Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .
banyak bocoran MDT 2 banyak nyeseknya nih. ane nongkorongin MDT, Penanti ini selesai, ama nunggu yg baru aja deh suhu. ga tega kalo Kyoko ama Ai disakiti.

Dulu saya sampek baper om gara2 arya hahahaha,, asli bete bgt...
 
MDT SEASON 1 - PART 81

Hantaman – Japan Februari 201X

Week 1
Senin : Touch down Tokyo, ke penginapan
Selasa : Press Release + Live! @ Tower Records Shinjuku
Rabu : Go To Osaka
Kamis : Live! @ Fandango Osaka
Jumat : -
Sabtu : Live! @ Club Quattro Umeda
Minggu : Go To Kyoto

Week 2
Senin : -
Selasa : Live! @ Live House takutaku Kyoto
Rabu : -
Kamis : Live! @ Kyoto MUSE
Jumat : Go To Tokyo
Sabtu : Live! @ MARZ Shinjuku

Minggu : -

Week 3
Senin : Live! @ Koenji 20000 V
Selasa : -
Rabu : Live! @ Shibuya WWW
Kamis : -
Jumat : Go To Jakarta


--------------------------------------------

image12.jpg

“Aya?” suara Kyoko membuyarkan tidurku.
“Mmm?”
“Bangun Aya” aku bisa melihat muka senyumnya, samar-samar di hadapanku.

“Mmm….” jawabku dengan malas, badanku terasa lemah, dan mataku terasa berat. Kepalaku? Jangan ditanya. Rasanya seperti dipaku ke tempat tidur.
“Makan, Aya, Ima wa, Shogo desu” ucapnya lembut sambil berbisik ke telingaku. Aku kaget dan bangun terduduk. Aku melihat ke jam tanganku. Jam 11 siang. Kyoko tersenyum sambil menunjuk ke arah meja. Ada satu tas plastik minimarket, tampaknya berisi bento dan minuman.

“Aya tidurnya susah sekali, dibangunkan” senyum Kyoko, yang masih memakai pakaiannya kemarin malam. Dia terpaksa tidur disini, karena aku yang terpengaruh oleh sedikit minuman beralkohol malam tadi, memaksa dirinya menemaniku dengan segala kemanjaanku yang keluar entah dari mana. Pakaianku lengkap, masih memakai pakaian yang tadi malam juga. Aku merogoh sakuku dan menemukan handphoneku mati total. Pasti baterainya habis.

“Aya makan, lalu Kyoko pulang ke Mitaka, besok setelah Aya show di Koenji, Kyoko datang lagi ya” senyumnya manis.
“Mmm… Iya” aku masih pusing, dan mencari-cari entah apa.
“Chotto” Kyoko bangkit dan mengambil botol yang berisi air mineral. Dia lantas menyodorkannya kepadaku. Aku meraihnya dengan lemas, dan bersumpah. Aku tidak akan pernah mencoba-coba lagi menyentuh alkohol.

“Aya, semalam Aya seharusnya jangan setuju sama Nii-san” lanjut Kyoko.
“Iya” jawabku pelan sambil menenggak air untuk membasahi kerongkonganku yang tampaknya kering kerontang.
“Rain Kali, jangan minum osake dan Biru lagi ya” dia menatapku dengan serius, tapi tetap dibalut senyumnya yang manis.
“Hai.. Wakarimashita” senyumku balas.

“Ima… Taberu…” Kyoko mengambilkan makanan dalam kantong plastik itu. Ya, seperti yang sudah kuduga, bento khas minimarket. Masih hangat. Sepertinya dia baru saja membelikannya untukku.
“Kyoko tabemashitaka?” tanyaku menanyakan apakah dia sudah makan atau belum.
“Tabemashita” senyumnya, menandakan dia sudah makan. Aku mengangguk dan mulai menyantap makanan yang rasanya bahkan lebih enak daripada restoran jepang di Indonesia ini.

“Aku jadi makin gak sabar” senyumku.
“Tidak sabar apa Aya?” tanya Kyoko, dia memperhatikanku makan.
“Kita, kekkon”
“Haha” dia mengangguk, menandakan perasaan yang sama.

“Nanti kita seperuti ini ya, tiap hari” lanjutnya. Aku mengangguk. Iya, setiap hari akan seperti ini dan semesra ini.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

“Anin kemana?” tanyaku ke Stefan dan Zee yang sedang merokok di dalam kamar.
“Akiba” jawab Zee sekenanya. Dia memakai kaus lengan panjang dan training abu-abu. Mukanya tampak kusut. Dia pasti kecapaian. Stefan berbaring di kasur, memakai celana pendek dan t-shirt yang sudah bolong-bolong. Aku lantas duduk di kursi, di sebalah Zee.

“Ke Akiba sama?”
“Ilham dan si Sena” jawab Stefan.
“Nyerah juga si Ilham”
“Gak kuasa lah dia nentang perintah homoannya” ledek Stefan, mukanya kusut, seperti keset yang baru saja diinjak sepatu berlumpur.

Aku tertawa pelan, memperhatikan wajah kusam mereka berdua dan rokok yang mengepul di bibir mereka. Sadar aku tidak punya kegiatan, kubuka handphoneku dan menemukan notifikasi pesan di sosmed. Dari Arwen rupanya.

“Mas ini bikin iri aja deh di IG, gue pengen banget ke Jepang, Cuma ga sempet aja dan ga ada dana”
“Boong banget ga ada dana, emang kurang ya duit penyiar radio?”
“Eh, disini tuh diitung nya per jam on air...” tawanya di ujung sana. “Dan gue lagi banyak cuti jadi kayaknya produser kesel, jadinya ditaro di jam malem dan sedikit jamnya”

“Cuti ngapain”
“Jalan-jalan” jawabnya.
“Tuh bisa jalan-jalan mulu”
“Kalo domestik sih gampang pulang pergi hahahahahaha”

“Kalo mau cuti, sekalian yang ultimate gitu loh, ke Jepang” lanjutku.
“Yaudah deh, ntar nabung”
“Emang ke Jepangnya pengen ke mana?” tanyaku.
“Gak tau hahaha...”

"Ke Mitaka aja, enak lho" balasku.
“Ngapain ke Mitaka?” aku heran.
“Kan calon bini dari Mitaka tuh” aku menjelaskan lantas menjelaskan, kenapa Mitaka wajib dikunjungi.

“Oh gitu? Asiik kalo main kesana ada tebengan” candanya.
"Ditunggu, haha"

Dengan tak sadar ada kepala yang mengintip percakapanku. Kepala setan. Aku kaget.

“Gue kirain ngobrol ama siapa, taunya bukan ama Kyoko, abis asik bener” Stefan memicingkan matanya.
“Ngapain nyontek, emang lo pikir ujian” kesalku.
“Kagak, kirain lagi pacaran terus mau gue ledekin, taunya lagi ngasih harapan palsu lagi ke cewek lain lagi” ledek Stefan.

“Apaan sih, ga gitu kali, emangnya elo sama Chiaki”
“Gue ama Chiaki maksudnya ngemodus bego. Elo beda, pasti deh, kayak kasus Kanaya lagi entar” tawanya.
“Obrolan mabok lo pas di Osaka jangan di bawa-bawa, kampret”

“Nah gitu aja ngambek” Stefan menyalakan rokok lagi dan memandangku dengan mata yang meledek.
“Abis situ gak ngaca”

“Ah boys… Complicated” Zee menggelengkan kepalanya dan melihat kami berdua dengan tatapan yang agak meledek. Dia mendengus menahan tawanya dan menghisap rokoknya sampai pantas untuk dimatikan di asbak.

Ah, untung usulan kami untuk menghentikan jadwal latihan disetujui oleh Kairi. Selain karena kami sudah sangat hapal dengan lagu-lagu kami, kami juga butuh waktu istirahat seperti ini. Fisik kami sudah terkuras, dan mental kami juga. Dengan masa-masa tenang seperti ini, alias doing nothing, tidur-tiduran, ngobrol dan santai di hotel, pasti semuanya terisi lagi.

“Gue mau tidur lagi” aku bangkit dari kursi dan ngeloyor begitu saja ke kamarku.
“Tar malem jadi kan?” tanya Stefan.
“Jadiin aja”
“Masih hangover dong elo?” tanyanya sambil meledek.
“Lo taik ya” dengusku, berharap bisa melupakan kejadian semalam. Hanya beberapa gelas saja dan selesai. Tamat. Alkohol terakhirku, kecuali kalau aku ditodong pistol dan aku harus memilih antara nyawaku atau minum alkohol.

“Makanya semalem gue nahan diri, biar bisa nyaksiin elo kepayahan” lanjut Stefan, seakan tak peduli aku sedang jalan di luar.
“Ntar malem gantian” aku mengintip Stefan dari sudut mataku, membalas ucapannya.
“Haha”

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

dsc_0810.jpg

“Cheers!!” gelas-gelas berdentingan di dalam Bar. Ternyata di Nakano banyak bar, dan tak sedikit ada yang bertema otaku. Anin bersikeras mengajak kami ke Bar Gundam, tapi ternyata disana minumnya sedikit, dan isinya adalah orang-orang yang sedang asyik merakit Gundam. Tentu saja Stefan langsung bersungut-sungut dan meninggalkan tempat itu.

Sekarang kami sedang ada di sebuah bar biasa, dengan segala macam jenis minuman keras yang terpampang disana. Gayanya adalah irish pub, tentunya dengan televisi yang menyiarkan sepakbola terus menerus dan kami duduk di bar table yang terpisah dari bar utama.

Bir, dan segala macam minuman lainnya tumpah ruah di meja kami. Tak ketinggalan soft drink yang ada di depanku.

“Jadi inget Mega Kuningan” aku membuka pembicaraan sambil menenggak soft drink.
“Iya, disana kita mulai segalanya ya, sampe tempat itu udah sekarat kayak sekarang” dia meringis, membayangkan bagaimana tempat itu jadinya sekarang setelah ditinggal Cheryl.

“Dan disana juga si Arya bikin baper cewek” tawa Stefan.
“Tokai”
“Kanaya apa kabar Bang?” tanya Sena polos sambil menghisap rokoknya, dan memperhatikan sekeliling.

“Mana gue tau” jawabku dengan tegas.
“Who’s Kanaya, his ex?” tanya Zee yang tampaknya hari ini melonggarkan remnya dengan meminum banyak-banyak minuman keras.
“Oh iya, sampe ribut gara-gara Kyoko kan?” tawa Stefan. Aku memicingkan mataku.

“Sayang Cuma kita doang ya disini” Anin tampak mengalihkan pembicaraan. Ya, Cuma Aku, Stefan, Anin, Sena dan Zee. Bagas sudah pasti tidak mau ikut, dan Ilham katanya capek, ingin istirahat, setelah mengantarkan Anin ke Akiba lagi siang-siang.
“Elo sih nyiksa Ilham ke Akiba lagi, belanja apa tadi?” tanyaku.
“Ga belanja apa-apa, bingung” senyum Anin sambil mengusap-ngusap kepalanya dan melirik sejenak ke arah Zee.

“Eh kontol, jangan ngalihin pembicaraan” potong Stefan.
“Well, I want to know more about this Kanaya” senyum Zee. Iya, terlihat kok, setelah beberapa gelas, dan botol, rem Zee sudah mulai terlihat longgar.
“Ga usah”

“Ribut gara-gara Kyoko hahahaha” tawa Stefan.
“So, putus, karena Kyoko, jadi Arya sudah punya gf lalu ke Jepang dan malah sama Kyoko?” tebak Zee asal.
“Sembarangan” kesalku sambil menghabiskan minuman ringan berwarna hitam dan berasa entahlah yang sangat terkenal itu.

“Oh, udah begini malah, ditinggal ke Jepang” Stefan melingkarkan jari tangannya dan telunjuk tangan sebelahnya bergerak maju mundur dalam lingkaran itu, mencontohkan tindakan persetubuhan laki-laki dan perempuan.
“Kalian jangan pake kedok minuman buat ngomongin orang, gue tau kalian belom mabok kok” kesalku. Aku melambai ke arah Bartender dan menunjuk kembali botol kosong di tanganku, mengisyaratkan bahwa aku butuh cairan minuman ringan lagi. Bartender mengangguk dan dia sedang menyiapkannya untukku.

“Dulu gue pikir Bang Arya bakal sama Kanaya loh” celetuk Sena.
“Woi” selaku pelan.

“So? What’s the status?” tanya Zee penasaran. Mukanya sudah agak merah dan dia membakar rokoknya.
“No status”
“Mereka gak pernah pacaran kok, Cuma temen doang” Anin tampak membantuku. Bagus. Teman sejati.

“Temen doang emang, tapi sampai ngewe” tawa Stefan.
“Ngewe doang emang, tapi sampe dikejar ke Osaka” ledekku ke Stefan.

Mendadak semua mata menatap Stefan dengan perasaan yang tak enak. Iya, kami semua tahu ini salah Stefan.

“Gila ya, bullshit banget omongannya sampe bisa bawa cewek ga pake biaya ke Osaka dan Kyoto” aku gantian meledek.
“Oh, lebih gila mana sama orang yang udah ngegele bareng, ditidurin, di anu anu terus ga jadi dipacarin, eh balik dari Jepang malah bawa cewek” ledek Stefan ganti.

“Ya yang ngebullshit sama cewek innocent dan bikin dia jadi blingsatan lah” balasku.
“Oh iya, yang satu lagi juga ceweknya blingsatan, ampe berantem dan ga ngomong lagi ampe sekarang” balas Stefan.
“Nah kalo ini abis ngebullshit malah kabur, gila, pengecut abis, tititnya ga ada ni orang” balasku.
“Lebih ga ada titit mana orang yang ngilang ke Jepang sebulan, terus ditungguin, malah bawa pacar, eh calon istri deng…” balas Stefan.

“Siapa juga yang nungguin gue” kesalku.
“Kanaya”
“Ya bukan salah gue kan, gue ga ada janji apa-apa, emangnya Stefan, mulutnya manis bener….” ledekku.
“Itu mah ceweknya aja yang lebay”

“Lebay gara-gara digodain kan” balasku.
“Iya deh, Stop, I Love You” Stefan menirukan kata-kata Kanaya yang dia katakan kepadaku menjelang kedatangan Kyoko ke Indonesia.
“Kampret” umpatku.
“Elu? Emang kampret… Suka tebar pesona sih” Stefan menunjukku lalu menggoyang-goyangkan jarinya di hadapanku.

“Udah saling celanya?” potong Anin.
“Belom, tuh, demenan lo di sebelah elo, diem aja, kaku amat kayak kanebo kering” ledek Stefan. Zee melirik ke arah Anin. Dan Anin seperti disambar petir. Dia hanya diam.

“Diem Nin? Ini ada nih ceweknya, kemaren pas giliran ditawarin kenalan sama Arwen ga mau, maunya sama Zee doang katanya” ledek Stefan.
“….” Anin tampak tak berdaya. Mati kutu.
“Sayang padahal Arwennya nganggur, single lho Nin” aku tersenyum, mengalihkan pembicaraan lagi.

“Nganggur soalnya itu bini cadangan elo kan sekarang” ledek Stefan.
“Monyet”
“Iya kan? Rajin amat di chattingin, kesannya gak dichattingin kangen, gitu” ledeknya lagi.

“Oh si kontol, biasa aja kali, ga usah iri kalo gue bisa gampang temenan ama cewek” celaku.
“Gampang temenan dari hongkong, itungannya lo bikin baper cewek bego” sela Stefan lagi.
“Gue kan ramah, gak kayak situ, modus”
“Elo gak modus tapi TP” Tebar Pesona, maksudnya.

“Jangan salahin gue kalo gue ganteng, kampret” candaku. Anin, Zee dan Sena tertawa. Sena sampai tersedak oleh minuman.
“Zee ikutan ketawa, padahal dia juga kena sama elo tuh” ledek Stefan ke Zee.

“Hey, saya dulu mabuk, and nothing happened” Zee berusaha membela diri.

“Tapi suka kan sama si Arya?” tanya Stefan menggoda, dia menenggak minuman lagi untuk menaikkan kadar alkohol di darahnya. Dan Stefan yang sudah mulai mabuk? Tanpa rem pasti.

Anin menghabiskan segelas besar bir, langsung, mungkin dia berusaha menahan gerakan-gerakan dan tingkah aneh bin awkwardnya di depan Zee.

“Nope” jawab Zee pelan. “I was drunk, it could happened to anyone, and any men in front of me”
“Masa?”
“Really”
“Masa?”
“Hey”

“Tapi menurut elo, dia ganteng gak?” tanya Stefan.
“Haha” Zee hanya tertawa tanpa membalas pertanyaan Stefan”
“Jawab eh”

Zee malah meminum birnya, dan dia habiskan dalam sekali minum “I think we need more” bisiknya ke kami semua.
“Jangan kebanyakan, ntar teler loh” aku berusaha mengingatkan Zee.
“Si ganteng sok baik” ledek Stefan.

“Kontol” ucapku dengan jelas ke muka Stefan.
“Zee, jawab, ganteng gak”

“Kalo gak mau gak usah” Anin dengan senyum anehnya tampak berusaha membantu Zee menjawab pertanyaan Stefan.

“Iya bang, ga usah dipaksa” Sena membeo.
“Ga usah ikutan dah lu, sayang lo susah dicela, abis baek bener sih anaknya” balas Stefan.
“Eheehehehe” tawa Sena bangga.
“Tapi alay, sumpah”
“Yah, abis dipuji dibanting” kesal Sena.

“Udah, Zee, dia ganteng gak? Achmad Ariadi Gunawan? Arya? Yang follower Instagramnya jauh lebih banyak daripada gue sama Anin? Yang sebelom bikin album kedua pernah iseng jadi bintang iklan rokok padahal ga ngerokok? Yang sempet dibahas satu artikel di Cosmo Girl sehalaman sendiri?” ledek Stefan.

“Jangan ingetin gue soal Cosmo Girl!” kesalku.

“Gimana bisa lupa? Satu artikel, masih inget gue, latar belakang artikelnya sok-sok grafiti grafiti gitu, terus foto elo gede-gede senyum sambil megang gitar” tawa Stefan.

“Stop, kontol” kesalku.
“Stop I Love you?” tawa Stefan.
“Fuck”
“Gue masih inget judulnya” Sena mendadak bersuara.

“Iya kan? judulnya, Daydreaming about Arya Achmad” tawa Stefan keras. Dan seisi mejaku tertawa dengan kerasnya. Bahkan Zee sampai menunjuk mukaku dengan lepasnya. “Girls, simak yuk keseharian gitaris Band Hantaman, raja Pensi di Jadebotabek” Stefan membuka handphonenya dan ia tampak membaca screenshot dari artikel tersebut.
“Wah anjing dia nyimpen”
“Wait wait wait… Let me see” Zee mengulurkan tangannya dan Stefan memberikan handphonenya ke Zee.

Zee memperhatikan mukaku yang terpampang di halaman majalah itu. Aku memeluk Hagstorm Vikingku dengan aneh, menurutku, entah kenapa foto itu yang dipakai oleh mereka waktu itu, artikel itu keluar sesaat sebelum album kedua kami keluar.

“Arya, selain sebagai gitaris rock, dia juga main jazz lho, dia bahkan sering tampil di pagelaran tahunan Java Jazz” Zee membacanya dengan logat melayu.
“Udah ah geli anjir” kesalku.
“Dia juga produser musik dan mengelola studio di Jakarta Selatan” Zee meneruskan bacaannya. “Pengagum Wes Montgomery dan Pearl Jam ini sayangnya sudah tidak single lho girls, the lucky one is Karina Adisti, pianis jazz asal Jakarta yang juga sedang naik daun” lanjut Zee.

“Well” Zee berhenti membaca.
“Emang, kan, itu waktu masih sama Karina diwawancaranya” aku memasang muka kesal yang ditekuk dengan mengesalkannya.
“But you looks good in here” puji Zee.

“Berarti bener ganteng kan?” tanya Stefan dengan asal.
“Saya tak bicara seperti itu tadi” potong Zee.

“Ah, bilang aja ganteng, Nin, kecengan elo bilang Arya ganteng!!” ledek Stefan.

Anin diam dan terdiam. Ia kaku. Kaku sekaku-kakunya.

“That’s not what I said” Zee menunjuk ke arah Stefan.

“Ngeles aja ni cewek” ledek Stefan. Zee hanya menggelengkan kepalanya. Dia mengembalikan handphone Stefan. “Tapi kocak juga, harusnya umuran kita gini masuknya ke Cosmopolitan yak, bukan Cosmo Girl” tawa Stefan.

“Soalnya gue bukan bankir atau designer, gue musisi” senyumku ke Stefan.
“Musisi ganteng” ledek Stefan lagi.
“Makasih”

“Geli anjir lo bilang makasih” kesal Stefan.
“Daripada gue diem aja lo ledekin mulu” tawaku.
“Jadi, siapa yang bakal jadi Kanaya baru karena elo ganteng” Stefan sepertinya menjadikanku bulan-bulanan malam ini.

“Gue sumpahin kalo ntar balik ke Jakarta ada Chiaki baru” kesalku.
“Engga bakal ada dong”
“Oh mau tobat?”
“Engga, tapi gue ga akan ngelanggar peraturan gue lagi”

“Oh, men and their rules” komentar Zee.
“Ah berisik lo… Giliran kalo minum aja bisa ngobrol panjang, kalo sehari-hari sok cool” ledek Stefan. Zee Cuma mengangkat bahunya sambil senyum tipis dan membakar lagi sebatang rokok. Dan Anin membeku di sebelah Zee.

“Eh bentar, napa banyak banget notifikasi di FB ya?” Stefan bingung, dan dari sudut mataku aku menangkap senyum tipis Zee. Dia meminum bir di depan mukanya. “Wah kontol!!” umpat Stefan.
“Apaan?” tanyaku.
“Ini kerjaan si elo pasti!” tunjuknya ke Zee.
“Apaan?”

“Liat facebook dah” kesal Stefan. Aku melihat lewat handphoneku sendiri. Facebook Stefan, terpampang dan sudah banyak komen di statusnya. “I’m gay and super proud” tulis akun Stefan.
“Hahaha, pasti ulah elo ya?” tanyaku ke Zee yang Cuma nyengir tipis dan anteng menghisap rokoknya.
“Cepet amat tangannya” kesal Stefan, yang diiringi oleh tawa cengengesan Anin dan Sena.

“Yeah, cepat, as fast as your smooth talk bullshit to girls maybe” ledek Zee.
“BURN!” teriak Anin sambil menunjuk ke Stefan. Mendadak suasana di meja jadi sepi. Dan semua jadi awkward karena mendadak Anin heboh sendiri.

“Apaan sih” bingung Stefan ke Anin. Dan Zee Cuma melirik Anin pelan sambil menggelengkan kepala. Haha, oh Anin dan kekakuannya di depan Zee, gimana bisa tertarik perempuan ini kalau dia begitu terus?

--------------------------------------------

maxres14.jpg

“Mending elo aja Nin daripada gue” aku meminta ke Anin untuk menggantikanku.
“Jangan gue mual banget nih” Sena dan Stefan memapah Anin yang berjalan pelan sekali, karena tampaknya ia minum terlalu banyak.

“Gak enak gue sumpah, untung ga kayak waktu pas kemaren itu ni anak” aku melirik ke Zee yang berada dalam tanganku. Aku memeluk bahunya karena Zee jalannya sangat sempoyongan, sulit sekali berjalan sendiri. Ya, kasusnya sama seperti Anin, minum terlalu banyak.
“Untung gue lagi ngurusin gorila gila ini” ledek Stefan ke Anin.
“Bisa diem gak berisik banget lu pada” keluh Anin yang tampaknya pusing.

“Udah lo jalan aja fokus!” bentak Stefan. Anin meringis, mukanya merah dan sedikit bekas muntahan ada di jaketnya.
“Itu jaket mesti dicuci” komentar Sena.
“Dan sayang kita lagi nolongin ni anak, kalo engga, gue abadiin momen Zee dan Arya” Stefan melirik ke belakang.

“Biasa aja kali, liat nih dia Cuma jalan teler doang dan gue Cuma bantuin dia jalan….” ya, aku terpaksa memeluk bahu Zee, membimbingnya untuk berjalan lurus, agar selamat sampai tujuan. Dan sebenarnya, dia tidak tidur di hotel kami. Dia harusnya pulang ke tempatnya sendiri atau entah kemana, karena ini Tokyo, dan perjalanan ke Yokohama tidak begitu jauh. Atau dia dan Ilham menginap di tempat lain yang bukan hotel kami, entahlah.
“Si Ilham dah tidur yak?” tanya Stefan.
“Gue hubungin ga bales tuh, mau gue telpon, simcard kita ga bisa nelpon” jawabku.
“kan bisa wassap call atau line call”
“Kalo dia tidur ga enak juga, ntar si Zee tidurin di kamar lo aja, kita sekamar bedua Fan” aku memberi ide.

“Bebas, gapapa kan sempit-sempitan” sahut Stefan.
“Lagian lo ga mabok ini”
“Terpaksa, kalo gue mabok pasti jadi urusan lagi ntar…. Jadi batesin minum lah, banyak Cuma bir doang tapi, Cuma supaya biar enak aja”

“Bir dibilang Cuma” komentarku.
“Hmmm…” Zee bersuara dengan lemasnya. Tangannya mendadak bergerak menahan dirinya di badanku. “Wait” ucapnya.

“Kenapa?”
“I’m going to throw up” shit. Aku celingukan, mana selokan atau kamar mandi umum yang bisa digunakan? Hotel masih 200an meter lagi sih, tapi tampaknya butuh untuk sejenak berhenti agar Zee bisa langsung muntah tanpa menunggu ke hotel, daripada mendadak aku dimuntahi.

“Noh disono bang” Sena menunjuk ke aliran selokan yang ada di depan rumah.
“I’m not gonna make it” bisik Zee. Badannya mulai berontak.
“Nah itu di pot aja” seruku sambil membimbingnya ke pot tersebut.

Zee lalu berjalan sendiri dengan ngaconya, dan tangannya memegang sisi pot besar itu, dan dia mengeluarkan isi perutnya disana. Kami bertiga melihatnya dengan geli dan jijik. Untung Anin sedang mabuk parah, karena walau good looking, tapi aksi muntah Zee di pot besar itu sungguh tidak enak dilihat. Dan pot besar itu punya restoran, entah restoran apa, tapi biarlah, mau gimana lagi. Paling besok pegawai-pegawainya kaget lihat bekas muntahan disana.

“Cakep-cakep begitu yak” ledek Stefan.
“Namanya juga orang mabok”
“Jadi nggilani tau gak” tawa Stefan.
“Untung ga genit lagi kayak waktu kemaren itu”
“Ah bilang aja mau biar kalian ngewe kan, mumpung ga ada pacar elo” Stefan memicingkan matanya dan mukanya terlihat mesum.

“Mana bisa begitu” jawabku.

“Done” Zee berdiri dengan tololnya di depan pot yang sudah amburadul itu. Aku menarik tangannya perlahan dan membimbingnya jalan lagi, menuju hotel.
“Ini kacau sih” tawaku melirik ke pot isi muntah itu sambil kami merayap lagi ke arah hotel.
“No shit” komentar Stefan.
“Gak difotoin itu bang? Zee jackpot di pot?” tanya Sena.

“Gak usah, kasian orang mabok”

Ah, akhirnya, lewat perjuangan yang susah payah, kami berhasil tiba di hotel. Perlahan kami memasuki lobby dan lift. Kami menunggu lift membawa kami naik ke lantai tempat kami menginap. Setelah sampai, kami lantas merayap kembali ke kamar-kamar kami.

“Lo ama Zee tunggu, gue masukin Anin ke kamarnya, terus gue beberes kamar gue dulu, ntar gue samperin”
“Oke” jawabku. Masih jam 12 malam, terlalu pagi untuk mabuk parah seperti ini. Tapi yasudah lah, yang penting bisa bersenang-senang. Dan untung malam ini tidak ada aneh-aneh lagi. Aku melihat Stefan dan Sena merayap ke depan kamar Anin, dan mereka tampak mencoba mencari kunci kamar di saku celana dan jaket Anin.

“Arya” bisik Zee. Matanya nanar menatapku.
“Yak?”
“Can I use your bathroom? Please?” tanyanya, dengan mata penuh harap.
“Of course” aku lantas mengambil kunci kamarku di saku celanaku. Dia pasti ingin buang air, kecil maupun besar, ataupun membersihkan dirinya yang habis muntah. Andaikata dia nanti tepar dan ketiduran di kamarku, bisa berubah sedikit aransemennya, yakni aku yang tidur di kamar Stefan, mungkin.

image12.jpg

Aku membuka pintu kamarku, dan memapah Zee ke kamar mandi. Aku lantas menunggu sampai Zee menutup pintu kamar mandi dan lalu aku menyalakan lampu. Aku menghela nafas panjang, untung malam ini sudah berakhir. Kulepas jaketku dan kutaruh dengan rapih di punggung kursi. Aku lantas mengintip ke jendela luar, untuk memperhatikan lampu Tokyo, di malam hari yang dingin ini.

Sambil menghadap ke jendela, aku duduk di kasurku, membelakangi pintu kamar dan kamar mandi. Aku memeriksa handphoneku. Wah, sudah diduga, banyak pesan yang bernada lucu dan kangen dari Kyoko. Aku tersenyum dan membalasnya. Loh, mendadak di read dan Kyoko membalas lagi.

“Belum tidur?” tanyaku.
“Belum, Aya, sebentar lagi mau” jawabnya.
“Aku pengen liat kamu dong”
“Sebentar”

Tak lama kemudian masuk notifikasi video call dan Kyoko. Tak pakai lama, aku mengangkatnya.
“Hai Aya” Kyoko sudah tampak nyaman dengan baju tidurnya di atas futon.
“Halo”
“Aya tidak minum kan?”
“Engga”

“Gimana teman-teman?”
“Zee ama Anin mabok, yang laen biasa aja” tawaku.
“Haha….” tawa Kyoko.
“Kangen” aku menggodanya.
“Onaji”

“Besok tonton aku di Koenji?” tanyaku.
“Mungkin tida… Tapi besok Kyoko mau tidur disana” senyumnya.
“Oke…”

“AYA!” mendadak Kyoko tampak kaget.
“Heh?” Aku melihat bayangan manusia lain di layar handphoneku. Di belakangku ada sesosok manusia. Dan mendadak sambungan video call putus. Aku menengok kebelakang, dan sudah ada Zee yang berdiri disana. Tubuh mungilnya hanya dibalut dengan pakaian dalam. Dan dia memandangku penuh nafsu. Shit. Kyoko pasti lihat tadi.

“You know, before your wedding, maybe we can give it one shot” Dia lalu melepas BH nya dengan perlahan dan aku tertegun melihatnya.
“Zee, jangan please” Aku bangkit perlahan, mencoba tidak melakukan gerakan tiba-tiba.
“Just once, I want to taste you” senyumnya dengan penuh arti. Aku perlahan, mengikuti dinding, merayap ke arah pintu.

“Gak bisa, sori, lo mabok dan gue ga mau”
“Hahaha…” tawa Zee dan dia dengan pelan mengikutiku. Zee memeluk buah dadanya yang proporsional itu dan dia mendekatiku. “Or should I take this off too?” tanyanya kepadaku, dan dia berusaha berjalan sambil melepas celana dalamnya. Oke. Aku sudah sampai pintu. Aku keluar dan lantas menutup pintunya dari luar.

“Kenapa?” Stefan menghampiriku. Tampaknya dia sudah selesai membereskan kamarnya untuk diinapi Zee dan Anin sudah aman di kamarnya sendiri.
“Zee”
“Kenapa dia?”
“Bugil di dalem, ngajakin gue ngewe” aku menarik nafas lega karena sudah bebas.
“Wih”

“Jangan wah wih wah wih, Kyoko liat” balasku.
“Kok bisa”
“Doi tadi pengen ke WC, terus sambil dia ke WC gue video call an sama Kyoko, pas dia mulai ngelucutin bajunya, Kyoko liat, soalnya gue duduk ngebelakangin WC….”
“Terus?”
“Ga tau”

Aku melihat ke handphoneku. Ada satu pesan dari Kyoko. Aku menelan ludah. Bunyinya, “Kyoko kesana, sekarang”.
“Sayang, maaf, tadi dia mabok dan aku sekarang udah keluar kamar” terkirim, dibaca. Tapi tanpa balasan.
“Sayang?” masih tanpa balasan.
“Kyoko? Kamu lagi kesini? Gak kejadian apa-apa, aku udah ngehindar dari Zee, dia mabok kayak kemaren itu…”

“Anjing” umpatku. Aku menunjukkan semua pesanku ke Stefan. “Di read doang kagak dibaca”.
“Wahaha, ngambek tuh doi” tawa Stefan.
“Masalahnya dia ga pernah ngambek sampe kayak gini…. Sekalinya ngambek itu kemaren pas gue disuruh minum ama kakaknya, dan pas gue manja-manja ke dia, udah ga ngambek lagi… Sekarang ga tau deh” aku menggaruk kepalaku.

“Udah pasti ngambek Ya, pasti disangka semaleman karena Zee mabok terus bugil di kamar elo, dia flirting lagi ke elo dan pas si Zee keliatan di kamar lo, Kyoko pasti udah mikir macem-macem… Makanya sekalian aja tidurin, biar marahnya Kyoko bener” tawa Stefan, lagi.
“Ngaco”
“Biarin”

“Terus gimana sekarang?” tanyaku.
“Tungguin dan jelasin ke pacar lo lah, kok nanya gue, bukannya lo yang paling ahli ya masalah percintaan kayak gini” Stefan mendadak berjalan ke arah lain.
“Lo ngapain?” tanyaku.

“Gue punya ide bagus” jawab Stefan ceria. Aku mencoba menghubungi Kyoko lagi. Line call. Shit. Baru mulai nada sambung, sudah ditutup oleh Kyoko.

“Sayang? Nanti aku jelasin ya?” aku mengetik pesan itu ke Kyoko. Perjalanan Mitaka – Nakano Cuma 10-15 menit, dan baru mulai jam 12, masih banyak transportasi umum. Sial, Cuma di read. “Sayang, bales dong, maaf banget, itu semua tiba-tiba” jelasku lagi.

Cuma di read.

Kampret. Aku gusar mendadak. Kayaknya aku harus tunggu di lobby biar Kyoko nanti gak keburu naik.

“Yuhu” sapa Stefan. Dia tampak menarik Anin yang sedang teler.
“Ngapain lo?”
“Ide bagus gue ini” tawanya, dan aku heran kok dia bisa sendiri membawa Anin yang teler sampai sini.

“Eh jangan” Aku melihat Stefan membuka pintu kamarku, memasukkan Anin yang teler mengambil kunci pintu yang tergantung di dalam, menutup pintu, dan menguncinya dari luar. Semuanya terjadi dalam gerakan yang cepat. “Fan, jangan dong…” aku berusaha merebut kunci dari tangan Stefan.
“Biarin, biar Anin pecah perawan sama si Zee” tawa Stefan puas. Dia lalu mengantungkan kunciku ke dalam sakunya.

“Ah kampret, bukan bahan becandaan ini” keluhku.
“Udah men, lucu kali mereka berdua drunk sex, pasti ga puguh besok ceritanya” Stefan membayangkan banyak hal sepertinya di kepalanya. “Pasti yang satu susah ngaceng, yang satu protes dalam hati kenapa bukan Arya tapi karena gue horny dan mabok yaudah deh yang ada aja” tawa Stefan dengan puasnya.

“Gak lucu” aku melihat handphoneku dan sebentar lagi harusnya Kyoko datang, dalam 5-7 menit. “Gue kebawah dulu, siapa tau bentar lagi Kyoko dateng”
“Selamat berantem ya” Stefan lalu ngeloyor pergi dan masuk ke kamarnya. Sialan. Aku bergegas berjalan ke arah lift, dan turun kebawah. Entah kenapa perjalanan di dalam lift terasa sangat lama, padahal hanya turun beberapa lantai saja.

Aku berjalan ke lobby dan mendapati lobby kosong. Aku dengan gelisah lalu keluar ruangan. Sial. Jaketku di dalam. Aku Cuma pakai kemeja saja untuk membalut tubuhku. Anginnya agak kencang, dan jalanan agak sepi, ada beberapa orang yang lewat dari dan ke minimarket. Jalanan masih terang oleh lampu jalan. Aku celingukan, menunggu pacarku yang sedang marah itu datang.

Ah sial. Ah mudah-mudahan tidak ada hal menyebalkan yang terjadi antara Anin dan Zee. Sial, aku pikir setelah Chiaki, tidak akan ada lagi masalah baru.

Dan saat itu aku melihat sosok yang aku kenal berjalan dari kejauhan. Lebih dari sekedar kenal. Orang ini yang nantinya akan jadi istriku. Aku bisa lihat dia berjalan dengan cepatnya menuju hotel. Aku menghela nafas dan sepertinya menerima apapun yang akan terjadi.

Kyoko mendekat dan dia berhenti kira-kira satu meter di depanku.

“Sayang” aku membuka suara. Kyoko diam. Dia menatapku dengan tatapan yang berat. Nafasnya tampak memburu karena dia pasti jalan atau malah lari dari rumah ke halte bis, lalu di dalam stasiun, dari stasiun setelah turun kereta juga pasti jalan dengan cepatnya ke arah hotel.

Kyoko masih diam. Mukanya tampak merah dan tatapannya agak tidak fokus. “Sayang…” aku mendekatinya dan berusaha memeluknya. Dia mendadak menahan tanganku. Matanya mendadak terlihat berkaca-kaca, dia sepertinya menahan lelehan air matanya.

“Sayang tadi…”
“Doushite?” tanyanya.

Doushite. Kenapa.

Dan air mata terlihat mulai meleleh dari matanya.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
MDT SEASON 1 - PART 82

Hantaman – Japan Februari 201X

Week 1
Senin : Touch down Tokyo, ke penginapan
Selasa : Press Release + Live! @ Tower Records Shinjuku
Rabu : Go To Osaka
Kamis : Live! @ Fandango Osaka
Jumat : -
Sabtu : Live! @ Club Quattro Umeda
Minggu : Go To Kyoto

Week 2
Senin : -
Selasa : Live! @ Live House takutaku Kyoto
Rabu : -
Kamis : Live! @ Kyoto MUSE
Jumat : Go To Tokyo
Sabtu : Live! @ MARZ Shinjuku
Minggu : -

Week 3

Senin : Live! @ Koenji 20000 V
Selasa : -
Rabu : Live! @ Shibuya WWW
Kamis : -
Jumat : Go To JakartA


--------------------------------------------

“Doushite?” angin menembus tulangku. Rasa dinginnya menjalar sampai ke kepalaku. Kyoko menurunkan tanganku yang berusaha untuk meraihnya.

“Aya, doushite?” tanyanya lagi, sambil air mata perlahan meleleh di ujung matanya.
“Apa yang kenapa sayang?” tanyaku balik.
“Kenapa… Mereka… Ada di sekitar Aya?” tanyanya. “Kenapa mereka harus suka sama Aya?”
“Sayang… mereka… jujur aku sama sekali gak tau mereka suka apa enggak sama aku”

“Miteimasenka? Indonesia ni… Ano… Tatapan Kanaya ke Aya seperuti itu, dan disini, tatapan Zee ke Aya sama saja waktu itu…. Aya harus tahu…” tangisnya. Dia mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Matanya memerah.
“Kyoko, aku gak pernah ngerasa apa-apa sama mereka…” ya, dan akibatnya aku jadi tidak waspada.

“Kenapa mereka semua selalu ada di sekitar Aya?” tanyanya lagi dan air matanya makin deras.
“Sini” aku tidak menjawab.
“Aya, doushite?”
“Sini” aku membuka tanganku, dan berusaha melihat ke dalam matanya. Aku tidak akan menjawab pertanyaannya secara langsung. Aku ingin memberikannya kenyamanan terlebih dahulu. Memeluknya kalau bisa. Tapi dia tetap diam, menatapku dengan perasaan yang campur aduk. Dan aku sendiri tidak bisa mencerna pertanyaannya. Kanaya dan Zee ada di sekitarku bukan karena mauku, tapi keadaanlah yang membuat mereka ada disekitarku.

“Aya…” dia mengusap air matanya yang jatuh pelan dengan punggung tangannya.
“Sayang..” Aku berusaha maju untuk memeluknya.

Gagal. Kyoko menahanku dengan gerakan tangannya. Aku terdiam, menatapnya, dan berusaha untuk mendengarnya.

“Aku tahu, kamu gak suka sama kejadian tadi, iya, dia mabok lagi, dan aku langsung kabur begitu aku tahu dia kayak gitu…. Tapi apa maksudnya soal mereka selalu ada disekitarku?” tanyaku ke Kyoko yang masih menangis pelan. Tidak mengeluarkan suara apapun, hanya air matanya yang meleleh.

“Sore… Dakedenaku….” Bukan Cuma itu? Bukan Cuma Zee yang mendadak bugil? Oh iya tadi dia mention soal Kanaya. Shit. Ayo Ya, jangan panik karena Kyoko nangis. Sumpah, aku panik sebenarnya.

“Oshiete… Oshiete kudasai…” bisikku di tengah badanku yang kedinginan karena tertiup angin musim dingin dan tanpa jaket.
“Aya tak sadar, kenapa Zee seperuti itu? Kenapa Kanaya dulu berani birang suka sama Aya walau sudah ada Kyoko?” tangisnya.

“Oshiete… Boku wakarimasen…” Kasih tau, aku gak ngerti kenapa bisa gitu, jawabku.
“Aya tak jaga jarak…. Aya tidak jaga jarak dengan mereka….” tangisnya. “Kyoko tidak mau akan ada Kanaya lain ragi, akan ada Zee lain….” dia mengusap air matanya lagi.
“Paham… Dan kamu marah sama kondisi itu?”

“Tidak…Tidak marah… Tapi Kyoko sedih, kenapa mereka bisa begitu dekat dengan Aya, dan Aya tidak sadar… Tidak peka dengan perasaan mereka….” isaknya.
“Dan gak jaga jarak?” tanyaku.
“Hai” tangisnya. “Kyoko tidak bisa larang karau mereka suka, demo… Mereka bisa ngerasa sebebas itu sama Aya, tanpa liat kalau Kyoko ada…” tangisnya lagi.

“Aku yang salah” sialan. Iya, lihat sejenak ke masa lalu, disaat aku sudah tidur dengan Kanaya, lalu setelah bersama Kyoko, aku malah masih sedekat itu dengan Kanaya. Bom I love you nya pasti terjadi karena dia tidak tahan dan merasa bisa menggapaiku, karena aku ada di dekatnya terus. Dan soal Zee, dia pasti menyangka aku bisa dia jangkau, karena walaupun ada insiden di musim panas kemarin, aku tidak menjaga jarak dan cuek-cuek saja jalan berdua, dan tidak protes walaupun satu rickshaw bareng, apalagi aku yang memapahnya setelah minum-minum.

Shit.

Kyoko terdiam, menangis. Dia terisak pelan di hadapanku, masih belum mau kupeluk.

“Sayang?” tanyaku. Ya, aku berharap reaksi dirinya.
“…..”
“Aku bakal jaga jarak”
“….."
“Dan besok, setelah dia sadar, aku yang bilang langsung kalau aku salah, dan dia salah. Gak harus disuruh sama kamu dulu kan?” senyumku, dan dalam hati aku memaksakan maksudku agar suasana hati Kyoko membaik.
“……”

“Kyoko?”
“….” Dan Kyoko terus menangis dalam diam.
“Malam ini kita cari tempat nginep dulu?” tanyaku ke dirinya. Dia mengangguk, tapi saat aku ingin meraih tangannya, dia menepis tanganku pelan.

“Kyoko?”
“Kyoko bingung….” tangisnya.
“Kenapa?”
“Kyoko tidak mau Aya teraru dekat dengan mereka, demo… Kyoko tidak mau batasin Aya”

Aku tersenyum.

“Kyoko, kamu yang pertama, apapun yang kamu gak suka, bilang sama aku, dan aku bakal utamain kamu, kamu bakal jadi istriku…. Dan ini pertama dan terakhir kalinya aku bikin kamu nangis” janjiku. Dia masih terdiam, tampaknya berusaha mendengarkanku atau entahlah. Di dalam kepalanya pasti berantem juga. Berantem antara pemikirannya, rasa cemburunya dan omonganku.

“Yakusoku?” janji?
“Hai.. Yakusoku dayo…. Aku bakal batasin dan aku janji, kejadian sama Zee ini kejadian terakhir yang kayak gini….”
“Hontou?” tanyanya lagi, memastikan.
“Pasti”

Aku teringat soal Arwen mendadak. Ya, aku juga harus membatasi kedekatanku dengannya. No more main berdua seperti dengan Kanaya dulu, dan untungnya ini tidak akan mungkin terjadi. Aku akan membatasinya dari awal, jadi sebatas kenalan tiba-tiba saja. Iya, ini yang Kyoko pasti tidak suka, aku mungkin lupa, disaat aku dekat dengan teman perempuan, aku tidak berpikir akan kemungkinan mereka akan suka pada diriku.

“Aku juga gak akan upload selfie-selfie lagi sama temen cewek…”

Kyoko mengangguk pelan.

“Kita cari tempat dulu untuk malem ini, besok pagi kita samperin Zee, kita bicara bareng, atau Kyoko mau cuma aku yang ngomong ama Zee?” tanyaku.
“Futari… Anata to watashi” jawab Kyoko pelan. Oke, dia pasti ingin berdua, karena ia pasti ingin memastikan ke Zee kalau dia tidak suka akan tingkahnya. Dan menunjukkan secara langsung ketidak sukaan dengan semua ulah Zee yang baru saja terjadi malam ini.

“Oke… Come” aku mencoba meraih tangannya dan sekarang ia baru berani meraih tanganku. Dia masih menekuk mukanya dan matanya merah. Dan kami berjalan entah kemana, mencari tempat dimana kami berdua bisa tidur bareng, dan aku akan memeluknya erat, memastikan semuanya baik-baik saja.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

“NANI??!!??” kaget Kyoko.
“Iya”
“Anin, dengan Zee?” Kyoko kaget pagi itu, saat kami berdua berjalan dari hotel entahlah menuju hotel tempat ku menginap. Dia kaget saat kuceritakan Stefan mengumpankan Zee yang mabuk ke Anin yang mabuk.

“Aya, karau Zee diperukosa oleh Anin yang mabuk bagaimana?” bingung Kyoko.
“Eh… iya juga ya, tapi ini kan Anin….” Aku berpikir bingung. Sumpah, kenapa aku jadi sebodoh ini ya?
“Ah, ayo…”

Tak lama kemudian kami sampai di hotelku, dan kami bergegas masuk ke dalam lift. Sampai di lantaiku, kami menemukan Stefan berdiri di luar kamarku.

“Sutefan!” teriak Kyoko marah ke arahnya.
“Wow… Wait Wait Wait…. Gak kejadian apa-apa kok….” Senyumnya tak enak karena melihat Kyoko tampak bete.
“Di daram bagaimana?”
“Liat aja sendiri” senyum Stefan awkward.

image12.jpg

Aku dan Kyoko masuk ke dalam kamar. Disana kami mendapati pemandangan yang mencengangkan. Anin terbaring lemah di atas kasur, dan Zee sudah berpakaian lengkap. Anin berbaring, dan Zee tampak mengganti handuk basah yang mengompres kepala Anin.

“Apa apa ini?” tanyaku, dan Zee tampak kaget melihatku dan Kyoko ada di dalam kamar. Dia tampak melihat Kyoko dengan tampang kaget.
“Ah… Last night….”
“Dan kita mesti ngomong” aku memotong kalimat Zee. Zee mengangguk dengan muka tak enak

“Las nait, What happen?”tanya Kyoko dengan tajamnya.
“Hmm… Kalian” jawab Anin pelan. “Semalem entah kenapa gue ada di kamar ini, terus liat Zee bugil di kasur, kasian, gue copot baju, gue pakein baju gue dan selimutin biar gak sakit dianya…”

“Terus elonya?” tanyaku ke Anin.
“Kamarnya di konci, tau sapa yang ngonci, gue akhirnya tidur di lantai ga pake baju”
“Terus sekarang lo demam??? Gimana ntar malem?” tanyaku panik.
“Ah santai, tar sore juga paling dah sembuh” senyum Anin lemah, mukanya terlihat pucat. Aku melirik ke arah Stefan, dia yang membawa Anin ke dalam kamarku dan mengunci pintu, dan dia juga yang memberikan isyarat agar aku menutup mulut. Aku hanya menggelengkan kepala, sambil melanjutkan kalimatku.

“Zee, bentar lagi kebawah ya, gue tunggu ama Kyoko di coffee shop depan itu, kita berdua mau ngomong” lanjutku.
“Okay”

Aku dan Kyoko lantas bergegas kebawah, dan aku melihat pemandangan yang tak lazim. Tangan Zee menggenggam tangan Anin.

--------------------------------------------

latte_10.jpg

“Aku terlalu baik ya sama cewek?” tanyaku ke Kyoko, sambil menunggu Zee datang. Kyoko hanya mengangguk pelan, sambil melirikku tanda dia masih merasa tidak enak akan isu tersebut. Iya, dari semalam kami belum terlalu banyak ngobrol, paling dia hanya bertanya soal bagaimana ceritanya Zee bisa sampai bugil di kamarku. Setelah itu dia bilang dia mau tidur, dan kami tidur berpelukan walau agak kaku.

“Dan… Kenapa harus Kyoko birang duru Aya baru tahu?” tanya Kyoko balik, dengan muka masih ditekuk. Ya, dia pasti bete sama dua hal sih, pertama soal aku yang terlalu baik sama perempuan, dan satu lagi, kenakalan Stefan memasukkan Anin yang mabuk ke dalam kamar, dan untungnya Zee tidak diapa-apain oleh Anin. Tapi malah diurus oleh Anin, dipakein baju, akibatnya Anin jadi sakit sekarang. Kelihatannya demam.

“Mungkin aku gak sensitif, terlalu santai, gak nganggep itu bisa ke arah sana” jawabku.
“Dan Aya harus tunggu Kyoko bilang, bicara dengan Kanaya pun tak langsung, tunggu Kyoko bilang dulu” lanjutnya dengan muka kesal.
“Iya, makanya sekarang langsung bilang kan”
“Hai” Kyoko diam dengan tenang setelah itu.

“Oke, kedepannya gak bakal ada Kanaya lagi, Zee lagi, atau siapapun lagi, aku bakal jaga jarak, aku gak bakal ngasih mereka harapan apapun… Tapi Kyoko bilang dari awal kalau ada tanda-tanda kayak gitu lagi, apalagi kan nanti kita tinggal bareng dan kemana-mana bakal bareng, kalau ntar kamu liat ada potensi kayak gitu lagi, kamu kasih tau, aku pasti nurut” senyumku.

Kyoko mengangguk dengan lemah dan memaksa untuk memperlihatkan senyumnya kepadaku. Ngambek pun dia masih terlihat manis. Aku menepuk kepalanya dan dia tidak menolak.

Oh iya, Zee terlihat tergopoh-gopoh datang dan masuk ke dalam cofee shop. Jam 10 pagi. Dia langsung duduk di hadapan kami.

“Sumimasen, Kyoko… Hontou ni….” Dia menunduk begitu dalam di hadapan Kyoko. Kyoko hanya mengangguk dan dia melirik kepadaku, menunggu aku bicara padanya.
“Zee”
“Arya, Maaf, saya bertindak sama seperti summer lalu… Please maafkan saya” ucapnya dalam logat melayu yang kental.

“Jadi, lo sebenernya gimana sih semalem? Katanya kalo mabok gak bakal gitu lagi?”
“Semalam…. Minumnya memang agak banyak dan saya sudah tahan”
“Tahan untuk?”
“Tidak seperti itu” dia terlihat meringis, sepertinya dia malu untuk mengingat kejadian semalam.

“Zee suka sama Aya?” tembak Kyoko mendadak. Zee terlihat kaget.
“Jujur? Tidak”

Wait, jadi kenapa dia seperti itu setiap ada aku?

“Tidak?” bingung Kyoko.
“Tidak…. But saya punya satu kelemahan… Pretty boy” dia meringis sejadi jadinya.
“Apa?” bingungku. Zee melirikku dengan muka tidak enak.

“Jujur, saya tidak suka dengan lelaki yang perangainya seperti Arya….” Aku dan Kyoko lantas saling menatap, bingung dengan penjelasan Zee. “And I ashamed to admit it, but, Alcohol + pretty boy, that’s my weakness” Zee meringis malu, sepertnya dia sangat malu untuk mengakui kelemahannya kepada kami berdua. Tunggu, jadi aku pretty boy? Shit.

“Gue, pretty boy?” bingungku. Kyoko berkali-kali melirik ke wajahku dan ke ekspresi malu Zee.
“Zee”bisik Kyoko.

“Ya?”
“Please, jangan minum minuman keras lagi” muka Kyoko terlihat lebih ke kasihan kepada Zee. “Ini Aya, dia tidak akan jahati Zee, karau orang lain?” tanya Kyoko.

“Sudah pernah terjadi sebelumnya” Zee meringis tanpa menahan-nahan lagi ceritanya.
“Wait” potongku.

“Tapi karena kenal sama Ilham di Japan, dia always lindungin saya, dan…. Karena kemana-mana sekarang dengan Ilham, saya merasa agak aman minum lagi..”
“Zee, stop, jangan sampe mabok lagi, oke?” pintaku. Dan permintaanku diamini oleh Kyoko. Kyoko langsung memegang tangan Zee.

“Zee, hontou.. Anata o… itawatte kudasaine….” Kyoko tampak melihat begitu dalam ke mata Zee. Dan Zee tak punya pilihan lain selain mengangguk.

Please, take care of yourself.

--------------------------------------------

image12.jpg

“Kyoko gimana?” tanya Stefan.
“Kayaknya masih bete, tapi dia udah ngerti kenapa Zee gitu, dan gue udah sadar kesalahan gue” jawabku. Kami berdua makan siang di kamarnya. Anin? Anin dan Zee sedang ke dokter, diantar oleh Shigeo. Kyoko sudah pulang ke Mitaka. Dia harus mengurus cafenya sekarang.

Aku mengerti kenapa sekarang Kanaya sebegitunya, dan walaupun Zee bertingkah bukan atas dasar perasaan yang sama, aku harus menahan diri. Ya, aku memang terlalu ramah sama cewek, terlalu remeh memandang kedekatan seorang perempuan denganku.

“Elo suka tebar pesona sih” ledek Stefan.
“Bukan bego, kayaknya gue terlalu ramah ama cewek”
“Apa bedanya sama tebar pesona?”
“Beda, gue gak sengaja kalau terlalu ramah, dan gue baru sadar sekarang, tai” umpatku.

“Dasar orang ganteng” ledek Stefan.
“Tai”

“Kita bakal dimarahin Kairi lagi gak nih?” tanya Stefan mendadak.
“Kagak, Zee dan Anin ga tau kan soal kejadian semalem benernya kayak apa, ntar kalo kita ditanya tinggal bilang aja Anin kecapean, mabok, tidurnya ga bener, dan wajar kan kecapean terus flu gitu” lanjutku.

“Ya wajar flu kalo lo tidur di kamar ber AC tanpa baju” tawa Stefan.
“Gara-gara elo”
“Kok gara-gara gue?”
“Gara-gara elo iseng masukin Anin ke dalam kamar jadinya dia sakit” lanjutku.

“Tapi liat, Zee mendadak ngurusin Anin gitu, ngompresin, anterin ke dokter, terus lo liat kan, tadi pas makan, disuapin sama Zee?” tawa Stefan.
“Yah….” Aku hanya mengangkat bahu.

“Jadi si ganteng gimana nih, balik ke Jakarta Arwen mau diapain? Itu bisa jadi Kanaya baru loh” lanjut Stefan.
“Ya gue jaga jarak aja, ga bakal pergi berdua, berhenti sok ramah di sosmed, dan biasa-biasa aja, selama ini yang gue anggap biasa itu ternyata diliat ama cewek-cewek begitu ya” jawabku.
“Mau tau gak kenapa?”
“Kenapa?” aku bertanya ke Stefan.

“Lo dari kecil, biasa deket ama nyokap dan Ai kan?” tanyanya.
“Iya”
“Sepupu lo yang cowok berapa orang?” tanya Stefan lagi.
“Dua”
“Jarak umurnya jauh dari elo ya?”
“Iya, sekarang masih anak kuliahan sih….”

“Yang sepantaran si Dian-dian dokter cantik itu kan?” tanya Stefan, lagi.
“Iya”
“Lo deket banget ama dia kan?”
“Pas jaman ABG sih gue kalo main ya sama dia, sama adek gue juga”

“Wajar kalo lo jadi gak sensitif kalo lo terlalu deket ama cewek, kebiasa sih lo bareng ama cewek, untung ga jadi belok sama-sama suka cowok juga” tawa Stefan.
“Sembarangan” balasku.

“Tapi itu ngaruh banget sih, lo biasa dari kecil, remaja, gaul sama cewek terus, di lingkungan keluarga inti dan besar lo, jadi kalo ada temen cewek yang mendadak terlalu akrab sama elo, lo gak akan ngerasa kalo dia suka ama elo, lo bakal ngerasa dia biasa-biasa aja, paling kayak sepupu gue” tebak Stefan.
“Kayaknya bener sih”

“Nah, gue harap gue yang kayak gitu, soalnya buat ngemodusin cewek ga perlu pake usaha lagi” tawa Stefan.
“Tai” jawabku.
“Tai-tai gitu suka gak nyadar kalo sekelilingnya cewek cakep semua, makanya gue agak lucu ngeliat lo sama Kanaya masih suka maen bareng pas abis lo dari jepang itu, gue mikir, wah si Arya cari mati, tapi biar lah, gue malah pengen ngeliat lo selingkuh dulu” lanjut Stefan.

“Lo seneng ya ngejerumusin orang hahaha…. Untung si Anin semalem ga ada kejadian apa-apa” aku menyudahi makanku dan menenggak air mineral dalam botol. Aku melihat ke handphoneku, dan membalas pesan dari Kyoko. Pesan kalau dia sekarang sudah sibuk di café bersama kakaknya. Pesan satu lagi ada dari adikku, dan satu lagi dari Arwen. Pesan yang tidak penting, hanya mengobrol biasa. Ah, aku hapus dulu saja. Daripada nanti jadi apa-apa, lebih baik dibatasi, jangan terlalu akrab.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

“So?” aku, Stefan, Bagas, Ilham, Sena dan Shigeo ada di dalam kamar Anin. Anin tergolek lemah di kasur, mukanya pucat. Zee duduk di atas kasur, tampak memperhatikan Anin dari dekat.

“Flu pilek biasa, tapi namanya baru kena, ya demam” jawab Anin.
“Tumben bisa cepet ke dokternya” potong Ilham.
“Dokter langganannya kantor Kairi, katanya kalo ada anak ben di bawah manajemennya Kairi sakit, pasti dikasih ke doi” jawab Anin lemah.
“Terus gimana tar malem?” tanyaku.

“Bisa lah, sekarang masih jam 2 kan? Ntar main di Koenji kan jam 8 malem”. Jawab Anin lemah.
“Jam 4 kita mesti check sound, bego” Stefan bersuara.
“Ya ntar kalian check sound-nin, kuat kok….. Gue tidur sampe jam 6, terus ke Koenji” Jawab Anin.

“Ntar kalo lo tumbang pas main gimana, ini lagi demam-demamnya, paling baru besok redanya” balasku.
“Ah santai”
“Lo kan ga pernah manggung lagi pilek Nin”
“Santai Ya”

“Don’t push yourself” bisik Zee sambil menekankan genggamannya ke tangan Anin.
“It’s okay” senyumn Anin ke Zee dengan malu-malu.

“Ga cari pengganti aja gitu, misal kakak ipar lo ya?” tanya Ilham.
“Ga bisa kayak gitu Ham” jawabku.
“Tapi kan sama-sama bassist, dan jago kan?”
“Ga bisa gitu, pertama dia ga familiar sama lagunya Hantaman, kedua dia bassist Jazz, fusion, funk gitu, bukan bassit rock, dan andai dia bisa, gue harus nulisin partitur semua lagu kita, yang gue harus tulis sambil dengerin semua setlist kita, gak efektif banget, makan waktu dan gak semudah itu” jawabku.

“Wah, ribet ya ternyata” Ilham menggaruk kepalanya.
“Iya, makanya kalo main musik itu ada spesialisasi, entah alat musiknya atau jenis musiknya”
“Elo bunglon dong” tawa Ilham.
“Engga, gue curang, gue main rock pake gaya Jazz, kayak Budjana main pop pake lick-lick Jazz…” aku meringis.

“Udah, gue bisa, jangan khawatir guys, sekarang kalian siap-siap dulu, ntar malem gue nyusul” potong Anin dengan suara yang jauh dari kata sehat.
“Ya” mendadak Stefan menegurku.

“Paan?” tanyaku.
“Gue ada ide….”
“Awas kalo idenya aneh” aku memicingkan mataku ke arah Stefan.

“Kalo elo main Bass dan gue main gitar gimana, sambil nyanyi?” tanya Stefan.
“Elo kan kalo disuruh main melodi pasti gelagapan bego” jawabku.
“Ya…. Asal aja lah, gue kan masih bisa solo-solo ala blues gitu?” balasnya dengan nada bertanya.

“Lo ngomong gitu seakan-akan kayak elo tuh bukan musisi Fan” lanjutku. “Dan lick bass nya Anin khas, kalo gue ganti, Cuma dem dem dem chord doang, bakal garing”.

“Bang, kalo batalin malem ini gimana, kan ini sakit Bang Ani, Kairi pasti ngerti lah” Sena lantas bersuara.

“Nah bener juga lo” jawabku.
“Masuk akal” komentar Stefan. Dan aku melihat Bagas mengangguk.

“Jangan lah, sayang, kita manggung udah tinggal dua kali lagi, di Koenji sama yang terakhir di WWW” Anin yang sakit malah protes.
“But…” Zee berusaha memotong Anin.
“It’s okay” senyum Anin ke arah Zee.

“Kalau lo mati di panggung gimana men?” tanya Stefan dengan tololnya.
“Kagak bakal, flu doang”
“Flu doang, lo bilang?”
“Ini kan gara-gara elo kontol” marahku.

“Gara-gara Stefan?” Anin bingung mendengar komentarku.
“Eh, ya pokoknya..” ah, aku salah bicara, Anin dan Zee masih belum sadar kenapa Anin bisa ada di kamarku malam tadi.

“Stefan kenapa?” tanya Anin dengan lemahnya. Ya, dia tidak tahu kalau Stefan yang mengantar dirinya yang sedang mabuk parah ke kamarku, dimana Zee ada di dalam, bugil.

“Ya mungkin semalem Stefan terlalu sibuk beresin kamar kali, jadi dia ga merhatiin elo ngeloyor” jawabku menghindar. Aku tidak ingin ada ribut-ribut lagi yang ada hubungannya dengan Stefan, bahkan Zee dan Anin masih menyangka ini salah mereka berdua. Dan kalau Kairi sampai tahu ini Stefan lagi yang bikin ulah, bisa kacau jadinya.

“Yah, elo ngandelin Stefan sih” tawa Anin.
“Iya hehe” aku dan Stefan saling berpandangan dengan awkward.

“Kyoko datang semalam, because of my mistake” Zee membuka omongan yang bisa mengalihkan pembicaraan soal Stefan.

“Oh, wajar kan si Aya pasti samperin Kyoko lah ya” senyum Anin. “Jadi Stefan juga sangkain elo yang jagain gue ama Zee ya?” tanya Anin. Dan semua mata mengarah kepadaku dan Stefan.
“Iya” jawabku.

“So?” bingung Shigeo, karena dari tadi kami bicara dalam bahasa yang ia tidak mengerti.
“He said he’s able to play tonight, but we don’t know yet” jawabku.
“Kairi already know about this, if you want to cancel, okay” lanjut Shigeo.
“Ah….” Aku lagi-lagi pusing.

“It’s okay. I can.” Potong Anin.
“Nin…” aku berusaha menahannya.

“Gakpapa, gue bisa, apa sih yang ga bisa buat Hantaman” senyumnya dengan muka pucatnya.
“Yakin?”

“Sure… Don’t cancel. I can do it….. Let’s shake Koenji tonight” senyum Anin.

“Okay” Shigeo menatap Anin dengan raut muka terpaksa.
“Okay” balas Anin.

“Ehmm.. Uhuk huk.. Ugh” batuk Anin mendadak, dan Zee dengan cekatan mengambil botol berisi air mineral.
“Jangan paksakan” pinta Zee dengan tatapan yang jauh berbeda ke Anin dari sebelum-sebelumnya.
“Gakpapa” jawab Anin.

Tangan Anin mendadak maju, menepuk kepala Zee sambil tersenyum. Dan Zee tersenyum balik padanya.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd