Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 3)

Siapa yang akan dinikahi oleh Randy?


  • Total voters
    645
  • Poll closed .
Nasib icha malah bagus klo seandainya jadi bini kedua mang Karso apalagi klo kecrutanya mang karso lebih cihuy dibanding randy, kasian lah masak mamihnya aira hidup susah mulu. Tapi tetep lebih asoy klo nikahnya sama papih kandung aira sih:dance:

Buat annisa boleh lah ngicipin kecrutan cowok yg lain dulu, itung itung nambah jam terbang biat makin yahuud geolannya:getok:

Sari sama ginanjar mah simbiosis mutualisme. Sari butuh kepastian masa depan, ginanjar bs jadiin sari pelampiasan & pelicin proyek bisnisn :cool:
 
Semoga ada adik baru cewek buat Reihan dari Randy.. Trus bs incest lagi kaya Randy.. :coli::coli::coli:
 
Sebelumnya, diucapkan makasih banyak untuk updatenya. Konfliknya kian kompleks. Makin penasaran endingnya bakalan seperti apa. Semua masih punya kesempatan.
Tetap semangat nulisnya hu. Ditunggu kelanjutan kisahnya. My favorite since join this forum.
 
Part 15. Terjerumus Semakin Dalam
Part ini sebagian besar cerita Ranty. Yang tidak suka dengan Ranty boleh di skip.

"Achhh...emmmhhh...aouhhh...yahhh..."

"Ouhhh...uhhh...ssshhh...emmmhhh..."

Suara desahan antara dua orang berlainan jenis kelamin saling beradu di ruangan dingin namun terasa panas di atas ranjang.

Di sana tengah bertarung beradu mekanik seorang wanita cantik nan menggoda dengan seorang lelaki paruh baya dengan tubuh membuncit di bagian perutnya.

"Achhh...ommmm...lebih kerasss...lebih dalem...achhh...memek Ranty keenakan...achhh..."

Dengan posisi menungging, wanita itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ranty sedang digarap oleh Baskoro sang pemilik agensi yang menaungi Ranty saat ini.

Setelah acara debut pemotretan beberapa jam yang lalu, Ranty melakukan side jobnya sebagai wanita penghibur sang bos. Di dalam kamar hotel bintang lima itu Baskoro bebas menikmati tubuh wanita cantik yang hampir tak memiliki cacat sedikitpun.

Kejantanan Baskoro dengan kokohnya maju mundur mengaduk-aduk liang vagina Ranty yang telah basah berlumuran pelumas alami yang dihasilkan oleh kewanitaannya sendiri.

"Achhh...achhh...aaaaaccccccchhhh......!!!" Seru Baskoro menyemburkan benih-benih miliknya tanpa mencabut tongkat saktinya dari vagina Ranty.

Sperma yang berjumlah cukup banyak itu tertahan di kondom yang membungkus penisnya sehingga tidak sampai ke rahim perempuan yang kini sudah tergolek lemas di atas ranjang.

Hanya bagian kepala Ranty saja yang terjatuh di permukaan kasur sedangkan bagian bokongnya masih terangkat ke atas sehingga Baskoro masih bisa melihat celah sempit itu berkedut kembang kempis. Sayangnya Baskoro sudah mencabut miliknya, kalau tidak pasti dia bisa merasakan empotan otot-otot vagina Ranty yang nikmat.

Baskoro menggantikan miliknya dengan sebuah penis mainan yang bergetar seperti vibrator ke dalam goa lendir milik Ranty. "Awnghhhhhh...!!!" racau Ranty merasakan getaran di area sensitifnya sambil meremasi kedua gunung kembar miliknya.

Tak berselang lama akhirnya Ranty menyusul mencapai orgasmenya. Tubuhnya mengejang-ngejang seraya cairan cintanya keluar begitu deras dari inti tubuhnya.

Serrr...serrr...serrr...serrr...

Tubuh Ranty langsung ambruk sepenuhnya dengan perasaan puas. Mainan itu masih bergerak-gerak sendiri di dalam vagina Ranty karena belum dimatikan. Baskoro melepaskan kondom yang membungkus kejantanannya lalu membuangnya ke tempat sampah.

Baskoro kemudian menarik tangan Ranty hingga berdiri. Dia masih agak limbung karena sebelum melakukan persetubuhan itu mereka sudah agak mabuk. Baskoro menuntunnya ke sofa yang didepannya sudah ada beberapa benda yang membuat Ranty sedikit memicingkan matanya.

"Sini sayang, duduk sebelah om," ujar Baskoro sembari menepuk-nepuk sofa yang ada di sampingnya. Ranty menurut, dengan keadaan sama-sama telanjang bulat Ranty duduk di samping Baskoro.

"Ini apa om?" tanya Ranty. Sebenarnya Ranty sudah mulai menduga-duga. Ada perasaan takut namun karena efek alkohol yang masih mempengaruhi pikirannya membuat Ranty tidak bergeming.

"Ini yang bikin om gak loyo-loyo. Cobain deh om jamin kamu bakalan suka." Baskoro lalu membuka bungkus plastik obat yang sering ia dapatkan dari apotik. Di dalamnya berisi bubuk halus yang Baskoro tuangkan di selembar kertas kecil yang entah sejak kapan berada di sana.

Baskoro kemudian mengambil sebuah sedotan yang panjangnya tidak sampai sepuluh sentimeter. Ia tekan salah satu lubang hidungnya hingga tertutup lalu ia hisap bubuk itu melalui lubang satunya dengan menggunakan sedotan tersebut.

"Hahhhh..." Baskoro memejamkan mata menikmati sensasi yang membuat tubuhnya seolah-olah melayang di udara. Dia kemudian menyodorkan benda itu ke arah Ranty.

"Cobain deh." Dengan ragu-ragu Ranty menerimanya. Ia melakukan hal yang sama seperti yang dicontohkan oleh Baskoro.

"Uhukkk...uhukkk..." Ranty terbatuk-batuk karena masih belum terbiasa melakukannya. "Pelan-pelan aja," tutur Baskoro sembari mengusap punggung polos Ranty yang sedikit lengket karena berkeringat.

Ranty pun mencoba lagi. Beberapa kali hingga dia mulai terbiasa. Ranty merebahkan punggungnya ke sandaran sofa dengan kepala menengadah ke atas. Pandangannya menjadi kabur, ia melihat atap kamar hotel itu terbelah hingga menampilkan langit yang biru dengan awan putih yang menghiasinya.

Setelah itu dia merasakan tubuhnya menjadi ringan. Dia ingin terbang. "Ahhh...aku terbang." Tubuhnya sangat rileks, entah kenapa dia merasakan sangat bahagia saat itu. Bahagia karena akhirnya bisa terbang tanpa sayap.

Berbagai halusinasi semakin membuat Ranty kegirangan. Dia tidak pernah merasakan sebahagia ini sebelumnya. Bahkan saat masih memiliki hubungan yang harmonis dengan Randy sang pujaan hati.

"Ayo sekarang kita lanjutkan ke ronde berikutnya." Ranty yang sudah sepenuhnya terpengaruh oleh obat-obatan itu pun mengangguk sambil tertawa. Tidak ada yang lucu sebenarnya tetapi dia hanya ingin tertawa seolah lelaki tambun yang ada dihadapannya itu adalah seorang pelawak terkenal yang sedang menjalankan tugasnya menghibur penonton.

"Hey, om. Ranty boleh di atas gak? Ranty lagi pengin nyiksa om nih. Memek Ranty laper pengin makan sosis besar om yang lagi ngaceng ini," ucap Ranty tanpa malu-malu sambil meremas tongkat sakti milik Baskoro yang sangat menggoda Ranty sedari tadi.

"As you wish, honey," jawab Baskoro. Ranty tersenyum nakal sambil mengedipkan salah satu matanya. Dengan sekali dorongan Baskoro sudah terlentang di atas kasur.

Ranty naik ke kasur. Dia berdiri di atas tubuh Baskoro dengan kedua kakinya berada di sisi pria itu. Tanpa diminta atau dikomandoi Ranty menari secara sensual membuat Baskoro semakin terangsang. Apalagi goa lendir Ranty tepat berada di atas kepalanya.

Ranty pun berjongkok di atas lidahnya Baskoro. Benda lunak itu terjulur dari dalam mulut pria itu hingga bermain-main di sana.

"Ouhhh...yesss...memek Ranty enakkkk...iyahhh...achhh...anjinkkk...enakkk ommm..." Ranty bergerak semakin liar. Dia menggesek-gesekkan belahan itu di wajah Baskoro hingga membuatnya kalang kabut tidak bisa bernafas. Ranty tertawa terbahak-bahak.

"Assshhh...enak ommm...achhh...enakkk anjinkkk...achhh...jadi pengin ngentot sama anjinkkk...achhh...jadi anjink ya ommm...pleaseee..." Ranty terus meracau tidak jelas. Dia tidak tahu apa yang dia katakan. Tubuhnya selalu dipaksa untuk menjadi semakin liar.

"Achhh...sampeee...achhh..."

Serrr...serrr...serrr...serrr...

Ranty mencapai puncak kenikmatan di depan wajah Baskoro. Ranty tertawa melihat muka bosnya mengkilap terkenal cairan cinta yang keluar dari inti tubuh Ranty. "Mau facial ya om. Facial paket pejunya Ranty," ucap Ranty yang diselingi dengan kekehan.

"Achhh...Ranty, nikmat sekali pejumu. Emhhh...katanya mau nyiksa om. Ayo om udah siap," pinta Baskoro dengan kedua tangan ia fungsikan sebagai bantalan kepalanya. Rambut ketiak yang rimbun menarik perhatian Ranty.

"Bentar ya om. Ranty pengin berkelana di hutan rimbun dulu," celetuk Ranty yang mundur dua langkah ke belakang lalu kepalanya turun mendekati ketiak Baskoro.

Dengan lihainya Ranty mengeramasi rambut ikal itu dengan lidahnya. "Asem banget om," gumam Ranty yang merasakan rasa ketiak itu di lidahnya. Namun itu tidak menyurutkan semangat Ranty untuk terus mengerjai bosnya hingga menggelinjang karena kegelian.

Ranty hanya tertawa melihat Baskoro blingsatan karena tidak tahan akan rasa geli itu. Satu tangannya bergerak ke belakang kepala Ranty menggenggam rambutnya. Bagaikan sabun mandi, Baskoro menaik turunkan kepala wanita itu di atas ketiaknya. Alhasil ketek Baskoro disabuni oleh cairan beriak yang dihasilkan indera pengecap Ranty.

Kedua lipatan itu dibersihkan sebersih-bersihnya dengan sabun cair alami tersebut. Ranty kembali menegakkan badannya. Dia mencabuti beberapa helai rambut yang tersangkut di giginya. "Aduh om, rambutnya pada nyangkut." Ranty protes dengan nada yang manja. Tak berselang lama dia sudah mengarahkan kejantanan Baskoro ke lubang basahnya.

Blesss...

Ranty yang sudah sangat bernafsu langsung menggenjot penis besar Baskoro. "Ouhhh...yessss...emmmhhh..." Naik turun, maju mundur, berputar terus dilakukan Ranty. Entah mendapatkan energi darimana Ranty bisa melakukan gerakan kontinyu tersebut dalam waktu yang lama. Biasanya hanya beberapa menit saja dia sudah kelelahan.

"Achhh...anjinkkk...enakkk banget memek kamu Ranty..."

"Achhh...kontolll om juga enakkkk...achhh...ngaduk-aduk memek Ranty..."

Clppp...clppp...clppp...clppp...

Bunyi dua kelamin yang sudah basah kuyup itu terus bersahutan. Ranty benar-benar sangat high saat itu. Efek obat yang diberikan oleh Baskoro membuat Ranty tidak kenal lelah saat melayaninya.

Mereka berciuman dengan panas. Ranty memegang kedua sisi leher Baskoro agar kepala pria itu tidak bisa mengelak. Itu terlihat seperti Ranty sedang memperkosa Baskoro.

"Emmssscccppp...sssppp...ccccppp..." Ranty semakin liar. Wajah Baskoro sudah habis dilahap oleh Ranty hingga mengkilap.

"Ouhhh...buka om mulutnya..." Baskoro menuruti kemauan Ranty seolah dia yang berada di bawah kendali Ranty. Wanita itu mengumpulkan liurnya di dalam mulut kemudian ia meludah ke dalam mulut Baskoro.

"Achhh...nikmat banget liurmu...minta lagi sayanggg..." Ranty kembali meludah di dalam mulut Baskoro. Pria yang tidak sabaran itu langsung melahap sepasang bibir Ranty. Kini wajah Ranty yang menjadi sasaran lidah Baskoro.

Lelaki itu membalikkan tubuh mereka. Ranty yang kini berada di bawah pasrah ketika vaginanya diobrak-abrik oleh kejantanan Baskoro yang sangat perkasa.

"Achhh...therusss...ommm...memek Ranty gatelll...bangettt..." Kepala Ranty bergerak ke kanan dan ke kiri. Payudaranya terombang-ambing ke sana kemari.

Ranty merasakan inti tubuhnya berkedut-kedut tanda sebentar lagi akan mencapai orgasme terdahsyatnya. Hingga satu menit kemudian Ranty benar-benar meledak di dalam.

"Awnghhhhhh...Ranty...nyhampeeee...!!!"

Serrr...serrr...serrr...serrr...serrr...

Tubuhnya mengejang hebat. Baskoro yang juga akan mencapai orgasmenya menancapkan penis besarnya dalam-dalam.

Crottt...crottt...crottt...crottt...

Kali ini Ranty panik. Pasalnya lelehan sperma Baskoro terasa menyembur di dalam inti tubuhnya, tetapi karena posisinya sedang dilanda badai orgasme membuat Ranty malah kembali mengerang kenikmatan.

Setelah itu karena kelelahan mereka pun tertidur sambil berpelukan. Hingga esok hari menjemput Ranty dibangunkan oleh seseorang. Dia Mun mengerjapkan matanya. Dia lihat Baskoro sudah tidak ada di sampingnya. Kini berdiri lelaki dewasa dengan menggunakan jas lengkap dan rapi berdiri dekat pintu kamar.

"Bangun, udah siang ini mau check out," ujar pria itu sambil mengecek jam tangannya. Ranty hanya meregangkan otot tubuhnya sesaat berganti posisi lalu kembali memejamkan mata.

Lelaki bernama Suherman itu pun mendengus kesal. Disuruh bangun malah wanita itu hanya bermalas-malasan di atas kasur. Dia tahu apa yang terjadi pada Ranty semalam maka dari itu dia tidak boleh bersikap kasar padanya. Padahal Suherman juga harus berangkat kerja malah disuruh menjemput Ranty oleh bosnya itu.

Suherman mendekati Ranty lalu menarik tangannya agar bangun. Ranty hanya melirik sekilas dengan memperberat tubuhnya agar lelaki itu kesulitan mengangkatnya. Wanita itu tersenyum dengan garis bibir lurus.

"Bangun Ranty! Saya mau berangkat kerja. Kamu jangan ngelama-lamain dong!" Ranty tidak menanggapi. Dia malah menampilkan sorot mata innocent seperti anak kecil sedang meminta dibelikan mainan. "Endonggg...," ucap Ranty manja.

Karena tidak mau membuang waktu lebih lama lagi akhirnya Suherman membopong Ranty apa bridal style ke dalam kamar mandi.

"Udah cepetan mandinya. Saya tunggu di depan." Ranty memanyunkan bibirnya seolah kesal. "Mandiin dong om," celetuk Ranty lagi yang hanya dimaksudkan untuk menggoda Suherman.

Wajah mupeng Suherman langsung kentara membuat Ranty tersenyum puas. Kalau saja tidak diperingati oleh bosnya untuk jangan menyentuh Ranty, pasti sekarang wanita itu sudah mengerang-ngerang karena sodokan kejantanan miliknya di dalam tubuh Ranty.

"Jangan ngadi-ngadi kamu. Udah saya keluar dulu." Merasa kalau terlalu lama berada pada posisi seperti itu membuat pertahanannya melemah, akhirnya Suherman memutuskan untuk keluar kamar mandi.

Ranty kemudian mandi. Pikirannya kembali teringat pada malam sebelumnya. Dia diberi obat yang membuat dia melayang, berhalusinasi, dan membuat tubuhnya menjadi tidak mudah capek. Tapi paginya dia justru merasakan nyeri hampir di seluruh tubuhnya. Dilihatnya bercak-bercak merah di leher sampai ke payudaranya. Dia tahu Baskoro sangat buas semalam tetapi dia juga menikmatinya.

"Obat apa yang semalam aku konsumsi?" batin Ranty sembari merasakan siraman shower di kepalanya. Sejenak ada rasa penyesalan yang teramat sangat dalam di hatinya. Perasaannya mendadak berubah. Semalam dia merasa sangat bahagia entah mengapa tetapi sekarang dia justru merasa sangat sedih.

Dirinya sudah hancur. Dia sudah jatuh terlalu dalam ke lubang nista. Masa depannya hancur begitu saja. Dia tahu akan sangat sulit untuk kembali seperti sedia kala. Kembali seperti Ranty yang dulu lagi. Kini yang ada Ranty binal yang mendapatkan cuan dari hasil sewa kelamin. Apa bedanya dia dengan pelacur? Ah sepertinya sama saja, hanya berbeda ditarifnya sekali kencan.

"Setelah ini lalu apa?" Ranty bahkan tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Apakah dia akan bahagia dengan gelimangan uang dari hasil jual diri? Apakah Randy masih mau menerimanya?

Baiklah, Ranty akan mengukuhkan niatnya untuk meninggalkan dunia gelap ini setelah uangnya terkumpul banyak dan kembali bersatu bersama Randy. Lelakinya kini sudah beberapa hari tidak menyapanya. Dia hanya pulang mengganti pakaian dan pergi begitu saja tanpa pamit.

"Aku akan memperbaiki semuanya, tapi nanti. Iya nanti setelah uangku banyak," teguh Ranty lagi.

Selesai urusan check out Ranty dan Suherman keluar dari area hotel dengan menggunakan mobil. Ranty tampak termenung melihat lalu lalang kendaraan yang mereka salip.

"Apartemen mu sebelah mana?" tanya Suherman yang masih fokus menyetir. "Gue lagi males pulang, man. Bawa gur kemana aja deh."

Suherman geleng-geleng kepala. Kini Ranty sudah tidak memangilnya dengan embel-embel 'bapak'. Bahkan wanita yang usianya jauh di bawah dirinya tidak menyebutkan nama lengkapnya. Hanya satu suku kata bagian belakang namanya. Tidak sopan.

"Saya mau berangkat kerja lah. Enak kamu kemarin dapet proyek cair. Saya harus nunggu tanggal muda baru bisa cair."

"Ya udah bawa gue ke kantor aja. Di sana ada sofa kan? Gue mau tidur."

Suherman garuk-garuk kepala. Tidak ada pilihan lain. Itu lebih baik asalkan dia tidak mengganggu kerjanya daripada harus menemaninya seharian yang membuat pekerjaannya terbengkalai.

Mereka lalu diam. Saat berada di lampu merah sejenak Ranty melirik ke arah samping ketika melihat seseorang yang dia kenal. Salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas. Dia kemudian menurunkan jendela kaca mobilnya.

"Eh, lonte pagi-pagi udah dapet pelanggan aja. Duh dianternya pake motor lagi. Pasti 300k aja nego nih," ujar Ranty seraya tersenyum mengejek.

Di luar mobil, Icha yang kebetulan sedang berangkat kerja dengan diantar oleh Karso langsung membulatkan matanya. Emosinya mendidih namun sekuat tenaga dia tahan-tahan.

"Ayo pak jalan!" Icha menyuruh Karso untuk melajukan motornya. "Tapi masih lampu merah nak Icha."

Icha tidak dapat berbuat apa-apa sekarang. Kenapa sih harus bertemu dengan dia lagi? Dari sekian banyak tempat dan waktu kenapa mereka bisa bersebelahan seperti ini?

"Eh, lonte! Lu denger gak sih gue ngomong?!" ujar Ranty penuh amarah karena dicuekin.

Atensi Karso pun teralihkan ke samping kanan. "Eh, jangan sembarang ngomong ya. Yang lonte itu kamu, pakaiannya aja kaya orang kekurangan bahan," ejek Karso membela Icha.

"Saya gak ada urusan sama bapak ya! Tapi sama cewek yang bapak booking ini. Emang bapak sewa berapa dia sekali main? 300 kemahalan pak. 100 aja masih mikir soalnya dia udah dipake sama banyak cowok. Ya sukur kalo pada gak penyakitan."

Icha menutup matanya berusaha untuk tidak terpengaruh oleh kata-kata menyakitkan yang dilontarkan oleh Ranty. "Udah pak, gak usah diladenin," cegah Icha yang melihat Karso hampir saja turun dari motor hendak menghajar wanita itu.

"Tapi dia udah keterlaluan!" Icha menggeleng. "Biarin aja. Nanti juga capek sendiri."

Merasa tidak mendapatkan respon yang Ranty inginkan. Dia kemudian mengeluarkan senjata ampuhnya. "Oh iya, anak haram lu kemana? Dibuang atau dititipin mucikari? Wah..wah..wah..jadi orang gak bertanggung jawab banget sih. Udah dibikin malah ditelantarin gitu aja."

"CUKUPPP...!!!" bentak Icha yang tidak bisa lagi membendung emosinya. Icha masih kebal jika dirinya yang dihina tapi jika anaknya yang dihina dia sungguh tidak terima.

Para pengendara lain menoleh ke arah mereka. Untung lampu lalu lintas sudah berganti hijau. Sebelum motor yang dikendarai Karso melaju, Ranty sempat mengacungkan jari tengahnya ke arah Icha lalu kembali menutup jendela mobilnya.

"Apa-apanya sih kamu? Norak banget pake acara ngajak ribut orang di perempatan," dengus Suherman yang tidak habis pikir dengan jalan pikiran Ranty kala itu.

"Diem lah. Lu gak tau man, dia itu siapa. Dia tuh yang dulu ngerebut cowok gue. Dia itu pelakor tau gak. Dia itu lonte."

"Emang kamu enggak?" tanya Suherman dengan nada sindiran sambil bersiul seolah dia tidak mengucapkan apapun.

Ranty pun menoleh merasa tersindir. "Beda lah. Gue ini kelas elit beda sama dia yang kelas lokalisasi." Suherman diam saja. Percuma beradu argument dengan yang namanya wanita. Pasalnya wanita selalu benar dan pria selalu salah.

•••

"Nak Icha gak papa?" tanya Karso yang melihat mata sembab perempuan itu. "Gak papa kok, pak. Icha baik-baik aja," sanggah Icha yang di dalam hatinya sebenarnya tidak setegar yang ditampilkan.

"Gak usah didengerin omongan orang. Bapak percaya kamu bukan orang yang seperti itu. Entah dia gila atau apa tiba-tiba maki-maki orang seenaknya."

"Iya pak. Makasih ya tadi Icha udah dibelain." Icha tersenyum tulus. Senyuman itu membuat Karso yakin kalau wanita yang menghina Icha tadi hanya berbicara omong kosong.

"Ya sudah. Kalo gitu bapak tinggal dulu ya. Nanti pulangnya bapak jemput lagi."

"Gak usah pak. Biar Icha naik ojek aja," tolak Icha yang merasa tidak enak sudah terlalu merepotkan lelaki itu.

"Gak papa. Lagipula nak Icha udah bapak anggap seperti anak sendiri. Bapak seneng punya anak perempuan yang ayu seperti kamu," puji Karso yang membuat wajah Icha sontak merona merah.

"Ya udah pak. Kalo gitu Icha kerja dulu. Assalamualaikum." Icha mencium punggung tangan Karso.

"Waalaikumusalam." Mereka kemudian berpisah. Karso menunggu Icha masuk ke dalam kafe hingga sosok itu tak nampak lagi.

"Nak Icha. Gak akan bapak biarkan kalian disakiti oleh orang lain. Kalian udah bapak anggap seperti anak dan cucu bapak," batin Karso.

Sejujurnya lelaki paruh baya itu belum tahu tentang rencana istrinya yang menjodohkan dia dan Icha. Lalu bagaimana kah tanggapan Karso jika dia mengetahuinya? Mungkinkah dia menolak karena dia telah menganggap Icha sebagai anaknya? Ataukah dia terpikat dengan kecantikan dan kelembutan hati seorang ibu dari satu anak itu?

To Be Continue...
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd