kurdi
Semprot Kecil
- Daftar
- 10 Jan 2011
- Post
- 51
- Like diterima
- 1.484
Aku duduk sendiri di taman kota. Sambil menghisap sebatang rokok yang sebenarnya sudah jarang kulakukan. Namun sepertinya, hari ini aku membutuhkan sedikit ketidak teraturan. Udara sekitar terasa sejuk.. ada banyak muda mudi sedang bercengkerama. Ada yang berkelompok, ada juga yang hanya berdua... menikmati masa-masa muda dengan cara mereka masing-masing.
Melihat orang-orang sibuk selalu bisa menjernihkan pikiran. Seolah-olah aku memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan. Terutama saat ini, aku sedang kalut, ingin marah atau senang, atau bimbang, aku bahkan gagal mendeskripsikan perasaanku sendiri. Bingung... apa yang harus aku lakukan kedepan, esok hari?
Usiaku tiga puluh tahun besok. Ada sebuah janji yang kubuat untuk diriku sendiri, saat aku berusia tiga puluh. Sebuah janji yang kuucapkan ke makam mamak dan bapak. Sebuah janji yang kubuat sepuluh tahun lalu, saat aku berusia dua puluh... sejujurnya, apakah aku siap mengakhiri masa-masa sepuluh tahun belakangan. Sungguh aku sudah menjadi manusia yang berbeda.
12 Tahun sebelumnya...
Usiaku 18. Namaku, Arman. Hanya satu kata, entah mengapa orang tuaku menamaiku hanya dengan satu kata, membuatku sulit membuat akun di internet, baik itu email.. atau facebook.. dimasa itu hanya facebook media sosial yang terkenal.
Kehidupanku kala itu cukup nyaman, aku dan orang tuaku tinggal di sebuah desa transmigrasi yang tidak terlalu jauh dari kota. Walau desa, namun kami tidak tertinggal dan udik, karena listrik sudah sepenuhnya mengaliri desa dan sinyal internet tak susah di cari (hanya dengan paket seluler).
Bapak adalah toke sawit, yang membeli panen sawit dari warga dan menjual langsung ke pabrik. Mamak tidak bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga, walau demikian mamak adalah akuntan yang handal. Mamak adalah penanggungjawab keuangan semua usaha bapak. Oh ya, selain menjadi toke sawit, Bapak juga punya kebun sawit sekitar 14 hektar. Sedangkan aku adalah anak tunggal yang sebentar lagi tamat SMA. Terbayang betapa enaknya jadi diriku.. sebentar lagi aku akan pergi merantau ke kota untuk kuliah... seharusnya begitu.
Kejadian nahas terjadi seminggu sebelum aku melaksanakan ujian nasional. Bapak dan mamak yang sedang dalam perjalanan pulang dari kota untuk menghadiri acara pernikahan kerabat dekat mereka mengalami kecelakaan. Ada 5 orang di dalam mobil tersebut... bapak, mamak, dan satu keluarga tetangga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
Mamak, seorang ayah, dan seorang ibu meninggal dunia saat itu. Ayah terluka parah dan seorang anak berusia delapan tahun luka ringan.. namun tidak terbayang betapa nahas hidupnya menjadi yatim piatu hanya dalam semalam.
Aku yang terkena imbas menjadi uring-uringan saat ujian. Ayah di rawat di rumah sakit dan aku sering bolak-balik ke kota untuk menjenguknya. Semua kejadian menjadi kacau. Aku hanyalah seorang anak yang terbiasa dimanjakan, tidak siap menerima semua kejadian ini. Akhirnya... aku tidak lulus. Yah... ujian sekolah bisa dibantu dan semua guru mengerti kondisiku. Namun ujian nasional tidak bisa dikondisikan, dan saat itu ujian nasional merupakan syarat kelulusan.
Masa itu memang berat.. sangat berat. Setelah kematian mamak dan ketidak lulusanku, aku harus mengurus bapak bolak-balik rumah sakit untuk melakukan check up rutin. Sembari menunggu ujian paket C di tahun depan. Bisnis bapak hancur total.. bapak tak lagi menjadi toke sawit, 3 buah mobil truck miliknya dijual. Kini hanya bergantung pada kebun sawit. Itupun seharusnya lumayan, namun pegawai bapak yang tanpa di awasi ketat malah banyak main belakang... akibatnya produksi turun dan terkadang rugi uang perawatan kebun saja.
Aku tidak mengerti, mengapa orang-orang jahat kepada kami. Padahal semasa jayanya bapak selalu membantu mereka, tidak pernah mengatakan tidak saat mereka meminjam uang, dan selalu membantu desa dengan memberikan banyak sumbangan suka-rela untuk kegiatan-kegiatan masyarakat. Apapun itu... bagitulah kenyataannya.
Dengan sangat terpaksa, atas saran dari salah satu adik bapak yang tinggal di kota dan juga sering menjenguk bapak saat di rumah sakit, kami menjual semua harta kami di desa dan pindah ke kota. Agar bapak mudah ke rumah sakit.. bisnispun di alihkan dan bapak mulai berinvestasi di bidang properti bersama dengan Om Juri, adik bapak yang tinggal di kota.
Semua menjadi kenangan pahit.. namun ada satu kenangan yang entah manis entah pahit yang kuingat. Yang menjadi penempah diriku untuk lebih berani, atau nekat, atau nakal.. entah apa namanya, kejadian itu terjadi 9 bulan setelah kematian mamak. Saat bapak harus rawat inap di rumah sakit, dan aku menemaninya. 1 bulan setelah kami pindah ke kota.
Malam itu sudah pukul 2 dini hari, aku yang tertidur di sofa sembari menemani bapak merasa sangat haus, maka aku keluar kamar dan menyusuri lorong untuk membeli minum di kantin bawah.. mungkin dengan sedikit cemilan. Bapak berada di kamar VVIP, jadi tidak terlalu ramai disini, hanya ada beberpa suster yang berjaga di meja resepsionis depan, letaknya pun berada di lantai 6.
Saat melintasi lorong yang sepi, aku mendengar ada suara aneh dari dalam ruang yang bertuliskan ”dilarang masuk! khusus pegawai” seperti suara setengah mendesah dan setengah mencegah dari seorang perempuan. Perasaanku antara kaget dan takut.. jadi aku mendengarkan lagi dengan seksama.
“ummh.. jangan jer nanti didenger ahhh anjing kau ya”
Disusul suara pria yang separuh berbisik “diem makanya bentar aja”
Kemudian suara desahan itu samar-samar terdengar lagi secara berulang-ulang.
Kini hanya rasa penasaran yang hinggap di otakku. Jantungku berdegup kencang... suasana dini hari yang senyap membuatku berani secara perlahan membuka pintu dan mengintip ke arah sumber suara di balik lemari perabotan. Aku mengambil handphoneku dan segera mencoba mengarahkan kamera, sementara aku hanya melihat lewat layar handphone.
Sorang lelaki yang sepertinya mengenakan seragam OB saat itu sedang berdiri menghimpit seorang perempuan berseragam perawat. Mereka berdiri sangat rapat dan saling beradu cumbu. Mataku terbelalak, memperhatikan dengan seksama.. semua indraku seakan hidup!
Tangan lelaki itu yang satu memegang tangan si perempuan, posisinya saling menggengam dan meluas merapat ke tembok. Bibir mereka menyatu dan lelaki itu sangat beringas seakan ia melumat bibir perempuan itu untuk memakannya. Tangan satunya menaikkan rok perempuan tersebut sampai ke pangkal pinggang dan terlihatlah celana dalam berwarna putih milik si suster. Lelaki itu menggesek-gesekkan kelamin mereka yang masih terbalut kain masing-masing.
Tak lama setelah itu tangan si pria beralih meremas dada suster itu dengan dengan sangat keras.. meremas-remas sebentar dari luar seragam, kemudian mulai merayap masuk melalui bawah seragam... tangan suster tersebut beralih melingkar ke leher sang pria sambil terpejam menikmati remasan pada payudaranya. Sementara selangkangan mereka masih saling bergesekan.
Tangan lain pria tersebut mulai mengangkat satu kaki suster itu dan memosisikan kakinya agar melingkar ke pinggang si pria. Gesekan mereka terlihat makin cepat dan makin menggila. Tangan sang suster pun tidak tinggal diam, dia langsung melepaskan kancing celana dan membuka resleting pria tersebut.. terlihat kemaluan pria yang sudah sangat tegang dan terus menggesek dari luar celana dalam si suster.
Sambil terus menerima gesekan dari si pria, dengan dada yang terus di remas kanan dan kiri secara bergantian, dan mulut yang masih saling cumbu, suster tersebut menggeser sedikit posisi celana dalamnya sehingga terlihatlah kemaluan berbulu tipis di balik celana dalam itu. Kini kelamin mereka saling gesek secara langsung tanpa terhalang seutas benangpun.
Bless... “ummmmhhh” kata si suster sambil melotot dan melihat keatas menuju langit langit.. genjotan dari si pria tidak mereda sedikitpun dan mulai menyodokan keluar masuk penisnya ke arah kemaluan si suster. Kemudian secara tidak sengaja si suster melihat ke arah handphoneku yang terselip di antara lemari kain dan obat-obatan. Aku terkaget karena ia melihat lurus ke arah kamera.
Cepat kutarik tanganku dan memasukkan hp ke kantong. Dengan cepat namun hati-hati tanpa mengeluarkan suara aku keluar ruangan itu dan berjalan menuju lift untuk turun. Jantungku berdegup sangat kencang karena takut ketahuan, namun dibalik itu.. urat kemaluanku juga bedegup cenat-cenut tidak tertahankan di balik celana levis ketat ini. “WHAT THE FUCK IS THAT!” dalam hatiku berteriak.
Sesampainya di kantin aku membeli sebotol air mineral dan langsung meminumnya. Sambil melihat ke arah sekeliling jika saja ada wajah suster dan OB yang tadi aku lihat di lantai 6. Kantin masih ramai oleh para saudara yang menemani pasien rawat inap. Aku duduk sejenak menenangkan diri. Rasanya agak takut kembali ke atas, takut jika berpapasan dengan dua orang itu.. tampang apa yang perlu kupasang. Aku yakin mereka tidak melihatku, terutama si pria, namun aku tidak bisa pastikan dengan si suster.. karena lemari tempatku berlindung tidak sepenuhnya tertutup. Masih ada celah diantara barang barang yang ada di rak penyimpanan. Jika tidak wajah, mungkin ia mengenali warna pakaianku? Sial.
Sepuluh menit setelah aku menenangkan diri, aku kembali ke atas menggunakan lift. Sesampainya di lorong lantai 6 aku melihat meja resepsionis yang kosong. Lorongpun masih terlihat sepi tidak ada satupun orang yang melintas. Aku berjalan dengan cepat menuju kamar bapak. Tidak sekalipun aku menoleh saat melintasi ruang staff tempat kejadian tadi berlangsung.
Aku masuk kamar sambil menghela nafas lega. Kututup pintu dengan perasaan aman, setidaknya aku aman disini. Aku memperhatikan sekitar kamar yang remang, hanya lampu tidur di dekat ranjang bapak yang menyala. Aku berjalan menuju sofa tempat aku tadi tiduran. Namun secara tiba-tiba ada yang menggenggam pergelangan tanganku.
Aku tersentak dan langsung menoleh.. kulihat wajah suster yang tadi bercumbu di ruang staff. Wajahnya sangat dekat denganku. Aku hampir mengeluarkan suara kaget namun jari telunjuknya sigap menempel di bibirku menandakan untuk tidak berisik. “Sssst..” katanya.
Kuperhatikan wajahnya.. lumayan cantik, kulitnya putih dan usianya sekitar akhir 20 atau awal 30-an. Bibirnya berwarna merah muda dan matanya hitam pekat... kedekatan wajah kami membuat remangnya sinar tidak menghalangiku untuk meneliti wajahnya dengan sangat detil. Tingginya hampir sama denganku, sedikit lebih pendek.. tinggiku sekitar 170cm, mungkin tingginya 167cm-an.
Jari telunjuknya mulai diturunkan dari bibirku dan mulai menuju daguku. Ia memanggut daguku dengan ibu jari dan telunjuknya dan didekatkannya ke bibirnya. Jantungku berdegup kencang, namun aku tak mampu bergerak atau berkata-kata. Bibir kami sudah sangat dekat.. kemudian ia membuka mulutnya dan menyulurkan lidahnya.. di jilatnya daguku naik terus menjuju bibirku yang gemetar. Fyi.. ini pertama kalianya aku memiliki interaksi seksual dengan perempuan. Aku tak pernah memiliki pacar apalagi sampai sejauh ini.
Dadaku berdegup kencang, darahku naik sampai ke ubun-ubun... aku tak sanggup lagi. Langsung saja ku jilat balik lidahnya.. kuhisap-hisap.. sensainya luar biasa. Aku pegang kedua lehernya dari belakang dan kudorong makin masuk lidahnya ke dalam mulutku. Kulahap ia sama seperti kejadian yang kurekam tadi. Aku cium dan jilat seluruh bagian wajahnya. Ke hidung, pipi, telinga, leher... kemudian kembali ke bibirnya... ia membuka lebar mulutnya membuat kami saling beradu lidah.. saling menyedot nafas satu sama lain.
Sluurrppp, mucchhh, mchhhh.... suara beradu hisap antar mulut kami terdengar jelas. Kemudian aku mundur kebelakang dan terduduk di sofa. Wajah kami terpisah sejenak. Aku peratikan bapak masih tertidur di ranjangnya. Aman.
Suster tadi naik ke atas pangkuanku.. kami dalam posisi saling menghadap. Tanganku dibimbingnya untuk masuk ke dalam roknya, tangan kananku bergerilya di paha kiri bagian dalam... sambil ia kembali menciumku dengan ganas, dan aku balas tidak kalah ganas. Tanganku terus masuk dan mengusap pahanya.. terus menuju pangkal paha.. kemudian aku rasakan daging lembut dengan sedikit bulu halus di jemari tanganku. Tidak ada celana dalam!
Sambil terus berpangutan, aku mengelus elus bagian terdalam kewanitaannya.. aku usap dan usap.. kemudian sedikit aku remas dengan gemas.. jemariku kuselipkan di bagian belahan kemaluannya dan terus kuusap usap dengan ritme yang semakin cepat. Kesadaranku sudah jauh entah kemana.. kemudian aku terbangun.
Aku terbangun di sofa. Keadaan sudah terik, tirai kamar sudah dibuka dan bapak tak ada di ranjangnya. Ternyata ia sedang mandi. Cepat aku mencari botol air mineral yang aku beli semalam, tidak ada. Aku mengambil ponsel di kantong celanaku, aku periksa gallery di bagian video.. tidak ada. Tidak ada rekaman apapun semalam.
Hari itu kami pulang. Bapak sudah terlihat lebih sehat... malah aku yang pulang dengan kondisi mental tidak stabil. Apakah semalam hanya mimpi? Aku mimpi basah di saat seperti itu? Yah.. memang ada bercak air mani yang mengering.. jelas aku melepaskannya semalam. Namun apakah hanya mimpi? Semua itu terasa begitu nyata. Belum pernah aku merasakan mimpi macam itu sebelumnya.
Hari itu aku pulang dengan segala kebingungan, sepanjang jalan dari kamar bapak hingga ke lobby bawah aku memperhatikan sekeliling.. tidak terlihat wajah suster itu. Sampai akhirnya kami sampai di rumah.. hanya menyisakan pertanyaan kentang.. apa yang terjadi? Apakah aku mulai gila?
Terakhir diubah: