Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Menuju Puncak ( Ritual Sex di Gunung Kemukus)

Status
Please reply by conversation.
ikut gelar lapak nungguin update nya suhu
Malam jum'at baca cerita manstab....
 
Chalter 8 : Musuh Dalam Selimut

Perutku memang sudah lapar, dalam sekejap makanan yang disajikan pindah ke dalam perutku. Marni begitu telaten melayaniku di kamar. Walau aku agak risih dengan kehadirannya, bagaimana kalau suaminya tiba tiba datang. Bukankah itu akan menimbulkan masalah baru lagi.

"Si dede kok kamu tinggal?" tanyaku heran melihat Marni.

"Untuk sementara ibu yang jagain Dede sampai ritual kita selesai." kata Marni tersenyum manis.

"Susunya?" tanyaku. Bagaimana kalau anaknya yang baru berumur beberapa bulan mau menyusu? Tadi juga aku mendengar tangisan anaknya.

"Pake susu Marni yang disedot pake alatnya. Terus di simpen di botol." kata Marni.

"Rasanya tetap beda. Nanti kalau suami kamu tiba tiba dateng bagaimana?" kalau suaminya datang, bisa bisa akan terjadi keributan besar. Lagi pula sekarang aku ingin sendiri melihat isi brankas yang sempat membuatku terkejut. Ahirnya Marni mau meninggalkanku sendiri di kamar.

Aku membuka isi brankas yang isinya beberapa emas batangan. Setelah aku hitung jumlahnya ada 20 batang. Miris sekali ayahku meninggalkan kami dalam kehidupan sederhana sementara dia mempunyai harta yang cukup besar. Satu emas batangan beratnya kuperkirakan satu kilo, berarti ada 20 kilogram emas batangan dalam brankas ini. Cukup untuk bisa hidup mewah keluargaku di kampung.

Aku tidak memperhatikan tumpukan kertas yang entah apa isinya. Bisa jadi adalah surat surat berharga, tapi untuk apa? Semua yang ada di dalam berankas ini sudah tidak berguna lagi. Aku tidak membutuhkannya lagi.

Ibuku yang membutuhkannya saat kami masih kecil dan biaya untuk membesarkan kami dan biaya pendidikan kami. Sekarang aku sudah dewasa dan bisa mencari uang sendiri.

Bagiku ayahku hanyalah pecundang meninggalkan kami dalam keadaan pas pasan. Tidak ada tanah yang bisa digarap untuk kehidupan kami waktu itu. Sehingga kami sangat tergantung dengan kiran uang dari Mang Karta dan Bi Narsih setiap bulannya, sementara dia hidup bermewahan di sini. Hidup sebagai raja kecil yang selalu dilayani para pelayannya. Ironis, sungguh ironis. Aku benar benar semakin membencinya.

Tiba tiba aku melihat sebuah kunci kecil terselip di antara emas batangan. Aku mengambilnya. Kunci apa pula ini.? Mungkin ini kunci untuk membuka kotak besi yang diberikan Pak Tris?

Aku mengambil kotak besi dari dalam ranselku. Ternyata benar ini kuncinya. Kotak besi terbuka dengan mudahnya. Isinya hanyalah tumpukan surat yang ditujukan untuk ibuku. Surat yang sudah tidak ada gunanya. Aku lebih suka ibuku menikah dengan Mang Udin dari pada harus kembali kepada orang pengecut yang meninggalkan tanggung jawabnya.

Aku masukkan kotak besi itu ke dalam brankas lalu aku menutupnya kembali. Aku sudah tidak perduli lagi dengan isi brankas yang menurutku tidak ada gunanya sama sekali.

Aku keluar kamar yang menjadi memuakkan bagiku. Kamar yang membuatku semakin muak dengan kelakuan ayahku yang sangat pengecut. Lalu untuk apa dia menyuruhku ke Gunung Kemukus? Untuk membuatku semakin membencinya.

"Mau ke mana, Mas? Kok bawa ransel?" tanya Marni heran melihatku keluar membawa ransel.

"Pindah ke kamar depan aja, lebih enak." kataku sambil berjalan ke kamar depan tidak menghiraukan Marni yang menatapku heran.

Aku meletakkan ranselku di atas meja kecil di kamar depan. Kamar ini tidak semewah kamar ayahku, lebih mengingatkanku dengan kamar di kampungku dulu. Aku merebahkan tubuhku di atas kasur yang kapungnya sudah mengeras. Nikmat sekali rasanya.

Apa Bu dhea tahu tentang isi brankas itu? Entahlah, emas batangan itu tidak menarik bagiku. Justru kebencianku terhadap ayahku semakin menghebat. Harusnya Bu Dhea membiarkan orang orang yang membuntutiku menekan emas itu dan me4eka boleh menggunakannya semau mereka suka.

Aku benar benar lelah fisik dan juga lelah psikis. Mataku terpejam dan secara perlahan kesadaranku berkurang dan semakin hilang.

*******

"Kamu sudah menemukan emas berisi brankas itu?" tanya Bu Dhea tidak memberiku kesempatan untuk sadar sepenuhnya setelah lelap tertidur.

Aku menggeleng lemah berusaha mengumpulkan segenap kesadaranku. Tadi aku tertidur di kamar depan. Sejak kapan Bu Dhea berada di sini? Kapan dia datang?

"Kamu bisa memiliki semua emas itu. Juga emas yang lainnya dengan syarat kamj haruz melepaskan posisimu di Club malam yang saat ini kamu pegang." Bu Dhea kembali bicara saat kesadaranku masih mengambang.

Aku seperti ssdang mabuk. Perasaan ini sama seperti yang kurasakan saat menelan pil BO. Pil yang membuatku kehilangan kontrol pada pikiranku sendiri. Apa mungkin makanan yang aku makan mengandung pil yang memabukkan itu? Tapi pil itu akan membuatku menjadi agresif. Pil yang pernah aku makan karena dipaksa oleh teman temanku. Pil yang habya sekali seumur hidupku merasakannya.

Tapi untuk apa Bu Dhea membuatku kehilangan setengah kesadaranku hanya untuk memintaku menyerahkan posisiku di Club malam? Aku akan menyerahkan dengan sukarela. Aku akan dengan senang hati menyerahkannya kepada yang mau menerimanya.

Mungkin dengan memberikan posisiku, kehidupanku yang tenang akan kembali lagi. Hidup normal dengan keluargaku. Setiap pagi berangkat ke kios dan sorenya aku pulang ke rumah. Becanda dan bermesraan dengan istriku tercinta.

Aneh, kalau saat ini aku sedang mabuk, kenapa aku masih bisa berpikir? Sebenarnya apa yang mereka berikan keppadaku. Aku menatap mata Bu Dhea mencari tau penyebab aku seperti setengah sadar.

Ahirnya kesadaranku pulih, aku duduk menatap Bu Dhea dengan perasaan aneh. Ternyata ada pria lain di dalam kamar. Pria berpenampilan rapi yang berdiri di samping Bu Dhea dengan membawa koper hitam. Pria itu memberikan sebuah map besar yang berisi berkas berkas yang tidak kutahu isinya.

Bu Dhea menerima berkas itu, membacanya sebentar lalu memberikannya kepadaku di tempat yang harus aku tanda tangani.

"Tanda tangan di sini, Kang!" kata Bu Dhea, senyumnya terlihat licik.

Kenapa harus ke sini hanya untuk menanda tangani sebuah berkas. Bukankah bisa dilakukan di Jakarta atau Bogor. Kenapa harus jauh jauh di Gunung Kemukus. Hanya membuang waktu dan tenaga. Apa maksud semuanya

Aku membaca berkas itu, intinya aku menyerahkan posisiku sebagai pemilik seluruh Club malam ke UGAN, bukankah ini nama ayahku? Apa maksudnya menyuruhku menyerahkan Club malam ke ayahku sendiri. Ini kejadian gila yang tidak terpikir olehku.

"Kenapa harus menyerahkan semuanya ke dia? " suaraku bergetar menahan kemarahan.

"Bukan menyerahkan secara cuma cuma, Kang. Kang Gobang membeli semua Club yang Kang Ujang miliki dengan 20 kilogram emas dalam brankas. Jumlah yang cukup besar. Dan akan ada penambahan uang yang akan Kang Gobang berikan sebagai kompensasi pembelian ini." kata Bu Dhea terlihat tenang menghadapi kemarahanku.

Aku tidak menjawab, aku sudah muak melihat wajah cantik Bu Dhea. Dia tidak lebih dari musang berbulu domba. Aku segera menanda tangani semua berkas yang disodorkan tanpa membacanya lagi.

"Sudah aku tanda tangani, kalian boleh pergi." kataku mengusir wanita yang kuanggap sebagai serigala berbulu domba.

Aku tidak menggubris saat Bu Dhea dan pria perlente itu mengajakku bersalaman dan pamitan. Aku menarik nafas lega ketika ke dua orang itu pergi meninggalkan kamarku. Terdengar mereka berpamitan ke Pak Tris dan istrinya.

Tidak lama setelah ke dua orang itu pergi, Pak Tris masuk kamar. Entah kenapa aku tidak bisa menyalahkan pria tua yang begitu setia. Kehidupannya pasti lurus, tidak mungkin dia terlibat dengan ini semua.

"Maafin Pak Tris, Kang. Pak Tris gak bisa membantu." katanya dengan perasaan bersalah.

"Pak Tris tidak salah. Tenang saja, Pak." kataku tersenyum berusaha menenangkan Pak Tris yang terlihat serba salah.

"Terimakasih, Kang." Pak Tris berpamitan kepadaki.

Begitu Pak Tris keluar, Marni masuk dengan membawa secangkir kopi dan makanan kecil has jawa. Bibirnya selalu tersenyum melihatku. Seolah sebuah kehormatan untuk bisa melayaniku selama aku berada di rumah ini.

"Mas Ujang gak kenapa kenapa?" tanyanya lembut. Matanya menatapku sayu.

"Gak apa apa, Mar." kataku tenang. Atau lebih tepatnya aku berusaha untuk tetap tenang. Mataku tertuju ke dada jumbo Marni yang terlihat tanpa BH karena putingnya terlihat membayang di balik dasternya. Entah kenapa aku langsung terangsang melihatnya.

Setelah kejadian tadi yang begitu mengejutkan, setidaknya aku butuh hiburan yang akan membuat sekujur tubuhku menjadi rileks dan lebih tenang sehingga aku bisa berpikir jernih. Dan satu satunya hiburan yang bisa membuatku rileks adalah kenikmatan yang tersimpan di tubuh Marni.

Aku menarik Marni ke dalam pelukanku. Bibirnya kucium dengan bernafsu dan Marni membalas dengan tidak kalah bernafsunya. Tanganku meremas dada jumbonya yang sangat menggiurkan.

"Jangan diremes terus, Mas. Sayang susunya keluar. Kan enakan diisep." kata Marni menarik tanganku dari dada jumbonya. Lalu dia membuka bajunya sehingg dada jumbonya terlihat menggodaku. Rupanya Marni juga tidak memakai celana dalam.

"Sini sayang, nyusu ke Bunda." kata Marni menggodaku. Tangannya membelai kepalaku lalu didekatkannya payudara jumbonya ke mulutku seperti seorang ibu yang akan menyusui anaknya yang menangis karena lapar.

Dengan rakus aku menghisap puting payudara Marni yang penuh oleh ASI. ASInya mengalir deras membasahi tenggorokanku. Rasa yang has dan pasti sangat disukai bayi dan aku adalah bayi raksasa yang dahaga.

Tanganku yang bebas menjamah memeknya yang agak kasar karena habis dicukur. Tadi jembut memeknya masih ada, sekarang sudah habis dicukur. Memek Marni ternyata sudah basah sehingga jariku dengan mudah menyusup masuk lobangnya.

"Anak Bunda nakal, nyusu sambil maenin memek..." Marni semakin menekan kepalaku ke dada jumbonya. Bibirnya mendesis nikmat merasakan jariku keluar masuk memeknya dan kadang mempermainkan itilnya.

Namun keasikan kami terganggu oleh kehadiran Pak Tris yang masuk tiba tiba ke dalam kamar. Wajahnya terlihat tegang sehingga lupa mengetuk pintu atau mungkin menganggap kamar depan ini bukanlah kamar yang disakralkan sehingga dia bisa masuk tanpa perlu mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Ma ma af, Kang, saya tidak tahu..!" Pak Tris terlihat kaget melihat kehadiran Marni yang sudah dalam keadaan bugil dan aku sedang menyusu di dada anaknya.

Marni terkejut, dia menyambar bajunya dan menutup tubuh bugilnya dari penglihatan ayahnya.

"Ada apa, Pak?" tanyaku berusaha mengatasi keadaan yang serba canggung di antara kami.

"Kami menangkap orang yang mengikuti Kang Ujang dari Bogor." kata Pak Tris tidak berani menatapku maupun menatap Marni. Wajahnya menunduk ketakutan atau lebih tepatnya merasa bersalah karena masuk kamar tanpa permisi.

Aku kaget Pak Tris menangkap orang yang mengikutiku. Siapa sebenarnya mereka? Apa benar mereka benar benar mengikutiku? Lalu untuk apa? Kenapa mereka tidak mengikuti Bu Dhea? Kenapa harus aku.

"Ada di mana, Pak?" tanyaku. Aku akan bertanya kenapa orang itu terus mengikuti hingga sejauh ini.

Pak Tris mengajakku ke luar, ke bangunan yang biasa digunakan sebagai dapur umum setiap kali ada acara. Aku melihat dua orang pria yang aku temui terikat di kursi di jaga oleh beberapa orang yang tidak aku kenal. Mereka pasti masyarakat sini. Melihat kehadiranku mereka segera menyalamiku dengan hormat.

Aku memperhatikan ke dua orang yang terikat di kursi. Ya benar, mereka orang yang aku lihat di Solo.

"Siapa kalian? Kenapa mengikutiku hingga ke sini?" aku bertanya dengan suara yang kubuat seseram mungkin. Padahal tanpa membuat suaraku seram, mereka saat ini pasti sedang ketakutan karena dalam keadaan terikat dan dikelilingi beberapa orang yang terlihat sangar.

"Kami disuruh buat ngikutin, Kang Ujang.." kata salah seorang di antara mereka yang mungkin sebagai pemimpinnya.

"Siapa yang menyuruh kalian?" suaraku berubah menjadi dingin. Pasti suruhan si Gobang, bahkan menyebutnya ayah sudah menjadi tabu buatku.

"Teh Lilis yang menyuruh kami mengikuti Kang Ujang." jawabannya sangat mengejutkan. Membuat nafasku seperti berhenti.

Bersambung.....

Apdet pendek Malam Jum'at Pon, semoga bisa menghibur para pembaca.
 
Apa iya lilis yg jadi musuh dlam selimut...
Atau jangan2 itu 2 orang cuman d suruh ngaku kalau yg nyuruh lilis...
Padahal masih ada mister xxxx yg jadi musuh sebenarnya...
Cuman sekedar nebak2 aja @satria73
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd