Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Menuju Puncak ( Ritual Sex di Gunung Kemukus)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
ujang di kemukus.. Lilis dan Ningsih biar gue yang muasin ya.. gue mau threesome huahauahahahahahahah
 
Chapter 5 : Mengecoh para pengintai

Siapa yang mengikuti kami dan apa tujuannya. Aku menatap Bu Dhea yang terlihat tenang dan menganggap itu sperti hal yang wajar. Mungkin baginya yang sudah belasan tahun berkecimpung di dunia hitam hal itu bukan sesuatu yang aneh dan perlu ditakuti.

Tapi bagiku yang belum mengenal dunia hitam, hal seperti ini sangat menakutkan. Hal yang hanya aku lihat di film film bioskop. Aku seorang pecandu bioskop sejak remaja, setiap ada film action pasti aku tonton. Sekarang aku mengalami diikuti oleh orang. Tapi aku ini ada di pihak protogonis atau mungkin antagonis.

"Tenang saja, Kang. Itu sebabnya kenapa Dhea mengajak Kang Ujang untuk menginap di sini, agar kita tahu apakah ada yang membuntuti kita atau tidak." kata Bu Dhea menerangkan.

Aku menatap kagum wanita cantik yang sudah mulai melepas pakaiannya lagi. Dhea mengambil handuk dari kopernya dan peralatan mandi yang dibawanya. Tanpa menoleh ke arahku, Bu Dhea masuk kamar mandi yang dibiarkannya terbuka. Bibirnya tersenyum menggodaku untuk masuk dan mandi bareng.

Tanpa pikir panjang aku melepas semua pakaianku dan mengambil handuk dari ranselku. Aku segera menyusul Bu Dhea masuk kamar mandi yang cukup besar.

Selesai mandi kami keluar nyari makanan karena perut kami sudah keroncongan minta diisi, apa lagi tadi kami cuma sarapan sex yang menguras tenaga.

Bu Dhea mengajakku ke Warung makan sederhana yang terletak tidak jauh dari penginapan tempat kami menginap kami berjalan kaki. Sepertinya dia sangat mengenal daerah sini terutama semua pegawai penginapan, sepertinya mengenal Bu Dhea.

Di warung makan sederhana, Bu Dhea memilih tempat duduk yang dekat dengan jalan, sehingga kami bisa mengawasi sekeliling kami dengan leluasa.

"Kamu liat orang yang berada di warung angkringan di sebrang jalan itau?" tanya Bu Dhea saat kami selesai makan dan menikmati secangkir kopi di warung makan sederhana. Aku melihat ke arah warung angkring de seberang jalan, ada dua orang pria yang sedang duduk ngopi.

"Jangan jangan menoleh ke arah mereka. Cukup kamu perhatikan gerak gerik mereka dengan sudut matamu." kata Bu Dhea, memperingatkan saat aku memperhatikan kedua orang itu cukup lama.

Reflek aku menatap Bu Dhea dengan wajah bengong karena kaget mendapat peringatan keras Bu Dhea. Aku terlalu lugu sehingga lupa dengan adegan film film action yang aku tonton. Saat menyadari seseorang mengintai, kita harus pura pura tidak mengetahuinya. Aku semakin kagum dengan Bu Dhea, dia begitu tenang menghadapi situasi seperti ini. Situasi yang membuatku gelisah dan ingin segera menghampiri mereka dan mengorek keterangan kenapa mereka mengintai kami. Simple dan tidak perlu berbelit belit. Toch kemampuan bertarungku sudah semakin terasah, rasanya untuk menghadapi ke dua orang itu aku mampu.

"Kita tidak bisa begitu saja menghampiri mereka dan memaksa mereka mengatakan tujuannya mengikuti kita." kata Bu Dhea terdengar tenang. Bibirnya tersenyum menatap keluguanku menghadapi situasi seperti ini.

"Lagi pula mereka bukan orang yang mengikuti kiya dari Bogor." kata Bu Dhea membuatku terkejut. Apa kami diikuti dari Bogor?

"Kita diikuti dari, Bogor? " tanyaku heran. Lalu apa tujuannya harus mengikuti kami sampai ke Solo?

"Iya, tapi bukan prang yang sama. Mereka berganti orang. Pekerjaan yang sia sia kalau sekarang kita mengorek keterangan dari ke dua orang itu. Kita tidak akan mendapatkan keterangan apa apa dari mereka" kata bu Dhea yang segera memanggil pelayan menanyakan harga makanan yang mereka makan dan membayarnya. Kami kembali ke penginapan.

Entah rencana apa lagi yang ada di pikiran Bu Dhea yang menggandeng tanganku masuk penginapan. Aku menurut saja apa rencana selanjutnya. Aku terlalu lugu untuk membuat sebuah rencana agar terhindar dari para pengintai yang tidak aku ketahui maksud dan tujuannya mengintai kami.

Sampai di kamar aku langsung tertidur. Biarlah semua rencana Bu Dhea yang mengatur. Aku ingin tidur sebentar dan bermimpi bertemu istriku di Bogor sana.

*******

Aku terbangun karena mendengar Bu Dhea sedang mengontrol dengan seseorang. Kulihat Bu Dhea duduk di kursi yang tepat menghadapku dan di kursi satunya yang terpisah oleh meja kecil duduk seorang wanita muda yang kukenal sebagai resepsionis penginapan.

"Sudah bangung, Kang? Enak amat tidurnya." kata Bu Dhea tersenyum melihatku yang langsung duduk karena melihat kehadiran wanita lain di dalam kamar.

"Kecapean Mbak, pasti habis Mbak peres abis abisan. Bu Dhea kan gak cukup sekali. Hihihi" kata wanita yang belum kukenal namanya, tertawa menggodaku.

"Hush, kamu ini ada ada saja. Tadi aku dan Kang Ujang cuma maen sekali. Oh ya, kenalin, ini namanya Lisna!" kata bu Dhea mengenalkan gadis muda berkulit sawo matang ini kepadaku.

Aku segera memperkenalkan diriku sambil menjabat tangan gadis manis itu. Entah apa maksudnya, jari telunjuk Lisna menngaruk telapak tanganku saat kami bersalaman dan mata kirinya mengedip genit.

"Lisna akan mengantar Kang Gobang ke Sragen. Nanti kita bertemu lagi. Kiya harus bergerak cepat" kata Bu Dhea menerangkan.

"Kang, berikan amplop ini ke Lisna setelah sampai." kata Bu Dhea memberikanku bungkusan yang aku tidak tahu isinya.

Aku yang sudah mulai percaya dengan Bu Dhea segera berkemas. Aku dan Lisna segera berangkat menggunakan mobil yang sudah disiapkan.

Ternyata mobil yang kami tumpangi tidak menuju ke Terminal, melainkan ke luar kota Solo. Mobil mengejar Bis jurusan Sragen. Ahirnya kami naik Bis arah Sragen. Mungkin ini cara menghindari para pengintai.

Lisna terlihat menarik nafas lega ketika sudah berada di dalam bis yang belum terlalu penuh sehingga kami bisa dapat tempat duduk walau duduk terpisah. Setidaknya kami bisa duduk tidak berdiri sepanjang perjalanan yang entah akan memakan waktu berapa jam.

Belum sampai Sragen, mungkin baru menempuh setengah perjalanan. Lisna mengajakku turun. Aku menatapnya heran, namun aku mengikutinya turun. Mau dibawa ke mana aku sekarang. Apakah ini rencana yang sudar diatur Bu Dhea. Entahlah, ini situasi yang terasa aneh. Aku belum pernah mengalaminya.

Harusnya aku tidak terjerumus ke dalam situasi seperti sekarang kalau saja aku masih menjadi penjual mi ayam, kehidupanku akan tetap lurus tanpa tipu muslihat seperti sekarang.

Entah ke mana tujuan Lisna, dia mengajakku naik ojek. Aku berusaha keras untuk tidak bertanya hingga ahirnya ojek yang kami tumpangi berhenti di sebuah rumah terbuat dari kayu has pedesaan di Jawa Tengah.

Seorang ibu setengah baya menyambut kedatangan kami. Lisna segera mencium tangannya, akupun mengikuti perbuatan Lisna. Si Ibu menatapku dengan seksama dari atas lalu ke bawah berulang kali membuatku agak risih diperhatikan begitu.

"Sopo iki, Nduk?" tanya Ibu menoleh ke Lisna.

"Ini temanku dari Jakarta, Bu. Malam ini dia mau nginap di sini." kata Lisna menerangkan. Menurut dugaanku ibu itu ibunya Lisna.

Kamipun dipersilahkan masuk ke dalam rumah yang berlantai tanah. Lisna langsung mengajakku ke kamar yang terletak di ruang tengah. Kamar Lisna, karena aku melihat banyak photo Lisna terpajang. Agak sungkan juga masuk kamar gadis yang baru aku kenal, walau sepertinya ibu tadi terlihat cuek melihat aku masuk kamar anak gadisnya. Seolah itu hal yang sudah biasa terjadi.

"Itu bukan Ibuku. Ibuku sudah meninggal dua tahun yang lalu, sedangkan ayahku sudah meninggal tiga tahun yang lalu." kata Lisna seperti mengerti arti tatapan mataku.

"Ibu itu siapa?" tanyaku heran.

"Kenalan Ibuku yang sebatang kara, makanya dulu ibu mengajaknya tinggal di sini. Aku jarang pulang, Bu Yem yang mengurus rumah ini. Aku anak tunggal, jadi Bu Yem sudah aku anggap penggabti ibuku." kata Lisna menerangkan. Dia mengambil handuk yang tergantung di dinding.

"Mandi, yuk.!" ajak Lisna menarik tanganku yang sedang duduk di ranjang.

Tadinya kupikir kami akan mandi bareng, ternyata tidak. Kamar mandi yang terletak di pekarangan belakang terpisah dari rumah. Sumur timba terletak di luar kamar mandi, di dinding kamar mandi ada lobang untuk mengisi kolam di dalam kamar mandi. Jadi tugasku sekarang adalah mengisi bak kamar mandi yang besar. Aku terlanjur membayangkan akan mandi berdua dengan Lisna.

Setelah Lisna mandi, gantian aku yang mandi. Lisna tidak perlu mengisi bak yang sudah terisi penuh. Hmm jangan jangan nanti aku tidur sendiri dan Lisna tidur dengan Bu Yem. Karena aku sempat melihat kamar yang satunya penuh dengan perabotan yang tidak terpakai. Mungkin kamar itu dijadikan gudang.

Selesai mandi kami langsung makan. Makanan sederhana tapi aku makan dengan lahap. Aku sangat menyukai suasana pedesaan yang asri, mengingatkanku dengan kehidupanku saat masih di desa.

"Kenapa kita tidak langsung ke Sragen?" tanyaku setelah kami selesai makan dan duduk di ruang tengah yang temaram sambil menikmati secangkir kopi buatan Lisna.

"Bu Dhea yang menyuruh membawa Kang Ujang ke rumahku. Besok baru kita ke Sragen." kata Lisna tersenyum manis kepadaku.

Sebenarnya apa yang berada di dalam brankas itu sampai ada yang mengikutiku. Lalu siapa yang mengikutiku dan tahu tujuanku atau lebih tepatnya tujuan ayahku. Ada orang yang tahu bahwa aku dikirim ayahku untuk membuka brankas yang mungkin isinya sangat berharga.

Apakah ada penghianat di sekeliling ayahku sampai dia tahu semua gerak gerik ayahku. Lalu kenapa aku harus ditarik ke dalam pusaran pertikaian ayahku? Tidak tahukah dia, aku hanya ingin hidup sederhana dan bisa menikmati hari hariku dengan tenang.

"Hayo, Kang Ujang lagi ngelamunin Bu Dhea ya? Emang gak minat sama aku?" kata Lisna menepuk pahaku, membuyarkan lamunanku.

"Minat sich, tapi bahaya. Kamu masih gadis." kataku seperti pria baik baik.

"Yang bahaya tuch kali gak pakai kondom." kata Lisna sambil mengelus pahaku.

Sebagai lelaki normal dan mempunyai gairah yang tinggi, elusan di pahaku sudah cukup membuat kontolku terusik dari tidurnya. Mungkin aku hyper sex.

"Aku gak punya kondom." kataku dengan perasaan jengkel. Kenapa aku tidak pernah menyiapkan kondom. Bahkan berpikir tentang kondompun, belum pernah. Selama ini aku berhubungan sex tanpa kondom. Kesempatanku untuk menikmati sex di saat aku membutuhkannya sirna.

"Aku punya banyak." kata Lisna menarikku masuk kamarnya yang sudah berbau harum. Padahal stahuku kamarnya belumlah seharum sekarang. Bahkan sepreinyapun sudah diganti dengan yang baru.

Lisna segera membuka pakaiannya dengan tergesa gesa. Terlihat dia begitu grogi saat membuka baju di hadapan pria yang baru dikenalnya. Bentuk tubuhnya proposional, dadanya berukuran sedang. Aku taksir cup bh nya berukuran B. Perutnya masih rata dan pinggulnya berisi walu tidak busa dikatakan besar. Yang membuatku takjub justru gundukan memeknya tertutup jembut yang tipis dan jarang.

"Kang, kok belom buka baju?" tanya Lisna sambil menutup dada dan selangkangannya dengan kedua tangan.

Aku menahan tawa melihat wajah manis Lisna yang menjadi merah karena malu. Aku segera membuka pakaianku hingga bugil seperti dirinya. Matanya terbelalak melihat kontolku yang sudah bangun. Walau belum sepenuhnya mengeras.

"Idis, gede amat Kang?" kata Lisna terbelalak kaget melihat ukuran kontolku. Tanpa sadar dia menutup mulutnya dengan telapak tangannya sehingga selangkangannya terlihat.

Aku mengangkat tubuh langsing Lisna ke atas ranjang besi. Kutarik tangan yang menutupi mulutnya. Aku mencium bibirnya dengan lembut. Lisna tidak meresponnya, bibirnya tetap tertutup. Aku melihat wajahnya yang terlihat tegang.

"Kenapa Lis? Kok kamu tegang?" tanyaku heran.

"Ga apa apa! Kaget aja liat kontol Akang segede gitu." kata Lisna pelan. Matanya tak berani menatap wajahku.

Aku menyingkirkan tangan Lisna yang menutupi dadanya yang indah. Perlahan aku meremasnya sambil menjilati putingnya yang kecil. Kuhisap hisap, tapi herannya Lisna tidak bereaksi. Tubuhnya terasa dingin. Sekali lagi aku menatap wajah Lisna, matanya terpejam.

"Kamu pernah ngentot belom?" tanyaku curiga. Aku jadi teringat dengan Ningsih, Wina, Rani dan Rina saat akan aku perawani. Reaksinya seperti Lisna sekarang.

"Tadi Bu Dhea nyuruh aku ngelayanin Kang Ujang. Tadinya aku nolak, aku masih perawan. Tapi Bu Dhea berani bayar 20 juta asal aku ngelayanin Kang Ujang di ranjang." kata Lisna membuatku terkejut. Nafsuku hilang seketika.

Aku turun dari ranjang dan memakai pakaiaku lagi. Aku tidak mau merenggut keperawanan Lisna hanya karena uang. Aku terbiasa mendapatkan tubuh wanita yang secara suka rela menyerahkan tubuhnya bukan karena uang.

"Kang, kok berhenti? Lisna rela kehilangan perawan, karena Lisna butuh uang itu untuk bayar hutang. Hutang waktu ibu sakit." kata Lisna terlihat kecewa yang melihatku sudah kembali berpakaian.

"Kamu bilang aja ke Bu Dhea, kita sudah berhubungan intim. Nanti aku juga akan bilang ke Bu Dhea sudah mendapatkan keperawanan kamu. Jadi kamu dapat 20 juta." kataku merasa iba. Aku tahu benar kesulitan ekonomi yang sedang dialami Lisna.

"Benarkah itu, Kang?" tanya Lisna tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Aku hanya mengangguk. Tiba tiba aku teringat dengan bungkusan yang harus aku serahkan ke Lisna. Apa mungkin isinya uang?. Aku mengambil bungkusan itu dari ranselku dan membukanya. Ternyata benar, isinya uang yang setelah kuhitung ada 20 juta. Aku menyerahkannya ke Lisna yang nenerimanya dengan mata terbelalak kaget.

Tiba tiba terdengar ketukan pintu yang cukup keras memanggil Lisna. Kami berdua saling berpandangan, kaget.

"Itu suara Pak RT, kang!" wajah Lisna terlihat pucat.

Wajahku lebih pucat lagi teringat kejadian dengan Anis. Bagaimana kalau aku digerebek dan diarak keliling kampung lalu aku dipaksa buat nikah dengan Lisna?

Bersambung......

semoga berkenan mampir. tinggalkan kesan dan kritikk anda agar ane semakin bisa lebih baik lagi.
terimakasih
 
Terakhir diubah:
ada typo dikit ga apalah yg penting updatenya mantap n makin penasaran.
gimana kelanjutannya Ujang, diciduk, ato ada hal lainnya??? dgn Pak ReTe
Btw Makasih Om Satria udah update
 
Film action dijadikan referensi buat menghadapi situasi, lumayanlah buat ujang sang pemula. Perlu byk bimbel nih dgn bu Dhea biar lebih tenang kalo sedang diintai dan dibuntuti musuh.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd