Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PETUALANGAN BUDI

Bila kalian masuk ke Budi Universe, Pilih 2 orang yang yang jadi teman hidup

  • Amelia

  • Rara

  • Anisa

  • Hana

  • Mirna

  • Yohana

  • Aulia

  • Siti

  • Atun


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Status
Please reply by conversation.
Baru saja selesai membaca cerbung ini (sampai chapter di atas)
UEDANNN.... ini ternyata THE BEST !!!
Ide cerita yg sebenernya biasa, seputar dunia kampus, tapi dikemas dalam alur cerita yang maju mundur,
penyampaian bahasa yg lugas tapi menarik dengan tata bahasa yg tertata tapi tidak kaku.
Harus ditongkrongin tiap apdetnya ini.
Satu lagi, ID TS berkwalitas ini akan saya nantikan karya2 nya di saat mendatang.
:thumbup:thumbup:thumbup:thumbup:thumbup
 
episode mungkin 7 atau 8

“Kok masih pakai seragam, sayang?” Tanya Yohana kepada Anak Bungsunya. Yohana baru pulang dan langsung membuat teh untuk menenangkan perasaannya yang masih ambur-adul.

“Ica juga baru pulang ma, habis dari rumah Andin.” Jawab Monika yang sibuk mengoles roti dengan selai kacang kesukaannya.

“Kamu baru makan?”

“tadi udah sih di rumah Andin, tapi laper lagi.” Monika lalu mendekati mamanya dan mencium pipi mamanya. “ Mama hari ini tumben cepat pulang,” tanya Monika.

“Tugas mama sudah selesai semua,” Bohong. Yohana hanya ingin segera pergi dari ruangannya yang membuat dirinya sesak setalah Budi menyatakan perasaannya. “Gimana udah nentuin mau kuliah di mana?” Tanya Yohana.

“Boleh Ica ngambil Statistika di kampus mama? Icha janji gak akan pakai nama mama. Gak akan pergunakan fasilitas bahwa mama ica sekertaris jurusan di sana.” Pinta Ica.

“Ica gak usah yakinin mama, Mama selalu percaya dengan kemampuan anak mama. Asal kamu suka dan tertarik mama gak akan keberatan,”

“Yesss!” Monika kembali mendekati mamanya dan mencium pipinya. “Sayang banget sama mama.” Kata Monika lalu kembali duduk di meja makan. “oh Ya, icha lupa bilang, papa tadi pergi ke supermarket buat belanja,” Lanjut Ica.

Yohana tersenyum. Dia dan suaminya sama sama dosen namun mengajar di kampus yang berbeda. Suaminya adalah suami yang pengertian dan banyak membantunya bahkan dalam urusan dapur.

“Andai monika besar nanti monika akan mencari pria seperti papa dan monika akan mencoba menjadi seperti mama. Kalian berdua romantis, kompak, ica dan Mbak vivi selalu merasa bangga punya orang tua kayak mama dan papa.” Puji Monika.

“kamu gak lagi ingin dibelikan sesuatu kan?”

“mama! Ica serius,” jawab icha.

“Kirain,”

“Ponsel ica kayaknya harus diganti yang baru deh ma,”

“Yeeeee…. Ada maunya kan.”

“Hihihi tapu benar kok ma, terima kasih sudah jadi orang tua yang baik buat icha,”

Yohana menteskan air mata. Lalu teringat dosanya dengan Budi

******************************​

“Mau kemana lo?” Amelia menarik tangan Anisa.

“Ketemu Budi,” kata Anisa bingung melihat Amelia yang seolah takut dirinya kemana. Padahal mereka sedang duduk di gazebo, budi juga sedang duduk di gazebo yang berjarak gak lebih dari 10 meter.

“Lo jangan kemana mana di sini aja,”

Rara dan Hana bingung melihat obrolan Amelia dan Anisa yang tampak Aneh.

“Lo kenapa sih Mel, aneh banget,” kata Anisa.

“Bisa ga nurut gua sekali ini saja, jangan kemana mana,” kata Amelia.

“Mel, lo kenapa sih?” Rara ikut bingung.

“Nis, Nisa. Di sini aja ya,” kata Amelia.

“Lo aneh, gua ada urusan penting dengan Budi jadi tolong jangan becanda deh di saat begini,” Anisa lalu pergi meninggalkan Amelia dan pergi menemui Budi.

“Mel? Lo kenapa? Apa yang lo takutin.” Tanya Hana.

Amelia hanya diam, ancaman Budi kemarin membuatnya tidak bisa tidur. Entah ancaman itu bercanda atau serius tapi wajah Budi saat bicara itu seolah benar-benar ingin melakukan apa yang dia katakana. Yaitu membunuhnya.

“Budi” Sapa Anisa.

“Hei Nis,” jawab Budi.

“Hmm… waw ada apa ini? Jangan jangan Budi kamu…” Farhan kaget melihat kawannya di sapa oleh Anisa.

“Han, jangan becanda deh. Anisa mau mesen bunga di toko lo buat kakaknya,” Jelas Budi.

“Ooooo.. Maaf maaf,”

“Ini ownernya langsung Nis, duduk Nis jangan berdiri aja,”

“Oke,”

“Jadi bagaimana Anisa?” Tanya Farhan.

“Boleh gak gua ikut nganter bunganya, bareng lo Bud. Maksud gua kalau lo aja yang anter, seperti kata lo kemarin akan lebih baik gua ngomong langsung ke kakak gua tapi kalau gua sendiri yang kesana gua takut gak bisa ngomong sama sekali,” Jelas Anisa.

“Semua permintaan konsumen bisa kami laksanakan,” Jawab Farhan. “Lo bisa kan Budi?” Tanya Farhan.

“Gua mah ngikut bos aja dong. Lo suruh gua ngasih bunga sambil kayang juga gua lakuin Han,” canda Budi.

Anisa tersenyum.

“Gini dong karyawan loyal, besok tugas Prof Adi juga kasih lihat jawabannya ke gua ya,” kata Farhan.

“Boleh tapi dihitung uang lembur ya, 100% dari gaji dah,” Balas Budi.

“Ajigile, bangkrut toko gua,” lanjut Farhan. “Jadi kapan mau dianter?”

“Nanti sore habis kuliah bisa?” Tanya Anisa.

“Bisa, gua pesenin sekarang. Lo bisa kan bud?”

“Bisa bisa,”

“Oke deh, deal” lanjut farhan.

“Makasih buat kalian berdua. Kalian berdua lucu juga ya,” Puji Anisa. “kalian gak ada hubungan kan?” Tanya Anisa.

“Hubungan? Gay maksud lo?” Tanya Farhan, Anisa mengangguk. “Ya gak lah Nis, andaikan gay juga gua milih milih juga dong,”

“Milihnya yang kayak gua,” balas Budi.

Anisa kembali tertawa. Amelia yang memperhatikan dari jauh khawatir, Dia takut Anisa terbawa oleh omongan Budi. Budi banyak menyembunyikan sesuatu yang orang orang tidak tahu.

********************************​

“Stop di depan Bud,” perintah Anisa. “Oke sudah sampai,” Lanjutnya.

“Bener di sini Nis?” Tanya Budi. Budi cukup familiar dengan rumah yang dituju Anisa.

“Ya bener” Anisa tampak gugup. Beberapa kali ia menghela nafas dengan berat mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak sangat keras. “Nanti gua harus ngomong apa Ya bud,” Tanya Anisa.

Budi tidak fokus, dia sedang memastikan rumah yang dia tuju adalah rumah yang pernah ia datangi.

“Bud?” Panggil Anisa.

“Yah, maaf maaf. Ngeliat lo gugup, gua jadi ikutan gugup Nis,” Budi ngeles.

“Lo duluan ya, habis itu gua nyusul di belakang,” Perintah Anisa. Budi mengangguk.

Budi lalu turun dari mobil dan mengambil bunga di mobil bagian belakang. Dia lalu memberi aba aba kepada Anisa agar mengikutinya, tapi Anisa tampak tetap diam di dalam mobil. Budi lalu memencet bel, tak lama kemudian Aulia keluar dari rumah.

“Ada yang bisa saya bantu, Mas?” kata Aulia bingung melihat ada kurir membawa bunga yang cukup besar. Seingatnya dia tidak memesan bunga apapun.

“Anu.. bu, Eh,” Budi malah panik.

“Budi?” Aulia mengenali orang yang membawa bunga.

“Ya bu,”

“Ternyata kamu, ini bunga buat siapa?” Aulia bingung. Seingatnya dia tidak pernah memesan bunga. Apalagi menyuruh Mirna untuk mengirim Budi ke rumahnya. Ia masih belum yakin dengan keputusannya itu.

“Anu bu, eh.. ada Anisa,” kata Budi berbicara ngawur.

“Anisa? Kamu kenal Anisa adik ibuk?”

“Adik?” Budi malah tambah bingung.

“Nis, tolong keluar dong,” kata Budi mencari bantuan. Anisa lalu keluar dari mobil.

“Mbak,”

“Anisa? Kok kamu bisa sama budi?”

Situasi itu membingungkan semua orang.

“Mbak kenal Budi?” Tanya Anisa.

“Kamu kenal Bu Aulia?” Tanya Budi.

Kebingungan itu membuat suasana menjadi lebih santai. Akhirnya Anisa mengucapkan permintaan maafnya kepada Aulia dengan lancar, ternyata tidak seberat yang dia duga, mungkin karena kebingunan yang terjadi antara mereka semua. Mereka saling memperkenalkan diri satu sama lain.

Aulia kaget sekali saat tahu bahwa Budi adalah teman kuliah Adiknya. Padahal minggu lalu, ia meminta Mirna untuk dikenalkan dengan Budi yang mungkin bisa menjadi kekasih gelapnya. Situasi ini membuat Aulia mempertimbangkan lagi apakah dia akan mencari kesenangan lain dengan orang yang lebih muda.

Mereka mengobrol di sofa ruang tengah sambil meminum teh hangat gua memaniskan suasana.

“Bisa-bisanya ya kalian teman sekelas,” kata Aulia.

“Sebenarnya kami gak terlalu akrab, tapi saat Anisa tau Budi kerja di toko bunga, Anisa langsung minta bantuan Budi,” kata Anisa.

“Jadi siapa yang lebih pinter?” Goda Aulia.

“Jelas Anisa lebih pinter Bu,”

“Rumit Mbak,” kata Anisa.

“Rumit bagaimana? Kok bisa ditanya pinter siapa dia jawab rumit,” Aulia malah bingung.

“Mungkin nilai Anisa lebih bagus tapi Anisa rasa pemahanam Budi lebih bagus dari Anisa. Hampir semua dosen dekat dengan Budi. Bahkan dosen killer sampai sekjur yang dikenal disiplin saja bisa dibikin akrab sama Budi. Dosen banyak diskusi juga dengan Budi. Makanya Anisa bilang rumit,” kata Anisa.

“Untuk bertahan hidup,” Jawab Budi singkat. Tampak wajah kebingungan dari Anisa dan Aulia. “Nilai penting buat saya tapi apa yang saya pelajari lebih penting. Kalau saya hanya tahu bagaimana menyelesaikan soal tanpa tahu bagaimana menerapkan pada kasus, atau sebuah ide penelitian, rasanya sia sia. Saya mencoba bertanya kepada dosen dosen kita bagaimana bila sebuah konsep diterapkan dalam sebuah masalah untuk mencari solusinya.” jawab Budi lugas.

“Lihat Mbak, itu budi ini Anisa. Sudah tahu bedanya,” kata Anisa.

Aulia mengangguk.

“Jadi misi gua berhasil kan?” Tanya Budi.

“ya berhasil bud, terima kasih ya,” Jawab Anisa. “Lo boleh pulang duluan, gua mau ngobrol ngobrol dulu sama Mbak gua,”

“oke, terima kasih, jangan lupa order kembali,”

Budi lalu pergi meninggalkan rumah Aulia dengan perasaan bahagia. Pengalaman buruk pertamanya di rumah itu sudah berubah menjadi pengalaman hangat bersama adik kakak yang saling sayang.

“Saya salut dengan apa yang dilakukan Budi,” Kata Anisa tiba tiba.

“Karena kemandiriannya?”

“Salah satunya itu mbak, walau Anisa gak terlalu akrab dengan dia di kelas, tapi semua orang tau, dibalik kekurangan yang dia punya, dia selalu baik sama semua orang. Entah bagaimana cara dia menjaga perasaannya selalu positif.”​

***********************************​

“Hari ini gua harus membuat tugas lalu membaginya dengan semua orang di kelas. Lalu gua harus bantu Prof Adi mencarikan mahasiswa yang mau membantu dalam penelitian di Blitar, lalu lalu apa? Anisa? Anisa mungkin butuh bantuan, Gua jua harus bekerja di toko bunga Farhan. Lalu lalu apa,” Rencana itu berputar putar di kepala Budi. Suara berisik ruang kelas yang ditinggal keluar dosen sementara waktu gak membuat Budi hilang konsentrasi.

“Bud, Bud Bud!” Farhan memanggil namun Budi sama sekali gak menggubris. “Budi?” Farhan menepuk Pundak Budi.

“Hah? Kenapa?”

“Lo ngelamun apa? Kok serius banget,” Farhan tampak bingung. “Kadang-kadang lo sering banget begini. Ada apa? Jangan bilang alasan lagi inget inget pelajaran lagi,” Tanya farhan.

“Gua lagi, hmm.. eh.. gua ke kamar mandi sebentar,” Budi lalu keluar dari kelas. Ia tampak tidak fokus dengan apa yang ada di depannya. Ia lalu masuk ke toilet dan mengunci pintu. Ia nyalakan keran agar suara berisik air yang jatuh ke ember bisa memecah keheningan.

“Sial sial sial sial, Budi sialan!” Geram Budi sendiri di dalam kamar mandi. “Kenapa semua ini terjadi lagi, sial! Sial! Sial! Ayolah berfikir-berfikir, bantu prof Adi, bantu Bu Yohana,” Namun yang terlintas adalah kejadian dengan Bu Yohana di ruangan sekertaris jurusan. “Stop!” kata Budi geram dengan fikirannya.

Ia bersandar di tembok, berharap semua kejadian buruk saat SMA tidak terulang lagi. Dia mengutuk semua yang terjadi kepadanya. Darah bapaknya yang mengalir di tubuh Budi selalu menimbulkan masalah. Rasa bersalah Budi di masa lalu kembali teringat. Ia teringat Siti, Nenek, dan kejadian kelam beberapa tahun yang lalu.

Budi melihat celananya menonjol dengan keras. Pusakanya serasa ingin melompat keluar. Kepalanya di penuhi bayang bayang tentang Bu Yohana, dan sekelibat bayang bayang dengan siti.

Budi berteriak dalam hati.

“Gua gak ingin menyakiti siapa siapa lagi.”​
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd