Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Nakalnya Senyum Istriku (WARNING : CUCKOLD CONTENT)

Sudah baca?

  • Dibalik teduhnya senyum ibuku

    Votes: 51 75,0%
  • Terjebak hasrat (Lisa dan Labirin)

    Votes: 32 47,1%

  • Total voters
    68
  • Poll closed .

poligan24

Semprot Kecil
Daftar
20 Oct 2021
Post
95
Like diterima
3.391
Bimabet

Nakalnya Senyum Istriku

PROLOG

Dalam keremangan hidup seseorang terselip rasa bahagia juga cahaya yang datang meski hanya satu titik, hanya satu kali atau bahkan tidak sama sekali. Mungkin dari milyaran kemungkinan aku hanya pernah sekali mendaptakan cahaya itu dan kini kian meredup seiring waktu berjalan.

Senyuman yang dulu menduhkan keluarga kecil kami, kini berubah menjadi senyuman nakal yang dapat menjerat siapapun dengan nafsu yang besar, rasanya baru kemarin aku mempersunting wanita cantik itu tapi kini seperti tak mengenal sosok yang sudah bermetafosis bagaikan kupu-kupu.

Setiap langkah anggunnya berubah menjadi satu pertanyaan baru bahkan tiap jari nya bergerak akan menjadi rasa sesal baru yang sebelumnya tak pernah aku bayangakan

Aku pria sakit dengan sejuta pertanyaan harus dihadapkan dengan wanita riang dengan senyum nakal dan rahasianya, lantas adakah sisa cahaya yang mempu menarik ku dari keremangan ini. Atau kian tenggelam ditengah lautan penderitaan yang tak kunjung selesai.

Ruangan bercahaya minim menemaniku dalam setiap pertanyaan yang tak memiliki jawaban – berharap akan usai dengan sendirinya tanpa perlu merubah apapun. Entahlah, rasanya sulit untuk membedakan bayang dengan waktu yang sedang berjalan – tapi asa akan terus ada untuk menjawab semua rasa yang ku pendam dengan erat.

Pagi tak lagi terang dan malam pun tak kunjung gelap, kaki ku masih bisa melangkah meski sudah bercucuran darah yang menetes di sepanjang lorong bawah tanah. Hingga kepala ku mendongak pada sebuah pintu yang menjadi atap sebuah tangga.

Mengedip beberapa kali dan myakinkan jika bau amis dari darahku hanyalah hayalan meski aku masih bingung arti sebuah bayang. Tanganku menggapai tangga terakhir dan napasku rasanya akan habis pada detik berikutnya.

Benar saja belum aku buka pintu itu mataku kembali terpejam dan terpaksa mengulang semua dari awal. Bukan sejak aku membuka mata, lebih dari itu aku akan mengulang cerita ini hingga aku bisa membuka pintu tersebut.
 
Terakhir diubah:
1 | BERSEMBUNYI

Panasnya matahari membuat keringatku mulai turun dari sudut dahi, lalu lalang orang membawa berbagai material bangunan membuat fokusku seakan hilang sesaat. Memilih menyisi Aku berjalan menuju warung makan proyek yang menjadi tempat ternyaman saat ini, senyuman wanita dari balik etalase membuat Aku hanya bisa membalas seadanya.

NamAku Feri, saat ini Aku berusia tiga puluh lima tahun. Profesiku memang terbilang terkenal karena berjasa bagi seluruh rumah, ya Aku adalah seorang arsitek yang saat ini memegang beberapa proyek sekaligu. Maka, waktu adalah hal yang sangat berharga jika dibandingkan dengan hasil yang ku dapatkan selama ini.

Langit mulai menurunkan egonya, awan seperti mengajak orang-orang untuk beristirahat sejenak dan benar saja hujan turun kemudian. Jatuh beriringan dengan tempo yang kian cepat saat orang-orang berlarian masuk kedalam bedeng di sisi bangunan.

Aku hanya bisa mengerutkan dahi dan lagi-lagi ingkar pada Istriku jika hari ini akan pulang cepat.

Namanya Elsa, Wanita yang Aku persunting sepuluh tahun lalu dan bisa kalian tebak jika dia adalah seorang wanita cantik yang mengisi malam bahkan siangku. Perbedaan usia yang tak terlalu jauh membuat obrolan kami tak memiliki jarak yang berarti bahkan saat awal pernikahan Istriku sudah jujur tentang hal yang boleh dan tidak boleh kepada ku.

Termasuk urusan seksual yang ia tekankan, memang agak jarang jika mendengar cerita teman-temanku yang akan berkata jika istrinya terlalu pasif dan cendrung diam saat pertama kali melakukan hubungan seksual.

Masih teringat dibayanganku saat melihat Elsa dengan berani membuka pakaiannya dimalam pertama tanpa diperintah. Istriku seperti tahu harus berbuat seperti apa bahkan diriku tak berkutik sedikitpun.

Hujan masih saja turun dan hanya ada kopi yang menemaniku saat ini. Pemilik warung terlihat menata gorengan didalam etalase karena waktu akan memasuki waktu sore hari. Para pekerja masih khusyuk didaalm bedeng yang terbuat dari baja ringan itu.

Aku mencoba membenarkan tali Sepatu yang tak Aku sadari lepas, menali sembari membayangkan ekspresi muram Istriku yang lagi dan lagi gagal makan bersama.

“tiba-tiba hujan ya Pak.” Ucap pemilik warung yang baru kali ini Aku lihat.

“Iya nih, teteh nya baru?” balasku melihat wajah baru di proyek perumahan ini.

“Iya pak, saya gantiin Ibu yang lagi pulang rawat Bapak dikampung.”

Aku hanya mengangguk dan melanjutkan obrolan basa-basi diantara kami. Namun tidak dengan hujan yang masih setia membasahi bumi dengan tanpa ragu.

Telepon ku berdering dan menampilkan nama Istriku yang Aku tebak akan mengeluarkan omelan.

“Dimana?” tanya nya.

“Masih di proyek sayang, hujan nya belum berhenti.” Jawabku mengalihkan menjadi video call.

Istriku tak membalas dan tiba-tiba sambungan telepon terputus. Namun, belum saja Aku memeriksa koneksi Istriku kembali menelpon yang kali ini menampilkan wajah Istriku yang tak berias.

Mata bulat dengan hidung mancung membuat siapa saja setidaknya melirik dua kali untuk memastikan jika ada Wanita secantik Istriku. Ini bukan khayal tapi beberapa kali Ia memergoki pria dewasa yang menoleh saat berjalan melewati Istriku di tempat umum.

Mataku melebar saat Istriku mengalihkan kamera nya menuju bawah dan menampilkan piyama berwarna hitam dengan renda tipis, tiba-tiba tubuhku memanas dan was was jika ada orang lain yang melihat istrinya.

MatAku dengan cepat melihat kearah belakang dan hanya ada penjaga warung yang duduk sembari bermain gawai, rasanya napas ku mulai kembali normal dan tak bisa menutupi ekspresi terkejut.

Dibalik telepon Istriku hanya bisa tertawa dan menampilakn gigi rata dengan bibir tebal yang ingin segera kulumat saat ini.

Aku mematikan panggilan dengan hati yang berdebar rasanya saat ini keingian untuk pulang lebih besar daripada kehujanan, segera Aku menghabiskan sisa kopi digelas dan beranjak menuju motor yang terparkir.

Memang lucu saat pernikahan yang sudah berusia 10 tahun tak membuat kami kehilangan gairah terutama diatas ranjang, entahlah mungkin ini keuntungan memiliki istri yang berani seperti Elsa.

Derasnya hujan membuat semua pengemudi memelankan kendaraan dan membuat perjalanan saat ini sangat lambat, belum lagi banjir di beberapa titik yang membuat pengendara lain berada di jalur yang sama.

Tanganku meremas kencang pada stang motor dan berharap bisa memanaskan jari-jari ku, apalah daya hanya dingin yang kian menusuk dan pikiran akan hangatnya rumah. Perjalanan yang saharusnya ditempuh hanya dengan waktu satu jam kini Aku masih bergelut dengan waktu hingga dua setengah jam.

Perkiraan ku ada banjir yang terpaksa membuat jalan ditutup, sedikit pusing Aku memilih untuk menyisi dan beristirahat. Hanya teh panas yang menjadi teman saat hujan sudah berhenti tapi tidak dengan banjir dan macetnya jalan.

Jam sudah menunjukkan angka sembilan lewat saat kendaraan mulai bergerak kembali, tapi tidak dengan Istriku yang tak membalas pesan maupun panggilan. Hanya bisa mengumpat saat melihat jam pada tanganku yang sudah menunjukkan angka sepuluh.

Dan kini Aku sudah berdiri dengan badan yang basah dan hati yang ikut mendingin, rumah tampak sudah gelap dan hanya lampu dapur yang masih setia melawan gelapnya bayang.

Aku berjalan pelan menuju kamar mandi didekat dapur dan melepas semua pakaian termasuk celana dalam yang lembab saat Aku baru sdar jika jas hujan yang kupai ada robek di beberapa jahitannya.

Tak butuh waktu lama untuk sekedar membilas tubuh dan kembali memakai pakaian yang sudah ada ditas meja dekat kamar mandi, dahiku hanya mengerut pelan dan melihat cahaya dari balik pintu kamar.

Krek.

“Yang.” Ucap ku pelan pada Istriku yang sudah berada di atas ranjang dengan posisi membelakangiku.

“Maaf ya, tadi dijalan mecet total.” Lanjutku sembari naik ketas ranjang dan memeluk tubuh Istriku yang kini sudah berganti pakaian.

“Kemana baju yang tadi dipake video call?” rayu ku dan hanya mendapat gelengen kepala.

“Ayah tidur aja, pasti cape.” Balas Istriku dingin dan menarik selimut hingga Aku hanya bisa melihat segumpal kain dengan tubuh Istriku didalamnya.

Napasku terasa berat karena merasa bersalah sudah menjanjikan akan pulang lebih cepat. Namun, lagi-lagi atas nama pekerjaan Aku tak bisa bergerak banyak.

TRINGG TRINGG

Gawai ku berdering dan menmapilakna nama seseorang yang Aku pastikan akan menanyakan progress desain yang Aku buat.

“Halo Feri.” Ucap seseorang diseberang telepon setalah Aku menggeser ikon call.

“Halo pak, gimana?” jawabku dan menepuk pelan bahu Istriku yang ternyata ikut mendengarkan.

Sedikit berbinacang yang Aku pahami jika desain gedung yang kubuat harus dipercepat dan revisi dibeberapa bagian. Aku melirik pada Istriku yang sudah memasang wajah malas yang membuat Aku tersenyum kecil.

Selesai menelpon Aku hanya bisa menarik napas pelan dan memeluk Istriku yang masih diposisi semula meski kali ini sudah tidak ada selimut yang menghalangi.

“Aku mau kerja dulu ya sayang.” Ucap ku mencium bahu Istriku dan hanya mendapat anggukan.

Ada rasa malas yang membuat langkhku terhenti dan sekedar merenungkan alur hidupku yang tak Aku duga akan seperti ini, tapi matAku bisa dengan jelas menatap pintu yang berwarna merah muda yang menjadi semangatku malam ini.

Rumah ini sudah menemani ku eelama delapan tahun, ya setelah Aku menikah dengan Elsa Aku memutuskan untuk membuat rumahku ini dengan waktu yang bertahap. Wajar saja karena saat itu namAku belum dikenal sebagai seorang arsitek tapi tidak dengan kali ini, bahkan sudah ada tiga klien yang menjadi waiting list pada dua bulan kedepan.

Rumah ini terdiri dari empat kamar dengan interior yang kau rencanakan seminimalis mungkin dengan pertimbangan psikologisku yang sampai saat ini tak ada satupun yang mengetahui.

Dimulai dari gerbang depan yang Aku buat dengan bahan bata roster berwarna putih dan taman kecil yang berada tepat disamping pintu masuk menuju rumah. Sedangkan didalam rumah untuk sebelah kiri Aku menempatkan kamar tamu dan anak pertamAku, sedangkan di sebelah kanan ada kamarku dan anak keduAku.

Untuk halaman belakang disebelah kiri ada ruangan yang terbuat dari peti kemas bekas yang bernuansa rustic, dan itulah tempat dimana Aku menciptakan banyak desain yang membuat orang terus mencari namAku, bukan sombong tapi hanya itu keahlianku saat ini.

Namun ada satu hal yang tak diketahui oleh siapapun termasuk Istriku, Elsa. Didalam peti kemas itu Aku membuat pintu rahasia menuju ruang bawah tanah yang terdapat jalan memutar menuju kanan dan berakhir di sebuah ruang rahasia yang bisa memperlihatkan kamarku.

Aneh memang, tapi begitulah diriku yang sampai saat ini belum sembuh dari trauma masa lalu saat kedua orang tuAku acap kali bertengkar bahkan setiap hari. Dan korbannya adalah Aku yang hanya bisa menangis dan bersembunyi dan berharap bumi dapat menelanku dengan utuh.

Dampaknya saat Aku mempunyai masalah, Aku akan pulang dan bersembunyi pada ruangan rahasia itu. Bahkan Aku bisa bersembunyi hingga seharian hanya untuk menenangkan hati saat tahu Istriku sempat mengalami keguguran di kehamilan pertama.

Bukannya tak ingin berobat tetapi rasa yang dibawa oleh masa kecilku terlalu sakit untuk disembuhkan agar seperti semula, entahlah sampai kapan trauma ini akan berakhir.

Yang jelas dihdapan ku sudah ada kertas A3 dengan pensil yang Aku genggam, garis yang kutarik dari arah kanan bergeraka menuju kira dan berlanjut hingga tenggelam dalam lautan imajinasi yang membutakan rasa sakit.

Mataku bolak-balik melihat hasil gambar dengan ucapan klienku, merasa ada yang kurang Aku mencoba memperbaiki dan kembali meneliti jika ada yang kurang dan janggal. Namun, saat ini sepetinya cukup sampai disini bahkan langit mulai kembali benderang.



TOK..TOK. TOK..

Aku menoleh dan melihat Istriku dengan pakaian yang sama seperti semalam sedang tersenyum kecil dan membawa nampan berisikan gelas dan mangkuk yang mengepulkan asap.

“Sudah selesai yah?” tanya Istriku saat meletakan nampan pada meja didekat pintu.

“Sudah, dede udah pada bangun belum?” balas ku yang dijawab dengan gelengan kepala.

Kalau sudah sepeti ini Aku tahu jika Istriku akan menggodaku dan benar saja Dia langsung mengambil tempat dipahaku dengan tangan yang dikalungkan.

“Wangi banget istri Akuu.” Ucap ku spontan saat Dia meyodorkan lehernya yang putih bersih.

“Ahhhh” Desahnya saat mulutku bergerak menjilati dari atas hingga bawah dengan ritme pelan. Perpaduan keringat dan parfum membuat Aku berdecak beberapa kali karena begitu hangatnya pagi ini.

“Pak Soni datang kemarin mau ngobrol sama kamu” Ucap Istriku ditengah cumbuan yang Aku serang.

“Pak Soni RW baru kita?” tanyaku dan melanjutkan jilatan pada leher Istriku.

“Iya Yah sshhhh katanya masalah tanah sebelah gitu.”

DEG

Aku tertegun saat ada yang membahas tanah sebelah yang mana tanah itu adalah ruangan tersembunyi. Memang tanah sebelah hanya tanah kosong yang Aku siapkan jika anakku beranjak dewasa tapi apa yang harus ia katakan saat ada sebuah bangunan yang tertutupi ilalang tinggi berada ditengah tanah kosong.

“Biasa aja kali Yah hehe, firasat Aku si mau di pinjam buat acara agustusan.” Tenang Istriku dan membuat Aku tak kunjung tenang.

“Iya juga, dua bulan lalu udah ngasih sinyal si.” Blasku menutupi rasa gugup.

Istriku menggeleng dan mengambil alih permainan dengan langsung membuka pakaiannya dan pagi ini pun semakin hangat dan kian panas di tiap detiknya.



----

Aku membuka pintu yang berada dibawah karpet ruang kerjaku, ada sebuah tangga dengan lebar satu meter. Kakiku berjalan menelusuri lorong yang disisinya dipenuhi gambar-gambar yang Aku buat sejak kecil. Termasuk foto Ibuku yang Aku koleksi sejak dulu tapi tidak dengan Bapakku yang mungkin Aku sudah muak dan akan langsung membakarnya.

Tak butuh waktu lama Aku sudah berada disebuah ruangan yang berbentuk persgi panjang dengan sisi kiri berupa dinding beton berwanra hijau tosca dan pada sisi kanan ada sebuah jendela berukuran dua kali satu meter.

Jendala itu menampilkan kamarku yang seprtinya belum dirapihkan karena Istriku terlalu bernafsu tadi pagi hingga anakku berteriak kencang untuk mengurusi kebutuhan pagi ini.

Dari sini pula Aku tahu sifat Istriku yang lain, mulai dirinya yang seringkali berbohong saat Ia tanya sedang apa hingga satu fakta yang membuat Aku semakin tertarik dengan ruangan ini.

Mataku menoleh kerah kanan dan mengambil sebuah figura kayu dyang berisikan foto Aku dan Ibuku saat wisuda. Aku mengelus pelan sebelum telepon ku bergetar dan menampilkan nama Istriku.

“Halo yang.” Ucapku cepat

“Kata Bu Soni suaminya mau kerumah kita. Kamu gak ke kantor kan?” tanya Istriku.

“Aku udah dijalan nih” balasku yang entah mengapa ingin berbohong.

“Kan mobil Aku pakai, kamu naik motor lagi?” tanya Istriku khawatir karena Aku sama sekali belum tidur.

“Naik ojol ini, kamu aja ya yang ngurus masalah sama Pak Soni. Bilang aja halaman di pinggir ga bisa dipakai.” Putusku yang langsung dijawab dengan deheman khas Istriku.

Telepon pun terputus dan menampilkan sebuah wallpaper senyum cantik Istriku saat di Bali tiga bulan lalu.

Wanita yang dapat menerimaku saat belum bekerja, dia juga yang mendamaikan masalah antara Aku dan kedua orang tua.

Wanita yang Aku temui dikantin kampus ternyata sama menaruh hati dan saling paham akan rasa yang meuncul begitu saja. Sedikit Aku ceritakan dia memilih menjadi Ibu rumah tangga meski sudah bekerja diperusahaan ternama sebagai HRD, tapi Ia memlih mengasuh rumah tangga dan aktif disetiap kegiatan komplek.

Kulitnya berwarna putih dengan mata bulat dan hidung kecil yang mancung. Mungkin Aku yang terlalu beruntung mendapatkan Elsa yang notabene berasal dari keluarga harmonis tidak seperti Aku yang sudah hancur sedari kecil.

Rasa kantuk segera melanda dan Aku memilih untuk tidur diruangan rahasia ini selaian udara yang bersih ditambah rasa aman yang Aku dapatkan saat menyendiri tanpa dinggangu oleh siapapun. Empuknya ranjang sepeti racun yang merenggut kesadaranku hingga tak butuh waktu lama Aku sudah masuk kedalam mimpi semu.

Hawa dingin membuat Aku merinding seketika dan terpaksa membuka mata, tanganku melirik jam yang masih meingkat pada pergelangan dan menunjukkan pukul sembilan pagi.

“Sudah dua jam Aku tertidur.” Batinku.

Rasa haus segera datang dan membuatku beranjak dari kasur untuk mengambil minum dari lemari es dipojok ruangan. Sebotal air mineral kini sudah ku genggam sembari duduk tapat didepan kaca yang memperlihatkan kamarku.

Tampak terang namun kali ini sudah tertata rapih yang menandakan jika Istriku sudah pulang dari mengantarkan kedua anak ku yang bersekolah. Aku mengambil napas dalam dan melihat ada email baru yang mengiisi kotak notifikasi pada gawai ku.

Desain semalam sudah approve yang berarti hari ini tak ada kegiatan lain selain beristirahat dan ada sebuah buku baru yang akan Aku baca. Pikiran ku terus berjalan sebelum pintu kamar terbuka dan memperlihatkan Istriku yang sedang memakai handuk dengan rambut basah.

Nafsuku seketika bangkit begitu saja saat bongkahan pantat Istriku membesar karena menunduk untuk mengambil celana dalam pada lemari pakaian. Akupun memilih membuka celana dan mengocok pelan penisku, seketika hawa dingin berubah menjadi panas saat beberapa kali Istriku mengganti pakaian dalam.

Aku menggeleng dan merasa Istriku sangat pemilih bahkan pakaian dalam sekalipun. Kocokan pada penisku berangsur santai dan nikmat, ada ide jahil yang muncul begitu saja dalam benakku.

TRING…TRING

“Halo yang” sapaku dari balik telepon dan membuat Istriku berhenti mencari pakaian dalam.

Kini Aku bisa melihat Istriku dengan tubuh tanpa sehelai benangpun sedang memegang gawai di pipi sebelah kanannya.

“Ada apa yah?” tanya nya.

“Susu kamu kayaknya makin besar deh” ucapku yang membuat tagan Istriku reflek memegang payudara sebelah kanannya.

“Ihhhh, tau ah. Ada apa Ayah tiba-tiba telepon?” tanya nya penasaran dengan payudara yang menggantung.

“Minta tolong dong ambilin gambar di meja Aku. Terus kirim ke kantor hehe” ucapku asal

“kebiasaan deh Ayah udah Aku bilang juga ah” jawab Istriku lucu dan langsung berjalan tanpa memakai pakaian. Aku menggeleng dan tak percaya jika Istriku berjalan santai tanpa menggunakan pakaian, ini adalah hal baru bagiku setelah selama ini melihat dari balik cermin.

Saat berjalan Istriku bersenandung asal dan Aku menahan nafsu sembari tetap mengocok penis, namun belum sampai Istriku masuk ke dalam ruang kerja Aku mendengar suara bel dari pintu depan.

“Sebentar! Teriak Istriku dari balik telepon dan tak lama Aku melihat Istriku kembali masuk kedalam kamar sembari berlari.

“Yah ada Pak Soni kayaknya, ini Aku udahin dulu ya teleponnya. Bye.” Ucap Istriku dan memutuskan panggilan sepihak.

Aku hanya bisa diam dan seketika penisku kembali pada posisi lemah, Istriku terlihat terburu-buru hingga lupa memakai BH dan terlihatlah sudah payudaranya yang hanya terutupi kaos putih tipis dan celana pendek selutut.

SalivAku naik turun dan tak percaya jika Istriku memlih tak memkai BH, Aku hanya bisa menahan nafsu yang bangkit begitu saja. Belum lagi rasa haus yang menjalar dengan cepat dan terpaksa Aku menghabiskan sisa minuman pada botol yang Aku genggam.

Kini pilahan ku hanya dua, diam seperti orang bodoh atau bergerak menuju dalam rumah. Tapi apa jadinya jika Istriku tahu jika Aku berbohong. Pikiranku sudah dipenuhi oleh gelembung pertanyaan yang siap meledak kapan pun dan Aku memilih untuk mengintip dari arah belakang rumah.

‘Masa bodoh jika Istriku tahu ruangan rahasia ini’ batinku yang sudah dipenuhi rasa amarah.

Aku berjalan dengan cepat menyusuri lorong dibawah tanah dan berakhir di peti kemas yang kosong. Jantungku berdebar kencang dan kini terfokus pada Istriku. Rasanya euforia ini sudah hilang bertahun-tahun setelah kematian dirinya akan hal dunia.

Munafik memang tapi begitulah diriku, kehadiran buah hatiku hanya seperti kembang api yang akan hilang sesaat tapi tidak dengan hari ini. Ada rasa jengkel, penasaran bahkan marah secara bersamaan yang datang begitu saja.

Kaki ku melangkah pelan seperti tentara yang mengendap-ngendap dengan mata yang tertuju pada ruang tamu yang hanya tersekat oleh lemari setinggi satu meter yang membentang antara dinding. Kali ini Aku bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oaleh Istriku pada pria tua berambut tipis itu.

“Masuk Pak, kebetulan suami saya baru saja berangkat kerja” ucap Istriku memberi ruang agar Pak Soni dapat masuk kedalam rumah.

Aku hanya bisa mendecih saat melihat mata jelalatan Pak Soni yang tak lepas dari dada Istriku yang tak memkai BH itu, Bagai Binatang yang diberi pakan rasanya Pak Soni akan melahap Istriku mentah-mentah.

Detak jantungku berangsur memelan saat tahu jika Pak Soni datang bersama Istrinya, Aku sedikit bersyukur tapi ada rasa sesal yang tak Aku mengerti.

Sesudah melihat itu Aku memilih untuk mundur dan kembali pada ruang rahasiaku karena merasa tak ada hal aneh selain obrolan basa-basi yang membosankan.

Hingga waktu sudah menjelang siang dan Istriku keluar untuk menjemput anak ku dari sekolah dan menjadi kesempatan bagiku untuk masuk kedalam rumah tanpa diketahui siapapun. Dari atas ranjang Aku berfikir tak selamanya Aku akan bersembunyi jika sewaktu-waktu mendapat pekerjaan yang diluar jangakauan ku.

‘CCTV’

Kata itu muncul begitu saja sebelum Aku memilih untuk kembali tidur saat merasa sudah tak tahan menahan kantuk yang datang dengan cepat.

BERSAMBUNG...
 
2 | ADAKAH RUMAH?

“Gila kamu! Anak sendiri kagak diurus!”

“Kamu yang gila, tiap hari main perempuan!”

“Kamu gak inget hah? Aku udah bayar utang keluarga kamu. Anjing juga tau mana tuan mana budak!”

---

Keringat mengucur deras sesaat Aku setelah terbangun dari mimpi buruk yang pernah aku alami semasa kecil, ingatan akan orang tua yang terus bertengkar tiap hari membuat diriku tertutup bahkan tak bisa berbicara seperti orang lain pada umumnya.

Hingga seorang wanita cantik yang datang menawarkan sebuah oase ditengah teriknya gurun. Bahkan dengan senyum manisnya ia memberiku dua buah hati yang membuat aku semakin yakin jika gurun yang semula panas mulai berubah dengan pohon yang mengisi di beberapa sisi.

Sudah ada istriku yang duduk menyamping pada sisi ranjang dengan raut muka yang khawatir. Tangannya menempel pada dahi ku yang ternya sudah dibanjiri keringat.

“Kamu panas” ucap Istriku sebelum pergi keluar kamar.

Tak lama Elsa datang dengan sebuah baskom berisikan air hangat dan diikuti oleh anak ku yang ternyata sudah pulang bahkan hari sudah memasuki petang.

“Ayah sakit ya ?” Ucap anak ku dengan lucu.

“Iya, kamu main aja sama abang” balas Istriku yang membuat aku kembali memejamkan mata.

Dengan telaten Istriku mengganti handuk yang sudah lama berada didahi ku dengan kain baru, Aku merasa berubah menjadi anak kecil yang haus akan kasih sayang jika seperti ini. Tangan itu mengelus pipi ku berkali kali sebelum rasa kantuk yang datang kembali.

---

Aku terbangun saat matahari sudah tenggelam sepenuhnya dan suasana kamar yang sudah sepi, namun Istriku sudah tak ada disisi ku. Kondisi tubuhku mulai membaik dan Aku memutuskan untuk pergi keluar kamar sekedar mengambil air minum saat rasa haus yang datang tiba-tiba.

Anakku sudah nyamana dengan mimpinya masing-masing tapi tidak dengan istriku yang pergi entah kemana, rasa pusing kembali mendera dan membuat Aku duduk pada sofa runag tamu dengan gelas yang sudah kosong.

Terdengar suara motor dari luar yang menjadi perhatian ku, Aku mendekat pada jendela ruang tamu dan seketika dahiku mengerut melihat Elsa yang turun dari motor yang aku tebak jika itu adalah Pak Soni.

Aku melirik jam yang sudah menunjukkan angka sepuluh malam, aneh rasanya jika ada urusan RW pada jam seperti saat ini,

Aku memutuskan untuk masuk kedalam kamar dengan jantung yang kembali berdebar, apakah mungkin Istirku berselingkuh dengan Pak Soni. Atau pikiran liar ku yang muncul ditengah fisik yang sedang menurun, semoga itu hanya sekedar pikiran buruk ku.

Suara pintu terbuka membuat mataku memejam dan menyesuaikan pendengaran agar Istriku tak menyadiri jika tidur ini hanya peran belaka agar Aku tahu apa yang dilakukannya.

“Pegel banget shhh ahhh” desah Istriku sesaat saat suara pintu tertutup kembali.

Aku mencoba fokus dan sesaat Aku merasakan tangan istriku sudah menempel pada dahiku, namun ada satu hal yang terasa asing. Bukan hawa maupaun rasa tapi ini jauh lebih jelas saat tangan itu kembali terangkat.

‘Rokok?’ sejak kapan atau dari mana bau itu.

Aku ingat betul jangankan rokok sejak dulu Istrinya anti dengan rokok tapia da apa dengan hari ini, pikiran burukku kian menjadi saat mendengar suara dering telepon yang diikuti dengan suara pintu terbuka.

‘Se-rahasia itu kah?’ tanya ku dalam hati dengan rasa penasaran yang memuncak.

Aku memlih bangun dan memeriksa jika Istriku sudah keluar kamar – dengan waktu sempit tanganku mengambil tas dari atas meja di depan ranajng. Jangankan rokok, pemanitk pun nihil adanya - lantas bau itu berasal dari mana.

Apakah rasa penasaran ini perlu?. Bisik ku didalm hati karena merasa buntu dan bingung harus berbuat apa. Tanganku bergerak untuk mengambil gawai disamping tas Istriku dan dengan cepat jari-jari ini bergerak cepat mencar cctv pada toko online.

Ada beberapa model yang tersedia dari toko online yang aku cari, hingga ada satu bentuk yang menyerupai sebuah benda. Rasa penasaranku semakin tinggi dan terus mencari hingga dapat sebuah model berukuran mini yang bisa terkoneksi dengan gawai secara langsung.

Senyumku tersungging dan memilih untuk checkout dengan kantor sebagai alamat pengirimin. Aku tak menampik jika ada rasa euphoria berlebih yang muncul dan tak sabar menunggu kamera itu datang.

‘tapi apakah ini perlu?’ batinku.

Entahlah mungkin ini satu-satunya cara agar semua rasa penasaran ini akan terjawab, untuk apa dan akan bagaimana biar aku serahkan pada waktu di masa depan.

KREK

“Ayah?”

“Ehh” jawabku kaget karena kemunculan Elsa yang tiba-tiba.

“Hayoo ada apa?” tanya nya yang datang dan langsung menempelkan telapak tangannya pada dahi ku.

“Udah anget ya” ucapnya dan anehnya bau itu berubah menjadi oram sabun.

“Ayah besok kerja ya, hehe” ucapku dengan raut dibuat senormal mungkin.

Elsa hanya menggeleng dan duduk didepan meja rias yang berisikan perawatan wajahnya. Tak ada obrolan apaun hingga Aku dan Istriku sudah duduk bersampiangn diatas ranjang.

Tangannya mengelus jari-jariku yang sejak tadi ia genggam,aku reflek melihat tangannya yang putih bersih dengan bulu halus yang samar. Cincin berwarna emas dengan berlian kecil yang menjadi penghias diantar lentiknya tangan itu.

“Jadinya pakai lapang Ibu Retno.”

“Maaf ya, bukannya gak mau. Tapi tau sendiri warga sini suka seenaknya kan” alibi ku mencoba untuk lebih santai.

“eh tadi kamu kemana?” tanya ku tiba-tiba.

“ada rapat di rumah Pak RW” Aku hanya berdehem.

Kami kembali diam dan hanya ada suara televisi yang tak aku perhatikan betul karena ada sebuah pertanyaan yang ingin Aku sampaikan perihal kepergian Istriku hingga malam, karena tak mungkin jika membicarakan sebuah lapang hingga hampir tengah malam. Entah aku yang terlalu sibuk selama ini atau Istriku yang mengambil kesempatan.

Ranjang bergerak sebentar dan membuat mataku terbuka, ternyata istriku sudah berbaring dengan tubuh membelakangiku. Aku pun mengikuti dengan tangan yang sudah memeluk dari arah belakang.

‘hangat’

Ada rasa aman juga tenang yang datang bersamaan tapi itu semua tak jauh lebih besar dari rasa penasaran ini yang sudah mengganjal disudut pikiranku. Tak sabar rasanya untuk bertemu besok hari dan memasang kamera di setiap sudut ruang.

---

Sudah satu pekan Aku menunggu momen ini, ya hari ini Istri dan anak-anak ku pergi kunjungan sekolah pada satu tempat wisata. Sebenarnya Aku akan ikut tapi lagi-lagi kebohongan yang Aku tampilkan demi hasrat yang sebenarnya cukup aneh dan terbilang sia-sia.

Tapi inilah diriku yang akan terus tak tenang jika satu hal yang tak terpenuhi dan kini sudah ada lima kamera yang Aku akan pasang di beberapa sudut rumah. Aku sudah membuat list dan jalur kelistrikan yang sudah ku desain jauh sebelum bangunan ini dibuat, karena tidak lain Aku sendiri yang merancang rumah ini.

Dimulai dari ruang tamu yang Aku simpan dipojok dekat pintu karena terdapat beberap figura foto sehingga kamera ini akan terlihat samar dan menyatu dengan dinding.

Kedua, kamera yang sudah aku ubah warnanya menjadi putih ini Aku letakan disudut ruang keluarga dan ditutupi oleh guci berisikan bunga imitasi, sedikit menggeser beberapa barang dan Foila! Kamera kedua sudah terpasang dengan cantik bahkan dalam sesaat Aku sempat lupa dimana letaknya.

Ketiga adalah kamarku hehe, memang ada ruang tersembunyi tapi tak mungkin jika harus berdiam diri setiap hari pada ruang itu.

Adapun kamera keempat dan kelima aku taruh pada sudut yang menampilkan dapur juga ruang makan dan terakhir adalah halaman belakang.

Keringat mulai mengucur saat hari semkain terik, saat ini aku mencoba mengecek melalui gawai dan benar saja ada satu kamera yang belum aktif. Aku kembali membenarkan posisi dan mencoba mengulangi pengecekan kembali, setelah dirasa cukup kini aku kembali menuju kantor saat mendengar ada keluhan klien dari email dan harus berkordinasi ulang dengan pegawaiku.

Jariku tak henti-hentinya mengetuk meja kerja yang sudah dipenuhi sketsa, ada rasa senang juga lega saat kamera sudah berhasil dipasang pada rumahku. Kini aku bisa leluasa mengecek kondisi rumah tanpa harus pulang dan duduk pada ruang rahasia.

“Pak Pak Anto minta revisi lagi masalah budget.” Ucap Rini dari balik pintu dengan kepala yang muncul tiba-tiba.

“Kebiasaan kamu, ketuk dulu bisa kali” balas ku yang panik karena sedang fokus terhadap komputer yang menampilkan isi rumah dari kamera.

“maaf pak, soalnya di telepon terus” ucap Rini yang Aku tanggapi dengan anggukan dan isyarat untuk keluar.

Jantungku berdetak lebih cepat saat melihat Rini yang tiba-tiba saja masuk tanpa mengetuk pintu, untung saja layar komputer ini membelakangi pintu masuk jika tidak mungkin akan menjadi bahan obralan kantor satu hari penuh.

Aku pun mengecek email yang masuk dan menampilkan sebuah pesan revisi yang harus selesai hari ini, rasanya pening jika harus memaksakan revisi desain dihari yang sama.

Mataku terpaku pada garis yang kutarik dari kiri menuju kanan dan begitu terus hingga tak terasa langit sudah menghitam dan suasana kantor kian sepi. Hanya ada OB yang masih asik bermain game di sudut ruangan, tak ada kabar dari Istriku perihal jalan-jalan bersama anak-anakku.

Semua masih tampak normal hingga layar komputerku bergerak yang menandakan jika Istriku sudah pulang dan terlihat raut lelah dari kedua anakku, Aku mencoba memasang earphone pada kedua telinga dan mendengar apa yang dibicarakan antara istri dan anakku itu.

Pada sudut kanan bawah layar komputerku menunjukkan pukul sembilan malam dan pekerjaan ku belum kunjung usai, rasanya ingin sekali bergelung ria diatas ranjang dengan hangatnya tubuh Istriku saat ini. Tapi apakah daya saat email klienku masuk dan meminta request baru, ada rasa marah tapi itu semua menjadi resiko ku sebagai perencana.

Istriku mulai masuk kamar dan melepas semua pakaiannya, meski hampir memasuki kepala empat tapi aku tak bisa menyangkal jika tubuhnya masih kencang dengan payudara yang membusung. Terlihat istriku memainkan gawai diatas ranjang dengan tubuh yang masih telanjang itu, tak lama pesan masuk kedalam kolom chat ku.

‘Aku baru pulang sama anak-anak’

‘Iya, langsung istrihata ya. Aku kayaknya lembur yang’
balas ku yang hanya dibalas stiker berbentuk jempol.

Mataku kembali beralih pada layar komputer, terlihat Istriku sudah selesai mandi dengan memakai piyama dan duduk manis didepan meja rias. Aku kembali pada gambarku yang sebentar lagi akan rampung, namun fokus ku beralih saat kamera satu pada ruang tamu terlihat berubah.

Ternyata istriku sudah tidak ada didalam kamar rias dan sudah berjalan menuju ruang tamu, jantungku seketika berdetak lebih cepat dari biasanya dan mulai tak sabar apa yang akan terjadi selanjutnya. Tanpa kusadari pensil sudah terlepas dari genggaman dan mata yang menatap lurus pada setiap pixel layar komputer.

Ruangan sudah terututp sempurna saat dua kali suara besi yang menyentuh kayu dan jendela yang terutupi kain berwarna cokelat muda. Rasa haus segera mendera dan membuat aku duduk kembali pada meja kerja yang kini berganti menjadi meja pengintaianku.

Terlihat Istriku yang memakai piyama itu sudah berdiri tepat didepan pintu masuk, tangannya tampak mengikat kencang tali kearah belakang hingga kedua pantatnya semakin tercetak dengan jelas. Ada rasa sesal sesaat karena menaruh kamera yang tak bisa melihat istriku dari arah depan, tapi sudahlah mungkin menjadi tantangan baru untuk memperbanyak kamera.

Istriku hanya diam saat pintu terbuka dan menampilkan seoarng pria dengan kantung berwarna putih, siapa itu?

Karena merasa asing dengan pria dengan topi hitam dengan masker putih itu, rasa-rasanya Aku belum pernah melihat saudara Istriku dengan fisik seperti itu. Jantungku kian memacu lebih cepat dan tanpa disadari Aku sudah terlalu fokus dan tak mendengar jika ada suara ketukan pada ruanganku.

TOK..TOK..TOK…

‘Siapa lagi’

Aku melepaskan earphone dan berjalan kerah pintu, rasanya ingin memukul pria dengan senyum lebar itu.

“Asep?” ucap ku dengan menahan emosi

“Maaf Pak, bapak lembur?” tanya OB ku.

“Iya, ada apa?”

“Maaf pak, istri saya ternyata sakit. Kalo boleh saya ijin pulang kampung dulu.” Lanjutnya yang membuat Aku mengerti dan langsung menyetujui kepulangannya.

Tak lama aku kembali duduk diatas kursi dengan segelas air putih yang sudah terisi kembali, namun ruang tamu tamu tampak sudah kosong.

‘Sial’

Aku mengecek kamera dua hingga lima namun nihil, tak ada satupun ruang yang menampilkan sosok Istriku.

Kosong lebih tepatnya.

Aku memundurkan kursi hingga menyentuh dinding belakang, menaikkan pandangan hingga menataa palfond ruangan yang berawrna putih bersih. Lemas rasanya jika membayang Istriiku keluar dengan pakaian seperti itu.

“Masuk aja mas”

“suami mu lembur ya”

“iya, masuk mas”

Mata ku terbuka kembali dan terfokus pada Istriku yang sudah tersenyum nakal dengan piyama putihnya, Aku seperti lupa caranya bernapas saat pria asing itu mulai membuka topi dan masker putih sialannya.

“Pak Soni?”

BERSAMBUNG...
 
3 | MUNGKINKAH

Ada apa pria tua bajiangan itu bertamu saat sudah jam sepuluh malam atau urgensi apa yang membuat ketua RW itu datang jika hanya sekedar mengecek warganya. Wajahku memerah menahan emosi saat Istriku mempersilahkan masuk disaat Aku sedang tidak ada dirumah. Tapi ada rasa penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya dan ini tak bisa aku pungkiri.

Tanganku bergetar menahan rasa marah juga cemburu yang bersamaan, sensasi baru yang muncul begitu saja melihat Istriku dengan rambut basah menyambut pria tua yang sehari-hari berkutat disekitar komplek dengan senyum mesum nya itu.

Dan benar saja diantara telunjuk dan jari tengahnya terselip sebatang rokok yang aku taksis berjenis kretek dengan asap yang masih mengepul, perkiraanku benar jika saat itu istriku terkena asap rokok. Namun, apakah selama ini Istriku hanya bersandiwara mengenai asap rokok itu. Buktinya ia dengan santai mempersilahkan bahkan memberi asbak diatas meja.

Istriku terlihat berjalan kearah dapur dengan piyama yang lagi-lagi tak bisa membuat Aku fokus, pertemuan antar dua kain yang diikat memaksa payudara memberikan sebuah jepitan hingga terciptanya garis cantik yang siap untuk dilihat siapapun. Termasuk Pak Soni yang tak melepaskan pandangan terlebih pantat Istriku yang bergoyang mengikuti gerak langkahnya.

“Bangsat!, kenapa Aku jadi suka gini” ucapku dengan nada lepas.

Suasana kantor sudah sepi dan hanya ada suara jam dinding saat aku melepaskan earphone meski mata ini masih terpaku pada layar komputer.

Aku menatap sebuah figura disebelah kanan, satu tahun lalu dimana kami datang pada sebuah studio kecil dipusat kota. Apakah ini salah atau banar? Tanyaku pada foto yang memperlihatkan senyum manis anakku.

Jari-jariku saling menjait dengan angin yang tak memiliki pola sedang otakku yang terus bergerak membuat sebuah ruangan yang hanya berisikan Aku dan Elsa dengan senyum khasnya. Dia dengan gaun selutut sedang melihat kearahku sembari membawa bungkusan berwarna putih.

Putih?

Aku terbangun dari tidur yang datang sekejap, dengan cepat pandanganku kembali terarah pada layar komputer yang masih menyala.

“enak martabaknya Pak” ucap Elsa yang memakan martabak dengan piyama sialannya.

Kini posisi Pak Soni sudah duduk manis dengan kaki yang terangkat satu diatas pahanya sedangakan Istriku berada disisi kanan Pak Soni dan masih khusyuk menjilati tangan sisa saus dari martabak. Melihat itu penisku bangun tiba-tiba dan suasana ruangan menjadi panas.

“Enak ya saos nya?” tanya Pak Soni dengan diakhiri tawa pelan.

“Iya nih Pak, sampe Aku jilatin”

“Ouh, jadi pengen coba juga saus nya” ucap Pak Soni kembali.

Istriku tertawa dan mendorong piring berisikan martabak agar semakin dekat dengan Pak Seno.

“Tapi dari jari cantik kamu” ucap Pak Seno dengan senyum nakalnya.

‘Sialan’ batinku yang tak mengerti jika Pria tua itu memiliki selera humor recehan yang tak mungkin membuat Istriku tertarik, hingga.

“Bapak bisa aja, nih” balas Istriku mengangkat jari telunjuknya hingga tepat didepan muka Pak Soni.

Aku hanya bisa mengerutkan dahi dengan penis yang sudah menegang sempurna, rasanya seperti menonton sebuah film romansa yang sialnya adalah Istriku yang jadi pemeran ini. Mungkin ini yang dirasakan suami seorang artis wanita saat beradegan mesra dengan lawan main – entahlah yang ini memang agak berbeda.

Tanpa membuang kesempatan Pak Soni memajukan mulutnya hingga menyentuh ujung jari telunjuk Istriku, tersenyum sebentar sebelum membuka bibirnya yang tebal.

‘hap’

Tak ada suara yang terdengar hanya gerakan pelan seperti menjilati permen yang Aku saksikan dari anakku. Jilatan itu sangat pelan hingga perlahan Istriku bergerak gelisah, terlihat dari kakinya yang semula rapat kini mulai terbuka. Jilatan itu kian panas saat tangan yang penuh dengan keriput itu diletakan pada lutut Istriku yang tak tertutup kain.

Masih belum ada suara apapun, mungkin kamera yang kupasang tak mampu mengambil suara desahan sekecil itu, entahl imajinasi ku sudah bermain termasuk suara yang tak terdengar pada telingaku.

Mata Pak Seno tak kunjung lepas memperhatikan istriku meski mulutanya sudah terlepas dari jari Istriku. Namun, posisi kali ini terbalik saat Istriku memegang tangan Pak Soni.

“Aku mau coba saos juga pak.” Ucap Istriku yang langsung mengangkat tangan Pak Soni dan menarik jari telunjuknya.

Dengan bibir yang digigit Istriku diam dan seperti meminta izin pada Pak Soni untuk memperbolehkannya mengemut jari Pak Soni.

“Emut aja shhhh” Ucap Pak Soni dengan suara yang sudah bergetar, sedang Aku masih berusaha menormalkan urat yang menegang diantar dahiku.

Tanpa lama Istriku melahap jari keriput Pak Soni yang aku tebak berbau rokok yang tebal, tapi aku tak menyangka jika Istriku terlihat menikmati bahkan terlalu menghayati dengan tak melepaskan sedetikpun.

“Mmhhhh enak Mba Elsaaaa” desis Pak Soni yang gelagapan saat lumatan Istriku berubah menjadi sedotan dan aku yakin jika terus begini akan keraha yang lebih dalam.

“Ahhhhhh” Istriku melepaskan jari Pak Soni dan tersenyum nakal hingga giginya terlihat semua.

Namun, jari itu tak segera kembali – istriku terlihat mengangkat jari itu dan mengarhakan agar terus bergerak ke arah bawah dan berakhir pada sela-sela jepitan payudaranya.

“Mbaaaa” ucap Pak Soni dengan nada tak percaya.

“Hehe, jarang-jarang loh Pak biasanya bapak liatin aku aja waktu rapat.”

“Uhhhh” desah Pak Soni saat jarinya masuk dengan mulus pada jepitan payudara molek Istriku yang tiap hari aku remas itu.

“Enak gak pak?”

Pak Soni menganggukan kepalanya berkali-kali seperti menahan nafsunya dan ditambah tangan kirinya yang berusaha membenarkan celana katun nya yang Aku duga sudah menggelembung menahan untuk segera dilepas.

Jeri itu bergerak naik-turun dengan tempo pelan dengan pelumas dari air liur istriku. Kaki dari istriku pun bergerak hingga piyama yang sejak tadi menutupinya mulai melonggar dengan tali yang tak lagi kencang mengikat. Pak soni mendekatakan posisi duduknya tanpa menarik telunjuknya dari belahan payudara Istriku.

“Anak-anak sudah tidur?” tanya nya dengan jarak yang semakin dekat.

“Sudah pak”

Katua RW itu berdiri dan berpindah menuju samping istriku. Yang membuat aku terheran-heran adalah respon Istrikku yang tak berpindah dan cenderung diam.

“Memang suami mu lagi sibuk-sibuknya?” lanjut Pak Soni setelah berada disisi Istriku yang hanya diam

“Sibuk banget pak” balas Istriku yang mebuat bibir ini rasanya ingin tertawa lebar.

“Tapi masa secantik ini di anggurin aja, kalo ada yang gigit gimana?” goda Pak Soni yang mulai bergerak mengelus rambut istriku yang jatuh di depan dada.

“gigit aja kalo gak takut ketahuan” tantang Istriku yang membusungkan dadanya hingga tak sengaja menyentuh punggung tangan Pak Soni.

Pak Soni kembali tertawa dan memundurkan tubuhnya hingga istriku ikut terabawa karena rambutnya tertarik, rasanya hilang sudah wibawa seorang istri arsitek yang terkenal diseluruh komplek. Saat ini aku melihat seorang jalang dengan semua tipu muslihat selama ini - ada rasa lega saat firasatku ternyata benar adanya.

“Ajarin bapak dong” pinta Pak Soni yang tersenyum.

Istrikku menarik tangan Pak Soni dari rambutnya dan meletakkan diatas paha mulusnya.

“Bapak nih merendah, Ibu aja cerita ke Elsa kalo tiap malam kelojotan digigit sama Bapak” Canda Istriku yang menikmati obrolan mesum ini.

Pak Soni tak menjawab, pria itu mengambil kedua lengan Istriku yang dihiasi cincin perkawainanku, melihatnya lama dan terlihat seperti seorang peramal yang sedang membaca tangan namun kali ini seperti orang bajingan yang tanpa malu bercinta dirumah wanita yang masih berkeluarga.

“bagus banget ya, tadi Aku emut juga manis banget”

“mmhhh shhhh” desah istriku saat Pak Soni kembali memasukkan jarinya kedalam mulut, berbeda dengan sebelumnya kali ini pria itu mencoba memasukkan kelima jari istriku.

“enak hmm?”

“iyaa Pakk shhh”

Aku memilih melepaskan earphone karena sudah tak tahan mendengar desahan demi desahan yang terus berlanjut, sedang penisku sudah menegang dan meminta untuk dilepaskan. Kini posisi ku sudah bersandar sepenuhnya dengan tangan menggenggam penis yang sudah menegang, persetan dengan etika kini Aku hanya merasa puas dan marah yang membentuk sensasi luar biasa.

Rasanya belum siap untuk mendengarkan desahan Elsa bersama pria lain-saat ini hanya gerakan yang aku lihat terutama gerakan tangan Pak Seno yang semakin nakal karena sudah memeluk istriku dan menatapnya dalam.

Tanpa gerakan bibir Pak Seno memajukan wajahnya hingga tersisia beberapa centi saja dari istriku, tangan hitam Pak Seno sudah mengusap pelan punggung Elsa. Dalam satu terikan tali pada piyama istriku terlpeas dan kini terlihat lah sudah tubuh istriku yang tak tertutupi apapun.

Aku memasang kembali earphone dan sudah dipenuhi oleh nafsu yang akan meledak kapanpun.

“Cantik banget” rayu Pak Seno yang membuat istriku kelimpungan dengan tubuh yang semakin dekat. Aku tak dapat membayangkan mulut Pak Seno yang bau asap rokok kini baradu napas dengan wajah cantik istrikku.

“mmmmhh” Pak Seno mengambil ciuman peratama yang disambut oleh Istriku, lidah pria tua itu merangek masuk hingga beberapa kali istriku menepuk bahu nya.

Erangan keduanya lagi-lagi memnuhi pendengranku yang sudah tak tahan untuk segera dipuaskan. Tangan ini bergerak mengurut perlahan seiring ciuman istri ku yang semakin cepat dan saat ini aku seperti seorang suami gila yang menikmati kehormatan fana.

Pak Seno mulai meremas payudara Istriku yang sudah mengacung dan meminta untuk segera diremas, terlihat kontras saat kulit putih Elsa menempel dengan hitamnya tangan pria tua itu.

“gemes banget liat susu kamu, sayang ya suaminya malah dianggurin” remas Pak Seno semakin membuat Istriku kelojotan dengan mulut yang tak berhenti mendesah.

Mendengar hinaan itu tak membuat ku marah sebaliknya rasa itu bertumbuh dan kocokan pada penisku kian kencang saat kata kotor itu keluar dari mulut Pak Seno.

“shhh terus pak mmhhh”

“shhhh di emut ya sayang”

“emut aja pask shhhhh”

Plup…. Pak Seno melahap putih Istriku dengan kepal yang mendongak.

“Hehehe” tawa Pak Seno tanpa melepasakan mulutnya membuat Istriku tertawa dan membaringkan tubuhnya. Saat ini istriku sudah terlentang dengan Pak Seno yang menjilati kedua payudaranya bergantian.

“lepas dulu pak baju nya”

“mhhhh jilat pak terus sshhhh”

Suara desahan memenuhi ruangan yang semula hanya sekedar ruang tamu, tak pernah terbayangkan ruangan itu menjadi saksi panasnya Istriku yang dijamah oleh Pak Seno.

“stop pak sshhhh udah mau ahhhh”

Ucap Istriku menahan kepala Pak Seno yang sudah berada di depan vagina nya - tapi pria itu tak mendengarkan dan dengan tenaga yang berbanding jauh lidahnya sudah masuk kedalam vagina Istriku yang mulus tanpa bulu itu.

“AHHHHHH” teriak istriku yang membuat ku khawatir jika anakku akan keluar setelah mendengar jeritan itu.

“uhhh wangi banget memeknya mhhh” ucap Pak Seno saat mengambil napas sebelum kembali menjilati vagina Istriku tanpa ampun.

Aku semakin kencang mengocok penisku saat desahan istriku semakin kencang memenuhi pendengaran ku.

‘hebat sekali pria itu’ puji ku tanpa sadar saat Istriku mengejang dengan kedua tangan yang mengepal.

Pipi ku terasa panas dengan telinga yang berdenging saat adrenalin yang begitu besar mengalir begitu saja - terpaksa Aku melepaskan kedua earphone dan mempercepat gerakan tanganku. Hingga tak samapi tiga menit sperma ku menyembur dan mengenai layar komputer.

“ANJINGGG ENAKK” Teriak ku saat merasa beban yang sejak tadi kutahan lepas begitu saja.

Hanya ada satu pikiran yang terlintas untuk segera pulang, persetan dengan pekerjaan yang harus aku selesaikan. Aku merapihkan meja dan memilih untuk pulang tanpa diketahui Istriku yang mungkin sudah terlalu jauh dalam permainannya bersama Pak Soni.

Tapi, ini adalah pekerjaan pertama yang kemungkinan akan menjadi besar jika diselasaikan tapat waktu. Pikiranku bercabang dan bingung harus bertindak seperti apa, kini Istriku sedang mengejang hebat dengan kepala Pak Soni yang masih berada diselangkannya.

Namun, keduanya tiba-tiba bergerak dan langsung memakai kembali pakaian yang sedari tadi sudah berserakan dilantai dan meja ruang tamu. Aku mengerutkan dahi dan berusaha fokus dan menaikkan kembali resleting celanaku.

Pintu Anak kedua ku terbuka dan benar saja jika ia terbangun saat istriku berteriak kencang. Kali ini dewi keberuntungan berpihak padaku saat tak siap jika melihat Istriku akan dimasuki kontol kakek tua yang sudah menegang sejak tadi.

“salim dulu sama kakek nak”

Ada rasa sakit yang tiba-tiba menyentil hatiku saat melihat anak dengan muka polos sehabis tidur itu datang dengan langkah kecilnya langsung mengambil tangan Pak Soni yang tadi menjamah istriku. Rasanya tak tega melihat kejadian itu dan dengan cepat Aku menutup aplikasi cctv ku dan berusaha fokus pada pekerjaan ku.

Melewati malam ditengah kesendirianku dan mencoba melepaskan diri dari jerat masa lalu yang kelam. Entahlah saat ini garis-garis gambar lebih menarik dari pada rasa penasaran tentang apa yang diperbuat Istriku dengan pria lain.

Suara jam juga air dari aquarium menemaniku mengisi waktu yang hilang diantara jutaan orang yang beristrihat. Rasanya tidur hanya menjadi ramuan pelupa sementara yang menjadi obat sementara tapi tidak dengan ingtan sakit tentang masa lalu yang kini akan datang kembali.

BERSAMBUNG...


 
Terakhir diubah:
Istrinya ada bakat binal. Suami nya ada bakat bodoh. Klo dibiarin bakal makin berani istrinya, siap2 sang suami jadi bulan bulanan hahahaha
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd