Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG REBIRTH OF SHADOW: CIRCLE OF MILF

Selamat pagi/siang/sore/malam (tergantung suhu-suhu sekalian yang baca)😁. Semoga suhu-suhu sekalian dalam kondisi sehat.
Seperti biasa, jika ada balasan seperti ini berarti perjalanan Gio masih belum berlanjut😁.
Tetap nantikan kelanjutan ceritanya dan semoga suhu-suhu sekalian bersabar dalam menemani perjalanan Gio.
 

PART 12

Back to School







Hari telah berlalu, komunikasi antara bu Desi dan Gio tidak terjalin sebagai mana mestinya, karena bu Desi takut terhadap apa yang telah mereka lancarkan. Gio Kembali ke dalam kehidupannya seperti biasa. Sementara bu Desi masih dalam perasaan harap-harap cemas lantaran penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian belum selesai.

Gio menjalani harinya seperti biasa, seolah tanpa beban. Hal itu didasari oleh keyakinan yang dimilikinya. Segala sesuatu yang ia lakukan kemarin bukan lah tanpa perhitungan. Memakai sarung tangan, memakai penutup kepala, meretas CCTV, bahkan sampai pada ia tidak membiarkan sperma menetes sedikit pun dari kontolnya. Ditambah lagi, dirinya adalah sebuah entitas yang baru, tak pernah tercatat di kantor pencatatan sipil, sehingga sangat sulit melacak siapa dirinya yang sebenarnya.

Atas dasar keyakinan tersebut, dirinya bisa dengan santai melanjutkan hidupnya tanpa takut suatu masalah dapat menimpanya. Ia hanya memikirkan, langkah apa yang selanjutnya ia ambil setelah mendapatkan beberapa data penting milik pak Basuki tersebut.

Satu per satu mulai terungkap, siapakah sosok Basuki itu sebenarnya. Dan ternyata tidak salah memang, dari telepon seluler tersebut juga terungkap dengan siapa ia berselingkuh selama ini. tabir perlahan mulai terbuka dan menguak sisi yang selama ini tak terlihat.

Gio Kembali masuk ke sekolahnya lantaran masa skorsing dirinya telah usai. Ia sedikit bersemangat hari ini lantaran hari ini merupakan hari jumat, dimana jam pertama adalah olahraga dan tentunya bertemu dengan bu Niki sang gitar spanyol.

Dengan langkah tegapnya, Gio mulai menyusuri jalanan komplek rumahnya setelah ia berpamitan dengan bu Dewi. Bersamaan dengan itu, bus kota yang akan membawanya menuju ke sekolah sampai di halte tempat biasa ia menunggu.

Tak butuh waktu lama untuk Gio sampai di sekolah dengan bus tersebut. Sesaat setelah ia menginjakkan kaki di depan gerbang sekolah, seolah semua mata orang yang melihatnya menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa. Entah apa yang mereka lihat pada dirinya. Sejenak ia melihat dirinya dari seragam hingga sepatu yang ia pakai, tampak tidak ada keanehan dari yang ia kenakan.

Langkah kaki Gio berlanjut hingga ia sampai di kelasnya. Suasana kelas yang awalnya riuh dengan canda, tawa, dan obrolan dari para siswa yang saling bersautan menggema di dalam ruangan kelas tersebut mendadak menjadi hening sesaat setelah Gio masuk ke dalam kelas. Semua mata kembali tertuju kepada Gio, namun Gio tak memperdulikan mereka semua dan tetap melanjutkan langkah kakinya menuju ke tempat duduknya.

Nampaknya Gio mulai tersadar, mengapa banyak pasang mata yang menyoroti dirinya sedari tadi. Tak lain dan tak bukan karena masalahnya bersama dengan kakak kelas tempo hari. Sepertinya seluruh penjuru sekolah telah mendengar tentang apa yang terjadi pada waktu itu, sehingga ia tak luput dari highlight orang-orang.

Waktu telah berjalan dan kini sudah masuk waktu untuk mulai jam pelajaran yang pertama. Tak berselang lama bu Niki masuk ke dalam kelas. Seperti biasa, dengan kaos berkerah alias polo shirt berwarna abu-abu terang berpadu dengan celana training Panjang berwarna hitam dengan brand yang identik dengan tiga garisnya. Bersama senyuman yang selalu menghiasi wajah ayunya ia menyapa para siswa dengan mengucapkan salam. Selanjutnya, para siswa diminta untuk menuju ke Gedung sport indor karena materi kali ini seputar senam lantai.

Gio bersama para murid yang merupakan teman sekelasnya mulai menuju ke tempat yang dimaksud oleh bu Niki. Gio yang berjalan di posisi belakang pun mengamati setiap ruang kelas yang ia lewati dan nampak beberapa sorot mata yang menatapnya tajam, tak lain dan tak bukan orang tersebut adalah yang mengeroyoknya tempo hari. Gio tak menggubrisnya dan tetap melanjutkan langkah kakinya.



Hingga tiba-tiba bu Niki tiba-tiba berada di sampingnya dan memulai obrolan bersamanya.

“Gio… ibu dengar kamu dapat skorsing satu minggu kemarin, ya?” tanya bu Niki di sela-sela Langkah mereka menuju ke Gedung sport indoor.

“hehehe… iya, bu.” Jawab Gio diiringi ketawa getir.

“ibu dengar juga kamu sendirian bisa bikin lima orang babak belur, benar itu?”

“ah enggak kok, bu. Cuma kebetulan saja kemarin.” Jawab Gio merendah.

“eh, ngomong-ngomong kamu udah ikut ekskul apa?”

“saya sepertinya tidak ikut ekskul apa-apa, bu.”

“loh, Kamu tidak baca aturan kalau setiap siswa wajib mengikuti minimal satu eskul?” tanya bu Niki.

“oh, seperti itu ya bu. Maaf sepertinya saya terlewat membaca peraturan tersebut.”

“begini saja, nanti sore, sepulang sekolah kamu balik ke gedung sport indoor ini, kamu ikut ekskul Brazilian Jiu Jitsu (BJJ). Kebetulan saya juga mengajar di situ.”

“baik, bu.” Jawab Gio yang tak kuasa menolak permintaan dari gurunya tersebut.



Tak terasa Langkah kaki mereka telah sampai di tempat yang mereka tuju. Segera beberapa anak laki-laki menyusun matras untuk digunakan praktik senam lantai mereka. Setelah tersusun secara rapih, para siswa bergegas duduk mengitari matras dengan bu Niki berada di atas matras dan memberikan penjelasan mengenai apa yang akan mereka praktikan setelah ini.

Para siswa dengan seksama menyimak penjelasan yang diberikan oleh bu Niki tentang roll depan dan roll belakang, tak terkecuali Gio yang juga sedari tadi menyimak. Bukan, bukan menyimak sepertinya, tetapi lebih ke menatap lekat-lekat wajah bu Niki yang sedang menjelaskan dan nampak sangat anggun.

Hingga tibalah saat yang ditunggu oleh para kaum laki-laki, khususnya Gio. Saat-saat tersebut adalah ketika bu Niki mulai bangkit dari posisi duduknya dan mulai memposisikan dirinya seperti orang yang sedang menungging. Posisi tersebut dilakukan bu Niki karena ingin mempraktekkan cara roll depan. Bersama dengan posisi tersebut, bu Niki memberikan penjelasan step-by-step yang harus dilakukan untuk mendapatkan gerakan yang sempurna.

Bu Niki seakan lupa bahwa Gio berada di posisi tepat di belakangnya. Seakan mendapat durian runtuh, Gio terus menatap pemandangan yang tersaji di depannya. Gio tak mau melewatkan barang sedetikpun apa yang tersaji di depannya.

Bagaimana Gio dapat memalingkan pandangan, jika yang tersaji di depannya adalah pemandangan berupa guratan celana dalam yang tercetak dari balik celana training yang dikenakan oleh bu Niki. Bersama dengan itu Gio membayangkan, jika dalam posisi tersebut ia dapat menyodokkan kontolnya dalam-dalam ke memek dari bu Niki.

Bu Niki tidak bertahan lama pada posisi tersebut, karena segera ia melakukan gerakan berikutnya. Setelah bu Niki mempraktekkannya, kini giliran para murid yang harus melakukan praktek tersebut satu per satu. Karena praktek ini tergolong mudah, maka Gio tanpa kesulitan melakukannya, pun demikian dengan teman-temannya yang kebanyakan sukses melakukan gerakan sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh bu Niki.

Waktu terus berjalan, begitu dengan penulisan cerita ini yang terus berjalan seiring berjalannya waktu. Karena memang tidak ada hal yang menarik Kembali untuk diceritakan, maka cerita langsung lanjut pada kegiatan Gio di sore hari, yaitu ekskul Brazilian Jiu Jitsu.

Sepulang sekolah, Gio tak langsung pergi meninggalkan sekolah, tetapi ia menunggu waktu beberapa saat untuk menuruti perkataannya yang telah menyanggupi permintaan dari bu Niki untuk bergabung dengan ekskul Brazilian Jiu Jitsu. Bermodalkan seragam olahraga yang tidak apek-apek banget, karena hanya digunakan untuk senam lantai tadi pagi, Gio bergegas menuju ke tempat yang tadi dimaksud oleh bu Niki, yaitu Gedung sport indoor.

Sesampainya di sana, ternyata Gio menjadi orang pertama yang sampai, sehingga kondisi gedung masih sepi. Gio memutuskan untuk merebahkan diri sejenak sembari menunggu bu Niki dan teman-temannya yang lain datang. Hingga tiba-tiba, sebuah suara terdengar menyapa –



“Gio... sudah datang kamu rupanya.” Ucap bu Niki sembari tersenyum ramah.

“hehehe... iya bu.” Jawab Gio sembari cengengesan.

“oh iya, saya lupa, kamu kan belum punya Gi (seragam dalam BJJ), nanti sepulang latihan kamu ikut saya ke rumah, kebetulan saya masih punya satu set baru.”



Gio pun mengiyakan apa yang dikatakan oleh bu Niki. Sementara itu, bu Niki bergegas menuju ke locker room untuk mengganti pakaian yang ia gunakan dengan Gi. Tak berselang lama ia sudah Kembali dengan pakaian Gi-nya. Nampak sedikit aura sangar yang keluar setelah bu Niki berganti menggunakan Gi-nya, namun masih kalah dengan keelokan parasnya yang rupawan, sehingga menutupi kesan sangarnya di awal.

Setelah itu, mereka bersiap karena satu per satu dari murid-murid yang mengikuti ekskul ini mulai berdatangan. Tidak banyak yang ikut pada ekskul ini, mungkin hanya berjumlah kurang dari 20 orang yang terdiri dari siswa dan siswi. Mungkin bagi anak-anak kalangan tersebut, ekskul bela diri kurang bergengsi dibandingkan dengan ekskul e-sport atau semacamnya, sehingga lebih minim peminat.

Hari pertama Gio berlatih tentu baru mendapatkan materi-materi dasar dan pengenalan tentang gerakan-gerakan dasar pada bela diri Brazilian Jui Jitsu. Gio nampak fokus dan memperhatikan dengan seksama setiap gerakan yang dilakukan oleh instruktur yang merupakan siswa senior yang telah bersabuk tingkat tinggi, tentunya masih diawasi langsung oleh bu Niki.

Penunjukkan senior menjadi instruktur tersebut tentu bukan tanpa maksud dilakukan oleh bu Niki. Mungkin ia ingin bahwa murid didiknya tersebut mendapatkan jam terbang sebelum nantinya benar-benar terlepas dari bayang-bayang bu Niki yang saat ini bisa dibilang menjadi “head” coach mereka.

Setelah latihan berjalan kurang lebih satu setengah jam, bu Niki menyudahi latihan pada hari ini dan mempersilahkan para murid untuk beristirahat dan dipersilahkan untuk pulang. Bu Niki sendiri kembali menuju ke locker room untuk kembali mengganti Gi-nya. Tak berselang lama kemudian, ia telah kembali dengan menggunakan kaos lengan pendek dan celana kain model beige-nya.



“Ayo, kamu jadi ikut saya buat ambil Gi ‘kan?”

“eh, iya bu.” Jawab Gio spontan.

“kamu enggak bawa kendaraan sendiri kan?” tanya bu Niki lagi.

“tidak, bu. Saya naik bus kota.”



Setelah itu, mereka berdua berjalan menuju ke parkiran mobil yang terletak di halaman depan sekolah. Dengan perasaan berkecamuk Gio mebuka pintu depan dan duduk di samping kemudi. sepanjang mobil berjalan selama kurang lebih lima menit Gio hanya menatap lurus ke depan tanpa sedikit pun melirik ke arah bu Niki, hingga suara bu Niki memecah keheningan yang terjadi diantara keduanya –



“kamu kenapa dari tadi Cuma diam sih Gio? Apa kamu tidak suka sama ekskul BJJ-nya?” tanya bu Niki.

“eh, tidak bu. Saya suka kok.” Jawab Gio singkat.

“trus kenapa dari tadi kok kelihatannya tidak enjoy?”

“saya nervous, bu.” Ucap Gio sembari menundukkan kepalanya.

“hihihi... kamu ini nervous kenapa coba?” selidik bu Niki sembari tertawa kecil.

“soalnya hampir seharian saya liat peri, cantik banget.” Jawab Gio dengan kepala yang masih menunduk.

“peri? Kamu punya indra keenam kah?”

“bukan, bu. Peri itu nyata, bukan Gaib. Ini buktinya sekarang saya bisa melihatnya langsung.” Ucap Gio sembari menatap bu Niki.

Bu Niki yang awalnya sejenak menatap Gio serius berubah menjadi tertawa, “Hahahaha…. Kamu ini ya… dari tadi diem, eh giliran ngomong malah gurunya digombalin.”

“Tapi saya sudah bersuami loh, Gio.” Lanjut bu Niki.

“oh, maaf bu. Saya tidak tau soal itu.” Ucap Gio sembari kembali menundukkan kepalanya lagi.

“hahaha... kamu ini lucu. Tadi aja berani ngegombal, begitu tau sudah punya suami langsung ciut.” Ucap bu Niki.



Obrolan ringan diantara mereka berdua kembali mengalir ringan, hingga tibalah mereka di tempat yang mereka tuju, yaitu rumah bu Niki. Gio dibuat takjub dengan rumah bu Niki yang tampak megah dan mewah. Memang tak semegah dan semewah rumah-rumah yang biasa dilihat di FTV atau sinetron, tetapi rumah tersebut terlihat sangat modern dan futuristic.

Benar saja, tak berselang lama pintu gerbang rumah terbuka sendiri sesaat setelah bu Niken membunyikan klakson mobil miliknya. Mobil tersebut pun masuk ke dalam halaman rumah, setelahnya Gio dan bu Niken turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah. Gio Kembali dibuat takjub dengan gaya interior yang mengesankan. Meskipun sebenarnya dulu juga ia sempat tinggal di rumahnya yang lebih mewah dari ini, tetapi ia telah lama meninggalkan itu semua dan memulai kehidupan baru Bersama dengan bu Dewi.

Di ruang tamu tersebut, ia dapat melihat sebuah foto yang termpampang besar dengan bu Niki berpose di samping seorang lelaki yang mengenakan seragam. Nampak foto tersebut seperti foto-foto keluarga pejabat. Gio pun dipersilahkan duduk sembari menunggu bu Niki mengambilkan Gi-nya. Tak berselang lama kemudian bu Niki kembali dengan membawa barang yang ia maksud.

Sempat ditawari minum, namun Gio menolak dan beralasan bahwa hari mulai gelap dan ingin bergegas untuk pulang ke rumah. Bu Niki pun mengamini perkataan Gio dan membiarkan Gio pergi. Setelah berpamitan dan tak lupa mengucapkan terima kasih, Gio keluar halaman rumah bu Niki dengan dibantu satpam untuk membuka pintu gerbang.

Sesampainya di jalan Gio menggaruk kepalanya karena bingung mencari rute bus ke arah rumahnya. Meskipun dirinya hafal dengan daerah sekitar tempat tersebut tetapi ia tak pernah menaiki transportasi umum, sehingga ia tidak hafal harus menggunakan bus yang mana agar membawanya sampai ke rumah. Akhirnya ia pun menuju ke halte terdekat dan untungnya pula di halte tersebut terpampang gambar rute perjalanan bus lengkap dengan kode-nya.

Sesampainya di rumah, seperti biasa, pertanyaan tentang “dari mana saja?”, “kok pulang terlambat?”, dan pertanyaan-pertanyaan lain terlontar dari bu Dewi. Mungkin bagi anak “normal” seusia Gio risih dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, tetapi karena pada dasarnya dalam tubuh Gio adalah seorang dewasa, maka ia malah memaknai tersebut sebagai bentuk kasih sayang dari bu Dewi.

….

Keesokan harinya, Gio Kembali berangkat ke sekolah seperti biasa. Ia sebenarnya malas, karena hari ini merupakan hari sabtu alias weekend yang seharusnya digunakan untuk berlibur dan bermain tetapi ia malah sekolah, tetapi mau tidak mau ia harus menjalaninya. Nampaknya ia juga mulai enjoy menjalani peran barunya layaknya anak SMA pada umumnya, tak pernah ada yang mencurigainya selama ini.

Sesampainya di kelas, ia langsung duduk di bangku tempat biasa yang ia duduki. Tak ada keanehan pada hari ini, semuanya berjalan seperti biasa. Hingga jam pelajaran pertama dimulai. Gio terkejut melihat siapa yang masuk ke kelas pada jam pelajaran pertama saat itu. Wajahnya mengindikasikan ketegangan yang tak dapat ia sembunyikan lantaran keluarnya secara natural.

Setelah mengucapkan salam, guru tersebut duduk di bangkunya dan langsung menatap dengan tajam Gio yang saat itu duduk tepat lurus dari pandangannya –



“Gio! Kemana saja kamu satu minggu tidak berangkat ke sekolah.” Ucap bu Dini yang terdengar tegas dari tempat ia duduk.

“maaf, bu. Saya kena skorsing selama satu minggu kemarin.” Jawab Gio.

“bagus! Ada berandalan ternyata di kelas ini ya....”

“sekarang, mana tugas yang pernah saya berikan kepada kamu minggu lalu? saya tunggu-tunggu kok tidak kamu kumpulkan.” Ucap bu Dini masih dengan nada tegasnya.

“...” Gio hanya bisa terdiam lantaran ia lupa melihat jadwal belajarnya semalam dan tidak ingat bahwa hari ini ada pelajaran matematika yang diajar oleh bu Dini.

“saya sudah tau jawabannya!”

“silahkan belajar di perpustakaan dan Kembali ke kelas saya 40 menit setelah ini atau ketika bel tanda jam pelajaran kedua saya dimulai.” Lanjut bu Dini.



Tak ada pilihan lain bagi Gio selain menuruti perintah dari guru killer-nya tersebut. Segera Gio beranjak dari posisi duduknya dan pergi meninggalkan kelas untuk menuju ke perpustakaan. Sesampainya di sana, ia langsung mencari buku Pelajaran matematika sesuai dengan apa yang diajarkan oleh bu Dini.

Saat ini, yang ada di pikirannya hanya menuruti perintah dari bu Dini, tak ada opsi lain. Segera ia membolak-balik lembar demi lembar buku tersebut untuk mempelajari materinya. Dibacanya dengan seksama setiap kalimat dan rumus yang disajikan pada buku tersebut. Ia tak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, maka dari itu, ia memilih untuk menuruti perintah dari gurunya tersebut.

Waktu terus berjalan, halaman demi halaman telah selesai ia baca. Meskipun ia tak yakin dengan apa yang ia baca, tetapi ia tetap terus melakukannya hingga halaman terakhir pada bab yang dimaksud. Hingga tak terasa, waktu telah berjalan 40 menit yang ditandai dengan bunyi bel. Segera ia Kembali ke kelasnya untuk menemui bu Dini.



“oke Gio, sekarang coba kamu jelaskan kepada saya dan teman-teman kamu tentang apa yang kamu pelajari selama tadi di perpustakaan.” Ucap bu Dini tegas.

“mmm... saya mempelajari tentang persamaan dan pertidaksamaan linier bu.” Jawab Gio.

“hanya itu saja? Coba jelaskan apa yang kamu ketahui.”

“nilai mutlak bu.”

“lalu?”

“....” Gio tak lagi bisa menjawab. Segala materi yang telah ia baca serasa hilang begitu saja. Mungkin hal tersebut efek dari grogi yang ia alami. Bagaimana tidak, banyak pasang mata menatapnya serius saat itu, ditambah lagi setiap kata yang terlontar dari mulut bu Dini terasa intimidatif bagi dirinya. Sehingga fokusnya terpecah dan apa yang telah ia pelajari menjadi hilang begitu saja.

“oke silahkan duduk.” Ucap bu Dini.

“lihat sendiri kan? Bagaimana contoh langsung dari orang yang TIDAK pernah memperhatikan saya mengajar dan TIDAK pernah belajar?” lanjut bu Dini dengan memberikan penekatan pada setiap kata “tidak” sembari menatap Gio yang berjalan menuju ke arah bangukunya dan seakan menyudutkan Gio.



Sesampainya di bangkunya, Gio hanya bisa tertunduk lesu dan malu. Tak ada yang bisa ia lakukan lagi. Ia merasa telah dipermalukan oleh bu Dini di depan teman-teman sekelasnya. Terlebih lagi ia selalu disudutkan, padahal sebenarnya bukan masalah besar yang ia lakukan, tetapi seolah-olah bu Dini menghakiminya selalu.



“jangan salahkan aku jika pembalasanku nanti lebih kejam dari ini ya, BU DINI yang terhormat.” Ucap Gio dalam hati.



Pikiran dan hati Gio terasa panas dengan sikap dan apa yang telah dilakukan bu Dini terhadap dirinya. Ia merasa tak terima dengan semua yang telah bu Dini lakukan terhadapnya. Ia ingin membalasnya. Segera.




Lanjut ke Part 13: Glimmer of Light
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd