Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Menuju Puncak ( Ritual Sex di Gunung Kemukus)

Status
Please reply by conversation.
sepertinya lapak ane kalah rame sama lapak yang waktu apdetnya gak jelas. hu
Tenang aja hu.. Lapak ente pnya pembaca setia dan fanatik kok. Yg kecanduan dgn cerita ujang dah mulai banyak. Termasuk ane yg selalu support ke suhu lewat koment.

Resfect @satria73
 
Chapter 6 : Menuju Puncak Kemukus


Lisna segera memakai pakainnya lagi. Belum sempat keluar kamar, Bu Yem sudah membuka pintu. Terdengar obrolan Bu Yem dan Pak RT.

"Bu, ini ada tamu dari Solo nyari Lisna." kata Pak RT terdengar berat.

"Enggeh, saya panggilkan dulu ya, Pak. Maaf, kalau boleh tahu sampeyan siapa?" tanya Bu Yem.

"Tris, bu." terdengar seorang pria menyebutkan namanya.

Apa dia salah satu dari orang yang mengikuti dari, Solo.? Aku menjadi semakin gelisah. Lepas dari bayang bayang diarak warga, sekarang kemungkinannya salah seorang yang sedang mengikutiku ada di depan rumah.

"Kamu kenal orang yang bernama Tris?" tanyaku berbisik.

Lisna menggelengkan kepala, dia segera keluar kamar sebelum Bu Yem sampai kamar. Tidak lama aku mendengar suara Lisna bicara pada tamu yang dari Solo.

"Ada apa ya, Pak? Anda siapa?" tanya Lisna, suaranya terdengar jelas.

"Saya utusan Bu Dhea disuruh memberikan ini." kata pria itu. Entah dia memberikan apa ke Lisna.

Hening beberapa saat. Aku merasa lega karena orang itu ternyata utusan Bu Dhea, semoga saja dia tidak berbohong.

"Pak RT, terimakasih sudah nganter tamu, Lisna." kata Lisna memecahkan keheningan malam.

"Ya sudah, Lis. Bapak pulang dulu. Bu Yem, saya pulang dulu." kata pak RT berpamitan.

Kudengar Lisna mempersilahkan tamu itu masuk. Tidak lama kemudian Lisna masuk kamar sambil memberikanku amplop berisi surat, aku segera membukanya.

Kang Ujang, Pak Tris yang akan mengantarmu ke tujuan. Rencana Kang Gobang untuk membawamu ke suatu tempat sudah diketahui. Ada penghianat yang membocorkan rahasia ini.

Ttd Dhea


Aku mengikuti Lisna keluar menemui Pak Tris, dan aku benar benar terkejut, teryata Pak Tris yang dimaksud adalah Pak Tris yang rumahnya di Gunung Kemukus.

"Pak Tris !" seruku kaget dengan kehadirannya yang di luar dugaanku.

"Kang Ujang, senang bisa bertemu kembali." kata Pak Tris menyalamiku. Diai terlihat tidak terkejut melihatku. Sepertinya dia sudah tahu harus bertemu denganku di sini.

"Kita berangkat sekarang juga, Kang. Sebelum orang orang itu sadar bahwa mereka tertipu. Sekarang mereka pasti sudah menunggu Kang Ujang di Sragen." kata Pak Tris langsung pada intinya.

Akupun tidak mau banyak bertanya, segera mengambil ranselku dan malam itu juga kami meneruskan perjalanab dengan motor.

"Kita ke mana, Pak Tris?" tanyaku saat motor yang dikendalikan Pak Tris berjalan cepat melalui jalan Desa yang gelap. Rupanya Pak Tris sangat hafal daerah sini, dia menghindari jalan raya utama.

"Gunung Kemukus." jawab Pak Tris tidak mengurangi kecepatan motornya.

"Sampeyan kenal ayah saya, Pak?" tanyaku penasaran. Bagaimana caranya Bu Dhea menghubungi Pak Tris hingga bisa menjemputku di rumah Lisna.

"Tentu saja, rumah yang saya tempati adalah rumah ayah sampeyan yang diberikan kepada kami setahun yang lalu. Tadinya kerja menggarap kebun ayah sampeyan dari tahun 1981 sampai tahun kemaren Kang Gobang memutuskan untuk kembali ke Jakarta, rumah dan kebun serta ternak beliau diberikan kepada kami." kata Pak Tris membuatku terkejut.

Berarti selama belasan tahun ayahku bersembunyi di Gunung Kemukus. Pantas saja waktu aku mencari kambing untuk korban, berjalan dengan mudah. Sepertinya memang sudah dipersiapkan. Bahkan Pak Tris dan istrinya seperti membiarkanku bebas menyetubuhi Marni, mungkin sebagai balas jasa.

"Waktu saya nginap di rumah Pak Tris, apak sampeyan dan istri sampeyan tahu saya anak siapa?" tanyaku semakin penasaran dengan semuanya.

"Sudah, Mas. Tapi Bu Narsih menyuruh kami untuk tutup mulut." jawab Pak Tris lagi.

Ahirnya aku bosan bertanya. Aku sudah semakin memahami apa yang terjadi. Aku sudah tidak bisa mundur lagi dari jalan hidup yang sudah dipersiapkan secara matang oleh ayahku dan Bi Narsih.

Aku berusaha mengabaikan semuanya dengan memandangi jalan desa yang gelap, melintasi sawah dan kebun, bahkan kadang kala hutan kecil. Udara malam yang dingin sedikit banyak mampu mengusir kegelisahanku.

Entah berapa jam kami menempuh perjalanan, ahirnya sampai juga di Gunung Kemukus, Pak Tris mengetuk jendela kamarnya membangunkan Bu Tris yang mungkin sedang bermimpi. Aku menunggu di depan pintu sambil memperhatikan sekelilingku. Dengan pencahayaan lampu aku melihat jam di tanganku. 12 malam. Pantas saja Gunung Kemukus sudah sepi. Karokenya sudah pada tutup.

Pak Tris muncul dari samping rumah dan tidak lama kemudian pintu terbuka. Bukan Bu Tris yang membuka pintu melainkan Marni yang sedang menyusui anaknya. Pantas tadi kudengar tangisan bayi saat datang.

Pak Tris memasukkan motor dengan sedikit bantuanku.

"Mar, bikinin kopi buat Mas Ujang. Mas, saya langsung istirahat ya, besok masih banyak yang harus kita kerjakan." kata Pak Tris meninggalkanku dan Marni di ruang tamu.

"Tunggu dulu, ya Mas. Nunggu si dede tidur." kata Marni duduk di hadapanku. Terlihat dadanya yang super menggoda birahiku yang tertunda.

"Mas kangen gak sama ASI marni?" tanya Marni mengeluarkan dada satunya lagi sambil tersenyum menggodaku.

"Kangen banget." kataku menelan air liur melihat dada Marni yang mengeluarkan ASI saat Marni meremasnya.

"Sabar, ya. Marni tidurin Si Dede." kata Marni meninggalkanku yang sudah terangsang.

Tiba tiba Pak Tris kembali menemuiku membuyarkan harapanku berpacu birahi dengan Marni.

"Saya lupa, malam ini juga saya harus memberitahukan sesuatu ke Kang Ujang." kata Pak Tris yang mengajakku kembali keluar dan menutup pintu tanpa menguncinya.

Pak Tris mengajakku ke samping rumah, masuk ke bangunan yang berfungsi sebagai dapur umum setiap kali Gunung Kemukus mengadakan acara. Di dalamnya ada ruangan terkunci berfungsi sebagai gudang. Pak Tris membuka pintu Gudang yang terkunci.

Apa di dalam sini ayahku menyimpan brankasnya? Kami masuk dan aku tidak melihat ada brankas di dalamnya. Lalu untuk apa Pak Tris mengajakku ke sini? Kalau di dalam sini hanya berisi perabotan yang sudah tidak terpakai. Ada sebuah lemari jati yang masih bagus dan tampaknya terawat dengan baik. Mungkin fungsinya untuk menyimpan barang barang yang masih bisa digunakan dan dilerlukan suatu saat nanti.

Pak Tris membuka lemari dan mengeluarkan kotak besi kecil yang diberikannya kepadaku. Kotak besi yang seukuran dengan kotak kayu yang aku terima dari ibuku. Bedanya kotak ini tergembok, gembok yang sudah karatan. Tapi anehnya Pak Tris tidak memberikan kunci untuk membukanya. Bahkasn saat aku tanyakan di mana kuncinya. Pak Tris menjawab kuncinya ada padaku.

Ahirnya kami kembali ke dalam rumah. Marni menyambut kedatangan kami dengan segelas kopi yang sudah tersedia di meja tamu.

"Pak Tris benar benar tidak tahu kunci kotak, ini?" tanyaku sekali lagi berusaha meyakinkan pendengaranku. Mungkin saja aku salah dengar atau Pak Tris lupa menaruh kuncinya di mana. Semua hal bisa saja terjadi.

"Kang Gobang mengatakan, kuncinya ada di Mas Ujang." kata Pak Tris. Suaranya terdengar jujur.

Di mana aku menyimpan kuncinya. Seingatku satu satunya peninggalan ayah yang diberikan kepadaku hanyalah kotak kayu, di dalamnya berisi surat, tidak lebih. Ada juga ukiran angka angka yang menurut dugaanku adalah nomer kombinasi sebuah brankas dan kupikir aku akan menemukan sebuah brankas di sini menurut perkataan Bu Dhea.

Aneh, dari mana Bu Dhea beranggapan aku akan menemukan sebuah brankas di sini. Apa dari ayahku? Kalau itu berasal dari ayahku, berarti benar di sini ada sebuah brankas. Tapi kenapa Pak Tris tidak mengetahuinya. Atau dia sengaja merahasiakan tem0at berankas itu. Lalu untuk apa kalau dia sendiri tidak bisa membukanya.

Setelah pikiranku berputar dan menemukan jalan buntu, aku pamitan ke Pak Tris yang asik menikmati rokok klobotnya.

"Kang Ujang gak minta ditemenin, Marni?" tanya Pak Tris menawarkan anaknya yang sudah bersuami menemaniku.

"Besok aja, Pak. Sekarang saya mau tidur." kataku melihat ke arah Marni yang sejak tadi menemani kami ngobrol. Wajahnya terlihat kecewa.

*******

Jam 10 aku bangun. Tubuhku terasa lebih segar. Rasa lelahku perlahan mulai hilang. Aku keluar kamar dengan membawa handuk.

"Sudah bangun, Mas?" Marni tersenyum menyambutku yang keluar kamar dengan membawa handuk. Wajah Marni terlihat manis tidak membosankan untuk dipandang.

"Iya, Mbak. Bangun kesiangan." kataku malu bangun jam 10 di rumah orang. Aku segera ke kamar mandi, di dapur aku bertemu dengan istri Pak Tris yang menyambutku dengan senyum manisnya yang terlihat genit.

"Mau dimandiin, Mas?" tanya Bu Tris menggodaku membhatku tersipu malu mengingat kejadian terahir aku ke sini. Betapa gilanya aku, Marni dan Bu Tris melakukan 3some ffm. Ibu dan anak yang sama sama mempunyai dada jumbo. Mereka bekerja sama memuaskan birahiku atau mungkin mereka mencari kepuasaa dari kontol jumboku.

Setelah selesai mandi tubuhku terasa segar. Apa lagi disambut senyuman manis si dada besar ibu dan anak, segar jiwa dan ragaku.

"Sarapan dulu, Mas?" kata Marni setelah aku mengganti baju yang lebih bersih.

Marni menuntunku ke meja makan. Menu sarapan nasi goreng dan tempe goreng terasa nikmat. Dalam sekejap nasi sepiring sudah berpimdah tempat ke perutku.

Selesai sarapan aku ke ruang tamu, ternyata sudah tersedia kopi panas yang harum baunya seperti aroma terapu yang membuat saraf saraf di kepalaku menjadi rileks. Perlahan aku meminum kopi jawa yang has. Nikmat sekali rasanya apalagi sambil menghisap rokok.

"Mas, mau diyemenin ziarah, gak?" tanya Marni duduk di sampingku. Dia sudah berdandan rapi.

"Dede gimana?" tanyaku.

"Ibu yang jagain." kata Marni mengusap pahaku.

"Kamu sudah sering nganter orang ziarah?" tanyaku menggodanya.

"Belum pernah, sekarang Marni pengen banget ziarah, tapi cuma sam Mas Ujang." kata Marni memeluk tanganku.

Aku tersenyum menyanggupinya. Tadinya kupikir akan melakukan ritual dengan Bu Dhea, ternyata kejadiannya berubah dengan cepat. Tidak apalah aku ritual dengan Marni walau tidak secantik dan semenarik Bu Dhea. Tapi ada kelebihan yang tidak dimiliki Bu Dhea, ASInya yang segar.

Selesai ngopi aku dan Marni ke sendang Ontrowulan melakukan prosesi pembersihan jiwa dan raga, tidak lupa kami masuk ke bilik sebelah sendang tempat membakar menyan. Terlihat jelas, Marni belum pernah melakukan ritual ini, mungkin karena dia penduduk asli, jadi terkesan malu kalau harus ritual.

Tapi rasa malu itu berusaha disingkirkannya dengan menggandeng tanganku sepanjang perjalanan menuju makam Pangeran Samudra walau beberapa kali dia berpapasan dengan orang yang dikenalnya. Bahkan semua penghuni Gunung Kemukus pasti mengenalnya. Apa lagi dia dianggap sebagai anak salah satu tokoh masyarakat yang dihormati masyarakat sekelilingnya.

Bahkan kuncen bangsal Sonyoyuri heran melihat Marni yang menggandeng tanganku duduk di hadapannya.

"Kamu juga mau ziarah, Nduk?" tanya kuncen itu menatap Marni yang menunduk malu. Lalu beralih menatapku, tersenyum sambil mengangguk. "Sama sampeyan ziarahnya, toh. Insya Allah hasilnya akan bagus." kata kuncen menerima dua bungkus kembang dan menyan dari kami. Herannya dia tidak menanyakan namaku seperti yang biasa dilakuknnya. Kalau Marni dia pasti tahu nama dan bintinya.

Selesai ziarah kami langsung pulang. Kasian Marni yang pasti merasa sangat malu dan tertekan ziarah di tempat yang dikenal sebagai pesugihan mesum. Bahkan masyarakat asli sangat jarang yang mau ke ziarah, mendekatinya saja mereka merasa malu dan takut. Lain halnya kalau kaum pria yang memang sengaja mencari wanita untuk melepaskan hasrat seksualnya semata.

Sampai rumah kami disambut Pak Tris dan istrinya. Aku malu mendapat penyambutan yang tidak biasanya mereka lakukan.

"Kalian sudah selesai nyekar?" Pak Tris tersenyum menyambut kedatangan kami yang sperti pengantin baru. Ada kebanggan terpancar di matanya. Entah karena apa, aku sendiri bingung.

Kami hanya mengangguk. Mungkin Marni lebih merasa malu. Bu Tris menggandeng Marni dan Pak Tris. Kami dibawa masuk ke kamar yang berada dekat ruang keluarga. Sebuah kamar yang pintunya berukir. Kamar yang aku yakin bukanlah kamar Pak Tris. Kesan mewah terlihat dari ukiran kayu jatinya di daun pintu maupun kusennya.

Pak Tris membuka pintu, harum kembang langsung menerpa penciumanku. Kamar itu luas bahkan lebih luas dari kamar alm Pak Budi. Ranjangnya seperti ranjang para bangsawan yang sering aku lihat di film film kolosal, terbuat dari kayu jati dengan tiang yang berukir indah. Di kasur yang berwarna putih terlihat ditaburi bunga melati.

"Ini adalah kamar Kang Gobang, walau rumah ini sudah dihadiahkan kepada kami, kami tidak pernah berani memakai kamar ini sebagai tanda hormat kami. Kamar ini tetap kami jaga dan ranjangnya selalu kami taburi bunga melati. Di meja rias kami selalu membakar dupa untuk selalu mendoakan Kang Gobang dan keluarga selalu selama dalam lindungan Allah." kata Pak Tris dengan suara bergetar.

Begitu besarkah rasa terimakasih mereka kepada ayahku sehingga berubah menjadi pemujaan yang tidak wajar. Seperti pemujaan masyarakat jawa kuno kepada raja raja mereka sehingga ketika sang Raja wafat akan dibuatkan patung sebagai simbol titisan para dewa yang mereka agungkan.

Aku melihat Marni, wajahnya terlihat gelisah berkeringat dingin. Begitu hebatkah beban yang dirasakannya saat memasuki kamar ini dan sebentar lagi kami akan melakukan ritual penyatuan jiwa dan raga lewat hubungan intim. Lewat hubungan sex.

"Kami berharap Marni dapat mengandung anak dari Kang Ujang, cucu Kang Gobang. Walau kalian tidak akan pernah menikah. Anggaplah Marni sebagai selir Kang Ujang yang akan melahirkan anak Kang Ujang. Kami memohon ke Pangeran Samudra agar keinginan kami terkabul." kata Pak Tris dengan sepenuh jiwanya. Lalu Pak Tris dan istrinya meninggalkan kami di kamar.

Aku memperhatikan sekeliling kamar. Mataku tertarik melihat sebuah lemari kecil terbuat dari jati berada di pojok,bersebelahan dengan lemari besar yang pasti adalah lemari pakaian. Aku membuka lemari kecil dan aku terkejut melihatnya. Ternyata sebuah brankas baja.

Bersambung....
 
Wah... Semakin asyik ceritanya.... Akhirnya tdk kelewat updatenya... Absen ah kedua...
 
Chapter 6 : Menuju Puncak Kemukus


Lisna segera memakai pakainnya lagi. Belum sempat keluar kamar, Bu Yem sudah membuka pintu. Terdengar obrolan Bu Yem dan Pak RT.

"Bu, ini ada tamu dari Solo nyari Lisna." kata Pak RT terdengar berat.

"Enggeh, saya panggilkan dulu ya, Pak. Maaf, kalau boleh tahu sampeyan siapa?" tanya Bu Yem.

"Tris, bu." terdengar seorang pria menyebutkan namanya.

Apa dia salah satu dari orang yang mengikuti dari, Solo.? Aku menjadi semakin gelisah. Lepas dari bayang bayang diarak warga, sekarang kemungkinannya salah seorang yang sedang mengikutiku ada di depan rumah.

"Kamu kenal orang yang bernama Tris?" tanyaku berbisik.

Lisna menggelengkan kepala, dia segera keluar kamar sebelum Bu Yem sampai kamar. Tidak lama aku mendengar suara Lisna bicara pada tamu yang dari Solo.

"Ada apa ya, Pak? Anda siapa?" tanya Lisna, suaranya terdengar jelas.

"Saya utusan Bu Dhea disuruh memberikan ini." kata pria itu. Entah dia memberikan apa ke Lisna.

Hening beberapa saat. Aku merasa lega karena orang itu ternyata utusan Bu Dhea, semoga saja dia tidak berbohong.

"Pak RT, terimakasih sudah nganter tamu, Lisna." kata Lisna memecahkan keheningan malam.

"Ya sudah, Lis. Bapak pulang dulu. Bu Yem, saya pulang dulu." kata pak RT berpamitan.

Kudengar Lisna mempersilahkan tamu itu masuk. Tidak lama kemudian Lisna masuk kamar sambil memberikanku amplop berisi surat, aku segera membukanya.

Kang Ujang, Pak Tris yang akan mengantarmu ke tujuan. Rencana Kang Gobang untuk membawamu ke suatu tempat sudah diketahui. Ada penghianat yang membocorkan rahasia ini.

Ttd Dhea


Aku mengikuti Lisna keluar menemui Pak Tris, dan aku benar benar terkejut, teryata Pak Tris yang dimaksud adalah Pak Tris yang rumahnya di Gunung Kemukus.

"Pak Tris !" seruku kaget dengan kehadirannya yang di luar dugaanku.

"Kang Ujang, senang bisa bertemu kembali." kata Pak Tris menyalamiku. Diai terlihat tidak terkejut melihatku. Sepertinya dia sudah tahu harus bertemu denganku di sini.

"Kita berangkat sekarang juga, Kang. Sebelum orang orang itu sadar bahwa mereka tertipu. Sekarang mereka pasti sudah menunggu Kang Ujang di Sragen." kata Pak Tris langsung pada intinya.

Akupun tidak mau banyak bertanya, segera mengambil ranselku dan malam itu juga kami meneruskan perjalanab dengan motor.

"Kita ke mana, Pak Tris?" tanyaku saat motor yang dikendalikan Pak Tris berjalan cepat melalui jalan Desa yang gelap. Rupanya Pak Tris sangat hafal daerah sini, dia menghindari jalan raya utama.

"Gunung Kemukus." jawab Pak Tris tidak mengurangi kecepatan motornya.

"Sampeyan kenal ayah saya, Pak?" tanyaku penasaran. Bagaimana caranya Bu Dhea menghubungi Pak Tris hingga bisa menjemputku di rumah Lisna.

"Tentu saja, rumah yang saya tempati adalah rumah ayah sampeyan yang diberikan kepada kami setahun yang lalu. Tadinya kerja menggarap kebun ayah sampeyan dari tahun 1981 sampai tahun kemaren Kang Gobang memutuskan untuk kembali ke Jakarta, rumah dan kebun serta ternak beliau diberikan kepada kami." kata Pak Tris membuatku terkejut.

Berarti selama belasan tahun ayahku bersembunyi di Gunung Kemukus. Pantas saja waktu aku mencari kambing untuk korban, berjalan dengan mudah. Sepertinya memang sudah dipersiapkan. Bahkan Pak Tris dan istrinya seperti membiarkanku bebas menyetubuhi Marni, mungkin sebagai balas jasa.

"Waktu saya nginap di rumah Pak Tris, apak sampeyan dan istri sampeyan tahu saya anak siapa?" tanyaku semakin penasaran dengan semuanya.

"Sudah, Mas. Tapi Bu Narsih menyuruh kami untuk tutup mulut." jawab Pak Tris lagi.

Ahirnya aku bosan bertanya. Aku sudah semakin memahami apa yang terjadi. Aku sudah tidak bisa mundur lagi dari jalan hidup yang sudah dipersiapkan secara matang oleh ayahku dan Bi Narsih.

Aku berusaha mengabaikan semuanya dengan memandangi jalan desa yang gelap, melintasi sawah dan kebun, bahkan kadang kala hutan kecil. Udara malam yang dingin sedikit banyak mampu mengusir kegelisahanku.

Entah berapa jam kami menempuh perjalanan, ahirnya sampai juga di Gunung Kemukus, Pak Tris mengetuk jendela kamarnya membangunkan Bu Tris yang mungkin sedang bermimpi. Aku menunggu di depan pintu sambil memperhatikan sekelilingku. Dengan pencahayaan lampu aku melihat jam di tanganku. 12 malam. Pantas saja Gunung Kemukus sudah sepi. Karokenya sudah pada tutup.

Pak Tris muncul dari samping rumah dan tidak lama kemudian pintu terbuka. Bukan Bu Tris yang membuka pintu melainkan Marni yang sedang menyusui anaknya. Pantas tadi kudengar tangisan bayi saat datang.

Pak Tris memasukkan motor dengan sedikit bantuanku.

"Mar, bikinin kopi buat Mas Ujang. Mas, saya langsung istirahat ya, besok masih banyak yang harus kita kerjakan." kata Pak Tris meninggalkanku dan Marni di ruang tamu.

"Tunggu dulu, ya Mas. Nunggu si dede tidur." kata Marni duduk di hadapanku. Terlihat dadanya yang super menggoda birahiku yang tertunda.

"Mas kangen gak sama ASI marni?" tanya Marni mengeluarkan dada satunya lagi sambil tersenyum menggodaku.

"Kangen banget." kataku menelan air liur melihat dada Marni yang mengeluarkan ASI saat Marni meremasnya.

"Sabar, ya. Marni tidurin Si Dede." kata Marni meninggalkanku yang sudah terangsang.

Tiba tiba Pak Tris kembali menemuiku membuyarkan harapanku berpacu birahi dengan Marni.

"Saya lupa, malam ini juga saya harus memberitahukan sesuatu ke Kang Ujang." kata Pak Tris yang mengajakku kembali keluar dan menutup pintu tanpa menguncinya.

Pak Tris mengajakku ke samping rumah, masuk ke bangunan yang berfungsi sebagai dapur umum setiap kali Gunung Kemukus mengadakan acara. Di dalamnya ada ruangan terkunci berfungsi sebagai gudang. Pak Tris membuka pintu Gudang yang terkunci.

Apa di dalam sini ayahku menyimpan brankasnya? Kami masuk dan aku tidak melihat ada brankas di dalamnya. Lalu untuk apa Pak Tris mengajakku ke sini? Kalau di dalam sini hanya berisi perabotan yang sudah tidak terpakai. Ada sebuah lemari jati yang masih bagus dan tampaknya terawat dengan baik. Mungkin fungsinya untuk menyimpan barang barang yang masih bisa digunakan dan dilerlukan suatu saat nanti.

Pak Tris membuka lemari dan mengeluarkan kotak besi kecil yang diberikannya kepadaku. Kotak besi yang seukuran dengan kotak kayu yang aku terima dari ibuku. Bedanya kotak ini tergembok, gembok yang sudah karatan. Tapi anehnya Pak Tris tidak memberikan kunci untuk membukanya. Bahkasn saat aku tanyakan di mana kuncinya. Pak Tris menjawab kuncinya ada padaku.

Ahirnya kami kembali ke dalam rumah. Marni menyambut kedatangan kami dengan segelas kopi yang sudah tersedia di meja tamu.

"Pak Tris benar benar tidak tahu kunci kotak, ini?" tanyaku sekali lagi berusaha meyakinkan pendengaranku. Mungkin saja aku salah dengar atau Pak Tris lupa menaruh kuncinya di mana. Semua hal bisa saja terjadi.

"Kang Gobang mengatakan, kuncinya ada di Mas Ujang." kata Pak Tris. Suaranya terdengar jujur.

Di mana aku menyimpan kuncinya. Seingatku satu satunya peninggalan ayah yang diberikan kepadaku hanyalah kotak kayu, di dalamnya berisi surat, tidak lebih. Ada juga ukiran angka angka yang menurut dugaanku adalah nomer kombinasi sebuah brankas dan kupikir aku akan menemukan sebuah brankas di sini menurut perkataan Bu Dhea.

Aneh, dari mana Bu Dhea beranggapan aku akan menemukan sebuah brankas di sini. Apa dari ayahku? Kalau itu berasal dari ayahku, berarti benar di sini ada sebuah brankas. Tapi kenapa Pak Tris tidak mengetahuinya. Atau dia sengaja merahasiakan tem0at berankas itu. Lalu untuk apa kalau dia sendiri tidak bisa membukanya.

Setelah pikiranku berputar dan menemukan jalan buntu, aku pamitan ke Pak Tris yang asik menikmati rokok klobotnya.

"Kang Ujang gak minta ditemenin, Marni?" tanya Pak Tris menawarkan anaknya yang sudah bersuami menemaniku.

"Besok aja, Pak. Sekarang saya mau tidur." kataku melihat ke arah Marni yang sejak tadi menemani kami ngobrol. Wajahnya terlihat kecewa.

*******

Jam 10 aku bangun. Tubuhku terasa lebih segar. Rasa lelahku perlahan mulai hilang. Aku keluar kamar dengan membawa handuk.

"Sudah bangun, Mas?" Marni tersenyum menyambutku yang keluar kamar dengan membawa handuk. Wajah Marni terlihat manis tidak membosankan untuk dipandang.

"Iya, Mbak. Bangun kesiangan." kataku malu bangun jam 10 di rumah orang. Aku segera ke kamar mandi, di dapur aku bertemu dengan istri Pak Tris yang menyambutku dengan senyum manisnya yang terlihat genit.

"Mau dimandiin, Mas?" tanya Bu Tris menggodaku membhatku tersipu malu mengingat kejadian terahir aku ke sini. Betapa gilanya aku, Marni dan Bu Tris melakukan 3some ffm. Ibu dan anak yang sama sama mempunyai dada jumbo. Mereka bekerja sama memuaskan birahiku atau mungkin mereka mencari kepuasaa dari kontol jumboku.

Setelah selesai mandi tubuhku terasa segar. Apa lagi disambut senyuman manis si dada besar ibu dan anak, segar jiwa dan ragaku.

"Sarapan dulu, Mas?" kata Marni setelah aku mengganti baju yang lebih bersih.

Marni menuntunku ke meja makan. Menu sarapan nasi goreng dan tempe goreng terasa nikmat. Dalam sekejap nasi sepiring sudah berpimdah tempat ke perutku.

Selesai sarapan aku ke ruang tamu, ternyata sudah tersedia kopi panas yang harum baunya seperti aroma terapu yang membuat saraf saraf di kepalaku menjadi rileks. Perlahan aku meminum kopi jawa yang has. Nikmat sekali rasanya apalagi sambil menghisap rokok.

"Mas, mau diyemenin ziarah, gak?" tanya Marni duduk di sampingku. Dia sudah berdandan rapi.

"Dede gimana?" tanyaku.

"Ibu yang jagain." kata Marni mengusap pahaku.

"Kamu sudah sering nganter orang ziarah?" tanyaku menggodanya.

"Belum pernah, sekarang Marni pengen banget ziarah, tapi cuma sam Mas Ujang." kata Marni memeluk tanganku.

Aku tersenyum menyanggupinya. Tadinya kupikir akan melakukan ritual dengan Bu Dhea, ternyata kejadiannya berubah dengan cepat. Tidak apalah aku ritual dengan Marni walau tidak secantik dan semenarik Bu Dhea. Tapi ada kelebihan yang tidak dimiliki Bu Dhea, ASInya yang segar.

Selesai ngopi aku dan Marni ke sendang Ontrowulan melakukan prosesi pembersihan jiwa dan raga, tidak lupa kami masuk ke bilik sebelah sendang tempat membakar menyan. Terlihat jelas, Marni belum pernah melakukan ritual ini, mungkin karena dia penduduk asli, jadi terkesan malu kalau harus ritual.

Tapi rasa malu itu berusaha disingkirkannya dengan menggandeng tanganku sepanjang perjalanan menuju makam Pangeran Samudra walau beberapa kali dia berpapasan dengan orang yang dikenalnya. Bahkan semua penghuni Gunung Kemukus pasti mengenalnya. Apa lagi dia dianggap sebagai anak salah satu tokoh masyarakat yang dihormati masyarakat sekelilingnya.

Bahkan kuncen bangsal Sonyoyuri heran melihat Marni yang menggandeng tanganku duduk di hadapannya.

"Kamu juga mau ziarah, Nduk?" tanya kuncen itu menatap Marni yang menunduk malu. Lalu beralih menatapku, tersenyum sambil mengangguk. "Sama sampeyan ziarahnya, toh. Insya Allah hasilnya akan bagus." kata kuncen menerima dua bungkus kembang dan menyan dari kami. Herannya dia tidak menanyakan namaku seperti yang biasa dilakuknnya. Kalau Marni dia pasti tahu nama dan bintinya.

Selesai ziarah kami langsung pulang. Kasian Marni yang pasti merasa sangat malu dan tertekan ziarah di tempat yang dikenal sebagai pesugihan mesum. Bahkan masyarakat asli sangat jarang yang mau ke ziarah, mendekatinya saja mereka merasa malu dan takut. Lain halnya kalau kaum pria yang memang sengaja mencari wanita untuk melepaskan hasrat seksualnya semata.

Sampai rumah kami disambut Pak Tris dan istrinya. Aku malu mendapat penyambutan yang tidak biasanya mereka lakukan.

"Kalian sudah selesai nyekar?" Pak Tris tersenyum menyambut kedatangan kami yang sperti pengantin baru. Ada kebanggan terpancar di matanya. Entah karena apa, aku sendiri bingung.

Kami hanya mengangguk. Mungkin Marni lebih merasa malu. Bu Tris menggandeng Marni dan Pak Tris. Kami dibawa masuk ke kamar yang berada dekat ruang keluarga. Sebuah kamar yang pintunya berukir. Kamar yang aku yakin bukanlah kamar Pak Tris. Kesan mewah terlihat dari ukiran kayu jatinya di daun pintu maupun kusennya.

Pak Tris membuka pintu, harum kembang langsung menerpa penciumanku. Kamar itu luas bahkan lebih luas dari kamar alm Pak Budi. Ranjangnya seperti ranjang para bangsawan yang sering aku lihat di film film kolosal, terbuat dari kayu jati dengan tiang yang berukir indah. Di kasur yang berwarna putih terlihat ditaburi bunga melati.

"Ini adalah kamar Kang Gobang, walau rumah ini sudah dihadiahkan kepada kami, kami tidak pernah berani memakai kamar ini sebagai tanda hormat kami. Kamar ini tetap kami jaga dan ranjangnya selalu kami taburi bunga melati. Di meja rias kami selalu membakar dupa untuk selalu mendoakan Kang Gobang dan keluarga selalu selama dalam lindungan Allah." kata Pak Tris dengan suara bergetar.

Begitu besarkah rasa terimakasih mereka kepada ayahku sehingga berubah menjadi pemujaan yang tidak wajar. Seperti pemujaan masyarakat jawa kuno kepada raja raja mereka sehingga ketika sang Raja wafat akan dibuatkan patung sebagai simbol titisan para dewa yang mereka agungkan.

Aku melihat Marni, wajahnya terlihat gelisah berkeringat dingin. Begitu hebatkah beban yang dirasakannya saat memasuki kamar ini dan sebentar lagi kami akan melakukan ritual penyatuan jiwa dan raga lewat hubungan intim. Lewat hubungan sex.

"Kami berharap Marni dapat mengandung anak dari Kang Ujang, cucu Kang Gobang. Walau kalian tidak akan pernah menikah. Anggaplah Marni sebagai selir Kang Ujang yang akan melahirkan anak Kang Ujang. Kami memohon ke Pangeran Samudra agar keinginan kami terkabul." kata Pak Tris dengan sepenuh jiwanya. Lalu Pak Tris dan istrinya meninggalkan kami di kamar.

Aku memperhatikan sekeliling kamar. Mataku tertarik melihat sebuah lemari kecil terbuat dari jati berada di pojok,bersebelahan dengan lemari besar yang pasti adalah lemari pakaian. Aku membuka lemari kecil dan aku terkejut melihatnya. Ternyata sebuah brankas baja.

Bersambung....
Bener2 ngga bisa kebaca ending nya suhuuuu...
Unpredictable pisan alur carita na....
:beer::beer::beer:
 
Ujang asyik dapat cewek free aja..untung aahhh... :konak:

Bila bertempur lagi ya hu?
 
positif thinking aja, karena ada persaingan penulis cerpan, jd pd balapan update semoga suhu" lain ikutan jg balap update jgn bkin para reader penasaran sampe berhari-hari bahkan ada yg tahuanan gk update..
 
lanjut hu....ini crita suhu ada ciri khas tersendiri kok...
 
lanjut hu....ini crita suhu ada ciri khas tersendiri kok...
 
Bimabet
apakah isi brangkas itu?? misterinya masih bikin bingung. siapakah musuh utama Gobang?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd