dengan malas malasan. Mukanya terlihat uring-uringan. Mungkin dia tidak menyangka efek dari ke”iseng”an nya bersama Chiaki. Kini ada luka sejak tamparan Bagas ke Stefan. Ada rasa tidak percaya yang besar ke Stefan, sampai-sampai harus Bagas lagi yang menyelesaikan masalahnya. Sudah tiga kali kuhitung, perkelahian dengan DIMH, hilang di Osaka dan Tamparan semalam di Kyoto. Untuk sebuah working band yang mau berumur 8 tahun, ini jelas masalah.

“Mari” Aku bangkit, menyambar sweater tebalku dan bersiap keluar. Kita cari makan dulu sebelum dihajar habis-habisan oleh Kairi.

--------------------------------------------

welove10.jpg

"Asshole!!" Kairi menggebrak meja.

Kami semua diam. Ruang rapat itu hening sejenak. Dia pasti marah bukan karena angka penjualan tiket konser yang kecil, karena konser kami selalu penuh. Bukan juga marah karena impact konser kami yang kurang, Shigeo bilang kepada kami, kalau responnya positif dan review di majalah-majalah musik, terutama majalah indie sangatlah baik.

"Why you just can’t say no, tell that girl the truth?” tanyanya ke Stefan. Stefan hanya diam. Ya, kalau dari pertama Stefan tegas, mengatakan tidak, dan tidak memberi janji-janji palsu ke Chiaki, mungkin tidak akan ada insiden semalam.

Pertama, Chiaki, jelas itu problem, kalau Chiaki sampai kenapa-napa, pasti Titan dan Hantaman ikut kena. Dan sekarang, ada luka yang ditinggalkan oleh Stefan kepada kami. Kesan yang kami semua tangkap adalah kekacauan Stefan berimbas kepada perasaan kami padanya. Kami jadi sedikit tidak percaya kepadanya, terutama Kairi. Ini soal menjaga sikap dan behave di luar panggung.

“Thank god I forbid you from fucking other girl until next week” Kairi menggelengkan kepalanya. “And you, what did you say to her?” tanyanya ke Bagas, menanyakan apa yang Bagas katakan ke Chiaki hingga dia rela pergi.

“I said what I said” jawab Bagas tak jelas dengan kakunya.
“Just tell me”
“Nothing particular. Ordinary things” jawabnya lagi dengan tak jelas. “Something make sense. Not like him” Bagas menunjuk Stefan dengan terang terangan. Dia menunjuknya tanpa ekspresi, dan kami semua, dalam ruangan itu memandang Bagas dengan penuh tanya.

“So, what now, trouble maker?” tanya Kairi dengan muka super malas.
“Well I…”
“You guys are great band” potongnya mendadak. “But his attitude is a problem… Just tell me fucking why, you have to fuck everything that moves?” tanya Kairi dengan gamblangnya. Aku menggaruk kepalaku dengan perasaan kesal, karena buntut dari ulah Stefan di awal kedatangan kami begitu panjang.
“It’s just… It’s only a bad habit” jawab Stefan asal.

“Now write what I will say” Kairi mendadak mengambil selembar kertas dan sebuah bolpoin.
“What?” Stefan kaget.
“Write” perintah Kairi tanpa mengindahkan reaksi Stefan. Kairi berdiri dan menaruh barang-barang itu di depan Stefan. Yang disuruh hanya diam, mengambil bolpoin dan siap-siap menulis dalam keadaan tegang.

“Write down your name and passport number” Stefan langsung panik merogoh jaketnya dan mengambil paspornya. Tak berapa lama ia telah menuliskan apa yang Kairi suruh.
“Write: I am responsible for any personal damages to anyone during Hantaman’s tour in Japan, and write down the dates of this tour” perintah Kairi dengan tegas. Dia berdiri dan melihat Stefan komat kamit dengan tangannya, menulis apa yang ia suruh. Aku, Anin, Bagas dan Shigeo melihat gerak-gerik Stefan di atas kertas. Untung Zee, Ilham dan Sena menunggu di luar.

“And I will agree to Titan’s term, no alcohol without supervision, never going out along, and not to sleep with any girl until this tour is over” lanjut Kairi, tetap menatap ke arah kertas yang sedang dikaryakan oleh Stefan dan bolpoin yang ada di tangannya. “If I broke this rule, Titan will break the contract with Hantaman, and all Hantaman’s CD will be withdrawed from Japan, shipped to Indonesia. The financial damage will be covered by me” lanjut Kairi, menekankan ketegasannya. Stefan menelan ludahnya karena sekarang beban ada di kepalanya. Semua beban Hantaman.

Bagaimana tidak, jika dia melanggar semua peraturan itu, secara tertulis kontrak dengan Hantaman akan diputuskan dan semua album Hantaman akan ditarik peredarannya, dikirim ke Indonesia, dan semua biaya akan dibebankan ke Stefan. Mampus. This serves him right.

“Add your signature, and Shigeo… Hanko e motte kuru” dia menyuruh Shigeo untuk mengambil cap resmi perusahaan dan tanpa menunggu lama, Shigeo memberikannya ke Kairi. Kairi lantas mengambil tulisan Stefan dan menorehkan cap di tulisan tersebut. Kini jadi perjanjian resmi.

“Be careful, and respect your friends!” tunjuk Kairi ke Stefan, mengakhiri sesi tegang ini.

--------------------------------------------

“Mampus lo” umpat Anin di tengah makan malam kami yang begitu tegang. Stefan hanya terdiam, sambil memakan makanan yang ada di depannya dengan tidak berselera. Aku hanya fokus membalas pesan-pesan kangen dari Kyoko. Dia akan datang malam ini, tentunya hal ini membuat diriku lebih tenang. Dan fokus soal Stefan bisa teralihkan serta mungkin akan teredakan oleh Kyoko.

“Kayaknya ntar di Indonesia mesti pake perjanjian kayak gini juga sama elo” lanjut Anin.
“Ga usah” jawab Stefan asal, dengan muka datar.
“Daripada ntar ada kasus kayak gini lagi, ini yang pertama dan mudah-mudahan yang terakhir sih, tapi jaga-jaga aja biar ga jadi damage kayak sekarang”

Stefan diam saja. Dia menghela nafas panjang.

“Bisa gak usah bahas lagi gak, gue jadi ga enak makan” balas Stefan.
“Kan ini gara-gara elo”
“Iya tau makanya jangan dibahas dulu, biarin gue telen aja bisa gak” umpatnya pelan.

“Udah Nin” aku bersuara. Dan Anin menurut dalam diam. Ilham, Zee, dan Sena sekarang ikut-ikutan seperti Bagas. Diam seribu bahasa. “Besok kita ada manggung lagi, kita buktiin aja di panggung, mau ada masalah apapun, kita tetep garang” lanjutku. Anin mengangguk dengan lemah. Stefan juga.

“Biar malem ini kita istirahat, gak ada yang ngapa-ngapain, biar besok kita fokus lagi. Thanks to Bagas, lo selalu pecahin masalah kita disaat kita ga bisa ngapa-ngapain” pujiku. Bagas diam, seperti tak mendengar perkataanku. Dia fokus makan dengan tenangnya. “Ham, Zee, maaf, kalian jadi ikut liat masalah-masalah model gini dari awal” aku meminta maaf kepada mereka berdua.

“Cool, It’s okay” jawab Zee, diamini Ilham dengan anggukan dan senyuman tipisnya.

“Sena, Sorry, lo paling sering liat hal-hal kayak gini dari awal. Kita janji ini bakal jadi yang terakhir” senyumku ke Sena.
“Santai bang” balas Sena.

“Iya ini yang terakhir, kita udah makin tua” Anin menyahut setuju. Dia lantas menatap Stefan, menunggu Stefan bicara.
“Oke, gue tau kalian tunggu gue ngomong” dia lantas menarik nafasnya panjang sekali.

Kami menatapnya, menunggu dia bicara.

“Sorry. Dan disini gue bakal anteng. Liat aja entar” ucapnya pelan dengan sejuta keterpaksaan. Kami tidak tahu apakah ia merasa bersalah atau tidak, tapi rasa terpaksa untuk melakukan semua yang Kairi katakan jelas terasa. Biarlah. Dan mudah-mudahan ini jadi insiden terakhir yang mengiringi tur ini.

--------------------------------------------

800px-10.jpg

“Aya!” sapa Kyoko, saat ia memanggilku, yang sedang memilih kopi kalengan di minimarket.
“Hai” sapaku dengan lemah. Kyoko menghampiriku, memeluk lenganku dan mencium pipiku.

“Aya terlihat chapai” bisiknya.
“Banget, maaf ya keliatan gak antusias, aslinya excited kok” aku dengan lemah membisikkan perasaanku ke Kyoko. Memang lelah. Lelah fisik dan mental. Aku mengambil sekaleng kopi di freezer minimarket dan lalu dengan menggandeng Kyoko jalan ke kasir.

“Chotto” bisik Kyoko, dan dia berjalan dengan cepat ke arah freezer es krim. Dia lantas membukanya dan mengambil satu. Haha, dingin-dingin makan es krim. Eh, aku juga dingin-dingin minum kopi dingin. “Dekiru?” senyumnya, menyatakan apakah aku bisa mentraktirnya sepotong eskrim. Aku mengangguk dan tersenyum. Ini yang kubutuhkan setelah kelelahan di Kyoto dan Osaka. Akhirnya setelah membayar semua belanjaan malam itu, aku dan Kyoko berjalan ke hotel.

“Aya pasti merasa berat”
“Banget” jawabku.
“Stefan bagaimana?”
“Gak tau, yang pasti seperti yang aku bilang tadi di line, dia bener-bener dikekang ama Kairi. Dan kalo ngelanggar, kita semua yang kena. Jadi pasti dia anteng…. Mudah-mudahan lah…” Kyoko hanya mengangguk pelan, sambil memakan eskrimnya di tengah dinginnya malam di Nakano. Aku menghela nafas dan melirik ke arah Kyoko. Ah, andai kamu ada disana kemarin-kemarin. Pasti tiap malam akan kupeluk, dan pasti perasaanku lebih tenang.

image12.jpg

Tak berapa lama kemudian kami sampai di hotel. Dalam ketenangan malam itu, kami langsung merayap ke lift, menuju kamar mungil itu.Setelah pintunya kubuka, kami berdua masuk dan melepas nafas lega. Aku melepas jaketku dan Kyoko duduk dengan lucunya di kasur, sambil tetap memakan es krim yang kubelikan tadi.

“Lepas dulu mantel kamu”
“Chotto” jawabnya sambil menunjuk es krim dengan matanya. Aku tersenyum saja dan melepas hasrat ingin pipis di kamar mandi. Setelah buang air kecil, aku lantas memandang ke cermin sejenak, sambil menghela nafas, melihat air mukaku. Air muka letih dan capai. Dan besok sudah ada live show lagi. Aku dengan enggan mengambil sikat gigi, mulai membersihkan gigiku, dan lalu berkumur dengan malasnya.

Ah besok. Another gig. Coba aku bisa seatraktif Stefan di panggung yang selalu terlihat bersemangat. Capek juga pasti. Aku lantas keluar dan menutup pintu kamar mandi, hanya untuk menemukan pemandangan yang luar biasa indah.

“Kangen?” tanya Kyoko. Dia duduk bersimpuh di atas kasur tanpa memakai busana apapun, tak satu helai benangpun yang ada di tubuhnya. Tangannya memeluk dadanya, menyembunyikan payudaranya yang indah. Mukanya tampak tersenyum sumringah, melihat calon suaminya berdiri tertegun.

“Ngapain?” tanyaku iseng, tapi tanganku mendadak otomatis membuka sabuk celanaku.
“Menunggu Aya”
“Nunggu untuk ngapain?”
“Aya pikir untuk apa?”

“Untuk kamu?”
“Aya mau apa? Kenapa buka celana?” tanya Kyoko jahil.
“Otomatis” jawabku.

“Aya nakal” canda Kyoko, melihatku menanggalkan celanaku dan mulai melepas bajuku. Aku hanya tersenyum ke arahnya, yang masih tampak menantangku untuk menggaulinya.
“Siapa yang nakal, aku atau yang telanjang duluan?”
“Aya”
“Boong”
“Aya” senyum Kyoko, melihat aku sedikit demi sedikit menanggalkan pakaianku. Kini aku sudah telanjang bulat, dan mampir sejenak ke tasku, merogoh salah satu kantongnya dengan buru-buru.

“Aya cari apa?” tanya Kyoko dengan menggemaskannya.
“Kondom” jawabku pelan, dengan tak sabar.
“Kondomu? Tawa Kyoko. Aku balas tertawa dan akhirnya aku menemukan barang yang dari tadi aku cari itu.

“Come, Aya” panggil Kyoko dan aku dengan tidak sabar merayap ke arah kasur. Lampu kamar sudah diredupkan. Kyoko sigap juga untuk malam ini. Aku tersenyum dan kami berciuman di atas kasur, lantas berpelukan dan bergumul dengan lembutnya ditengah keremangan malam.

Selalu ada perasaan lega saat bibir kami berdua bertemu dan badan kami saling menghimpit satu sama lain. Kami bergulingan dengan pelan di atas ranjang yang terbatas itu. Hangat kulitnya dan lembut permukaannya menempel di badanku. Tidak ingin rasanya aku melepas ciuman ini. Mataku tertutup dan yang terbayang Cuma satu, tak lain dan tak bukan Kyoko seorang. Akhirnya bertemu juga setelah dua minggu yang melelahkan.

Aku meremas badannya, merasakan lembut kulitnya. Penisku sudah berdiri dengan tidak karuan. Aku berusaha meraih kondom yang terlempar di atas kasur pada saat kami berpelukan tadi. Kyoko menahan tanganku mendadak. Dia melepas ciumanku dan lantas tersenyum penuh arti. Dia melirik ke bawah. Ke arah penisku. Aku mengerti dan mencium hidungnya pelan. Tapi aku tidak ingin melepasnya terlebih dahulu. Aku masih memeluknya dengan erat, tanpa meraba bagian-bagian tubuhnya yang menggairahkan. Bibirnya kembali kulumat dalam sepinya Nakano malam itu.

“Aya” bisik Kyoko.
“Yes?”
“Hehe” Kyoko mendorong badanku dengan lembut dan aku pasrah. “Aya pasti chapai” senyumnya.
“Iya”

“Jya, jadi Aya tenang saja, biar Kyoko malam ini” biar dia malam ini apa?
“Hmm?” tanyaku tanpa berkalimat.
“Just relax and let Kyoko do the job” jawabnya dengan senyum dan bahasa Inggris yang kental dengan logat Jepang itu.

Kyoko kembali menyuruhku dengan gerakan tangannya, untuk tidur telentang. Rasanya mungkin tidak adil karena dia mengatakan bahwa ia akan bekerja sendirian malam ini. Tapi benar juga, badanku terasa lemah dan pegal. Aku berbaring dengan santainya di atas kasur, dan Kyoko merayap dengan pelan ke atas penisku. Dia mencium ujung kepalanya.

“Hehe” bisiknya. Aku hanya tercekat tanpa suara saat dia menggenggam penisku, mengocoknya dengan gerakan yang super lembut, dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Shit. Hangat sekal rasanya. Sensasi gerakan mulut perlahan dan digabung dengan gerakan tangannya, membuat aku yang lemas semakin lemas. Dia tampak tekun, menggerakkan tangan dan mulutnya perlahan, dalam ritme yang sedikit berbeda, tetapi kalau digabungkan, rasanya luar biasa seperti ini. Dia menutup matanya, menikmati setiap detiknya. Setiap detik dimana organ-organ di dalam mlutnya bersentuhan dengan penisku. Akupun merasakan kelembutan, kehangatan dan basahnya adegan itu. Aku dengan lemah berbaring, mencoba merasakan setiap senti permukaan alat vitalku yang ia berikan stimulan.

Tangannya bergerak begitu pelannya, berusaha agar aku tidak merasakannya sebelum semua selesai. Kyoko melepaskan penisku dari mulutnya, menatapku dengan sudut matanya, dan melanjutkannya lagi. kali ini dia menjilati permukaan penisku, sampai ke pangkal-pangkalnya. Dia tampak menikmatinya juga, walau aku tidak tahu apa yang dia rasakan.

Pelan tapi pasti, sepertinya semua permukaan penisku sudah habis olehnya. Dia menjilatinya, menciumnya dan sekarang ia kembali mengulumnya. Sumpah, getarannya luar biasa. Rasa yang menggelitik menjalar, dari penisku sampai ke otakku. Otakku terasa geli, terbenam dalam nikmatnya perasaan detik ini. Dan detik ini, Kyoko tanpa ampun dan dengan anggunnya menjadikan penisku sebagai barang favoritnya. Sempurna memang, disaat kau sedang merasakan lelah yang amat sangat, calon istrimu menawarkan sesuatu yang tak bisa kau tolak lagi. Yaitu memanjakanmu. Memanjakanmu tanpa ampun. Dan aku tidak akan meminta ampun, pasrah dan menikmati setiap detiknya.

Setiap detik lidahnya bergerak, menjelajahi sudut-sudut penisku. Setiap detik bibirnya mencium permukaan penisku. Setiap detik kehangatan mulutnya membasahi penisku. Dan setiap detik yang ia berikan untuk menjadikan diriku merasakan kenikmatan luar biasa ini.

“Aya suka?” tanyanya sambil menggenggam penisku yang begitu tegaknya. Aku hanya bisa mengangguk di tengah nafasku yang tidak karuan. Kyoko lantas tersenyum lucu, dan bangkit. Dia tersenyum simpul, sepertinya dia puas akan reaksi badanku atas perbuatanya. Dia lantas merayap, mengambil kondom yang tadi terlempar entah kemana itu. Dengan gerakan perlahan namun pasti, dia merobek bungkusnya dan mengeluarkan pelindung itu dari kemasannya.

Kyoko lalu memasangkannya dengan tepat dan baik. Ah ada aja perkembangan dan kejutannya yang selalu membuatku terpana setiap bertemu dengannya.

“Jya… Owarimashita” senyum Kyoko saat ia selesai memasangkan kondom di penisku, berikutnya dia mendadak menaiki tubuhku, tapi dengan berputar. Punggungnya menghadap diriku.pantatnya yang bulat mendadak jadi objek yang sangat menggairahkan untuk tanganku. Aku lantas meremasnya.

“Mmhh….” Desah Kyoko saat tanganku mempermainkan pantatnya. Dan dengan gerakan yang lembut, perlahan penisku amblas di dalam vaginanya. Pelan, namun pasti, Kyoko menggerakan pantatnya, memberikan stimulasi yang luar biasa yang menjalar dari vaginanya, ke penisku dan ke seluruh badanku.

Rasanya badanku bergetar dengan luar biasa, menjadikan badanku ini sebagai lahan bermainnya.

“Uhh…” desahnya tak berhenti saat pantatnya naik turun, meremas, menghadirkan perasaan yang luar biasa nikmat. Rasanya gila. Sampai saat ini, aku tidak mungkin akan pernah bosan akan semua sudut tubuh Kyoko dan segala apa yang ia lakukan. Dia memang selalu bisa membuatku terlena setiap detiknya dalam semua persetubuhan kami.

Pelan tapi pasti, aku bisa merasakan gerakan tubuhnya. Dia ingin aku sedikit beringsut kebawah, agar dia bisa berbaring di atas tubuhku. Tetapi aku tidak menurut. Tentunya aku punya pemikiran lain. Aku bangkit, duduk dan memeluk Kyoko dari belakang. Perlahan, sambil merasakan gerakan pantatnya yang naik turun, aku menciumi punggungnya dan merayap menuju lehernya. Aku bisa merasakan nafasnya yang berat, seiring gerakan bibirku menjelajaih bagian tubuhnya.

“Ngg… Kimochi” desahnya saat aku mulai meremas buah dadanya dengan kedua tanganku. Putingnya kupermainkan, dan rasanya memang luar biasa nyaman.

Kami saling memberi kenikmatan. Bertukar stimulasi. Saling mempertontonkan hasrat masing-masing. Aku menciumi lehernya dan mempermainkan buah dadanya. Dia bergerak dengan ritme yang membius, melumat penisku dengan lubang kewanitaannya yang menggoda itu. Luar biasa hangat, dan sukses membuat pikiranku melayang. Melayang, sampai di satu titik penisku tampak tidak tahan lagi.

“Kyoko… I want to come…” bisikku.
“It’s okay, kalau Aya mau” jawabnya.
“No, aku pengen Kyoko juga……”

“Aya kan chapai…. Biar Aya saja” bisiknya. Iya, diskusi ini tak ada ujungnya, karena kami masing-masing berkonsentrasi bagaimana caranya untuk memberikan rangsangan yang tidak ada ujungnya kepada masing-masing kami. Kyoko berusaha untuk membuatku ejakulasi, dan aku berusaha untuk membuat Kyoko orgasme. Benar-benar kompetisi yang saling menguntungkan.

“Sshhh” Kyoko lantas menyuruhku diam, melepas tanganku dari payudaranya, dan mendorong tubuhnya untuk jatuh ke diriku. Aku tidak kuasa menahan badannya dan akhirnya aku jatuh. Kyoko lalu dengan gerakan yang aku sama sekali tidak menduganya, sedikit mengangkang dan berbalik, menjadikan tubuhnya menghadap diriku. Dia lantas kembali menduduki penisku, menatap mataku dalam-dalam, dan menahan tanganku.

“Aya diam saja” tawanya. Dia lalu bergerak dengan ganasnya, diatas penisku.
“Aahh…” desahku tertahan saat dia bergerak dengan ritme cepat dan tidak teratur.

Gila.

Ini gila.

Luar biasa gila.

Kepalaku penuh. Penuh oleh Kyoko. Kyoko yang sedang bergerak diatas tubuhku, menahan tanganku, dan buah dadanya yang tidak bisa lepas dari mataku. Bergoyang, naik turun dengan lembutnya, memberikan tontonan yang luar biasa. Luar biasa menggoda.

“Aahhh……” bisikku tidak tahan. Dan itu seperti pertanda Kyoko untuk menjadikan gerakanya makin liar. Ia menggigit bibirnya, dia juga pasti merasakan hal yang sama.
“Aya..” teriaknya pelan.

“Uhhh…. Kyoko… Aku…”
“Aya…”
“Ah!” aku mengejang dan Kyoko juga. Dia tampak menutup matanya, disaat aku tidak bisa bersuara lagi. sial. Sial. Sial. Penisku meledak tanpa aba-aba. Aku bisa merasakan cairan hangatku meleleh di dalam kondom. Kyoko masih begerak dengan liarnya.

“Kyoko aku…”
“Chotto…” Kyoko lalu mengejang pelan. “Ah… Aya… Ah” Kyoko mengerang dengan nikmatnya dan ekspresinya yang luar biasa itu. Mendadak dia berhenti dan dengan lunglainya jatuh di atas tubuhku. Tanpa menunggu lama kami pun langsung berciuman dengan eratnya.

Badannya licin oleh keringat, dan matanya tampak bercahaya. Dia pasti sudah merasakan kenikmatan yang sama denganku.

Malam itu, kami saling mencium, seperti berjanji untuk tidak saling melepaskan. Tentu. Kami akan menjadi suami istri dalam hitungan minggu. Kami tidak akan saling melepas.

Untuk selamanya.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
MDT SEASON 1 - PART 80

Hantaman – Japan Februari 201X

Week 1
Senin : Touch down Tokyo, ke penginapan
Selasa : Press Release + Live! @ Tower Records Shinjuku
Rabu : Go To Osaka
Kamis : Live! @ Fandango Osaka
Jumat : -
Sabtu : Live! @ Club Quattro Umeda
Minggu : Go To Kyoto

Week 2
Senin : -
Selasa : Live! @ Live House takutaku Kyoto
Rabu : -
Kamis : Live! @ Kyoto MUSE
Jumat : Go To Tokyo

Sabtu : Live! @ MARZ Shinjuku
Minggu : -

Week 3
Senin : Live! @ Koenji 20000 V
Selasa : -
Rabu : Live! @ Shibuya WWW
Kamis : -
Jumat : Go To Jakarta


--------------------------------------------

image12.jpg

“Gak capek mas?” tanya Ai di sosial media.
“Capek? Banget” jawabku.

“Gimana Stefan ya, ajrut-ajrutan terus di panggung” tanya Ai lagi.
“Dia kalo gak di panggung udah kayak ayam mati yang digantung di pasar loh” jawabku dengan asalnya.
“Kasian haha, tapi aku kesel sih kemaren, denger ulahnya dia disana”
“Cemburu yak” godaku.
“Gak cemburu lah, lebih ke marah, kalo sampe Indonesia aku apain ya tu anak” kesal Ai.

“Kamu apain kek, sama kita semua juga kesel” jawabku.

Aku melirik ke sebelah. Sudah kosong. Kyoko sudah pulang kembali ke Mitaka, untuk bekerja kembali. Dan malam nanti, dia dan Kyou-Kun akan datang ke MARZ Shinjuku untuk menonton penampilan kami. Setelahnya Kyou-Kun ingin bicara katanya denganku. Ya mari lah, walaupun sudah ada pemecahan untuk masalah di café, tapi aku pikir mungkin ada satu dua hal yang ingin dia sampaikan kepadaku soal hal tersebut, atau juga bicara panjang lebar soal pernikahan. Dan aku juga sudah lama tidak mengobrol panjang lebar dengan calon kakak iparku itu. Orang yang unik dan lucu.

Sesaat lagi waktu makan siang akan datang, dan aku dengan malas bangkit, untuk mandi air hangat sebelum beraktivitas. Masih ingat aku, rasanya semalam saat aku bergumul begitu panasnya denga Kyoko. Ingin rasanya bisa seperti itu tiap malam, dan sebentar lagi semuanya akan terwujud melalui pernikahan.

Tubuh telanjangku berjalan dengan malasnya ke arah kamar mandi, dan berdiri di bawah shower. Sesaat kemudian kubiarkan tubuhku dialiri hangatnya air. Kontras dengan suasana di luar yang sudah pasti dingin. Mudah-mudahan, nanti malam tidak ada kejadian aneh lagi. sudah cukup semua ini, sudah cukup kejadian dengan Stefan dan Chiaki. Rasanya hati ini tidak siap untuk menerima kejutan yang tidak enak lagi.

Dan mudah-mudahan aman sampai selesai tur nanti.

Amin.

--------------------------------------------

ecb44010.jpg

“Gue pikir MARZ itu bar” ucap Stefan dengan cueknya, saat kami semua sedang berjibaku menatap alat-alat kami di panggung.
“Kalo bar emang kenapa” balas Anin malas.
“Kalo bar gue bisa minum-minum, mumpung bareng kalian, udah asem mulut gue lama ga kenal alkohol” jawabnya.

“Baru juga berapa hari” sahutku. Untung saja chemistry kami tidak menjadi awkward. Bagas kini kembali dalam diamnya. Sepertinya butuh hal-hal besar seperti kejadian kemarin-kemarin itu untuk membuatnya bersuara. Bersuara dengan tidak naturalnya. Bicara terlalu banyak untuk ukuran Bagas. Bagas yang selalu diam, hening, tanpa suara dan tanpa ekspresi. Dan setiap dia bicara banyak, pasti gara-gara Stefan. Luar biasa Stefan.

“Cigs” Zee datang menghampiri Stefan, memberikan titipan Stefan. Tadi dia dan Ilham ke minimarket, dan Stefan menitip rokok.
“Makasih, sayang disini ga boleh ngerokok… kalo bar kan boleh… Ini venue musik gitu sih ya” komentar Stefan.
“Cerewet ah, kayak emak emak” kesal Anin.

“Suka-suka gue anjing”
“Elo yang anjing”
“Elo”
“Elo”

“Kalian berdua anjing sih” tawaku sambil menata efek gitarku di panggung. Ah, sepertinya sehabis tur ini aku harus cuti musik dulu, apalagi pernikahanku sebentar lagi.
“Elu juga anjing” ledek Stefan.
“Kita semua anjing” jawabku.

“Kecuali Bagas” sahut Anin.
“Kecuali Bagas” sambung Stefan.
“Kecuali Bagas” aku mengamini.
“….” Reaksi Bagas.

“Kalian stress ya?” tanya Ilham sambil mengambil foto kami semua.
“Stress” jawab Stefan.
“Stress banget, besok ke Akiba lah” seru Anin.

“Lo ga bosen apa?” tanya Ilham lagi.
“Ga, gue kan ga tinggal di Jepang kayak elo” jawab Anin sekenanya. “Makanya yuk besok siapa mau ikut kita ke Akiba lagi?”
“Kita?” respon Ilham bingung.

“Mending besok semua istirahat deh, tidur, tenang, terus malemnya kita ke bar gitu? Nakano aja, kasian si Stefan, lagian kalo dia ngaco karena mabok bisa kita jagain kan?” aku memberi usulan.
“Tapi….” Potong Anin.
“Ya kalo lo mau ke Akiba sendirian monggo siangnya, gue mau tidur, sumpah, ancur banget badan gue men….” Lanjutku.

“Ya… Gue kalo ga ada temennya gimana? Ham? Temenin gue kan?” pinta Anin.
“Nin, Tokyo tuh luas, ga cuman Akiba tau” Ilham memicingkan matanya.
“Zee?” Muka Anin terlihat sumringah mendadak.
“Nope” dia lalu mengambil dan mengabadikan ekspresi muka Anin yang tolol itu dengan kameranya.

“Terus?”
“Sono aja ndiri” seloroh Stefan.
“Sena pasti mau ikut gue”
“Ide bagus, secara dia bingung mau kemana-mana kan?” sambungku.

“Ho oh” Anin memandang Sena yang sedang ada di booth mixer seperti biasa, membiasakan diri dengan console mixer lain lagi di venue beda lagi. Shigeo mendampinginya, mencoba mentranslate omongan Sena ke Kru MARZ dan sebaliknya.

“Tapi tadi, idenya Arya bagus sih, kita aja keluar, minum-minum lucu, gue kangen ama suasana Mega Kuningan mendadak” Stefan tampak terlihat sedang berpikir.
“Asal jangan lo nyentuh cewek aja”
“Ga bakal, kayaknya kalo kejadian gue bakal digorok ama Kairi, terus pas sampe Indonesia gue digorok lagi sama kalian…. Mati dua kali gue entar” balasnya.

“Iya, mati dua kali” sambungku.
“Tiga kali mungkin” sambung Anin.
“Empat kali aja biar pas” lanjutku.
“Lima kali aja biar kayak jumlah anggotanya Power Rangers” lanjut Anin lagi.

“Komentar-komentar kontol” jawabnya lemah.
“Elu tuh yang kontol” ledek Anin.

“Tol… tol… Kontol… Kontol satu dua tiga” Stefan mencoba microphone yang nanti malam akan menjadi alat untuk dirinya menggilas yang bisa kami gilas. “Tol.. Kontol… Memek… Satu dua satu dua, memek”. Sena mengangkat jempolnya dari kejauhan, menandakan bahwa sinyal suara Stefan masuk dengan oke. Stefan membalasnya dengan menjepitkan jempol diantara telunjuk dan jari tengahnya.

Ah, sudahlah, malam ini harusnya sukses lagi.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

e0256310.jpg

Aku menarik nafas. Menarik nafas panjang. Panjang sekali. 100 meter ada mungkin. Aku berjalan dengan terhuyung ke arah amplifier gitar. Berjongkok, dan mengambil botol air mineral. Gila, baru 1/3 show. Penonton sangat padat, dan beberapa muka Indonesia terlihat. Tentu saja Kyoko dan Kyou-Kun ada di crowd itu. Aku melihat mereka beberapa kali. Gila, ngos-ngosan banget. Nafas berat, badan kaku, pandangan agak berkunang-kunang. Aku pasti kecapekan. Bagaimana tidak, hidup berpindah-pindah di jalan memang melelahkan. Apalagi sambil main musik selang dua-tiga hari sekali. Gila memang.

Kairi tidak hadir malam ini. Dia baru akan hadir di show terakhir. Dia percaya kalau kami tidak akan mengecewakan aksi panggungnya. Toh yang selama ini mengecewakan buat dia adalah tingkah Stefan yang entahlah dan apalah. Aku memperhatikan teman-temanku. Anin terlihat sangat lemah, Stefan dari tadi tampak menghemat tenaganya. Sehingga dia tidak begitu lincah hari ini. Seluruh energinya dicurahkan hanya ke nyanyiannya. Jadi kualitas suaranya tidak berubah, walau dia tidak begitu lincah.

Bagas? Stabil. Tetap Stabil dan tidak terlihat capek sedikitpun. Manusia gila. Zee ada di pinggir panggung dan sesekali maju untuk mengabadikan kami. Ilham sudah hilang di tengah crowd, mengambil gambar dari sisi lain. Sena terlihat begitu antengnya di booth mixer, di FOH.

“Next song” bisik Stefan di panggung. “How many of you are married?” tanyanya ke penonton. Sekitar1/4 dari penonton mengangkat tangan. Stefan tertawa tanpa suara. “Fucking retards” bisiknya, disambut suara tawa dari penonton.

“It’s an illusion” bisiknya. Aku menaruh gitarku dan mengambil gitar akustikku. Iya, sebentar lagi satu-satunya lagu cinta dan bernuansa balada dalam album kedua kami akan dibawakan, yakni Ilusi. Kini aku menenteng gitar akustik elektrik dan siap memainkan lagu Ilusi.

“This is our guitarist, Arya, say hi to him”
“HI Arya !!” sapa crowd. Aku mengangkat tangan dan berbisik di microphone.
“Konbanwa” lalu aku membungkuk ke arah mereka.

“He will join you, fucktards, next month, he will be a husband” ucap Stefan, yang disambut oleh tepuk tangan dan siulan crowd. “And I believe his future wife is here, Hi Kyoko” sapanya entah kemana. Dia tahu Kyoko datang, tapi dia tampaknya tidak melihatnya di tengah crowd. “And this is Ilusi – Illusion”

Aku memulai intro dengan riff-riff nada minor, dan disambut dengan penjagaan dari Anin dan Bagas. Aku berdiri tegak, berkonsentrasi pada gitaru, untuk memasukkan melodi gitar yang menyayat sekaligus merdu. Dan saat itulah, suara Stefan masuk, mengisi ruang kosong yang ada di hati penonton.

Hujan rangsangan membasahi.
Hadirmu sekedar di pikiran diri...
Bisa gila aku, karena ilusimu
Terhanyut dalam detik dan menit bersama hantu
KAU ILUSI
MEMBAKAR SEPI
KESEMPURNAAN YANG TAK NYATA
KEHIDUPAN YANG TAK ADA
ILUSI...

Ilusi kata Stefan. Ilusi buatnya mungkin, tapi nyata untukku.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

5795cb10.jpg

“This is the first time I see Hantaman and it’s cool!!” seru Kyou-Kun, di izakaya, warung khas Jepang di Shinjuku. Aku tersenyum mendengarnya.
“Thanks” balasku. Waktu sudah malam, tengah malam, tapi Shinjuku belum mati. Kami berempat ada disana. Aku, Stefan, Kyoko dan Kyou-Kun. Sisanya pulang ke Nakano. Kelelahan, dan tadi kulihat mereka semua tewas di dalam minibus, kecuali Bagas. Ya, apa-apa memang begitu, kecuali Bagas.

Stefan hanya memesan bir dan beberapa yakitori. Aku juga, yakitori dan minuman hangat, ocha. Kyoko duduk di sebelahku, dan di depannya ada satu gelas besar berisi bir. Kyou-Kun juga sama. Bir. Ada apa Jepang dengan Bir?

“I never picture Aya playing rock, but so cool”
“Pfft… Aya” tawa Stefan pelan sambil melahap yakitorinya.
“Thanks… And thank you again for watching” senyumku ke calon kakak iparku. “And BTW, about café, how is it going?” tanyaku ke Kyou-Kun, membuka omongan.

“Well… Ano… Kyoko friend will work after the wedding in Jakarta… So.. Ahh… Big los for me but, if Kyoko happy, I also happy” senyumnya terpaksa. Kyoko senyum lebar dan dia bertepuk tangan pelan. Iya, sayang, kamu menang, senyumku dalam hati.
“Is it a girl?” tanyaku.
“Yes”
“Hmm” senyumku.

“But not my type!” seru Kyou-Kun sambil tertawa.
“Really? Any girl is my type…everyone of them” tawa Stefan di sebelahnya. Mendadak bahu Stefan ditepuk dengan kerasnya oleh Kyou-Kun sambil tertawa.
“Sutefan!! Haha, you want girl? I know some work in bar here shinjuku” ucapnya dengan lantang dan amburadul.

“Err… Maybe no” senyum Stefan dengan awkwardnya.
“Why?”
“Ah… Just no?” jawab Stefan terpaksa.
“Mampus” bisikku sambil menahan tawa.

“Ah, big loss, so, Aya, about the wedding” senyum Kyou-Kun lagi.
“Yes?”
“This is a big move for Kyoko, also me” lanjutnya. Iya pasti, ini hal besar untuk Kyoko, dia akan pindah ke Indonesia, dan berproses menjadi istriku sekaligus da ingin menjadi WNI. Sedang Kyou-Kun, dia akan mengelola café bersama orang baru, dan ini jadi awal fase baru di kehidupan mereka berdua yang sudah biasa bersama-sama sebagai kakak adik yang solid.

“Of course” jawabku.
“So… Now, I want to make sure you’re worthy” senyumnya sombong.

Apa?

“Nii-san? Nani?” kaget Kyoko.
“Pardon?” tanyaku. Kyou-Kun ingin membuktikan kalau aku pantas? Apalagi yang perlu dibuktikan? Aku dan Kyoko sudah klik, sudah saling nyaman, sudah saling nyambung dan tinggal ijab kabul saja.
“I want to challenge you” senyumnya sombong.

“What? Jam session? Bring it on” tawaku sambil bertanya-tanya apa yang mungkin ia jadikan tantangan. Apalagi coba? Dia musisi dan aku musisi, rasanya tak ada lagi tantangan yang pantas untuk dikerjakan selain jam session. Jika besok dia menantangku jam session, rasanya pantas, dan aku juga bisa bermain Jazz lagi, akhinya, setelah lama tidak. Dan kalau memang jam session, aku tidak akan mungkin takut. Malah bisa-bisa aku yang semangat dan menjadikan tantangan ini kekuasaanku. Lagian, apa-apaan sih, mungkin dia hanya ingin menghibur diri saja karena tidak bisa mengelola cafenya lagi dengan adiknya. Jadi akan kuladeni untuk menghibur dirinya.

“No. No jam session” jawabnya. Aku lantas mengrenyitkan dahiku.
“Nii-san!” Kyoko menggelengkan kepalanya. “Nani ni tsukau no….” buat apa, keluh Kyoko. Iya, buat apa juga sih pake hal-hal seperti ini, tapi bisa saja kuanggap ini sebagai hal yang bisa membuatku erat dengan Kyou-Kun.

“What is it, bring it on” senyumku, mencoba menghibur calon kakak iparku.
“Drink competition” seringainya.
“WHAT?” aku? Minum? Ah, apa-apaan ini. “But I…”

“If Aya don’t want, okay, but… Ah, not worthy… Soredake no… kachi wa arimasen” tawa Kyou-Kun, meledekku.
“Nii-San, Maji ka yo…..”
“Ahaha, daijobu… Mitai yo.. Watashi…” Ah sial, dia pingin lihat katanya, sejauh apa aku.sejauh apa aku mendobrak batas-batasku demi Kyoko pasti.

“Okay, Yatte mimashou…” jawabku dengan percaya diri. Oke, coba aja, walau aku pasti muntah-muntah.
“Ahahaha” tawa Stefan, yang langsung mengajak Kyou-Kun high five. Kyoko menggelengkan kepalanya dan lalu menatapku dengan tatapan kesal. Aku mengangkat bahuku, seperti berkata “apa salahnya?”

--------------------------------------------

Salah.

Salah besar.

Tau gini, aku tidak menerima tantangannya. Kepalaku berkunang kunang, dan pandanganku sudah goyang. Mau tahu apa saja yang sudah kuminum? Dua gelas bir. Gelas sedang, dan segelas kecil sake. Dan aku jadi bahan tertawaan Stefan dan Kyou-Kun. Kyoko malah terlihat kesal dan sibuk dengan handphonenya.

“Cuma gitu doang nyet” tawa Stefan.
“Ahaha, so weak” tawa Kyou-Kun.

“I am weak…. Jawabku lemah, menyadari bahwa ini adalah pilihan yang salah. Iya, salah. Salah banget. Super salah. Aku melirik ke Kyoko dan mata kami bertemu. Kyoko hanya diam sambil menggelengkan kepalanya dengah muka kesal. Jangan marah dong sayang. Aku berusaha meraih tangan Kyoko. Kyoko hanya diam dan menghindar. Ah. Sepertinya dia ngambek.

“Next!” Kyou-Kun menuangkan bir ke dalam gelas lagi. Aku meraih gelas itu dengan setengah hati.
“Kanpai!” seru Stefan, dan curang, dia tidak minum lagi. Aku dengan malas menubrukkan gelasku ke gelas Kyou-Kun. Dan cairan pahit yang membuat perutku kembung itu masuk ke tenggorokanku. Sial, tidak panas, tapi lama-lama eneg. Aku tak akan mau menyentuh minuman ini lagi seumur hidup. Bangke.

“Cuma kuat setengah Ya?” tanya Stefan meledek. “Gitu doang?” tawanya.
“Berisik” aku mencoba memasukkan isi gelas itu lagi ke dalam perutku, tapi mulutku berontak. Dia mual, dan aku mual. Dan Kyoko Cuma melirikku dengan muka ditekuk. Gila, baru sekali ini liat dia ngambek. Dan ngambeknya gara-gara tantangan konyol ini.

“Not worthy” ledek Kyou-Kun.
“Aya, sudah. Tida baik” bisik Kyoko dengan tegas.
“Bentar” jawabku, dan aku mnahan rasa mualku dan ahirnya cairan di gelas itu habis. Aku menarik nafas lega. Kepalaku sepertinya makin berat. Kata orang, minum bir Cuma bikin ngantuk. Dan sekarang kalau ada yang bilang seperti itu di depanku, akan kutampar orang itu. Selanjutnya datang lagi. sebotol kecil sake hangat. Aku menelan ludah. Ya Tuhan.

“Kanpai!” ajak Kyou-Kun, dan aku memasukkan minuman yang berasal dari beras itu ke dalam perutku.

Panas. Sialan. Sialan. Sialan. Rasanya seperti menenggak spiritus. Dan rasanya, ya tuhan, kenapa ada orang yang hobi meminum hal-hal seperti ini.

Monyet. Babi. Setan alas.

“Aya, sudah” bisik Kyoko.
“Kakakmu tapi”
“Sudah, Aya, jangan seperti kodomo” iya, kodomo adalah anak-anak. Tapi aku mendadak ingin tertawa karena aku jadi ingat satu produk pasta gigi anak-anak.

“Tapi Kyou-Kun…” aku bersuara.
“Sudah. Kyoko mau pulang” Kyoko lalu dengan marahnya memasukkan handphonenya ke dalam tasnya dan mengeluarkan dompetnya, mengeluarkan uang untuk membayar apa yang ia minum dan makan.

“Ahahaha, oke-oke… Finish” tawa Kyou-Kun melihat adiknya ngambek. Kyoko hanya geleng-geleng kepala saja melihat ulah kami. “Oke, I Pay…” tawanya. Menertawakan adik iparnya yang tepar Cuma karena sedikit sake dan bir.

--------------------------------------------

image12.jpg

“Jangan pergi” pintaku ke Kyoko. Aku menarik tangannya yang baru saja memakaikan selimut di kamar hotel.
“Aya, Kyoko suda bilang kan, hari ini Kyoko tidak tidur disini”
“Jangan…” Aku menarik tangan Kyoko sekuat tenaga. Sekuat tenagaku yang lemah.

“Aya… Tidur”
“Kyoko jangan marah”
“Kyoko sudah tidak marah”jawabnya.
“Tadi Kyoko marah” rengekku.

“Kyoko marah sama Aya soalnya stupid” gelengnya.
“Maaf”
“Hai… Jya, tidur Aya, Kyoko mau pulang. Nii-san sudah tunggu di lobby”

Ah tadi tidak naik kereta, tapi naik taksi ke Nakano. Courtesy of Stefan, yang menertawakanku karena susah berjalan. Bisa sih, tapi jadi ngalor ngidul jalannya. Dan daripada apa-apa, kata Stefan yasudah lah, kita naik taksi saja, dia yang bayar.

“Demo…. Tidur sini, mau peluk” manjaku. Manjaku dalam kepusinganku.
“Aya, sudah….Kan Kyoko bilang, nanti lusa Kyoko tidur disini…. Okei? After Koenji show” senyum Kyoko yang marahnya sepertinya sudah hilang dari dirinya.

“Aaaaah ga mau, mau sama Kyoko…” Aku menarik tangannya.
“Aya”
“Ga mau” ini apa sih kok manja begini, apa aku mabuk? Tapi masa Cuma segitu aja mabuk?

“Aya, sudah…..”
“Gak, gak boleh, Kyoko gak boleh pergi, Kyoko disini aja terus terusan….”
“Aya… “ Kyoko menghela nafasnya.
“Kyoko disini aja, cerita-cerita sama aku… Ayo…. Latihan punya anak, kalau anaknya rewel didongengin” WTF Ya, apaan sih?

Kyoko mendadak diam. Tiba-tiba dia merogoh handphonenya dari tas dan menelpon. Tak lama kemudian ia bicara dalam Bahasa Jepang, yang tidak jelas karena aku tidak begitu bisa berkonsentrasi. Pasti bicara sama Kyou-Kun. “Wakarimashita” akhirnya selesai juga telponnya.

“Hai, mana, anak yang butuh Kyoko” senyum Kyoko mendadak.
“Hore” ucapku lemah. Kyoko langsung naik ke kasur, dan dia membiarkanku memeluknya erat-erat.
“Obochan” bisik Kyoko sambil mengelus rambutku.

“Nani?” tanyaku.
“Obochan”
“Artinya apa?” tanyaku lagi dengan lemahnya.

“Manja… Seperuti Anak-anak…” senyumnya lemah, dan aku hanya bisa memeluknya, dan membiarkan mukaku masuk ke dalam pelukan.

Biarin. Asal manjanya sama Kyoko. Dan pusing. Oke. Sudah, pusing.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Mantap kudu sesekali di kasih gamparan tuh PK.. Kaya temen ane dulu.. Pas banget ane yg nyelesain sama ortu nya cwe. .. Njing gua yg kena labrak ortu cwenya...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd