Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PETUALANGAN BUDI

Bila kalian masuk ke Budi Universe, Pilih 2 orang yang yang jadi teman hidup

  • Amelia

  • Rara

  • Anisa

  • Hana

  • Mirna

  • Yohana

  • Aulia

  • Siti

  • Atun


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Status
Please reply by conversation.
EPISODE 9.

Bu Aminah sibuk membuka bingkisan untuk menantunya. Sedangkan menantunya memasak air untuk membuatkan Aminah teh. Sesekali Aminah melihat menantunya yang tampak cantik walau hanya menggunakan baju biasa saja. Selain itu menantunya juga mandiri, rajin, dan bisa dibanggakan namun dia selalu sedih karena sampai sekarang dia belum mendapatkan cucu dari menantu kesayangannya ini.

“Suamimu belum pulang?” tanya Aminah.

“Belum bu,” jawab Aulia sopan.

“Ini ibu bawain jamu buat kesuburanmu,” Aminah sudah selesai membuka bingkisan yang dia bawa. Aulia tersenyum, mungkin ini botol kedua puluh yang dia terima di bulan ini dari ibu mertuanya. “Reza itu memang kerasa kepala, selalu saja sibuk sendiri,” Lanjut Aminah.

“Mau gimana lagi bu, Mas reza memang punya amanah besar di gedung dewan,” Jawab Aulia.

“Reza beruntung punya istri yang selalu mendukungnya,” Syukur Aminah. “ Oh ya Istrinya Gunawan hamil lagi” lanjut Aminah, Gunawan adalah adik kandungnya Reza. “Istrinya sudah ingatkan untuk pakai KB. Padahal gunawan sedang susah begitu, kemarin aja dia minjem uang di suamimu. Menantu ibu yang satu itu kerjanya nyusahin suaminya terus” Omel Aminah.

Andaikan itu aku, batin Aulia.

“Ibu berharap sama kamu, Aulia. diusahakan ya, kalau kata orang tua dulu, di depan suami tak apa kita bersikap bagai pelacur. Layani suamimu dengan baik,” Nasihat Aminah.

“baik bu,”

“Kalian gak mau periksa kesuburan?”

“Mas reza gak mau bu,”

“Hmmmmm... intinya kamu harus jaga kesehatanmu, fisikmu ya. jangan sampai stress ya,”

“Bulan depan laporan ya kamu dapet atau telat,”

Aulia memang sangat disukai oleh ibu mertuanya. Namun itulah yang membuatnya tertekan. Harapan yang besar dari kedua orang tua Reza membuat ia selalu merasa tak bisa membuat kedua mertuanya bahagia. Aulia merasa berjuang sendiri, Reza tak pernah mau membahas ini dengan orang tuanya, mungkin Reza tak ingin membuat Aulia tertekan namun dengan tidak diskusi dan membicarakannya malah membuat Aulia semakin tertekan

Aulia menatap ponselnya. Jiwanya terasa tak bernyawa. Dia lalu mencari kontak mirna lalu dia membuka Whatsapp dan mengirim pesan.

“Bu mirna, saya pesan bunga buat besok pagi. kirim jam 6 pagi ya. Bisa?”
*****************

Kembali ke masa budi kelas 2 SMA.


Mata siti tampak sembab karena tak berhenti menangis. Sepulang sekolah Atun mengajak siti ke ruangan UKS untuk bercerita tentang apa yang terjadi pada hubungannya dengan Budi. Siti bercerita dengan Rinci sambil menangis tak bisa menahan kesedihannya. Atun beberapa kali ternganga mendengar cerita itu. Dia kaget Siti dan Budi sampai berbuat sejauh itu.

“Kak budi melakukan itu?” tanya Atun kaget.

“Ya, tapi karena mungkin saya menciumnya duluan,” sesal Siti.

“Saya gak nyangka kak Budi bisa begitu,”

“Dia sudah minta maaf dan kelihatan menyesal Tun, saat itu terjadi tatapan kak budi beda. tidak seperti biasanya,” cerita Siti.

“kamu tenangi diri dulu,” kata Atun, dia gak ingin kejadian ini membuat siti trauma.

“Kamu lihat Kak budi hari ini?” tanya Siti penasaran.

“Kak budi gak masuk Siti, kata temannya dia sakit,” Jawab atun.

“Ini gara gara saya tun,”​

****************************

Budi bersandar di kursi kayu di ruang depan. Badannya sedikit lemas karena dia belum makan. Dia mencoba mencari cara untuk mengalihkan fikirannya sehingga pusaka di antara paha ini bisa menurut dan tidak menegang lagi. namun usaha Budi percuma, walau lapar badannya masih merasa Aneh dan fikirannya tak bisa fokus.

“Haaahhh” keluh Budi kesal. Dia berfikir dia akan mati. tiba tiba Duaaarrrr!! bunyi gemuruh petir dari Luar. Budi kaget dan menyadarkan dirinya dari lamunan.

“kayaknya mau hujan deras,” kata Budi bicara sendiri.

“Udah mulai penat kepalamu?”

Budi mencari sumber suara. Dia mungkin tidak fokus sehingga tidak sadar Bapaknya sudah berada di dalam rumah dan sedang melihat dia yang bersandar lemas di atas kursi kayu.

“jangan berisik bapak,” keluh Budi.

“Kamu masih belum percaya ucapan bapak?”

“Budi cuma percaya tuhan, percaya orang jatunya syirik,” balas Budi. Duaarr suara petir menyambar lagi seolah setuju dengan ucapan Budi.

“Budi? walau Kamu gak masuk sekolahpun gak ada gunanya, fikiranmu akan terus terganggu, gak akan bisa fokus karena darahmu terlalu banyak mengalir ke sana.”

“Saya gak perlu nasihat bapak,”

“kamu gak perlu mendengar bapak kalau kamu mau seperti bapak,”

Budi memilih dia, walau dia tak peduli namun dia penasaran apa yang terjadi dengan badannya.

“Budi. apa yang kamu rasakan harus disalurkan, bukan dengan tangan,bukan dengan film biru, bukan sendiri tapi dengan manusia, orang, wanita, kalau tidak otakmu akan terus terganggu, fikiranmu gak akan bisa fokus. Kenapa bapak tahu, karena bapak juga merasakan hal yang sama. Bapak sama tidak percayanya dengan kamu sekarang tapi semua yang terjadi membuat bapak sadar bahwa kondisi fisik ini menang keturunan”

“Keturunan? Bapak memang bajingan, semua ini gak ada hubungannya dengan kondisi fisik,” bantah Budi.

“Nak,” Suara bapak budi berbeda. “Cari orang yang bisa kau cintai dari lubuk hati lalu nikahi, hanya itu yang bisa menahan gejolak yang kamu rasakan sekarang tapi selama kamu belum menemukan orang yang kamu cinta carilah cara dan tetap kuat, bap...”Belum sempat bapak Budi selesai menasihati Budi terdenga teriakan dari arah luar rumah.

“Razak Setan! keluar sini,” teriak Pak Ridwan. Saudagar buah di kampung Budi.

“Ada apa pak haji?” Razak, bapak budi keluar dengan santai.

“Eh Razak ambil motor gua dileasing sekarang, katanya kamu gadaikan BPKB saya padahal dulu katanya kau pinjem buat jaminan sekolah anakmu, dasar setan pembohong! sekarang motor saya ditarik” pak Ridwan marah marah.

“Sabar pak haji, tenang dulu mau hujan ini” jawab Razak, bapak budi.

“Sabar sabar kakeklo, mau hujan kek mau banjir kek. kalau gak mau! saya suruh warga hajar kamu sekarang. ini jatuhnya kamu maling Razak”

“Sabar pak Haji, pelan pelan,” Kata razak masih saja dengan santai.

“santai Santai!” kesal Ridwan. Budi keluar untuk melihat apa yang terjadi. “Eh razak, kamu gak malu sama anakmu, malu sama mertuamu. Anakmu itu pinter tapi kamu buat dia malu!. Saya kasih pinjem BPKB karena alasan sekolah anakmu tapi kamu malah... Ah dasar setan!”

Suasana di depan rumah Budi semakin tidak kondusif, beruntung Pak Kades datang dan mencoba memediasi kedua belah Pihak. Mereka diarahkan ke balai desa untuk menyelesaikan secara kekeluargaan.
Budi masih berdiri di depan rumahnya. Dia tak kaget lagi melihat situasi seperti ini terjadi. Dia pernah melihat situasi yang lebih parah.

“kamu gak ikut ke balai desa kak?”

Budi menengok, di sampingnya ada gadis yang dia kenal. Gadis bertubuh subur yang memili senyum manis.

“Biar bapakmu aja yang urus Tun, kakak bisa apa? masih anak kecil,” jawab Budi.

“Kakak masih sakit?” tanya Atun.

“Sedikit,” jawab Budi singkat.

“Kakak bukan gak masuk gara gara putus sama siti kan?” tanya Atun.

“kamu sudah tau ternyata, gimana? kamu gak takut saya macam-macam sama kamu kayak apa yang saya lakukan ke siti,” Budi menyindiri dirinya sendiri.

“Buat apa takut, Saya bukan tipe kakak, walau saya anak kepala desa tapi hal itu gak ada gunanya karena saya gendut dan pendek kayak gini,” Atun merendah.

“Hal itu gak perlu buat kamu minder, lebih parah punya bapak kayak tadi kan,” Jawab Budi.

Atun melihat Budi dengan penuh rasa kagum. Dibanding Siti yang baru kenal Budi saat Masuk SMA. Atun mengenal Budi sejak kecil. Mereka ada teman bermain. Bahkan mereka satu sekolah sejak SD sampai SMA. walau mereka beda satu tahun saja.

“Kakak kenapa gak minta balikan sama siti.” Tanya Atun.

“Tun, apakah pantas kakak minta balikan setelah berbuat seperti itu. Kakak merasa gak pantas.” jawab Budi.

“Asalkan suka sama suka, Atun rasa gak masalah,”

“Masalahnya dia gak suka tun, dia putusin kakak. mungkin dia baru sadar kakak gak sebaik yang dia kira,” jawab budi.

“kakak baik kok,” Samber Atun. Wajah atun langsung memerah gak sadar dia keceplosan.

“Makasih tun,”

“terima kasih gak akan membuat hati saya lebih baik kak,” balas Atun. Dalam hati.

“Mau hujan kakak, Atun pulang du....”

Byaarrrrrrrrrrrrrr............................

Hujan langsung turun dengan deras. Budi langsung menutup kepalanya dengan tangan.

“Tun, masuk berteduh di dalam rumah,” Ajak Budi. Atun gak ada pilihan karena hujan itu sangat deras.

“Gak nyangka hujannya selebat ini,” kata Atun. “Nenek mana Kak?” tanya Atun.

“Nenek kalau belum magrib mana mungkin pulang, walau dagangannya sudah habis nenek lebih senang di pelabuhan, ramai katanya.” Jawab Budi. “teh atau Kopi tun?”

“Apa aja kak.”

“oke.”

Budi dan atun Duduk di kursi kayu di ruangan depan rumah kayu itu. Saat hujan seperti ini rumah kayu memang tidak senyaman rumah bata karena suasanya jadi lebih lembab dan dingin. Dan takut juga kalau ada angin kencang yang merobohkannya.

“Tun, ada gak kenangan tentang bapak saya yang terlihat baik?” tanya Budi.

“Maksudnya kak?”

“nenek pernah bilang, dulu bapak kakak tidak seperti sekarang. Tapi di dalam memori saya yang kakak inget hanya masalah dan keburukan yang dia buat,” kata Budi.

“Atun pernah dengaR dari bapak, kalau dulu Paman Razak sering main ke rumah, waktu itu bapak belum jadi kepala desa. Ibu kak budi itu katanya sahabat mamak.” cerita Atun.

“Mungkin itu sebabnya bapak sering dibantu oleh pak kades. bapakmu tun,” Analisis Budi.

“Mungkin kak,”

“Kau percaya jahat itu diwariskan?” tanya Budi.

“kakak ada ada aja, Jahat itu hasil dari sikap pribadi kita dan lingkungan kak, gak ada hubungannya dengan keturunan.” Balas Atun.

Budi menarik nafas. kalau bukan keturnan kenapa dari tadi celananya berontak seolah penisnya ingin keluar dari sarangnya. Bapaknya bilang kalau hal ini terjadi kepadanya juga, terus sekarang kenapa budi juga merasakannya. Apa benar kata bapaknya semuanya harus di salurkan kepada orang, lalu siapa? SIti? Atun?. Budi semakin gak bisa berfikir.

“kamu tahu sifat bapak saya yang paling terkenal? Suka nikah siri dan main cewek. Semua orang di desa ini tahu, bahkan kau ingat dia juga pernah pacaran dengan wanita bersuami.” kata Budi.

“Ingat kak, dia selingkuh dengan bibi atun. Adiknya mama.”

“kau pasti ingat jelas, dia hampir di bunuh warga. kau tahu? dulu saya berharap dia benar benar di bunuh.” kata Budi.

“Gak boleh begitu kak,”

“harus begitu tun, sampai sekarang Aris anak bibimu gak pernah menyapa saya, padahal dulu kami sahabat. Bapak yang salah,saya yang kehilangan teman. Sekarang bahkan aris sekolah di kota. Kau tahu alasannya? karena dia gak mau satu sekolah dengan saya?”

“Sabar kak”

“Buka cuma Aris, banyak orang orang yang menghindari saya karena bapak saya tun. Mungkin kamu pernah melakukan hal yang sama. Apa saya bunuh saja bapak saya tun.”

“kak? pamali kak,”

Kepala budi rasanya tak bisa berfikir jernih.

“bagaimana cara membunuh paling cepat? gorok dengan pisau? hajar kepalanya sampai hancur? Semua bisa kakak lakuin”

“Kak tenang kak, kak,” Atun memegang tangan Budi yang mulai bicara ngelantur. “Nyebut kak.”

“kalau kakak nyium kamu kaya siti kamu marah atau enggak?” tanya Budi tiba tiba. Atun terdiam.

“Ahh sial saya ngomong apa sih!”

“Atun gak marah kak,”

Budi melihat atun bingung.

“Kenapa atun akan marah dicium oleh cowok yang atun suka sejak kecil. Cowok yang atun impikan bisa bersama atun walau 6 bulan ini dia malah pacaran dengan sahabat atun. Tapi apa yang bisa atun lakukan. Atun hanya cewek dengan badan gemuk, gak cantik, tubuh atun sering dibilang gajah. bahkan kalau kakak mau megang susu atun seperti siti, atun akan biarkan. kakak terlalu berharga buat atun,”

“Apa yang kamu suka dari cowok seperti saya tun? miskin dan gak punya masa depan,”

“Kakak selalu istimewa buat atun, walau gak mungkin atun dianggap oleh kakak. Atun Sadar diri.” Jawab Atun lemas.

“Siapa bilang kamu gak menarik tun? kamu punya daya tarik. Bukan berarti kamu gendut trus kamu tidak menarik. Kulitmu putih, senyummu manis. ingat gak pas kecil saya dan aris ngerebutin kamu. waktu itu kamu yang paling cantik.” Hibur Budi.

“Itu dulu kak, sekarang saya seperti ini,”

“Kamu tetap menarik tun,”

“jangan bohong demi mengibur atun, kak.”

“Kamu perlu bukti? kamu mau bukti,”

“Bukti seperti apa kak, kakak ada ada aja,”

“Bukti yang gak bisa disangkal, ini alami bagi manusia bila melihat sesuatu yang menarik,” kata Budi.

“Emang apa kak,”

“kamu jangan kaget atau teriak,”

“Ya atun janji,”

“Kamu duduk dekat kakak,”Atun menuruti Budi dan duduk di samping remaja SMA itu. Budi lalu memegang tangan atun. “Kamu jangan kaget,”

“ya atun janji,”

Budi lalu mengarahkan tangan atun ke pusakanya yang sedang berdiri sangat keras.

“Haaaaa?” Atun menahan dirinya agar gak teriak. “Ini apa kak keras sekali, pipa paralon? ini anu ya kak? Penis?” tanya Atun Malu.

“Ya, ini tandanya kakak tertarik kepadamu sebagai wanita. Tubuh gak bisa bohong kan? kamu percaya?”

“Boleh atun lihat?”

“Lihat Apa tun?”

“Ini kak,” Atun menggenggam kontil Budi.

“Pelan pelan tun sakit,”

“Atun boleh lihat kak? Mungkin aja kakak bohong,” Kilah atun.

“Bagaimana kalau kakak khilaf dan bukan hanya ingin dilihat?”

“Siapa bilang atun berniaT untuk melihat saja, kalau kak Budi mau lebih atun akan mempersilahkan, asal kak budI hanya milik atun seoarang,” jawab atun.​
 
EPISODE 9.

Bu Aminah sibuk membuka bingkisan untuk menantunya. Sedangkan menantunya memasak air untuk membuatkan Aminah teh. Sesekali Aminah melihat menantunya yang tampak cantik walau hanya menggunakan baju biasa saja. Selain itu menantunya juga mandiri, rajin, dan bisa dibanggakan namun dia selalu sedih karena sampai sekarang dia belum mendapatkan cucu dari menantu kesayangannya ini.

“Suamimu belum pulang?” tanya Aminah.

“Belum bu,” jawab Aulia sopan.

“Ini ibu bawain jamu buat kesuburanmu,” Aminah sudah selesai membuka bingkisan yang dia bawa. Aulia tersenyum, mungkin ini botol kedua puluh yang dia terima di bulan ini dari ibu mertuanya. “Reza itu memang kerasa kepala, selalu saja sibuk sendiri,” Lanjut Aminah.

“Mau gimana lagi bu, Mas reza memang punya amanah besar di gedung dewan,” Jawab Aulia.

“Reza beruntung punya istri yang selalu mendukungnya,” Syukur Aminah. “ Oh ya Istrinya Gunawan hamil lagi” lanjut Aminah, Gunawan adalah adik kandungnya Reza. “Istrinya sudah ingatkan untuk pakai KB. Padahal gunawan sedang susah begitu, kemarin aja dia minjem uang di suamimu. Menantu ibu yang satu itu kerjanya nyusahin suaminya terus” Omel Aminah.

Andaikan itu aku, batin Aulia.

“Ibu berharap sama kamu, Aulia. diusahakan ya, kalau kata orang tua dulu, di depan suami tak apa kita bersikap bagai pelacur. Layani suamimu dengan baik,” Nasihat Aminah.

“baik bu,”

“Kalian gak mau periksa kesuburan?”

“Mas reza gak mau bu,”

“Hmmmmm... intinya kamu harus jaga kesehatanmu, fisikmu ya. jangan sampai stress ya,”

“Bulan depan laporan ya kamu dapet atau telat,”

Aulia memang sangat disukai oleh ibu mertuanya. Namun itulah yang membuatnya tertekan. Harapan yang besar dari kedua orang tua Reza membuat ia selalu merasa tak bisa membuat kedua mertuanya bahagia. Aulia merasa berjuang sendiri, Reza tak pernah mau membahas ini dengan orang tuanya, mungkin Reza tak ingin membuat Aulia tertekan namun dengan tidak diskusi dan membicarakannya malah membuat Aulia semakin tertekan

Aulia menatap ponselnya. Jiwanya terasa tak bernyawa. Dia lalu mencari kontak mirna lalu dia membuka Whatsapp dan mengirim pesan.

“Bu mirna, saya pesan bunga buat besok pagi. kirim jam 6 pagi ya. Bisa?”
*****************

Kembali ke masa budi kelas 2 SMA.

Mata siti tampak sembab karena tak berhenti menangis. Sepulang sekolah Atun mengajak siti ke ruangan UKS untuk bercerita tentang apa yang terjadi pada hubungannya dengan Budi. Siti bercerita dengan Rinci sambil menangis tak bisa menahan kesedihannya. Atun beberapa kali ternganga mendengar cerita itu. Dia kaget Siti dan Budi sampai berbuat sejauh itu.

“Kak budi melakukan itu?” tanya Atun kaget.

“Ya, tapi karena mungkin saya menciumnya duluan,” sesal Siti.

“Saya gak nyangka kak Budi bisa begitu,”

“Dia sudah minta maaf dan kelihatan menyesal Tun, saat itu terjadi tatapan kak budi beda. tidak seperti biasanya,” cerita Siti.

“kamu tenangi diri dulu,” kata Atun, dia gak ingin kejadian ini membuat siti trauma.

“Kamu lihat Kak budi hari ini?” tanya Siti penasaran.

“Kak budi gak masuk Siti, kata temannya dia sakit,” Jawab atun.

“Ini gara gara saya tun,”​

****************************

Budi bersandar di kursi kayu di ruang depan. Badannya sedikit lemas karena dia belum makan. Dia mencoba mencari cara untuk mengalihkan fikirannya sehingga pusaka di antara paha ini bisa menurut dan tidak menegang lagi. namun usaha Budi percuma, walau lapar badannya masih merasa Aneh dan fikirannya tak bisa fokus.

“Haaahhh” keluh Budi kesal. Dia berfikir dia akan mati. tiba tiba Duaaarrrr!! bunyi gemuruh petir dari Luar. Budi kaget dan menyadarkan dirinya dari lamunan.

“kayaknya mau hujan deras,” kata Budi bicara sendiri.

“Udah mulai penat kepalamu?”

Budi mencari sumber suara. Dia mungkin tidak fokus sehingga tidak sadar Bapaknya sudah berada di dalam rumah dan sedang melihat dia yang bersandar lemas di atas kursi kayu.

“jangan berisik bapak,” keluh Budi.

“Kamu masih belum percaya ucapan bapak?”

“Budi cuma percaya tuhan, percaya orang jatunya syirik,” balas Budi. Duaarr suara petir menyambar lagi seolah setuju dengan ucapan Budi.

“Budi? walau Kamu gak masuk sekolahpun gak ada gunanya, fikiranmu akan terus terganggu, gak akan bisa fokus karena darahmu terlalu banyak mengalir ke sana.”

“Saya gak perlu nasihat bapak,”

“kamu gak perlu mendengar bapak kalau kamu mau seperti bapak,”

Budi memilih dia, walau dia tak peduli namun dia penasaran apa yang terjadi dengan badannya.

“Budi. apa yang kamu rasakan harus disalurkan, bukan dengan tangan,bukan dengan film biru, bukan sendiri tapi dengan manusia, orang, wanita, kalau tidak otakmu akan terus terganggu, fikiranmu gak akan bisa fokus. Kenapa bapak tahu, karena bapak juga merasakan hal yang sama. Bapak sama tidak percayanya dengan kamu sekarang tapi semua yang terjadi membuat bapak sadar bahwa kondisi fisik ini menang keturunan”

“Keturunan? Bapak memang bajingan, semua ini gak ada hubungannya dengan kondisi fisik,” bantah Budi.

“Nak,” Suara bapak budi berbeda. “Cari orang yang bisa kau cintai dari lubuk hati lalu nikahi, hanya itu yang bisa menahan gejolak yang kamu rasakan sekarang tapi selama kamu belum menemukan orang yang kamu cinta carilah cara dan tetap kuat, bap...”Belum sempat bapak Budi selesai menasihati Budi terdenga teriakan dari arah luar rumah.

“Razak Setan! keluar sini,” teriak Pak Ridwan. Saudagar buah di kampung Budi.

“Ada apa pak haji?” Razak, bapak budi keluar dengan santai.

“Eh Razak ambil motor gua dileasing sekarang, katanya kamu gadaikan BPKB saya padahal dulu katanya kau pinjem buat jaminan sekolah anakmu, dasar setan pembohong! sekarang motor saya ditarik” pak Ridwan marah marah.

“Sabar pak haji, tenang dulu mau hujan ini” jawab Razak, bapak budi.

“Sabar sabar kakeklo, mau hujan kek mau banjir kek. kalau gak mau! saya suruh warga hajar kamu sekarang. ini jatuhnya kamu maling Razak”

“Sabar pak Haji, pelan pelan,” Kata razak masih saja dengan santai.

“santai Santai!” kesal Ridwan. Budi keluar untuk melihat apa yang terjadi. “Eh razak, kamu gak malu sama anakmu, malu sama mertuamu. Anakmu itu pinter tapi kamu buat dia malu!. Saya kasih pinjem BPKB karena alasan sekolah anakmu tapi kamu malah... Ah dasar setan!”

Suasana di depan rumah Budi semakin tidak kondusif, beruntung Pak Kades datang dan mencoba memediasi kedua belah Pihak. Mereka diarahkan ke balai desa untuk menyelesaikan secara kekeluargaan.
Budi masih berdiri di depan rumahnya. Dia tak kaget lagi melihat situasi seperti ini terjadi. Dia pernah melihat situasi yang lebih parah.

“kamu gak ikut ke balai desa kak?”

Budi menengok, di sampingnya ada gadis yang dia kenal. Gadis bertubuh subur yang memili senyum manis.

“Biar bapakmu aja yang urus Tun, kakak bisa apa? masih anak kecil,” jawab Budi.

“Kakak masih sakit?” tanya Atun.

“Sedikit,” jawab Budi singkat.

“Kakak bukan gak masuk gara gara putus sama siti kan?” tanya Atun.

“kamu sudah tau ternyata, gimana? kamu gak takut saya macam-macam sama kamu kayak apa yang saya lakukan ke siti,” Budi menyindiri dirinya sendiri.

“Buat apa takut, Saya bukan tipe kakak, walau saya anak kepala desa tapi hal itu gak ada gunanya karena saya gendut dan pendek kayak gini,” Atun merendah.

“Hal itu gak perlu buat kamu minder, lebih parah punya bapak kayak tadi kan,” Jawab Budi.

Atun melihat Budi dengan penuh rasa kagum. Dibanding Siti yang baru kenal Budi saat Masuk SMA. Atun mengenal Budi sejak kecil. Mereka ada teman bermain. Bahkan mereka satu sekolah sejak SD sampai SMA. walau mereka beda satu tahun saja.

“Kakak kenapa gak minta balikan sama siti.” Tanya Atun.

“Tun, apakah pantas kakak minta balikan setelah berbuat seperti itu. Kakak merasa gak pantas.” jawab Budi.

“Asalkan suka sama suka, Atun rasa gak masalah,”

“Masalahnya dia gak suka tun, dia putusin kakak. mungkin dia baru sadar kakak gak sebaik yang dia kira,” jawab budi.

“kakak baik kok,” Samber Atun. Wajah atun langsung memerah gak sadar dia keceplosan.

“Makasih tun,”

“terima kasih gak akan membuat hati saya lebih baik kak,” balas Atun. Dalam hati.

“Mau hujan kakak, Atun pulang du....”

Byaarrrrrrrrrrrrrr............................

Hujan langsung turun dengan deras. Budi langsung menutup kepalanya dengan tangan.

“Tun, masuk berteduh di dalam rumah,” Ajak Budi. Atun gak ada pilihan karena hujan itu sangat deras.

“Gak nyangka hujannya selebat ini,” kata Atun. “Nenek mana Kak?” tanya Atun.

“Nenek kalau belum magrib mana mungkin pulang, walau dagangannya sudah habis nenek lebih senang di pelabuhan, ramai katanya.” Jawab Budi. “teh atau Kopi tun?”

“Apa aja kak.”

“oke.”

Budi dan atun Duduk di kursi kayu di ruangan depan rumah kayu itu. Saat hujan seperti ini rumah kayu memang tidak senyaman rumah bata karena suasanya jadi lebih lembab dan dingin. Dan takut juga kalau ada angin kencang yang merobohkannya.

“Tun, ada gak kenangan tentang bapak saya yang terlihat baik?” tanya Budi.

“Maksudnya kak?”

“nenek pernah bilang, dulu bapak kakak tidak seperti sekarang. Tapi di dalam memori saya yang kakak inget hanya masalah dan keburukan yang dia buat,” kata Budi.

“Atun pernah dengaR dari bapak, kalau dulu Paman Razak sering main ke rumah, waktu itu bapak belum jadi kepala desa. Ibu kak budi itu katanya sahabat mamak.” cerita Atun.

“Mungkin itu sebabnya bapak sering dibantu oleh pak kades. bapakmu tun,” Analisis Budi.

“Mungkin kak,”

“Kau percaya jahat itu diwariskan?” tanya Budi.

“kakak ada ada aja, Jahat itu hasil dari sikap pribadi kita dan lingkungan kak, gak ada hubungannya dengan keturunan.” Balas Atun.

Budi menarik nafas. kalau bukan keturnan kenapa dari tadi celananya berontak seolah penisnya ingin keluar dari sarangnya. Bapaknya bilang kalau hal ini terjadi kepadanya juga, terus sekarang kenapa budi juga merasakannya. Apa benar kata bapaknya semuanya harus di salurkan kepada orang, lalu siapa? SIti? Atun?. Budi semakin gak bisa berfikir.

“kamu tahu sifat bapak saya yang paling terkenal? Suka nikah siri dan main cewek. Semua orang di desa ini tahu, bahkan kau ingat dia juga pernah pacaran dengan wanita bersuami.” kata Budi.

“Ingat kak, dia selingkuh dengan bibi atun. Adiknya mama.”

“kau pasti ingat jelas, dia hampir di bunuh warga. kau tahu? dulu saya berharap dia benar benar di bunuh.” kata Budi.

“Gak boleh begitu kak,”

“harus begitu tun, sampai sekarang Aris anak bibimu gak pernah menyapa saya, padahal dulu kami sahabat. Bapak yang salah,saya yang kehilangan teman. Sekarang bahkan aris sekolah di kota. Kau tahu alasannya? karena dia gak mau satu sekolah dengan saya?”

“Sabar kak”

“Buka cuma Aris, banyak orang orang yang menghindari saya karena bapak saya tun. Mungkin kamu pernah melakukan hal yang sama. Apa saya bunuh saja bapak saya tun.”

“kak? pamali kak,”

Kepala budi rasanya tak bisa berfikir jernih.

“bagaimana cara membunuh paling cepat? gorok dengan pisau? hajar kepalanya sampai hancur? Semua bisa kakak lakuin”

“Kak tenang kak, kak,” Atun memegang tangan Budi yang mulai bicara ngelantur. “Nyebut kak.”

“kalau kakak nyium kamu kaya siti kamu marah atau enggak?” tanya Budi tiba tiba. Atun terdiam.

“Ahh sial saya ngomong apa sih!”

“Atun gak marah kak,”

Budi melihat atun bingung.

“Kenapa atun akan marah dicium oleh cowok yang atun suka sejak kecil. Cowok yang atun impikan bisa bersama atun walau 6 bulan ini dia malah pacaran dengan sahabat atun. Tapi apa yang bisa atun lakukan. Atun hanya cewek dengan badan gemuk, gak cantik, tubuh atun sering dibilang gajah. bahkan kalau kakak mau megang susu atun seperti siti, atun akan biarkan. kakak terlalu berharga buat atun,”

“Apa yang kamu suka dari cowok seperti saya tun? miskin dan gak punya masa depan,”

“Kakak selalu istimewa buat atun, walau gak mungkin atun dianggap oleh kakak. Atun Sadar diri.” Jawab Atun lemas.

“Siapa bilang kamu gak menarik tun? kamu punya daya tarik. Bukan berarti kamu gendut trus kamu tidak menarik. Kulitmu putih, senyummu manis. ingat gak pas kecil saya dan aris ngerebutin kamu. waktu itu kamu yang paling cantik.” Hibur Budi.

“Itu dulu kak, sekarang saya seperti ini,”

“Kamu tetap menarik tun,”

“jangan bohong demi mengibur atun, kak.”

“Kamu perlu bukti? kamu mau bukti,”

“Bukti seperti apa kak, kakak ada ada aja,”

“Bukti yang gak bisa disangkal, ini alami bagi manusia bila melihat sesuatu yang menarik,” kata Budi.

“Emang apa kak,”

“kamu jangan kaget atau teriak,”

“Ya atun janji,”

“Kamu duduk dekat kakak,”Atun menuruti Budi dan duduk di samping remaja SMA itu. Budi lalu memegang tangan atun. “Kamu jangan kaget,”

“ya atun janji,”

Budi lalu mengarahkan tangan atun ke pusakanya yang sedang berdiri sangat keras.

“Haaaaa?” Atun menahan dirinya agar gak teriak. “Ini apa kak keras sekali, pipa paralon? ini anu ya kak? Penis?” tanya Atun Malu.

“Ya, ini tandanya kakak tertarik kepadamu sebagai wanita. Tubuh gak bisa bohong kan? kamu percaya?”

“Boleh atun lihat?”

“Lihat Apa tun?”

“Ini kak,” Atun menggenggam kontil Budi.

“Pelan pelan tun sakit,”

“Atun boleh lihat kak? Mungkin aja kakak bohong,” Kilah atun.

“Bagaimana kalau kakak khilaf dan bukan hanya ingin dilihat?”

“Siapa bilang atun berniaT untuk melihat saja, kalau kak Budi mau lebih atun akan mempersilahkan, asal kak budI hanya milik atun seoarang,” jawab atun.​
Hmm... Banyak scene yang mengagetkan disini

Pertama, sabar Bud.. sabar..
Jangan asal manfaatin keluh kesah Aulia. Sabar.. untuk sementara kamu cukup jadi pendengar yang baik saja. Kamu belum tau apa² tentang Aulia, suaminya, dan keluarganya. Semua perlu timing yang pas. Supaya dapet semua lubang berjalan ;););)

Kedua, dari debat antara Razak dan Budi, terlihat jelas kalo Budi jauh lebih realistis. Tidak mungkin asal nikahi orang yang dicinta. Mau makan apa? Apa mau terulang lagi lingkaran setan yang dibuat oleh ayahnya? Hutang.. nipu.. hutang.. nipu. Gituuu terus.
Bapak macam apa yang mengerdilkan pendidikan anaknya? Orang tua, banting tulang, biar anak punya kehidupan yg lebih baik darinya.

Ketiga, tentu saja dengan Atun. Atun... Sabar Tun.. jangan terburu nafsu. Tunggu Budi masuk kerja, terus ajak indehoy.. kan jadi anak mantu lurah
xixixixi
Ya karena masih SMA, biar aja lah, kalo ambil mantan pacar temen.


Terima kasih master atas update tipis²nya:beer:

Semoga sehat selalu:top::top:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd