Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG REBIRTH OF SHADOW: CIRCLE OF MILF

Teruntuk suhu-suhu sekalian, pembaca setia Rebirth of Shadow, saya sebagai penulis mohon maaf jika ceritanya lagi dalam tahap slow update, karena kondisi di RL yang sedang banyak hal untuk diutamakan. Besar harapannya suhu-suhu sekalian untuk terus menanti kelanjutan dari cerita ini. Terimakasih,

Salam,
 

PART 8

The Turning Point





Gio Kembali pulang dengan perasaan yang gembira atas perkembangan rencananya tersebut. sekarang tinggal Gio mempersiapkan segala perlengkapan yang akan mendukung rencananya itu. Namun sebelum itu, tentu saja ia harus Kembali pulang ke rumah terlebih dahulu, seperti biasa, ia tidak ingin memberikan rasa cemas dan was-was kepada bu Dewi.

Berbanding terbalik dengan kondisi Gio yang pulang dengan hati riang, mbak Reni pulang dengan perasaan bingung. Entah bagaimana tadi ia bisa menerima permintaan dari bocah yang baru beberapa waktu ia kenal. Ia pun tidak tau cara membujuk bosnya itu untuk bisa melakukan permintaan dari bocah itu. Hati nuraninya seperti mengalahkan segalanya hingga ia tak kuasa menolak permintaan bocah itu.

Pada akhirnya ia berpikir, “ah biarkan itu aku pikirkan besok. Kalo pun memang itu rejekinya juga pasti ketemu jalannya.” Keluhnya dalam hati untuk menangkan diri sesampainya ia di indekosnya yang berukuran 3x3 itu.

Sementara itu, Gio yang kini berada di rumahnya mulai mengutak atik alat komunikasi yang biasa ia gunakan untuk berhubungan dengan Derry. Tak lain dan tak bukan ia ingin meminta bantuan kepada Derry untuk melancarkan aksinya esok hari. Tak berselang lama Derry pun menyanggupi perintah dari bosnya tersebut dan disambut dengan senyuman bengis dari Gio.



*tok…tok…tok…* pintu kamar Gio diketok dari luar.

“Nak, ibu boleh masuk?” ucap bu Dewi dari balik pintu.

“iya, Bu.” Jawab Gio yang sigap menyembunyikan alat komunikasinya dan bergegas membuka pintu kamarnya.

“Kamu lusa ada acara nak?” tanya bu Dewi.

“kayaknya sih enggak ada, Bu. Ada apa emangnya?” tanya Gio berbalik.

“ini, jadi kemarin pas ibu-ibu kompleks arisan, itu ada dana terkumpul dan sesuai kesepakatan Bersama mau buat wisata di daerah puncak. Nah kebetulan setiap rumah itu kebagian untuk dua kepala, siapa tau kamu mau ikut sama ibu? Kebetulan lusa juga tanggal merah kan.”



Gio berpikir sejenak. Ia menimbang-nimbang keuntungan apa saja yang akan ia dapatkan jika ia ikut dalam acara tersebut. Satu pikiran terbesit bahwa jika ini menyangkut ibu-ibu kompleks, berarti ada kemungkinan bahwa bu Elin juga akan ikut, sehingga ia bisa melampiaskan nafsunya di situ.



Belum sempat menjawab, Bu Dewi menimpali Kembali omongannya, “ibu tau kok nak, anak muda kayak kamu mana mau liburan sama ibu-ibu…”

“eh… Gio mau bu. Itung-itung nemenin sama jagain ibu kan.” Potong Gio sembari memberikan senyuman manisnya.



Setelah itu, bu Dewi pun Kembali ke dalam kamarnya. Begitu pula dengan Gio yang ngejogrok di dalam kamarnya. Kembali berputar di kepalanya, tentang bagaimana ia akan diperkenalkan oleh bu Dewi kepada warga kompleks, ditambah lagi kini ia bukanlah anak-anak lagi, melainkan seorang remaja tanggung. Meskipun demikian, ia Kembali membatah pikirannya sendiri dengan argument bahwa jika bu Dewi telah memutuskan untuk melibatkannya dalam kegiatan tersebut, tentu seharusnya ia telah memikirkan hal tersebut dengan baik. Tak ingin berlama-lama lagi menjalani hari ini, Gio memutuskan untuk tidur dan Bersiap untuk hal yang lebih besar esok hari.

Keesokan harinya, ia menjalani rutinitas seperti biasa, yaitu Bersiap untuk berangkat ke sekolah. Setelah berpamitan dengan bu Dewi, Gio lantas melangkahkan kakinya keluar rumah, namun tujuannya kali ini tidak langsung ke sekolah melainkan ke rumah rahasianya terlebih dahulu untuk mengambil barang dari Derry. Karena pagi ini waktunya tidak banyak, maka Gio memutuskan untuk berangkat lebih awal.

Sempat muncul pertanyaan dari bu Dewi kenapa ia berangkat sepagi ini, akan tetapi Gio dapat dengan mudah menjawab dengan beralasan pada hari ini akan ada upacara penutupan dan juga hari ini merupakan jadwal piketnya. Tentu saja jawaban tersebut membuat bu Dewi percaya, karena hal tersebut memang lumrah terjadi pada siswa, terlebih lagi siswa baru yang masih takut jika melakukan kesalahan.

Gio pun melanjutkan Langkah kakinya menuju ke rumah rahasianya. Setelah beberapa saat, ia mendapati paket dari Derry yang entah bagaimana bisa dalam semalam bisa sampai. Setelah itu, ia tidaklah masuk ke dalam rumahnya tersebut, melainkan langsung melangkahkan kakinya menuju ke salah satu kedai makanan ringan yang buka sejak pagi buta. Setelah membeli beberapa donuts, ia melangkahkan Kembali kakinya, namun kali ini menuju ke kantor pak Basuki dan mbak Reni.

Sesampainya di sana, Gio meminta bantuan satpam untuk memanggilkan mbak Reni. Tak berselang lama kemudian, mbak Reni menemui Gio namun ia langsung mengambil barang yang dibawa Gio. Sementara Gio hanya melongo melihat sikap mbak Reni tersebut. Ia berpikiran mungkin saja mbak Reni sedang buru-buru untuk melanjutkan pekerjaannya.

Gio Kembali melangkahkan kakinya menuju ke sekolah karena waktu menunjukkan bahwa seperempat jam lagi Pelajaran pertama akan dimulai. Bersama dengan bus kota itu ia melaju ke sekolahnya dengan harap-harap cemas bahwa ia tidak akan terlambat saat sampai di sekolah. Sayangnya harapannya tersebut pupus, karena sesaat sebelum bus tersebut berhenti di halte sekolah, bel sekolah sudah berbunyi.

Sebenarnya satpam sekolah tidak memperbolehkan siswa yang telat untuk masuk, akan tetapi dengan kemampuan negosiasinya akhirnya Gio diperbolehkan untuk masuk. Sedikit lega perasaan Gio karena bisa masuk sekolah dan tidak menodai rapor kehadirannya dengan bolos. Sayangnya, perasaan leganya tidak bertahan lama, sesampainya di kelas ia mendapati gurunya telah berada di dalam kelas dan sedang menjelaskan materi.



*tok…tok….tok…*

“permisi bu, maaf saya terlambat.” Ucap Gio dengan sopan sembari menundukkan kepalanya.

“kenapa kamu terlambat?” tanya guru tersebut dengan nada tegasnya.

“tadi saya bantu ibu dulu, jadi terlambat sampai di sekolah.” Jawab Gio mengelak.

“tidak ada alasan untuk terlambat. Taroh tas kamu dan segera ke lapangan bendera, hormat ke arah bendera sampai jam pelajaran saya selesai.” Ucap Guru tersebut dengan tegas.



Gio menuruti perintah dari gurunya tersebut dan melangkahkan kakinya keluar kelas menuju ke lapangan bendera. Di sana ia melakukan apa yang diperintahkan oleh gurunya tersebut dengan hormat ke arah bendera. Gio sempat menggerutu, “dasar wanita, tadi ditanya ‘kenapa’ pas dikasih alasan dijawab ‘tidak ada alasan’. Apes… apes….”

Di Tengah teriknya matahari pagi tersebut, waktu seakan berjalan sangat lambat. Bersama dengan itu, ia memasang earphone ke telinganya untuk mendengarkan suara dari balik kotak donat yang tadi ia berikan ke mbak Reni. Kotak Donat dari kedai tersebut memang sudah diganti oleh Gio dengan kotak yang ia pesan kepada Derry. Di mana kotak tersebut telah disematkan microphone yang terkoneksi ke alat komunikasi dari Gio, sehingga Gio dapat mendengarkan suara yang ada di dekat kotak tersebut.

Suara-suara yang terdengar masih seputar mbak Reni yang mengobrol dengan rekannya, sepertinya memang pak Basuki belum masuk, sehingga kotak tersebut belum diserahkan kepadanya. Bersama dengan kegiatannya mendengarkan mbak Reni yang menggosip ria, keringat Gio yang sebesar biji jagung mulai menetes dan membasahi seragam sekolahnya.



“hey… udah, sini.” Ucap Bu Lilis yang merupakan wali kelas dari Gio dengan setengah berteriak.

Gio cepat-cepat melepaskan earphone-nya dan berjalan ke arah bu Lilis, “ada apa, bu?” tanya Gio.

“kamu siswa baru dari kelas saya kan? Siapa nama kamu?” bu Lilis bertanya balik.

“iya, bu. Nama saya Gio.”

“kenapa kamu berjemur di bawah tiang bendera?”

“ini tadi saya terlambat bu dan setelah masuk ke kelas saya disuruh bu… eee….” Jawab Gio terpotong karena tidak mengetahui nama gurunya tersebut.

“bu Dina?”

“mungkin iya, bu.”



Setelah itu, bu Lilis pun memberikan nasehat kepada Gio untuk tidak mengulangi kesalahannya dan mengantarkannya Kembali ke kelasnya. Dengan bantuan dari bu Lilis akhirnya Gio bisa mengikuti Pelajaran yang diajarkan oleh bu Dina tersebut. namun, sepertinya dari sorot mata bu Dina ia masih tidak puas hukumannya kepada Gio berakhir begitu saja.

Gio pun semakin salut dengan bu Lilis, selain memiliki tubuh yang montok padat berisi, ternyata ia juga memiliki hati yang baik. Hal tersebut seperti mengingatkannya kepada sosok bu Dewi yang selama ini telah menampung serta menolongnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak menyurutkan keinginan Gio untuk bisa mencicipi tubuh dari bu Lilis.

Di tempat lain, pak Basuki sudah menampakkan diri di kantornya. Bersama dengan itu, mbak Reni telah mempersiapkan donat dari Gio untuk di serahkan kepada pak Basuki. Dengan perasaan deg-degan ia mulai melangkahkan kaki menuju ke ruangan dari pak Basuki. Setelah mengetuk pintu, ia dipersilahkan masuk oleh pak Basuki.



“ada keperluan apa?” tanya pak Basuki sembari membuka laptopnya.

“ini pak, eee… saya mau minta tolong kepada bapak buat promosiin dagangan teman saya.” Ucap mbak Reni dengan sedikit gugup.

Pak Basuki mengalihkan pandangannya ke arah mbak Reni setelah sebelumnya fokus ke arah laptopnya, “terus, nanti untungnya buat saya apa?” tanya pak Basuki.

“eee…. Bapak boleh makan semuanya ini.” jawab mbak Reni sembari menyodorkan kotak donat tersebut.

Pak Basuki pun tertawa, “hahahaha… kamu ini lucu, bukan itu maksud saya…” Pak Basuki beranjak dari tempat ia duduk dan berpindah posisi ke belakang mbak Reni yang menundukkan kepalanya.

“saya kok sepertinya baru lihat kamu dan saya lihat body kamu boleh juga.” Ucap pak Basuki setelah melihat mbak Reni dari ujung kepala hingga ujung kaki.

“gimana, kalo nggak Cuma makanan itu saja yang saya cicipi, tetapi kamu juga yang saya cicipi.” Lanjut pak Basuki setengah berbisik sembari membelai lembut rambut mbak Reni.

Sontak ucapan pak Basuki tersebut membuat mbak Reni terkejut. Tubuhnya pun kaku Bersama dengan mulutnya yang tak kuasa mengeluarkan sepatah kata pun.



Gio yang mendengarkan percakapan itu dari jauh juga ikut terkejut. Ini seperti di luar apa yang telah ia rencanakan. Dan entah bagaimana ia bisa menghentikan ini semua, rasanya semua diluar kendalinya. Ia hanya bisa berharap-harap cemas agar kejadian lebih lanjut tidak terjadi pada mbak Reni. Mengingat mbak Reni melakukan itu semua karena rencananya. Untungnya sesaat setelah mbak Reni mengetok pintu ruangan pak Basuki tadi semua percakapan tersebut telah direkam oleh Gio.



“jjj…. Jangan pakk…” pinta mbak Reni dengan suara lemah.

“kamu sudah terlanjur di sini dan tak ada satu pun yang bisa menolak perintah seorang Basuki.” Tandas pak Basuki.



Pak Basuki pun mulai melakukan aksi bejatnya dengan mulai mencumbu leher mbak Reni dari belakang. Sementara itu, mbak Reni hanya bisa pasrah sembari perlahan air mata mulai menetes dari matanya. Untungnya baru beberapa saat aksi tersebut berjalan, telepon kantor berbunyi. Namun, ternyata kondisi tersebut tidak menyutukan niat pak Basuki dan ia tetap melanjutkan aksinya. Hingga tiba-tiba pesan suara yang muncul setelah nada dering telepon tersebut.



“Selamat pagi, pak. Ini ada pesan dari pak Leo yang meminta bapak untuk segera menelponnya Kembali, karena dari tadi panggilan di hp bapak selalu dialihkan.”



Sontak pesan suara tersebut mengejutkan pak Basuki yang langsung menghentikan aksi bejatnya. Ia seperti orang tersentak dan panik seakan masalah besar akan menimpanya. Segera pak Basuki meminta mbak Reni untuk meninggalkan ruangannya, tentunya dengan ultimatum agar menutup mulutnya terkait dengan kejadian tadi. Pak Basuki seperti tidak ingin orang lain mengetahui isi pembicaraannya dengan seseorang yang disebut tadi.

Sayangnya, kotak donat tersebut juga ikut terbawa Bersama keluarnya mbak Reni dari ruangan pak Basuki, sehingga Gio tidak bisa mendengarkan percakapan antara pak Basuki dan pak Leo tersebut. Gio juga Nampak terkejut setelah mendengarkan kata “Leo”, apakah Leo yang dimaksud itu sama dengan Leo mantan rekan bisnisnya sekaligus sahabatnya dulu? Entahlah, ia masih belum bisa memastikan, karena tidak ada informasi lain yang ia dapatkan. Jikapun memang benar Leo tersebut adalah Leo yang sama dengan apa yang ada di pikirannya berarti memang ada keterlibatan pak Basuki dalam bisnis haram yang sedang dijalankan oleh mantan rekan bisnisnya itu.

Di sisi lain, Gio merasa lega bahwa kejadian yang tidak menjadi rencananya batal terjadi kepada mbak Reni. Namun, sepertinya kejadian tadi membuat mbak Reni sedikit shock dan trauma, sehingga ia memutuskan untuk pulang ke kosannya lebih cepat. Sementara itu, Gio yang masih duduk di bangku kelas pun terlihat asik sendiri dan hal tersebut ternyata diperhatikan oleh bu Dina.



“Hey kamu… yang tadi telat. Kenapa sibuk sendiri?” ucapnya dari depan kelas.

“ehh… maaf bu…” jawab Gio.

“khusus buat kamu, rangkum bab 1 dan 2 buku Pelajaran ini dan jawab semua soalnya.” Ucap bu Dina dengan tegas kepada Gio.



Gio merasa bahwa kali ini setiap gerak-geriknya akan dinilai salah oleh bu Dina. Akan tetapi, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti setiap perkataannya, karena saat ini posisi mereka adalah guru dan murid.

Kali ini Gio mengalihkan seluruh fokusnya untuk berpura-pura memperhatikan penjelasan dari bu Dina, lataran ia tak mau menambah lagi masalah dengan guru killer-nya tersebut. Namun perhatiannya kali ini justru tertuju ke arah kemolekan tubuh gurunya tersebut. Ia tak menyangka bahwa dalam beberapa saat ini ia melewatkan pemandangan yang begitu aduhay.

Tubuh bu Dina sendiri sebelas dua belas dengan bu Lilis, namun sepertinya toket yang dimiliki oleh bu Dina tidak sebesar bu Lilis, badannya pun lebih langsing dibanding bu Lilis. Sementara wajahnya sendiri terlihat bu Dina lebih seperti orang keturunan, sementara bu Lilis khas wajah dari salah satu suku di pulau Jawa. Kondisi tersebut membuat lekukan tubuh bu Dina terlihat sempurna, ditambah lagi bokong semoknya yang tercetak dari rok span ketatnya.

Gio tak henti-hentinya terus memandangi bu Dina yang sedang menulis di papan tulis dengan mengangkat tangan kanannya, sehingga sedikit banyak menarik baju dinasnya dan mencetak tonjolan toket di bajunya, meskipun Gio hanya bisa melihat dari samping, namun telah bisa membuatnya ngaceng membayangkan hal-hal tabu. Bu Dina Nampak Anggun sekali dengan balutan seragam dinas ditambah hijab senada dan sepatu boots hitam di kakinya.

Sayangnya pemandangan tersebut tak berjalan lama, karena jam Pelajaran bu Dina telah usai dan ia harus meninggalkan kelas tersebut untuk mengajar di kelas lain. Meskipun singkat, rasanya Gio sudah menaruh rasa ingin icip-icip tubuh sintal gurunya tersebut. Terlebih lagi dengan pembawaannya yang galak tak bisa terbayang dalam benaknya bagaimana ekspresi serta reaksinya kalau ia ditusuk kontol Panjang nan besar miliknya itu.

Sayangnya setelah mendapatkan pemandangan dari bu Dina kegiatan pembelajaran menjadi tidak mengasyikkan, lantaran setelah bu Dina keluar kelas guru-guru yang mengajar adalah laki-laki, kalau pun Perempuan juga guru-guru yang telah berumur, sehingga tidak membangkitkan gairah Gio. Hingga tak berasa hari keduanya sekolah telah usai.

Agendanya sepulang sekolah adalah mencari tau Alamat kos dari mbak Reni untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja. Langung ia menuju ke kantor pak Basuki untuk menanyakan kepada satpam tentang kos-kosan dari mbak Reni. Di dalam bus kota yang membawanya menuju ke tempat tujuan tersebut membuatnya berpikir tentang sebenarnya tujuan ia masuk ke dalam sekolah tersebut adalah untuk menyelidiki si anak yang menjadi pengedar tersebut, akan tetapi pikirannya banyak terdistraksi oleh para MILF di sekolah tersebut yang seolah menggoyahkan tujuan utamanya.

Hingga tak berasa ia telah sampai di kantor itu dan langsung saja ia menuju ke pos satpam untuk bertanya. Akan tetapi malang nasibnya, ternyata satpam itu pun tidak mengetahui di mana mbak Reni tinggal, hingga mau tidak mau ia harus meminta bantuan lagi kepada Derry. Untungnya kali ini alat komunikasi yang biasa ia gunakan dibawanya, sehingga ia tak perlu Kembali ke rumah rahasinya tersebut untuk berkomunikasi dengan Derry.

Tak berselang lama kemudian, Derry memberikan balasan dengan mengirimkan koordinat lokasi mbak Reni yang ternyata letaknya tak begitu jauh dari kantornya. Langsung saja Gio melangkahkan kakinya menuju ke kos-kosan mbak Reni. Sesampainya di sana ia kebingungan karena tidak mengetahui nomor kamar mbak Reni, terlebih lagi kos-kosan tersebut memiliki banyak kamar. Hingga ia terpikirkan sebuah ide untuk menghubungi penjaga kos yang nomornya tertera di gerbang depan. Dengan mengaku sebagai adeknya mbak Reni yang ingin memberikan surprise ia berhasil masuk ke dalam kos-kosan tersebut dan juga mengetahui nomor kamar mbak Reni.



*tok… tok…. Tok…* Gio mengetuk pintu kamar mbak Reni.

“Siapa?” suara mbak Reni dari dalam kamarnya.

“Gio, mbak.”

“Gio siapa?”

“Gio donat.” Jawab Gio.

“kamu pulang aja, donatnya ngga jadi dipromoin, nggak enak katanya.” Ucap mbak Reni masih dari dalam kamarnya.

“mbak, plis buka dulu pintunya, aku tau masalah mbak sama bosmu itu.”

Sepersekian detik kemudian pintu terbuka dengan keras, “JADI SEMUA INI RENCANA KALIAN BUAT NGEJEBAK AKU? HA?” Hardik mbak Reni dengan nada tinggi.

“ehh… bukan mbak, sumpah bukan gitu maksudku. Biarin aku masuk dulu, aku jelasin semua.”

“APANYA YANG MAU DIJELASIN, SEMUA UDAH JELAS.” Jawab mbak Reni masih dengan nada tingginya.

“kita punya musuh yang sama mbak, jika memang mbak benar-benar ingin orang itu hancur.” Ucap Gio dengan nada yang tenang.



Mendengar ucapan Gio tersebut membuat mbak Reni melunak. Ia akhirnya membiarkan Gio untuk masuk ke dalam kamarnya. Meskipun sebenarnya Gio sedikit ragu ketika mengucapkan kalimat tadi, lantaran keterkaitan antara pak Basuki dengan Leo mantan rekan bisnisnya masih sebatas asumsi. Untungnya, kalimat tersebut juga yang bisa menenangkan mbak Reni.

Di kamar kos mbak Reni tersebut akhirnya Gio membongkar alasannya kenapa dan bagaimana Menyusun rencana tersebut. Tentu ia hanya menceritakan tentang kecurigaan istri pak Basuki terhadap suaminya sendiri, mengenai Leo tidak ia ceritakan sedikit pun. Selain itu, ia juga meminta maaf kepada mbak Reni karena telah melibatkannya hingga berujung pada percobaan pemerkosaan tersebut.



“kok bisa kamu mau ngelakuin semua itu atas perintah istrinya?” tanya mbak Reni heran.

“aku diancam sama istrinya,”

“apa cuma gara-gara itu kamu sebenci itu sama mereka hingga pengen keluarga mereka hancur?”

“bukan cuma itu…” jawab Gio dan dibarengi dengan tatapan serius mbak Reni kepada Gio.

“karena orang itu juga hampir menyakiti kamu, berarti sekarang dia juga berususan dengaku.” Lanjut Gio serius sembari menatap balik mbak Reni dengan tatapan yang tak kalah serius.



Ucapan Gio tersebut membuat mbak Reni menjadi salah tingkah dan memalingkan wajahnya. Kondisi menjadi hening sesaat. Mbak Reni berusaha menutupi salah tingkahnya dengan mencari obrolan lain.



“dengan apa yang telah kamu lakuin tentu kamu bukan anak sembarangan, sebenarnya kamu ini siapa?” tanya mbak Reni penuh selidik.

“aku bukan siapa-siapa mbak, Cuma orang biasa aja. Jangan curiga gitu napa.”

“bukan gitu, maksudku kan kamu bisa mendapatkan alat microphone kecil yang bisa nyambung ke hpmu dan kamu masukin ke kotak donat aja itu udah luar biasa.”

“jangan lebay deh mbak, itu mah dijual di toko-toko gadget atau toko elektronik.”

“emang iya ya?” tanya mbak Reni dengan menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

“eh… terus kamu tau Alamat kosku dari mana? Padahal dikit banget orang yang tau aku tinggal di mana.”

“aku kemaren ngikutin mbak sampai sini, hehehe…” jawabku berbohong sembari nyengir kuda. “soalnya takutnya kan mbak bohong masalah donat itu, jadi aku bisa acak-acak kosan mbak kalo sampai bohong.” Lanjutku.

Mbak Reni pun ikut tersenyum dan memukulkan guling yang sembari tadi berada di atas pahanya dengan pelan, “dasar.” Ucapnya.



Setelah itu mereka pun bercanda-canda ringan dan saling bercerita keluh kesahnya. Tanpa disadari mereka menjadi saling akrab satu sama lain, setelah sebelumnya layaknya musuh bebuyutan. Mbak Reni merasa bahwa Gio sudah semakin terbuka dengannya dan rasa penasarannya sedikit terpenuhi, meskipun masih ada sedikit rasa yang mengganjal dalam hatinya yang ia tak tau itu apa. Rasa sedihnya setelah kejadian tadi juga menjadi sedikit luntur akibat dari banyolan yang keluar dari mulut Gio yang sedikit banyak mengobati rasa itu.



“mbak setelah ini mau tetap kerja di sana apa mau pindah kemana?” tanya Gio serius.

“engga tau, kayaknya aku bakal pindah deh… takut.” Jawabnya dengan pikiran menerawang Kembali pada kejadian yang menimpanya tadi siang.

“mbak nggak usah takut, ada aku di sini.” Ucap Gio sembari memberikan senyuman manisnya.

“dihhh… gombal lu.” Jawab mbak Reni sembari memukulkan lagi guling yang ia pegang ke arah Gio

“besok coba aku cariin deh mbak, siapa tau bisa bantu kamu.” Ucap Gio dengan tenang.

“udah nggak usah repot-repot, aku bisa cari sendiri.”

“yee… mau dibantuin juga… sini bagi nomernya, siapa tau aku dapet duluan, wlee….” Ucap Gio sembari menjulurkan lidahnya dan mengambil hp mbak Reni.

“dihhh nantangin ni bocah, oke kalo itu mau mu.”



Setelah itu, Gio berpamitan untuk pulang karena ia masih mengenakkan seragam sekolah. Selain itu juga ia tidak langsung pulang setelah sekolah tadi, sehingga tidak ingin membuat bu Dewi khawatir. Setelah ini tinggal waktunya Gio melaporkan hasil yang ia dapatkan kepada istrinya pak Basuki, kira-kira bagaimana reaksinya.

Seperti biasa, kepulangan Gio yang terlambat menimbulkan pertanyaan dari bu Dewi, tetapi untungnya Gio selalu memiliki alasan untuk menjawab setiap pertanyaan dari ibunya tersebut. Tak berselang lama kemudian, ia berpamitan Kembali kepada ibunya untuk pergi keluar, lagi-lagi ibunya tidak pernah mempermasalahkannya.

Tujuan Gio kali ini adalah rumah pak Basuki, ia ingin membocorkan kebobrokan pak Basuki di depan istrinya tersebut. Dengan menaiki bus kota ia sampai di halte terdekat dari kompleks rumah pak Basuki. Segera ia langkahkan kakinya menuju ke rumah itu, tetapi ia juga harus memastikan bahwa pak Basuki sedang tidak ada di rumah, karena jika ada di rumah maka rencananya tersebut akan sia-sia. Untungnya keberpihakan ada di tangan Gio, karena mobil pak Basuki tidak terparkir di carport rumahnya.



“bawa informasi apa kamu untuk saya?” ucap istri pak Basuki kepada Gio masih dengan ekspresi dan intonasi yang sama seperti saat dia memergoki Gio.

“buset, udah kayak babu aja nih.” batin Gio.

“saya membawa informasi yang mungkin akan membuat ibu terkejut, namun saya harus memastikan dulu bahwa ibu tidak punya Riwayat penyakit jantung sebelum mendengar apa yang akan saya katakana.” Ucap Gio dengan sangat tenang dan dingin.

“tidak usah berlama-lama, cepat sampaikan sebelum kesabaran saya habis.”

“baiklah kalau itu mau ibu. Jadi saya mendengar dengan telinga saya sendiri bahwa pak Basuki hampir saja memperkosa salah satu karyawannya di ruangannya sendiri.”

“apa maksudmu? Bagaimana bisa kamu melakukan itu dan mengaku ‘mendengar dengan telingamu sendiri’?”

“ibu tidak perlu tau bagaimana saya bisa melakukan itu, yang terpenting adalah itu informasi yang saya dapatkan dan jika ibu tidak percaya bisa saya kasih rekaman tersebut, itu pun kalau ibu mau dan siap mendengarkan sendiri bagaimana bejatnya kelakuan suami ibu. Tentu ibu hapal dengan suara suami ibu sendiri ‘kan?”



Tatapan istri dari pak Basuki tampak menjadi kosong. Pikirannya menjadi seperti mengawang-awang, seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Gio. Percobaan pemerkosaan menurutnya lebih bejat dibandingkan dengan selingkuh dan juga hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa pak Basuki juga berselingkuh dengan Wanita lain. Ia tak menyangka bahwa suaminya yang selama ini ia kenal merupakan sosok yang baik dan penyayang berbuat sedemikian bejatnya. Sementara Gio yang melihat itu sebenarnya merasa kasihan atas apa yang dilakukan oleh pak Basuki terhadap istrinya. Tetapi keburukan tetaplah keburukan, akan terbongkar entah bagaimana caranya.



“saya tinggalkan flashdisk ini di sini, jika ibu memang mau mendengarkan silahkan di putar sendiri dan jika ibu butuh saya lagi silahkan hubungi saya lewat kontak yang sudah saya sediakan di flashdisk tersebut. Saya permisi.”



Gio meninggalkan istri dari pak Basuki yang masih termenung setelah mendengar ucapan dari Gio tadi. Kini matanya menatap nanar flashdisk yang ditinggalkan oleh Gio tersebut. Sementara itu, sebenarnya Gio tidak tega melihat Perempuan yang tersakiti semacam itu, tetapi ia hanya berusaha memainkan perannya dan menganggap bahwa istrinya pak Basuki tersebut terjebak dalam permainannya sendiri.



###


Keesokan harinya, seperti yang telah dibicarakan oleh bu Dewi kemarin lusa yaitu agenda liburan Bersama ibu-ibu kompleks. Gio dan bu Dewi telah Bersiap dengan membawa ransel yang beriskan baju ganti mereka yang jadi satu, setelah tadi malam bu Dewi meminta Gio untuk mempersiapkan baju gantinya ke dalam tas. Mereka berjalan kea rah rumah pak RT yang menjadi titik kumpul.



“eh bu Dewi… ini yang dulu tinggal sama neneknya itu?” ucap salah seorang ibu-ibu sembari menunjuk kea rah Gio.

“eh.. iya bu…” jawab Bu Dewi.



Entah sejak kapan bu Dewi menceritakan Gio kepada warga di sini tentang Gio dan entah bagaimana ia bisa menceritakan bahwa Gio adalah anaknya yang dulu diasuh oleh ibunya. Bagi Gio tentu bukan menjadi masalah, karena yang terpenting ia tetap aman dan tidak menimbulkan omongan tetangga tentang dirinya dan ibunya.



“ganteng ya bu.” Timpal ibu-ibu tadi sembari menengok ke arah ibu-ibu lain seolah meminta validasi.

“ya gimana nggak ganteng coba, bu Dewi aja cantiknya… masyaallah…” imbuh ibu-ibu yang lain.



Gio dan bu Dewi pun hanya bisa tersipu malu mendengarkan pujian demi pujian yang terlontar dari ibu-ibu tadi. Nampaknya mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya jika diperhatikan dengan seksama, wajah bu Dewi dan Gio tidaklah mirip satu sama lain. Mungkin anggapan mereka Gio lebih mirip dengan suami dari bu Dewi, jadi tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Selanjutnya mereka semua naik ke dalam bus yang akan membawa mereka ke tempat tujuan. Masing-masing duduk dengan pasangan mereka, terlebih lagi kebanyakan yang ikut adalah sepasang suami istri. Sementara itu, Gio dan bu Dewi duduk berdampingan dengan Gio yang berada di samping jendela. Ternyata tidak hanya bu Dewi yang tidak Bersama suaminya, tetapi ada juga seorang ibu-ibu yang juga tidak Bersama suaminya. Lebih paranya malah dia sendirian, tidak seperti bu Dewi yang Bersama Gio. Sementara bu Elin tidak ada dalam rombongan ini karena mungkin ia memiliki anak kecil sehingga tidak bisa ikut berwisata.

Riuh canda dan tawa menghiasi perjalanan mereka. Seperti kebanyakan perjalanan wisata yang dilakukan oleh ibu-ibu, maka banyak dari mereka yang membawa bekal makanan, sehingga mereka saling bertukar makanan satu sama lain sehingga menambah keceriaan tersendiri. Sementara Gio hanya bisa senyum-senyum sembari menerima setiap makanan yang disodorkan kepadanya. Hingga tak terasa mereka sampai di tujuan wisata satu-satunya untuk mereka pada hari ini.

Obyek wisata mereka pada hari ini adalah curug atau air terjun. Tawa riang dari mereka saling bersaut-sautan tatkala mereka turun dari bus dan menginjakkan kaki mereka di tempat tersebut. Setelah mendengarkan briefing singkat dari tour leader, mereka semua bergegas turun ke atraksi wisata utama, yaitu air terjun. Untungnya anak tangga yang harus di lewati tidaklah banyak dan tidak terjal, sehingga memudahkan mereka untuk mengakses lokasi tersebut.

Langsung saja para ibu-ibu dan bapak-bapak larut dalam kesenangan mereka masing-masing. Ada yang mengabadikan foto, bermain air, menikmati snack di atas tikar, ada juga yang asik menghirup asap rokok. Sementara Gio hanya menikmati suasana tersebut dan menarik nafasnya dalam-dalam untuk menikmati udara segar khas pegunungan.

Beberapa waktu kemudian, Kejadian yang tidak mengenakkan pun terjadi, di mana salah seorang ibu-ibu rombongan yang berusaha menuruni tangga dari tempat ia membeli makanan terpeleset dan terjatuh dalam posisi duduk. Sontak kejadian tersebut membuat orang-orang mengalihkan perhatiannya ke arah ibu-ibu yang terjatuh tersebut. Untungnya tangga tersebut tidaklah tinggi, sehingga jatuhnya pun tidak parah. Dengan sigap Gio pun menolong ibu-ibu tersebut.



“aduh-aduh… kaki ibu sepertinya keseleo, nak.” Ucap ibu-ibu tersebut meringis kesakitan saat berusaha dibantu bangun oleh Gio.

“ibu tenang, rileks aja badannya biar Gio bantu jalan.” Ucap Gio sembari memapah ibu-ibu tersebut.

Tangan kanan Gio yang dalam posisi memapah pun tak sengaja menyentuh tonjolan bulat milik ibu-ibu tersebut, “buset… manteb juga ini.” batinnya.

“bu hajah tidak papa kan?” ucap ibu-ibu yang lain sembari mengerumuni Gio dan ibu itu setelah Gio berhasil membawa bu hajah duduk di atas tikar.

“iya… gapapa Cuma keseleo saja ini.” ucap bu hajah yang seakan menenangkan rombongan.

“ibu bagian mana yang sakit, biar saya urut.” Ucap Gio.



Bu hajah pun menunjukkan bagian pergelangan kakinya yang terkilih dan entah ide serta insting dari mana Gio mengurut kaki bu hajah tersebut. Tentu saja jari jemari Gio ketika mengurut itu disambut dengan ekspresi meringis kesakitan dari bu hajah.



“sudah bu, sepertinya lebih mendingan, nanti sesampainya di hotel saya urut lagi supaya lebih baik.” Ucap Gio.

“iya, nak. Terimakasih.” Jawab bu hajah.




Lanjut ke Part 9 : Make Her Fly
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd