04 | TIPU MUSLIHAT
Asap mengepul dari mangkuk yang berisikan sayur bening dan ikan goreng dengan sambal pada sisinya - aroma sehabis hujan yang bercampur membuat pagi ini semakin hangat dengan senyum manis dari kedua anakku.
Tapi tidak dengan senyuman Istriku yang kini berubah menjadi aneh terlebih saat senyuman itu membuat kerutan samar disisi kedua matanya yang membuatku ingin muntah dan berteriak jalang. Tapi semua itu lenyap saat aku menikmatinya bahkan dengan kesadaran penuh untuk meminta lebih.
“Ayah nanti jadi ketemu nenek?” tanya anakku dengan mulut yang masih asyik mengunyah.
“jadi dong, makanya abisin sayur nya ya.” Balasku sembari melirik Istriku yang tersenyum kecil. Aku menggeleng pelan dan memilih berpindah tempat untuk mnyegarkan pikiran.
Kali ini biji kopi dari Sumatra yang menjadi pilihanku untuk mengisi pagi yang dingin. Timbangan mini ini bergerak menuju angka 15 gram dan kembali menuju 0 saat aku mengambil hand grinder.
Menggerakkannya searah jarum jam dan timbul lah aroma kopi yang menyegarkan indera penciumanku, putaran ini bergerak konstan dengan pikiran melayang saat Ibuku membuatkan susu dimasa lalu.
Masa dimana Aku tumbuh dengan sejuta rasa sakit juga tak berdaya saat ringannya tangan Ayahku yang menampar Ibuku di tiap pagi. Bukan dinginnya cuaca tapi dinginnya suasana saat itu yang membuat ku mencoba berlari bahakan melompat untuk mencari tempat yang seringkali orang bilang ‘aman’.
Perutku menjadi hangat saat ada dua lengan memelukku dari arah belakang, napasnya menggelitik hingga membuat aku menoleh pelan dan tersenyum.
“katanya gak mau ngopi dulu” ucap istriku pelan dengan rambut yang terurai hingga menyentuh dada ku.
“lagi pengen tiba-tiba, kamu yakin ga ikut ke rumah ibu kamu?” tanya ku sekali lagi saat istriku akan pergi dengan teman-temannya dengan alasan pesta sebelum pernikahan.
Pelukan Istriku semakin kencang dan membuat aku mendecih di dalam hati, rasanya aku aku akan membarikan nilai nol besar saat akting istriku semakin payah.
“kan cuma sekali, lagian dua hari aja” rayunya yang kesekian kalinya.
Putaran pada grinder ku berhenti saat biji yang berubah menjadi butiran halus. Mengambil dripper dan meletakannya diatas kertas filter.
“Boleh ya?” tanya nya sekali lagi.
“iya, jaga diri kamu.” Balas ku mencoba dengan suara biasa.
“makasih” ucapnya yang sembari mengecup pipiku dan kembali karah belakang, aku memutarkan tubuh dan melihat istriku yang berjalan sembari sesekali moloncat kecil. Begitulah istriku, meski sudah memliki dua orang anak tak menghilangkan sifat riangnya yang seperti itu.
TIN TIN TIN
Suara klakson mobil dari arah luar membuat fokusku terbagi, meletakkan cangkir dan berjalan kerah depan untuk melihat sapaan dari kalkson itu.
“Halo Feri!” sapa Maya dari balik mobil sembari tersenyum lebar. Wanita itu adalah sahabat dekat istriku sejak masa sekolah dan akan menikah satu bulan lagi.
Aku berjalan mendekat dan berakhir pada jendela mobilnya sembari memangku kepala dengan kedua tangan yang melipat, mataku bergerak pelan dari arah bawah hingga rambutnya yang kini berwarna merah muda itu.
“Kanapa lo liat-liat gue kayak gitu?” tanya nya yang mebuat aku tertawa pelan. Jariku bergerak menunjuk pada roknya yang membuat matanya ikut bergerak.
“ini konsep baju lo gimana si Maya.” Tawaku semakin keras saat tatapan aneh Maya semakin menjadi. Wajar saja saat ini aku seperti melihat peraga busana yang akan pawai pada hari agustusan dengan rambut berawarna merah muda.
“keren kan Fer?” tanya Maya yang membuat aku semakin terpingkal-pingkal.
“iya keren-keren, awas aja istri gue lo jadiin barongsai.” Balasku yang susah menormalkan raut muka.
“ish, awas aja ya.” Ucapnya yang menutup kaca mobil secara otomatis.
Istriku berjalan dari arah belakang dengan blouse berawana hitam dengan punggung terbuka, rasa heran seketika mendera karena baru kali ini istriku berpenampilan terbuka seperti saat ini.
“kamu godain Maya yah!” tanya istriku dengan raut yang inging tertawa. Aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil.
“dikit doang, lagian aneh pakaiannya kayak badut banget.” Ucapku smeakin membuat istriku tertawa.
“yaudah aku pamit dulu ya.” Ucap Istriku, Elsa.
“Siap Nyonya, jangan lupa berkabar ya.”
----
Bayangan daun pada halaman belakang menahan sinar matahari pada tubuhku yang sedang berbaring dengan earphone dikedua telinga. Kedua anakku sedang berenang ditemani mertuaku sekaligus kakek neneknya.
Alunan lagu masuk dengan pelan ditemanin semilir angin terdistraksi saat suara notifikasi pada gawaiku masuk dan terpakasa aku membukanya.
‘update?’ batinku pelan saat meliaht aplikasi cctv ku update secara otomatis.
Karena rasa penasaran jariku bergerak untuk membuka aplikasi bergambar cctv itu, memilih layar yang terbagi tiga kamera dalam satu layar.
Tubuhku menegang saat melihat pintu ruang tamu yang terbuka meski tidak sepenuhnya, jariku menggulirkan hingga terlihat kamera yang berada di ruang makan.
‘Elsa?’
Terlihat dengan jelas jika Istriku yang memakai gaun hitam itu sedang mengaduk isi gelas yang aku tak tahu berisikan apa, tubuhnya bergerak pelan sembari mencicipi.
Rasanya tenggorokanku kering seketika saat melihat pesan istriku lima menit lalu yang mengatakan sudah berada di villa bersama Maya, lantas apa maksudnya jika saat ini sudah berada dirumah.
Bahkan aku tak melihat Maya didalam rumah dan hanya ada istriku yang masih berdiri didepan pantry dan kini sudah berjalan menuju ruang makan.
Istriku tamapak duduk dengan kedua tangan yang memegang gawainya, akupun berinisiatif untuk menelpon.
‘nomor yang anda tuju sedang sibuk’
Terlihat senyum manis Elsa mengembang dan sesekali melirik jam dinding yang membuat suasana hatiku kian memburam, akupun memilih memanggil Maya yang seharusnya berasama Istriku.
“Hallo fer.”
“eh may sudah sampai?” tanyaku dengan nada senormal mungkin.
Namun hanya ada suara berisik sesaat dan diam yang cukup lama.
“udah nih fer, ada apa?” hati ku mencelos saat tahu jika Maya masuk kedalam scenario yang dibuat oleh istriku.
“ga ada apa-apa si, mastiin aja. Elsa gimana soalnya ga bisa aku hubungi nih.”
“lagi dikamar mandi. Nanti aku kabarin ya…. Fer aku tutup ya dahhhh”
‘GILA’
Istriku sudah gila dengan semua tipuannya , bahkan Maya ikut melindungi karena kini aku bisa melihat dengan jelas jika maya masih menempelkan gawai pada pipinya sembari berjalan menuju arah ruang tamu.
Aku memilih berpindah pada posisiku saat ini dan berjalan menuju kamar istriku yang menjadi kamaraku juga jika menginap dirumah mertuaku.
Mengambil bantal untuk diletakan pada belakang tubuhku dan mnarik sleimut mencoba menyamankan posisi.
Mataku masih terfokus pada layar gawai yang menampilakn cctv dalam rumah yang saat ini sedang kosong dengan pintu ruang tamu yang terbuka hingga dua menit kemdian pintu itu bergerak dan menampilkan istriku yang berjalan dengan tangan masih menggengam gawai. Tapi ada satu hal yang berbeda karena istriku sedang diikuti oleh seoarng pria dengan topi newsboy dengan kacamata hitam.
Rasa-rasanya bentuk tubuh itu taka sing karena tinggi dan fisik yang agak berisi, Pak Soni?
Dan benar saja pria itu membuka topi dan kacamatanya sebelum duduk di meja makan yang tadi pagi menjadi tempat kami bercengkrama.
“minum apa mas?” tanya istriku yang sudah kembali ke dapur.
“apa aja, susu kamu juga boleh hehe” canda Pak Soni membuat muka ku semakin merah menahan marah juga nafsu yang bersamaan.
Kulihat istriku msedang menyiapkan minuman saat tubuhnya mengahdap pantry dan terlihat sedang mengaduk sesuatu. Aku tak menduga jika Pak Soni akan mengikutinya dan dengan cepat memeluk istriku yang masih mengaduk gelas.
“ahhhh jangan di remes pak shhhh” jerit istriku yang masih bisa dengan jelas aku dengar.
Selanjutnya aku tak bisa mendengar apapapun karena kepala pak soni yang maju seperti mencium pipi kanan Elsa dan dengan tanpa sopan tangan keriputnya itu meremasi kedua payudara istriku. Penisku mulai bergerak naik dan membuat kamar ini menjadi panas seketika, aku pun mencari remote ac dan memilih meninggalkan gawai ku.
Tak lama aku sudah menyalakan ac dan mengatur posisi kembali sesudah memastikan jika pintu sudah terkuci rapat. Kini istriku sudah membelit lidah dengan posisi diatas pantry, tubuh putihnya menunduk karena menyesuaikan tubuh pak soni yang tak terlalau tinggi.
Kedunya saling membelit dengan tangan yang tak bisa diam, istriku seperti meremas rambut Pak Soni yang sudah jarang-jarang itu sedangkan Pak Tua itu masih asyik dengan meremasi kedua payudara istriku yang ‘mengkel’ itu.
“ahhhh enak banget shhhh” jerit Elsa saat tangan Pak Soni yang merangsek masuk sehingga blouse nya ternagkat hingga memeperlihatkan kedua paha putihnya.
“diem, nanti tetangga tau kamu yang kentang lagi HAHAHA”
Aku mengerutkan dahi karena setahuku baru sekali ia berselingkuh, namun tidak menutup kemungkinan jika sebelumnya sudah melakaukan hal tercela dengan pria lain.
Enatahlah, kini fokusku hanya pada istriku yang sedang digendong oleh pak soni ke arah ruang makan dan meniggalkan minuman yang tadi sedang dibuat. Kedunaya seperti tertawa tanpa tahu jika saat ini aku sedang mengawasi dengan rasa tak percaya.
Meski sudah berumur Pak soni seperti tidak memeliki beban saat menggendong istriku sembari berjalan ke arah kamar tidurku. Dada ini rasanya ingin meledak saat istriku sudah berada diatas ranjang dengan pria lain yang terpaut usia sangat jauh.
Blous hitamnya sudah terbuka dan hanya menyisakan celana dalam hitam, sedangkan pak soni kini sudah melepaskan semua pakaiannya termasuk celana dalam sialan yang dilempar pada lemari ku.
Istirku sudah duduk disisi ranjang dengan kaki menggantung sembari menopang tubuhnya dengan kedua tangan kearah belakang, kakinya menjulur ke depan saat tangan pak soni mengangkatnya. Pria mesum itu mulai menjilati jari kaki istriku yang mulus tanpa bulu, rasanya saat ini aku menjadi bodoh kaena sudah membuang waktu didalam pekerjaan untuk sekedar membeli semua perawatan tubuh istriku jika saat ini sedang dijilati oleh mulut berbau rokok itu.
Lidah yang sehari hari mengumumkan informasi tentang komplek ku kini sudah berada diantara sela jari-jari kaki istriku, bergerak pelan dan tak melewati satu centi pun. Dimulai dari jali kelingking dan lanjut menuju jari manis – tengah bahkan kelima jari yang dimasukkan secara bersamaan.
Sedangkan istriku hanya bisa pasrah dan meremasi ranjang dan tak henti-hentinya mendesah. Kedua teliangaku dipenuhi suara desahan dan pertemuan antara kulit dan lidah yang membuat nafsuku naik seketika.
Pak soni seperti sudah ahli dalam menjilati kaki istriku yang sebelumnya tak pernah aku lakukan, bahkan sesekali mengigiti dan kembali menjilati dengan tempo pelan. Cukup lama pria dengan rambut jarang-jarang itu asyik dengan mainan barunya sebelum mulai naik keatas.
Mengecup mesra kedua tulang kering tanpa menoleh ke arah atas meski kini tangan istriku ikut memegang kepala Pak soni, mungkin istriku sudah terlalu basah jika harus menunggu permaianan Pak soni itu.
Dari kecupan itu pak soni mulai naik lagi menuju kedua lutut dan berakhir pada paha istriku yang lagi-lagi tak ada satu bulu pun. Senyuman mesum Pak soni membuat aku tak habis pikir dengan permainan pak tua itu.
“udah pakkk shhhhh” desah istriku setelah sekian lama diam menikmati permainan Pak soni.
“belum juga mulai, masa langsung main colok si” ucap Pak soni dengan kurang ajar sembari menyentil vagina istriku,
“aww, kok gitu si.” Omel istriku yang merapatkan kedua kakainya.
“Mau gini emangnya hmm?” lanjut Pak soni yang mengusap vagina Istriku.
“Ihhh malah di usapp shhhh”
Rasanya aku akan memukul keduanya dengan segala tingkah seperti anak kecil yang tak ingat usia.
“ish, buka lah” ucap pak soni dengan nada cabulnya dan memaksa membuka kedua kaki istriku. Bagai terhipnotis istriku membuka kedua kakinya bahkan ikut membantu saat Pak soni berusaha membuaka celana dalamnya.
Dan habislah sudah kini istriku sudah tak tertutupi apapun bahkan vaginanya sudah menjAdi tontonan Pak soni yang hanya diam dan tak berkata sepatah kata pun.
“istriku loh mba waktu muda gak semulus memek kamu” ucap pak soni cepat dan bergerak maju untuk menjilat vagina istriku.
“ahhhhhh” teriak istriku saat muka pak soni sudah terbenam tepat didepan vagina nya yang tak berbulu itu, memang aku yang meminta agar istirku rajin waxing.
“sssllrruuuppp ahhhhhh enak banget memek kamu mbaaa” puji pak soni yang baru saja lima detik menciumi vagina istriku,
“jilat lagi pak, suami aku ga ada apa-apanya haha” sial apa maksudnya, batinku.
Banar saja ketua RW itu kembali membenamkan kepalanya.
“sllrupppp” jilatananya sangat kencang hingga aku bisa mendengar langsung suaranya. Istirku tampak sudah mulai kehabisan tenaga saat jilatan itu kian kencang belum lagi jari-jari keriput yang ikut masuk kedalam lubang vaginanya.
Ada rasa jahil yang terlinatas dipikiranku saat ini. Dengan cepat aku memanggil istriku melalaui telepon.
TRINGGG TRINGGG
Aku menahan tawa saat eksperesi istriku yang sudah nafsu tinggi terganggu dengan suara panggilanku, aku mendecih pelan saat melihat istriku menepuk kepala pak soni untuk menyingkir.
“haloo ayah” aku menahan tawa saat suara istriku seperti menahan kesal. Kini istriku sudah berdiri didekat jendela kamar dengan tanpa busana.
“udah sampai?, kata Maya kamu tadi di kamar mandi” ucapku mengetes kejujuran istriku
“ehhh, udah nih awwh” gila, pak soni terlihat tak sabar dan sudah mendekati istirku sembari meremas kedua payudaranya.
“ada apa ?” tanya ku mencoba polos.
“engghhh ga ada apa-apa yahhh” aku tertawa kecil.
“kamu sakit?” tanyaku, bertepatan dengan itu pak soni mulai jahil dengan memasukkan jarinya kedalam vagina istriku.
“eunghhh sakit yahh”
Jantungku ikut berdebar terbawa adrenalin yang kian memuncak, aku pun mengelurkan penisku agar bisa lebih bebas untuk aku kocok.
“oke deh, nanti aku kirimin obat ya…”
TUTTTT
Aku tak bisa menahan untuk segeara beronani saat mendengar desahan istriku yang kian keras karena jari-jari kasar pak soni kian cepat mengocok vaginanya.
Akupun kembali menyamankan duduk untuk menikmati sajian langsung dari istriku yang gilanya kini aku mulai menikmati.
Persetan dengan ini semua.
BERSAMBUNG...