Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Menggapai Impian - All about Me

Bimabet
Ternyata yg dukawunkan nikki
Kawin paksa
Dibohongi dulu yg pnting bisa sampe rumah
Haha
:ampun:
 
Part 15 – Petir di telingaku

Selesai mandi aku kembali ke tempat di mana orang2 berkumpul, rumahku tidak besar, malah bisa dibilang sangat kecil, lebih cocok disebut gubuk daripada rumah.
Kulihat ibuku sedang menyiapkan sepiring nasi dan lauk, kemudian berjalan ke arahku. “Makan dulu Ki, pasti gendok sudah lapar” Ya, memang perutku sudah cukup lapar setelah satu hari yang panjang ini. “Nanti selesai makan, gendok istirahat aja ya, biar besok bisa siap2”.

“Siap-siap apa bu, emangnya gendok jadi penerima tamu ya waktu nikahan mbak nanti”, ibuku hanya tersenyum menjawab pertanyaanku.
Sambil makan aku sesekali melihat sekeliling, dan aku masih belum melihat mbak di rumah, kembali kutanyakan sama ibu, “bu, mbak mana kok belum keliatan”,
‘iya, mbak mu masih di luar, sebentar lagi juga pulang” katanya
Segera kuhabiskan makananku, dan setelah bercanda bersama saudara-saudaraku, akupun pamit untuk beristirahat di kamar ibu.

Hampir terlelap dalam tidurku, kudengar ibu masuk dan duduk di samping ranjang.
“Gendok, bangun sebentar nak, ada yang mau ibu omongin sama kamu”
Akupun duduk sambil menahan mataku yang sudah 5 watt.
“Gendok, gimana sekolahmu nak”
“ihhh ibu, apaan sih, gendok udah mau tidur nih, besok aja gendok jawabnya ya” jawabku kesal karena dibangunkan tadi, kemudian kudengar bisikan tertahan dari ibuku
“iya maaf nak, tapi kamu sepertinya ga bisa sekolah lagi”
Redupnya mataku langsung hilang, aku langsung segar kembali
“kenapa bu, kenapa gendok ga boleh sekolah lagi, sebentar lagi gendok sudah mau lulusan”
“Gendok kepengen sekolah bu, gendok pengen masuk SMP” kataku mulai menahan tangis
“maafin ibu nak” ujarnya sambil menangis, ibu tak bisa membendung airmatanya.
Akupun langsung ikut menangis, sambil memeluk ibu “kenapa bu, ibu sudah ngga ada biaya ya, maafin gendok bu, sudah nyusahin ibu”

Ibuku terus menangis, aku bingung, kenapa ibu terus menangis. Setelah akhirnya ibu bisa mengendalikan tangisannya, walau masih terlihat wajahnya sesenggukan, ibu bilang
“nak, mbakmu kabur”
“Kabur bu, kabur kemana bu”, pertanyaan yang bodoh sebenarnya,
“kenapa mbak kabur, kan mbak mau menikah lusa sama Mas Pri”,
ya Mas Pri adalah calon kakak iparku.
Ibuku menjawab sambil kembali menangis perlahan “iya, mbakmu ngga mau menikah sama mas pri”
Berjuta pertanyaan langsung muncul di otakku “kenapa mbak ngga mau menikah bu?”
“terus kenapa semua orang masih ngumpul di sini?”, “kenapa masih ada panggung di depan jalan”, tanyaku sambil terus menangis.
Sambil sesenggukan ibu menjawab “iya nak, maafin ibu, maafin mbakmu”,
“kenapa ibu minta maaf sama gendok” aku bertanya dengan bingung
“kamu gantiin mbakmu ya nak untuk menikah sama mas Pri”, dan tangis ibukupun tak tertahan.

Bagai petir di atas kepalaku, aku terhenyak, aku diam, pikiranku yang masih begitu polos ini tak dapat mencerna semua yang baru saja kudengar.
Ibuku terus memelukku sambil menangis dan terus berkata sambil mengelusku “maafin ibu nak”, terus diucapkannya kalimat itu berulang ulang.
 
Terakhir diubah:
Oke hu.. Saran saya sih agak dipanjangin aja updatenya
Hehe
 
Part 16 – Titik akhir masa kecilku

Satu tahun sudah kujalani pernikahan yang sungguh di luar keinginanku, beberapa kali aku kabur dari suamiku, awalnya aku kabur untuk pulang ke rumah orangtuaku, tapi setiap kali pula ibuku mengantarku kembali ke rumah suamiku. Beberapa kali pula aku kabur ke tetanggaku, namun pada akhirnya selalu ketahuan, tidak ada yang menarik selama kujalani pernikahan ini, hanya derai tangis dan ketakutan yang kurasakan setiap kali suamiku pulang dan di malam hari dia memintaku untuk bercinta. Ya perawanku telah hilang, namun tidak sekalipun aku mengerti apa maknanya berhubungan seks, yang kutahu selesai suamiku menumpahkan cairan di rahimku, aku merasa bahwa penderitaanku sudah berakhir dan aku akan menangis saat suamiku tertidur.

Sekarang di bis ini masih 5 jam lagi menuju kota Solo, aku duduk di sebelah seorang ibu2 yang sudah tertidur di sebelahku. Lelah kurasakan, pikiranku penuh dengan segala ketidakpastian yang menanti di depanku, namun tekadku sudah bulat, kini aku berharap perjalananku kali ini akan membawaku ke masa depan yang lebih baik, untuk menggapai impianku, memiliki hidup yang kuinginkan. Akhirnya akupun terlelap dalam sebuah tidur yang gelisah.

Kurasakan bis yang kutumpangi sudah berhenti, lampu di dalam bis sudah menyala dan akupun terbangun, kulihat orang2 sudah mulai membereskan bawaannya dan berdiri untuk turun dari bis.
Akupun bangun dari dudukku dan mulai mengikuti orang2 untuk turun dari bis. Seorang diri dengan usiaku yang masih sangat dini di kota orang sesungguhnya adalah hal yang sangat menakutkan.

Kucari angkot yang harus kutumpangi, beberapa orang mulai menawarkan untuk mengantarkanku, tapi berbekal arahan dari mas Nardi, kucari angkot yang akan membawaku ke alamat tempat penampungan yang akan menyalurkanku bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
 
Terakhir diubah:
Part 17 – Kota Pelarian

Tidak sampai setengah jam, supir angkot mengatakan bahwa aku telah sampai di tujuan, hari sudah menjelang subuh, kutanyakan kepada orang yang kutemui alamat tujuanku dan dia menunjukkan sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Kulihat seorang wanita sudah mulai membereskan rumah dalam keadaan pintu yang terbuka, langsung kuucapkan salam dan diapun menerimaku.
“Bu, apa betul ini rumahnya Ibu Santi”, tanyaku
“Betul dek, saya Bu Santi, ada keperluan apa ya”, jawabnya sambil tetap memegang sapu
“Saya Nikki bu, saya dikasih alamat ibu sama pak Nardi yang di Malang”
“Oh, dek Nikki toh, iya kemarin mas Nardi sudah telpon saya, katanya kamu sudah berangkat dari Malang semalam, ayo masuk ndok, duduk dulu sebentar di situ, biar ibu siapkan dulu teh hangat” katanya sambil menunjuk kursi di ruangan tsb.
Rumah ini walaupun sederhana namun cukup bersih, kupikir sudah seharusnya penyalur pembantu rumah tangga memiliki tempat yang terawat supaya calon majikan yang datang nantinya percaya pembantu yang disalurkan sudah biasa merawat rumah.
Tidak berapa lama Bu Santi datang kembali dengan membawa secangkir teh, setelah menaruhnya di meja dan menawarkan padaku, diapun duduk di kursi yang ada di sampingku.
“Gimana ndok perjalanannya, pasti capek ya, ayo diminum dulu tehnya”
“Ngga kok bu, tadi saya tidur di sepanjang perjalanan”
“Oh berarti cukup dong kamu istirahatnya, berarti nanti malam sudah mulai bisa bekerja” katanya
“Iya sudah bisa bu, memangnya sudah ada yang nyari pembantu ya bu” tanyaku
“Biasanya nanti sore2 an orang yang nyari telpon, sebentar lagi ibu masak, biar kamu mandi dulu, selesai makan, nanti kamu istirahat dulu saja”
Lalu dia berdiri dan menunjukkan letak kamar mandi dan kamar tempatku beristirahat.
Akupun masuk ke kamar dan kulihat ada lima orang perempuan yang kelihatannya lebih tua dariku, semuanya di atas umur 17 tahun. Mereka masih tertidur mengenakan celana pendek dan kaus.
Mungkin mereka juga sedang menunggu untuk disalurkan bekerja sebagai pembantu pikirku, walaupun aneh karena kulihat mereka tidak seperti pembantu, “ah, mungkin mereka anaknya Bu Santi” semuanya terlihat cukup terawat dari kulitnya yang terlihat halus.
Segera kuambil pakaian ganti dan peralatan mandi dari tasku, akupun ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan menghilangkan rasa lengket di badanku.

Selesai mandi dan berpakaian seadanya, akupun menuju ruang depan lagi di mana Bu Santi telah memasakkan telur ceplok untuk sarapan kami berdua.
Sambil makan aku tanyakan ke Bu Santi siapa dua gadis yang ada di kamar itu, Bu Santi menjawab “Oh mereka juga bekerja sama Ibu di sini” jawabnya.
“Maksud ibu bekerja sama Ibu, mereka pembantu di rumah ini Bu?” aku bertanya heran, masa pembantu jam segini belum bangun, lagipula rumah sebesar ini untuk apa punya pembantu sebanyak itu.
“Sudah, kamu selesaikan dulu makannya, nanti ibu ceritakan ya”
Selesai makan dan membereskan piring di meja, Bu Santi kembali duduk di sebelahku.
“Ndok, pasti Mas Nardi belum menceritakan sama kamu, pekerjaan kamu di sini sebetulnya bagaimana”
“Jadi pembantu bu?”, jawabku
“Biar ibu jelaskan ya ndok” katanya sambil menatap mataku
“Pekerjaan kamu di sini sebetulnya bukan jadi pembantu rumah tangga, tapi nanti kamu akan menemani orang, mungkin kamu akan diajak menemani makan atau nonton atau jalan2 dan setiap selesai menemani orang itu, kamu akan ibu beri uang seratus ribu, jadi kalau dalam satu hari kamu bisa menemani dua sampai tiga orang, maka kamu akan dapat uang dua ratus sampai tiga ratus ribu”
“Wahhhh, enak sekali bu nemani nonton atau jalan2 diberi uang seratus ribu” pikirku senang sekali
Bu Santi tersenyum melihat tingkahku “Apalagi kalau orangnya senang, biasanya dia suka kasih uang lagi langsung ke kamu, jadi kamu harus bisa bikin orangnya senang ya”
“Oh pasti bu, saya pasti akan bikin orangnya senang” yang terbayang olehku hanyalah mudahnya mendapatkan uang di sini.
“Sekarang, kamu istirahat dulu, siapa tau siang nanti sudah ada orang yang minta ditemani” dan kamipun beranjak dari ruang tamu.

Masuk ke kamar, kelima gadis tadi masih tertidur, di kamar ini terdapat satu kasur besar dan karpet, kerena cukup penuh akupun membaringkan tubuhku di pinggir karpet agar tidak mengganggu gadis di sebelahku yang masih tertidur, mungkin karena lelah tak berapa lama akupun tertidur.
 
Terakhir diubah:
Part 18 – Teman baru

Kudengar suara2 di sekitarku, kubuka mata dan aku berusaha mengingat di mana aku sekarang, terlihat dua orang gadis masih mengenakan handuk seperti sudah selesai mandi, “oh ya, aku sedang berada di rumah penyalur pembantu”, kulihat jam di dinding waktu sudah menunjukkan waktu jam 6 sore, lama juga aku tertidur pikirku, akupun duduk dan kulihat ranjang di sebelahku sudah kosong.
Melihat aku bangun kedua perempuan yang sekarang kulihat sedang berdandan menoleh padaku. “Ehh, udah bangun ade kecil” lalu menghampiriku “kenalin aku Maya”, kemudian yang satunya juga mengulurkan tangan padaku “saya Dian”.
“Baru sampe tadi pagi ya, Bu Santi sudah ngasih tau kami dari kemarin, katanya mau ada anak baru, kamu Nikki ya” kata Maya sambil meletakkan alat kosmetiknya.
“Iya mbak, saya Nikki, tadi saya sampai di sini subuh”
“capek banget ya, sampe ngorok tadi tidurnya” katanya sambil tertawa
“ya sudah, kamu mandi dulu ya, biar nanti mbak ajarin kamu dandan, cepetan ya, soalnya jam 8 nanti mbak harus sudah jalan”
Akupun bergegas mandi, saat kembali ke kamar selesai mandi, kulihat Mbak Maya dan Mbak Dian sudah selesai dandan dan berpakain. Mbak Maya dan Mbak Dian keliatan berbeda setelah dandan dan berpakaian, menjadi jauh lebih cantik kulihat dan seksi, “hmmm, baru sekarang kulihat wanita cantik dan seksi langsung di hadapanku” pikirku ndeso.

Saat aku akan mengambil pakaian, Mbak Maya ngomong “sini ndok, biar mbak dandani kamu dulu”,
akupun berdiri di depan mbak Maya dan dengan cekatan dia mulai mendandaniku.
“Tipis aja may, dia masih kecil banget ntar malah keliatan aneh, mas Agus kan ngga seneng juga klo menor” kata mbak Dian.
“Siapa mas Agus” tanyaku
“Tadi pas kamu mandi, Bu Santi bilang kalo malem ini kamu akan nemenin mas Agus, enak kamu pertama kerja dapet customernya, mas Agus” jawab mbak Maya
“customer apa mbak” tanyaku polos
Mbak Maya dan mbak Dian tertawa mendengar pertanyaanku
“masih polos banget ya kamu, customer itu ya orang yang booking kamu”
“booking itu apa mbak?” jawabku kembali
“hahahaha” mereka tertawa lebih kencang sekarang
“kamu lucu banget sih, jadi mas Agus itu orang yang nanti kamu temenin dan dia sudah telepon Bu Santi supaya kamu jangan dikasih ke siapa2 malem ini”
“ooohhh, gitu toh mbak, maklum ya mbak aku belum selesai SD sudah dinikahin sama ibuku, jadi bahasa Inggris kaya gitu aku belum ngerti”
“gapapa ndok, kita pertama kerja juga sama, ngga ngerti, hehehe” katanya sambil tertawa

Akupun tidak merasa sungkan lagi ngobrol dengan mereka, setelah selesai dandan mbak Maya memintaku untuk melepas handukku. Dengan polosnya aku lepaskan kaitan di handukku dan saat kulepas mereka pun melihat badanku sambil tersenyum.
“Wahhhh, masih kecil begini tapi kelihatannya nenenmu nanti pasti besar, sekarang aja sudah hampir sama dengan punyaku” kata mbak Dian dan akupun melihat nenen mbak Dian yang kutaksir memang mirip ukurannya dengan punyaku.
“Kamu harus rajin merawat badan dan kulit ya, terutama nenen sama memekmu, supaya nanti kalau dilihat customer, kelihatan terawat” kata mbak Maya
“Loh, emang ngapain customer lihat badanku mbak” tanyaku heran
Mbak Maya terlihat kaget dengan pertanyaanku dan buru2 menjawab “ya kadang mereka minta untuk ditemanin berenang ndok, kamu bisa berenang?”
“nemenin berenang mbak, aku ngga bisa berenang” jawabku takut
“gapapa, kalo kamu ngga bisa berenang di air, ya kamu temenin berenang di kasur aja” dan diapun tertawa sambil melirik mbak Dian yang juga ikut tertawa

“Ya sudah, kamu pakai baju dulu, mbak mau jalan dulu, sudah jam 8” dan diapun membereskan alat kosmetik tadi lalu keluar bersama mbak Maya sambil menjinjing tas yang kelihatannya bagus sekali.
 
Terakhir diubah:
Part 19 – Customer Pertama

Tidak lama mbak Maya dan mbak Dian pergi, Bu Santi ke kamar, “Wahhh, sudah cantik nak Nikki, emang pinter Maya kalau dandanin, sekarang makan dulu ya, sudah ibu siapkan di depan, nanti selesai makan, kamu diantar sama pak Kardi ke tempat mas Agus”. “tadi Maya sudah bilang kan sama gendok, kalo malam ini kamu nemani mas Agus?”,
“Iya sudah bu, kata mbak Maya orangnya baik, semoga mas Agus seneng ya bu ditemani sama gendok”
“kamu harus bikin mas Agus seneng ya, soalnya dia customer setianya ibu”
“baik bu, gendok pasti bisa bikin mas Agus seneng” jawabku berseri-seri sambil membayangkan uang yang akan kudapatkan nanti

Selesai makan dengan mengenakan kaus, celana jeans dan sepatu kets akupun sudah berada di atas motor menuju tempat customer pertamaku.
Kurasakan Pak Kardi berbelok ke sebuah tempat dengan banyak lampu2 di dinding bangunan tsb., dan betul saja dia berhenti di depang bangunan itu, dan kamipun menghampiri pintu masuk di depan, seorang penjaga di situ berbincang sebentar dengan pak Kardi, kemudian penjaga itu mengajakku untuk masuk dan pak Kardi pun kembali ke motornya.
Sesampai di dalam kulihat tempat ini mungkin semacam tempat nongkrong, namun masih sangat sepi dan akupun dibawa sampai ke dalam sebuah ruangan di mana ada seorang laki2 muda keturunan Chinese sedang duduk di belakang meja.
“Malam mas, ini adenya sudah datang”
“Hi Nikki” sambil berdiri dari kursinya diapun mengajakku duduk di sebuah sofa yang ada di ruangan itu.
“Makasih dar” katanya ke penjaga yang tadi mengantarku, kemudian penjaga itupun keluar dan menutup pintu
“Nikki mau minum apa?, oh iya saya Agus” katanya
“ngga usah mas, saya baru minum” jawabku sambil salah tingkah setelah bertemu dengan customer pertamaku ini
“ya sudah, mas ambilin coca cola ya” katanya sambil menuju kulkas yang ada di sudut ruangan
“kamu jangan canggung ya, santai aja, malem ini kamu temenin mas kerja dulu, baru nanti selesai mas kerja kita jalan2” katanya sambil menaruh kaleng coca cola di depanku
“iya mas” jawabku singkat, aku bingung harus ngomong apa lagi, walaupun mas Agus masih terlihat muda sekitar 20 an akhir, namun beda umur denganku sangat jauh, mungkin sekitar 15 tahun di atasku.
Mungkin terlihat olehnya kalau aku bingung, diapun menanyakan asalku dari mana, perjalananku sampai ke kota ini, naik apa, sampai jam berapa dan ketika dia menanyakan umurku, diapun terlihat kaget mendengar umurku dan dia sekarang mengerti mengapa aku terlihat canggung terlebih setelah tahu bahwa aku datang dari sebuah kota kecil di sekitar Malang.

“Nanti mas kerja, Nikki duduk di meja yang deket tempat mas kerja aja ya, mas udah siapin minum sama cemilan buat Nikki” katanya sambil beranjak dari sofa dan mulai mengemasi barang2 yang ada di meja tadi. Setelah semuanya dimasukkan ke dalam sebuah tas diapun mengajakku keluar menuju lounge, ya “lounge” itu tadi mas Agus jelaskan tempat di mana kulihat banyak meja dan kursi yang disusun dengan rapi. Namun aku masih ngga ngerti apa yang mas Agus kerjakan di tempat itu.
Mas Agus naik ke sebuah ruangan kecil disekat kaca yang letaknya lebih tinggi dari lantai ini, kulihat di situ ada meja dengan tempat piringan di atasnya yang kemudian kuketahui disebut tone table.
Setelah menaruh tasnya, dia turun kembali dan mengajakku duduk di meja yang tidak jauh dari ruangan kaca tadi.
“Nikki duduk di sini ya, mas kerja di situ, sambil menunjuk ruang kaca itu”, kemudian dia menghampiri pelayan di situ dan setelah berbincang diapun kembali.
“Sebentar lagi pelayan itu bawain minum sama cemilan ke sini, Nikki santai aja ya, nanti juga sejam sekali mas ada break, kita minum bareng” katanya santai
“Mas naik dulu ya, mau siap-siap dulu, udah mau jam 10, sebentar lagi mulai ada tamu soalnya”, akupun hanya mengangguk sambil tersenyum

Setelah dia pergi, aku mulai gelisah, aku takut dia tidak senang aku temani, aku takut dia mengadu ke Bu Santi kalau aku kaya orang bingung, aku takut dibilang ngga nyambung, dan berbagai ketakutan lainnya. Aku hanya bisa diam dan mulai memperhatikan beberapa orang yang datang dan mengisi meja2 di ruangan itu.

Mas Agus mulai bekerja sambil memasang headset besar di telinganya dan mulai memutar mutar piringan di tone table. Kudengar musik menghentak kencang sekali memenuhi seluruh ruangan itu. Para pelayan mulai sibuk bekerja mencatat pesanan lalu mengeluarkan gelas dan bir, terlihat juga di beberapa meja botol dan minuman ringan di sekitarnya.
 
Terakhir diubah:
Part 20 – Pengalaman pertamaku

Aku duduk di meja ini sendiri, beberapa tamu di lounge itu terkadang menatapku, mungkin mereka heran, bagaimana seorang gadis kecil masuk ke tempat seperti ini, tapi tidak kuhiraukan dan aku tetap minum sambil makan cemilan yang ada di meja.
Sudah jam 11 kulihat tempat ini semakin ramai oleh tamu2 yang berdatangan,
mas Agus turun dari meja tempatnya memainkan musik dan setelah menyapa beberapa tamu dia duduk di sebelahku.
“Bosen ngga nik?” tanyanya setelah duduk
“ngga mas, aku ngga bosen” walau terlihat aku bingung harus bagaimana di tempat ini
“bentar ya, mas pesen minuman dulu, biar kamunya rileks” dan diapun memanggil pelayan dan berbicara dengannya
Sambil menunggu minumannya datang, seseorang yang baru saja masuk menghampiri meja kami.
“Hei Gus, maen apa malem ini?” kata tamu yang baru dating
“Hallo mas, maen biasa aja, house, lama ngga dateng nih, kemana aja” jawab mas Agus
“Lagi sibuk aja di Jakarta, banyak urusan, baru sekarang bisa ngurusin bisnis di sini”
“Eh, kenalin mas, asistenku yang baru” katanya memperkenalkanku
“Eh, hallo, Roni” katanya mengulurkan tangan
“Nikki” jawabku singkat, apa maksud mas Agus bilang aku asistennya
“oke deh, gw naik dulu ya” dan kulihat tamu itu naik ke sofa yang ada di deretan atas
“tamu royal tuh nik, orang jakarta, dia ada bisnis juga di Solo” kata mas Agus
“oh gitu mas” lalu kulihat ke sofa tamu tadi dan memang langsung ramai di sofanya, beberapa kulihat teman2 nya yang tadi datang lalu juga banyak perempuan yang duduk di sofa itu, langsung ramai tempat ini kedatangan rombongan itu, ada sekitar 15 orang yang berada di area istimewa itu.
Pelayan datang ke meja kami membawa dua gelas minuman berwarna biru, kelihatannya enak sekali saat ditaruhnya gelas itu.
“ayo minum, enak kok, biar kamu lebih rileks” kata mas Agus
Kusedot sedikit minuman itu, agak aneh sebetulnya, tapi lebih banyak rasa manisnya yang kurasakan
“eit, eit, eit, pelan2 nik, santai aja minumnya, ngga usah buru2” kata mas Agus

Cepat2 kuhentikan sedotanku, sambil kembali ngobrol, kurasakan tubuh dan wajahku semakin hangat dan benar kata mas Agus, aku merasa lebih rileks, hampir setengah gelas kuhabiskan, mas Agus pun kembali jalan ke meja DJ nya, ya, tadi dia menjelaskan apa yang dia lakukan di ruang kaca itu, dan dia juga memberi tahu kalau dia salah satu pemilik tempat hiburan ini.

Setelah mas Agus kembali bekerja, kulihat kembali ke sofa di atas sana tempat temannya mas Agus tadi, dan begitu mas Agus memainkan kembali tone tablenya, mereka pun bersorak sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, terlihat seru sekali di atas sana.

Tak terasa sudah satu jam setelah mas Agus tadi bekerja, kulihat dia turun lagi duduk di meja kami, melihat gelasku yang kosong dia meminta lagi pelayan untuk membawakan minuman yang sama.
Kembali kami pun ngobrol, mulai tidak konsen aku mendengarkan ceritanya, mungkin karena pengaruh minuman itu kupikir.
Melihatku sudah cukup rileks mas Agus pun membereskan peralatannya lalu tergesa dia pamit dan mengajakku keluar dari tempat itu.
 
Terakhir diubah:
Part 21 – Kenikmatan pertamaku

Kurang dari 30 menit kami pun sampai di area parkir sebuah hotel kecil, otakku sudah gak bisa mikir lagi, aku tak lagi punya rasa takut atau khawatir, pasti dikarenakan minuman tadi.
Sampai di lobby hotel mas Agus memintaku duduk di sofa karena aku sangat sempoyongan, dia tinggalkan aku di sofa dan bergegas ke reseptionis, tak sampai 10 menit mas agus sudah menghampiriku dan bilang ‘ayo” sambil mengulurkan tangannya, akupun berdiri sambil memegang lengannya, kepalaku pusing sekali, dan mataku sudah sedikit kabur, sampai di kamar mas Agus menuntunku untuk duduk di ranjang, tapi aku memilih duduk di sofa depan ranjang, entahlah, masih sangat aneh buatku untuk duduk di kasur bersama orang yg baru aku kenal.

Mas Agus mengikutiku duduk di sebelahku di sofa kamar itu, lalu dia mulai bertanya-tanya kenapa aku sampai di sini, aku ceritakan semua perasaan tertekanku selama ini, mungkin karena mabuk jadi aku ngomong apa saja yang ada di hati. Saat menceritakan bagaimana aku dijemput dari pesantren sampai aku terpaksa menikahi seorang pria yang seharusnya menikahi kakakku, mulai keluar airmataku. Melihatku bercerita dan menangis mas agus mengelus pipiku dengan lembut, dan aku membiarkannya, mungkin itu pertama kalinya aku rasakan belaian dari laki laki selain suamiku.

Entah mengapa rasanya sangat berbeda, aku merasakan sesuatu yg aneh di dadaku, setiap kali dia mengelus lembut pipiku, matanya yg sedikit sipit, kulitnya yg putih, cara ngomongnya seperti artis yang kaya di tv tv, ya, mungkin karena laki laki seperti ini ngga ada di kampungku, pikiran ku pun kemana mana, antara sedih tapi juga senang bertemu laki laki ini, di saat otakku berpikir tentang apa yang terjadi saat ini sambil memejamkan mata, tiba2 kurasakan tangan mas Agus membelai rambutku dan berkata “sudahlah, jangan dipikirin terus, sekarang kamu tenang di sini sama mas” sambil kemudian dia memelukku.

Dalam keadaan mata terpejam kurasakan lagi sesuatu yg berbeda saat dia memeluk tubuhku, dadaku mulai deg-degan nafasku mulai tak karuan, lalu kurasakan mas Agus merenggangkan pelukannya dan dia mulai memegang pipiku, perlahan kurasakan hembusan nafasnya, bibirnya mendekat, lalu kurasakan bibirnya menyentuh bibirku, perlahan kami mulai berciuman, ciuman itu seakan mengerti arti dari nafasku yg mulai tak beraturan, sekarang bibirnya sudah turun mencium leherku, sesuatu yg selama ini tak pernah kurasakan, sambil terus mencumbu dan menciumi leherku, tangan mas Agus mulai meremas payudaraku, sebuah remasan yang lembut sehingga menimbulkan rasa nikmat yang tak pernah kurasakan selama pernikahanku.
Untuk pertama kalinya aku merasakan rasa nikmat saat tubuh kami saling bersentuhan

Sekarang perlahan bibir mas Agus turun dari leherku dan terus turun ke dadaku, aku terpekik tertahan saat dia jilat payudaraku dari luar bajuku, sambil terus menjilati payudaraku mas Agus mulai mengangkat dan merebahkan tubuhku ke atas ranjang dan akhirnya aku telentang di atas ranjang dengan kaki masih di kursi.
Psisi tubuh mas Agus di hadapanku, lalu dia mengangkat kausku dan melepaskannya melalui kepalaku, kemudian dengan lembut dia lepas juga BH ku, ditaruhnya kaus dan BH ku di samping, kemudian tak sabar wajahnya langsung mengarah ke payudaraku, kurasakan sekarang lidahnya menjilati putingku. “Aaaaahhhhhh”, aku tak kuasa menahan desahanku, begitu nikmat kurasakan sapuan lidahnya di putingku, terus dijilatinya putingku, sementara tangannya meremasi payudara sebelah kanan.

“ahhhhhh” “auhhhhhhh” “auhhhhhh”, aku terus mendesah keras merasakan apa yang dilakukannya pada payudaraku. Masih keenakan, sekarang tangan mas agus bergerak turun dan mulai membuka celanaku dengan kedua tangannya, sambil terus menjilati putingku, entah bagaimana tubuhku ikut bergerak untuk memudahkannya melepas celanaku, pantatku naik saat dia mulai menurunkannya dan kemudian kakiku menekuk rapat, sehingga tak lama celanaku sudah terlepas, tinggal sisa celana dalamku yang masih menempel. Sekarang kulihat mas Agus sudah duduk di sampingku, mungkin dia bisa melihat celana dalamku sudah cukup basah karena cairan yg keluar, aku hanya pasrah, aku menginginkan ini jangan berakhir, sepertinya masih ada hal lain yang lebih nikmat pikirku.
Benar kurasakan mas Agus menyusupkan jarinya ke dalam celana dalamku dan dia mulai memainkan itilku, “Aaaaahhhhhhhh” pinggulku pun menukik ke atas, aku tak kuasa menahan rasa nikmat itu, langsung kutarik mas agus untuk kupeluk, tangan mas Agus kurasakan mulai melepaskan celananya, hingga sekarang aku dapat melihat kontolnya yang sudah sangat tegang, lalu mas Agus merubah posisinya sejajar di atasku, perlahan dipegangnya kontol itu dan digesekkannya di bibir vagina dan itilku, lalu setelah cukup basah kontolnya, dia mulai memasukkannya perlahan ke dalam memekku. Memekku merasakan kontol itu sangat berbeda dengan yang pernah kurasakan sebelumnya, baru mas Agus memompa kontolnya, aku merasakan ada sesuatu yang ingin keluar dari memekku, pinggulku kembali menukik ke atas untuk merasakan kontol itu masuk sedalam-dalamnya ke dalam memekku dan akupun berteriak “Akkkkkkkkkhhhhhhh” dan pinggulku kembali ke kasur. Sebuah kenikmatan yang luar biasa kurasakan dan akupun lemas lunglai tak berdaya, lalu tertidur.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Mantap suhu..
Pinter agus nya bikin nikki klepek²..
:mantap:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd