Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG REBIRTH OF SHADOW: CIRCLE OF MILF

PART 15

Gotcha!





“dari mana aja kamu nak? Jam segini kok keluyuran.” Sambut bu Dewi ketika Gio baru saja masuk ke dalam rumah.



Sontak Gio terkejut mendengar hal tersebut, rupanya sang ibu angkat tadi tidaklah benar-benar tidur. Gio bingung harus menjawab apa dalam kondisi tersebut, karena memang sedari sore dia berada di rumah bersama ibunya sebelum sang ibu masuk ke dalam kamar untuk tidur.



“Gio... Gio habis cari angin bu, nggak bisa tidur tadi soalnya.” Elak Gio yang terpojok.

“tidak perlu berbohong lagi sama ibu. Ibu tau semuanya dan jujur ibu kecewa sama kamu.” Ucap bu Dewi datar dengan pandangan mata yang kosong menatap layar televisi yang tidak menyala.

“….” Gio tak mampu berkata-kata lagi mendengarkan ucapan dari bu Dewi tersebut.

“ibu dengar apa yang kamu obrolin bersama bu Elin tadi pagi dan ibu kaget kalau kamu bisa-bisanya...” ucapan bu Dewi terhenti seiring dengan air mata yang tak mampu terbendung lagi.

Gio yang sedari tadi berdiri menghadap ke arah ibunya mulai mendekati bu Dewi dan duduk di samping bu Dewi, “maafin Gio bu...” ucap Gio.

“hikss... kamu kok bisa seperti itu sama orang yang sudah bersuami dan punya anak sih Gio... ibu benar-benar gak nyangka. Hikksss....”

“Gio minta maaf bu...”



Bu Elin tak mengindahkan perkataan Gio dan beranjak berdiri dari posisi duduknya dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Perasaannya hancur dengan apa yang telah Gio lakukan. Ia tak menyangka bahwa Gio bisa berbuat seperti itu kepada bu Elin.

Semua itu ia ketahui ketika bu Elin pagi-pagi datang ke rumahnya, seperti biasa keperluan untuk menjahitkan kain, tetapi sepertinya ada motif lain, yaitu bertemu anaknya, Gio. Setelah bertanya apakah Gio sudah berangkat ke sekolah bu Elin bergegas pergi untuk menyusul Gio yang menurut bu Dewi belum jauh ia pergi meninggalkan rumah.

Karena merasa penasaran tentang apa yang mereka obrolkan, mengingat juga bu Elin lah satu-satunya orang di kompleks ini yang pernah bertemu Gio versi kecil membuatnya mengikuti langkah kaki bu Elin pergi. Dari situlah ia mendengar obrolan dari Gio dan bu Elin.

Malamnya, ia sengaja tidak tidur hingga larut malam untuk mencegah sang anak berbuat nekat. Tetapi ia penasaran, apakah anaknya memang seberani itu, ternyata memang Gio adalah orang yang bisa dipegang omongannya, karena setelah ia membuntuti Gio, ia mendapati bahwa Gio masuk ke dalam rumah bu Elin.



*tokkk.... tokkk.... tokkk....*

“Bu... Gio minta maaff... Gio ngaku salah bu.”

“tinggalin ibu sendiri Gio...” jawab bu Dewi dengan suara datar dan cenderung lemah.



Akhirnya Gio pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamar ia pusing memikirkan banyak hal yang baru saja terjadi dalam hidupnya. Tak menyangka bahwa permainannya bersama bu Elin harus tercium oleh ibu tirinya sendiri. Gio juga bingung harus bagaimana menjelaskan semuanya kepada sang ibu nantinya.

Lama Gio berpikir ternyata pagi telah menyapa. Karena ingin mejalankan misinya, ia harus berangkat lebih awal dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Akhirnya Gio pun Bersiap untuk berangkat ke sekolah tepat pukul lima pagi.



*tokkk… tokkk… tokkk….*

“bu, Gio berangkat sekolah.” Ucapnya dari balik pintu karena sang ibu masih saja mengunci rapat-rapat pintu kamarnya.

“...” tak ada jawaban dari balik pintu tersebut dan Gio memutuskan untuk langsung pergi.



Sesampainya di sekolah ternyata gerbang masih di tutup, “pak kok masih ditutup ucap Gio kepada satpam sekolah.”

“yaa kamu berangkatnya kepagian, wong saya aja baru selesai mandi.” Jawab satpam dari balik gerbang sekolah.

“lagian ngapain sih kamu berangkat pagi-pagi buta.” Lanjut si satpam sembari membuka gembok pagar.

“mau ngerjain pr pak, sama nanti ada piket.” jawab Gio.



Gio langsung menuju ke tempat yang dimaksud dan lekas melepas semua poster bugil bu Dina dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu ia masuk ke dalam kelas. Sembari menunggu jam pelajaran pertama, Gio memutuskan untuk tidur sejenak. Hingga akhirnya bel tanda masuk jam pertama pun berbunyi dan sukses membuat Gio terbangun.

Jam pertama langsung diisi dengan pelajaran matematika yang tentunya diajar oleh bu Dina. Dengan muka garangnya bu Dina mulai memberikan materi kepada para siswanya. Namun Gio malah fokus pada hpnya dan bersiap untuk mengirimkan email kembali kepada bu Dina.



“gimana bu? Masih mau macem-macem sama saya?” bunyi email yang dikirimkan Gio tersebut.



Bu Dina yang sehabis menerangkan di depan papan tulis dan kini duduk di meja guru pun terlihat mengecek ponselnya ketika mendapati email tak dikenal tersebut kembali masuk.



“mana ancaman yang kamu agung-agungkan itu? SAYA TIDAK TAKUT!!!” balas bu Dina langsung.

“HAHAHA… sebentar lagi ibu tak berani berkata sesumbar lagi kepada saya. Lihatlah CCTV sekolah dan berterima kasihlah kepada muridmu yang menyelamatkan karirmu yang cemerlang itu.”



Isi pesan tersebut membuat bu Dina termenung. Raut wajahnya mengisyaratkan rasa khawatir, cemas, dan tidak tenang. Segera ia meminta murid-muridnya untuk mengerjakan soal dan ia berlalu pergi meninggalkan kelas.



Bu Dina menuju ke ruangan satpam, “pak tolong lihat CCTV hari ini… atau mulai semalam...” pinta bu Dina kepada petugas keamanan sekolah.

“ada apa ya bu?” tanya satpam keheranan.

“sudah, saya pengen lihat.” Jawab bu Dina tegas.



Satpam pun tak kuasa menolak permintaan dari Guru yang terkenal judes tersebut. Segera ia memutar rekaman CCTV dari mulai kemarin malam hingga pagi ini. Malamnya tak terlihat pergerakan yang mencurigakan karena memang CCTV telah dimanipulasi oleh Gio.

“kok CCTV-nya aneh ya, perasaan semalem Tatang cerita kalau ada orang yang berusaha masuk ke sekolah lewat tembok belakang.” Ucap satpam tersebut.

Bu Dina kaget mendengar perkataan dari satpam tersebut, “tapi ada yang ilang pak atau apa yang mencurigakan gitu?” tanya bu Dina.

“nggak ada sih bu, kayaknya belum sempat beraksi udah keduluan ketahuan sama si Tatang.”



Bu Dina masih bingung mencerna tentang apa yang sebenarnya sedang mengancam dirinya tersebut. Jikalau benar apa yang dikatakan oleh satpam tersebut, berarti memang musuhnya kali ini benar-benar bukan orang sembarangan.



“pak tolong stop dulu videonya.” ucap bu Dina kepada satpam ketika melihat Gio yang tak sengaja lewat tengah melepaskan beberapa poster yang berada di majalah dinding.

“tolong di-zoom pak...” lanjut bu Dina dan semakin jelas bahwa yang melepaskan poster tersebut adalah Gio.



Setelah mendapatkan nama yang dimaksud oleh sang pengirim misterius, bu Dina bergegas Kembali ke kelasnya. Ia mendapati Gio yang Tengah meletakkan kepalanya di atas meja seperti orang tidur.



“Gioo... kamu ikut ibu, bawa tasmu.” Ucap bu Dina tegas dan sontak membuat kaget seisi ruangan kelas.

Gio pun pura-pura kaget mendengar perintah dari gurunya tersebut, “aaa... ada apa ya bu?” tanyanya.

“ikut saya dulu kamu.” Jawab bu Dina masih dengan suara tegasnya.



Gio mengikuti perintah bu Dina yang sepertinya sudah mulai masuk ke dalam perangkapnya. Masih dengan wajah pura-pura bodohnya, Gio mengikuti bu Dina menuju salah satu sudut sekolah yang terbilang sepi, ditambah lagi ini masih jam pelajaran sehingga tidak ada murid yang melintas.



“coba buka tas kamu!” perintah bu Dina setibanya mereka di tempat yang sepi.

Gio langsung membuka tasnya dan langsung disambar oleh bu Dina dengan cepat.

“dari mana kamu dapat semua ini?!” ucap bu Dina tegas sembari melihat sejenak gambar poster dirinya yang telanjang tersebut dan meremas-remasnya hingga menjadi bola kertas.

“ee... saya ambil dari mading bu.” Jawab Gio terbata-bata.

“sekarang buang dan bakar semua ini!” ucap bu Dina.

“dan jangan bilang masalah ini ke siapa-siapa, paham?!” lanjut bu Dina tegas.

“iii… iya bu.” Jawab Gio.



Setelah itu mereka berdua kembali ke kelas dan bu Dina melanjutkan proses belajar mengajar. Sementara Gio bersiap untuk mengirimkan email ancaman kembali kepada bu Dina. Nampaknya dari raut wajah dan cara mengajar bu Dina, ia tak bisa lepas dari bayang-bayang ancaman yang sedang menghantuinya.



“Bagaimana bu Dina yang terhormat? Masih bisa berbicara angkuh lagi dengan saya?” isi email yang dikirim ke bu Dina.

“Siapa kamu? Saya akan laporkan polisi atas tuduhan pencemaran nama baik!” balas bu Dina.

“HAHAHAHA… Silahkan saja. Tapi ingatlah, jari saya lebih cepat untuk menyebarkan foto-foto anda daripada polisi yang memproses laporan anda. Saya tidak takut masuk penjara, tetapi saya yakin anda takut bahwa karir anda akan hancur karena foto-foto tersebut. Dan bukan hanya foto bu Dina, saya juga bisa merekayasa hubungan badan anda dan menyebarnya. HAHAHAHA...”

“Dasar Biadab. Apa maumu? Berapa duit yang kamu inginkan dari saya?” balas bu Dina.

“HAHAHAHA... Saya tidak butuh duit ibu. Saya Cuma mau ibu menuruti setiap perintah saya. Sepakat?”



Membaca pesan tersebut membuat bu Dina termenung. Ia benar-benar tak habis pikir bahwa ia akan menerima ancaman yang sebegitu kejinya. Jikalau benar foto-foto tersebut akan tersebar, maka bukan hanya Yayasan sekolah ini saja yang akan menendangnya keluar, tetapi tidak akan ada sekolah lain yang menerima dirinya untuk menjadi seorang Guru.

Meskipun semua foto tersebut adalah rekayasa, tetapi ia yakin bahwa setiap orang yang melihat akan percaya bahwa itu adalah dirinya, karena memang bisa serapih dan semulus itu hasil dari rekayasa tersebut. Ditambah lagi bahwa tubuh dari wanita yang ditempelkan wajah dirinya tersebut sangatlah mirip dengan tubuhnya.

Hingga tak terasa jam pelajaran matematika telah habis. Bu Dina meninggalkan kelas dan kembali ke ruangan guru dengan pikiran yang masih berkecamuk. Ia tak tau harus bagaimana setelah ini dan ia tak tau harus bercerita ke siapa.



“Bu... Bu Dina....” sapa bu Niki yang melihat bu Dina seperti orang melamun.

“ehhh... iya bu?” jawab bu Dina yang buyar lamuannya karena panggilan dari bu Niki.

“ibu kenapa kok kelihatannya lagi banyak masalah?” tanya bu Niki.

“nggak papa kok bu. Cuma masalah biasa.” Elak bu Dina.

“oh begitu. Kalau ada apa-apa boleh loh bu Dina cerita ke saya.”

“iya bu. Terimakasih.” Jawab bu Dina sembari tersenyum manis ke bu Niki.



Di tempat lain Gio merasa bahwa rencananya sejauh ini berjalan dengan sangat baik. Kini tinggal menunggu waktu saja untuk dirinya menjalankan misi berikutnya. Sepertinya ia juga sukses memainkan psikis bu Dina sehingga membuatnya terpojok dan tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti apa yang akan ia perintahkan.

Sepulang sekolah Gio langsung menuju ke rumah rahasianya untuk mempersiapkan misinya dalam menguak misteri pak Basuki melalui sekertarisnya, Citra Indah. Ia ingin melihat CCTV yang telah ia pasang kemarin. Dari sana ia bisa mengawasi dan sedikit memiliki gambaran tentang kondisi lapangan sebelum nantinya ia akan beraksi.

Sesampainya di rumah rahasianya, Gio langsung membuka aplikasi CCTV-nya untuk melihat perkembangan yang terekam oleh kamera CCTV tersebut. Nampaknya rumah tersebut sama seperti rumah-rumah pada umumnya dan terlihat bahwa kemarin bu Citra tersebut pulang kurang lebih setengah 6 petang dengan diantar oleh mobil yang kemungkinan adalah taksi online.



…..



Beberapa hari berlalu. Bu Dewi masih dengan sikapnya yang mendiamkan Gio begitu saja, nampaknya ia masih kecewa dan terpukul dengan apa yang telah Gio lakukan. Gio juga tidak bisa melakukan apa-apa, karena bu Dewi terus saja menghindar dari dirinya. Meskipun begitu, Gio berusaha untuk mengurangi intensitasnya keluar malam terlebih dahulu karena situasi yang tidak kondusif tersebut.

Sementara itu, rencananya terhadap bu Dina masih sama, tapi kali ini ia membiarkan terlebih dahulu bu Dina untuk bernafas sejenak sebelum memberikan ‘kejutan’ berikutnya. Rencananya yang lain, yaitu terhadap bu Citra masih dalam tahap pengamatan dan sepertinya tidak ada bahaya yang mengancam dirinya jika melihat rekaman CCTV dalam beberapa hari terakhir dan sepertinya tinggal menunggu waktu untuk eksekusinya saja.

Hari ini, kembali bu Dina akan mengajar di kelas Gio. Sehingga sudah waktunya masuk ke kejutan berikutnya. Gio tak mau terlalu lama membiarkan bu Dina bernafas lega. Ia ingin segera bisa membalaskan dendamnya tersebut kepada bu Dina, balas dendam dengan cara yang tak pernah bisa dilupakan oleh bu Dina tentunya.

Sesaat setelah bel tanda pergantian jam pelajaran berbunyi, bu Dina langsung masuk ke kelas. Nampak raut wajahnya masih mengisyaratkan ketegangan karena teror yang terus menghantui dirinya. Sejauh apapun ia berusaha melupakan dan mengindahkan ancaman tersebut, nyatanya bayang-bayang itu tak pernah hilang dari pikirannya.

Setelah masuk ke dalam kelas, bu Dina langsung memberikan materi Pelajaran dan berusaha melupakan sejenak masalah yang sedang menimpanya itu. Setelah itu, ia duduk di kursi guru setelah sebelumnya memberikan soal latihan kepada para muridnya. Hingga tiba-tiba raut wajahnya berubah...



“Selamat pagi bu Dina yang anggun tetapi judes. Bagaimana pagimu kali ini? Pasti bahagia kan? Sudah siap dengan perintah pertama dari saya?” Bunyi pesan yang mengagetkan bu Dina.



Bu Dina berusaha untuk tidak memperdulikan isi pesan tersebut dan meletakkan ponselnya Kembali. Tetapi raut kecemasan tidak bisa hilang dari wajahnya. Ia mulai gusar dengan email yang masuk tersebut.



“Kok tidak dibalas email saya? Jari saya sudah siap untuk menekan tombol dan semua foto dan video ibu bisa dilihat oleh orang-orang loh, bu.” Bunyi pesan ancaman berikutnya.

Bu Dina tak punya pilihan lain, ia mengambil hpnya kembali dan mulai mengetik untuk membalas email tersebut, “apa yang anda inginkan?” balasnya singkat.

“Nah… Gitu dong. Sekarang ibu ambil itu mainan yang ada di bawah meja dan ibu pasti sudah tau apa yang harus ibu lakukan kan?”



Bu Dina dengan muka kesal dan paniknya mulai menggerayangi permukaan bawah meja gurunya tersebut. Alangkah terkejutnya ketika ia mendapati bahwa yang ia temukan adalah alat bantu seks Wanita seukuran jempol kaki orang dewasa yang tertempel tepat dibawah meja guru tersebut.

Alat tersebut memang sudah dipersiapkan oleh Gio dan telah ditempelkan di bawah meja guru semenjak tadi pagi-pagi buta. Ia rela bangun pagi-pagi dan mempersiapkan hal tersebut demi untuk membalaskan dendamnya terhadap bu Dina.



“sudah gila kah anda? Memasang alat seperti ini dibawah meja guru dan sekarang anda meminta saya memakai alat ini didepan murid-murid saya? SINTING!” balas bu Dina.

“ya sudah jikalau ibu tidak mengikuti perintah saya. Toh saya tinggal menekan tombol ‘sebarkan’ dan boom, tamat sudah karir anda.”



Bu Dina tak menjawabnya. Mukanya tertunduk lesu di depan kelas. Ia tak habis pikir jika semua ini bisa menimpanya. Tak pernah terbesit sedikitpun di benaknya bahwa ini akan terjadi. Tapi ia terlanjur masuk ke dalam permainan ini.

Bu Dina tak punya pilihan lain. Perlahan ia beranjak dari kursinya dan pamit sebentar kepada para murid-murid yang masih sibuk mengerjakan soal Latihan untuk pergi ke toilet. Sebelum beranjak dari kursinya, tak lupa ia juga mengantongi alat bantu seks tersebut.

Sesampainya di toilet, ia merenung sejenak. Air matanya tak disangka perlahan menetes, seakan beban yang selama ini ia pendam pecah. Lagi-lagi tidak ada opsi baginya selain menuruti permintaan gila dari orang yang tak ia kenal tersebut.

Setelah itu ia segera membuka kancing rok spannya dan melorotkan melorotkan celananya dan terakhir sedikit melorotkan cd-nya. Tangannya gemetar karena gugup dan ragu sebelum akhirnya ia tetap memasukkan alat bantu seks tersebut ke dalam memeknya.

Perasaannya campur aduk ketika barang tersebut mulai menyumpal memeknya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi suaminya jika ia melihat istrinya seperti ini. Ia tak mungkin menceritakan ini kepada suaminya, mengingat laki-laki yang mempersuntingnya dua tahun yang lalu itu kini berdinas di luar kota. Ia tak ingin membebani suaminya dengan permasalahan yang sedang ia hadapi dan ia tidak ingin salah langkah.

Setelah beres memasang benda tersebut, bu Dina lekas mengenakan kembali roknya dan menyeka air mata yang sempat menetes dari pelupuk matanya sebelum ia kembali ke dalam kelas. Belum terjadi reaksi apa-apa pada memeknya, hanya rasa tidak nyaman saja ketika dia buat jalan lantaran ada benda asing yang sedang bersarang di memeknya.

Sesampainya di kelas, bu Dina berusaha membuat keadaan senormal mungkin dan melanjutkan proses belajar mengajarnya. Hingga tiba-tiba alat tersebut mulai bergetar karena Gio mulai menyalakan alat tersebut. Sontak tubuhnya sedikit terkejut ketika benda itu mulai memberikan getarannya pada area memeknya.

Bu Dina yang awalnya berdiri di depan kelas akhirnya kembali duduk di kursi guru dan berusaha mengontrol dirinya. Mula-mula ketika alat tersebut masih bergetar normal, ia masih bisa mengontrol diri, tetapi makin lama getaran yang dihasilkan oleh alat tersebut semakin cepat hingga ia berusaha menutupi ekspresi wajahnya dengan cara menaruh kepalanya di atas meja guru.

Rasa geli-geli kenikmatan benar-benar menyerang memeknya yang menjalar hampir ke setiap bagian tubuhnya. Bu Dina berusaha untuk bersikap normal, tetapi tubuhnya menolak. Ia tak tau harus bertingkah seperti apa saat ini dihadapan para murid-muridnya. Ditambah lagi seiring dengan bertambahnya waktu, getaran dari benda yang menyumpal memeknya tersebut bertambah semakin kencang.



“Ssssssshhhh....” erangan bu Dina yang berusaha ditahan dengan menggigit bibir bawahnya sendiri.



Sementara itu, tangannya mencengkram erat-erat pinggiran meja guru. Lambat laun pertahanannya runtuh, ia tak lagi dapat menahan gejolak yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Semakin erat tangannya mencekram seiring ia berusaha menahan gejolak birahninya. Benar saja, tak berselang lama ia merasakan squirtnya dan sukses membasahi celana dalamnya dan sedikit rok span yang ia kenakan.

Tak berselang lama setelah ia squirt ternyata diiringi dengan orgasme hebat yang menyebur dari memeknya yang berkedut. Nafasnya bertambah memburu, keringat sudah sangat banyak keluar dan membasahi kerudung serta baju dinas yang ia kenakan. Sementara ia masih dalam posisi yang sama, menaruh wajahnya di atas meja guru.



“huhhh...huhhh...huhhh....” suara yang sayup-sayup terdengar keluar dari mulut bu Dina yang sedang berusaha mengatur nafasnya.



Tak sampai di situ, Gio terus memainkan alat seksnya yang menancap di memek bu Dina itu. Ia tak puas jika gurunya tersebut hanya mengalami satu orgasme saja. Ia terus mengawasi gerak tubuh gurunya tersebut hingga jam pelajaran bu Dina hampir usai.

Merasa permainannya sudah cukup, Gio mematikan alat tersebut. Ia bangkit dari tempat duduknya dan sukses membuat seisi kelas menengok ke arahnya yang sebelumnya mereka sedikit kebingungan dengan apa yang terjadi pada bu Dina. Gio berjalan ke arah meja guru,



“bu... Bu Dina sakit?” tanya Gio.

“huhhh… enggak, ibu nggak apa-apa.” ucap bu Dina sembari mendongakkan kepalanya dengan wajahnya yang memerah dengan nafas yang belum teratur.

“sudah sana kamu Kembali ke tempat dudukmu.” Lanjut bu Dina dengan ketus sembari meletakkan kepalanya kembali di atas meja guru.



Gio yang merasa tidak mendapatkan angin segar pun kembali ke tempat duduknya. Ia tak terlalu memusingkan sikap gurunya tersebut, karena ia yakin sebentar lagi ia pasti bisa menaklukkan keangkuhannya.

Tak berselang lama kemudian, bel tanda pergantian jam Pelajaran berbunyi. Bu Dina perlahan mulai bangkit dari posisinya dan merapihkan kembali meja guru yang sedikit berantakan akibat ulahnya sendiri. Dengan tubuh lemasnya, ia pergi meninggalkan kelas setelah sebelumnya mengucapkan salam kepada para murid-muridnya.

Bu Dina berjalan menuju ke kamar mandi untuk melepaskan alat laknat yang membuatnya susah payah menyembunyikan wajah kenikmatannya di hadapan para murid-muridnya itu. Bersama dengan itu, ia juga membersihkan celana dalamnya yang tadi tersembur cairan kenikmatannya sendiri. Ia sejenak duduk di kloset untuk menarik nafas dalam-dalam sebelum kembali ke ruang guru.



....



Sore harinya, Gio menuju ke rumah rahasia miliknya untuk menyiapkan rencananya dalam menguak bisnis dari pak Basuki. Sepulang sekolah, tanpa pulang ke rumah bu Dewi terlebih dahulu ia langsung menuju ke rumah rahasianya tersebut.

Berbekal rekaman CCTV beberapa hari yang menunjukkan bahwa tidak ada aktivitas yang membahayakan dirinya membuat ia yakin bahwa rencana ini akan berhasil. Rencananya ia ke rumah rahasianya tersebut untuk mengambil perlengkapan sebelum memulai aksinya.

Setelah semua perlengkapan ia bawa, segera ia menuju ke rumah bu Citra untuk langsung menjalankan aksinya. Seperti biasa, ia melewati jalan memutar dengan melompat tembok setinggi tiga meter untuk menghindari pemeriksaan satpam kompleks. Langsung ia menuju ke rumah bu citra untuk memulai misinya.

Seperti biasa, Gio mencari titik blindspot terlebih dahulu untuk mengacak-acak sistem CCTV rumah tersebut. Setelah itu, ia mulai membobol kunci pintar pintu utama rumah tersebut dan melenggang masuk begitu saja setelah dapat terbuka. Setelah itu, ia mengamati sejenak ruangan depan rumah tersebut dan nampak seperti rumah-rumah pada biasanya.

Gio mulai mengecek satu per satu ruangan yang ada di rumah tersebut hingga tibalah di salah satu kamar yang disinyalir merupakan kamar dari bu Citra. Ia bisa menyimpulkan demikian karena ruangan tersebut merupakan ruangan paling besar (master bedroom) diantara ruangan-ruangan lain. Selain itu juga ruangan tersebut dilengkapi segala barang-barang khas Perempuan.

Gio mengelilingi sejenak ruangan tersebut untuk melihat-lihat apakah ada barang-barang mencurigakan atau barang-barang yang berhubungan dengan misinya tersebut. Setelah berkeliling ruangan, ternyata tidak ada barang-barang pendukung misinya tersebut, sehingga ia memutuskan untuk langsung bersembunyi di tempat yang telah ia tentukan karena waktu yang terus berjalan.

Hampir satu jam Gio menunggu, ternyata ada suara yang mengarah ke kamar tersebut. Gio masih sabar menunggu hingga suara pintu dibuka terdengar jelas yang menandakan bahwa orang tersebut akan masuk ke dalam tempat persembunyian Gio.

Benar saja, dengan berbalut handuk bu Citra masuk ke dalam kamar mandi kamarnya dan langsung disambut dengan lambaian tangan Gio yang berada di bathub tanpa air sembari menyeringai tepat setelah pintu kamar mandi tersebut ditutup oleh bu Citra dan ia menengok ke arah Gio yang tubuhnya telanjang namun bertopeng bandit.

Bayangkan diri anda jika sedang ingin mandi tetapi disambut oleh orang tak dikenal dengan topeng bandit dan dalam keadaan telanjang bulat. Tidak hanya itu, ia menyeringai ke arah anda sembari melambaikan tangan, kira-kira apa reaksi anda? Ya seperti itu lah jawabannya ketika bu Citra masuk ke dalam kamar mandi.

Bu Citra terkejut dan berteriak minta tolong sembari berusaha membuka kembali pintu kamar mandi tersebut namun gagal. Tentu saja gagal, karena memang semua ini telah dipersiapkan oleh Gio. Pintu kamar mandi tersebut telah ia buat tidak bisa dibuka lagi oleh dirinya dan nantinya hanya dirinya lah yang bisa membuka kembali pintu tersebut.



“TOLONGGG....” teriak bu Citra.

“SSSSTTTT.... tak usahlah teriak, tak akan ada yang bisa mendengar teriakanmu itu dan itu pintu, mau kau buat macam apa juga tak bakal terbuka.” Ucap Gio sembari beranjak dari bathub tersebut dan berjalan mendekati bu Citra yang masih berdiri di dekat pintu.

“apa maumu... jangan sakiti aku... tolonggg....”

“HAHAHAHA... aku bukan tipe laki-laki yang menyakiti perempuan, tapi aku laki-laki yang selalu memberikan kenikmatan kepada perempuan.” Jawab Gio sembari tangannya yang mengenakan sarung tangan tersebut mengusap lembut bahu bu Citra yang terekspos karena ia hanya mengenakan bra dan cd berbalut handuk.

“Tolong jangan... aku mohonn...” ucap bu Citra sembari memegangi handuk yang membalut tubuhnya sembari menjauhkan tubuhnya dari Gio, namun sayangnya ia malah menyudutkan sendiri tubuhnya di pojok kamar mandi.

“SSSTTTT.... bagaimana kalau sekarang kita mandi? Rupanya kau juga ingin mandi kan? Mari aku bantu.” Jawab Gio sembari Kembali menyeringai.

“yukkk...” ajak Gio sembari menarik tangan bu Citra, namun bu Citra menegangkan tangannya sembari menggelengkan kepala.

“kenapa nggak mau?” tanya Gio kembali.

Namun Gio malah menepuk jidatnya, “astaga... aku lupa, kan handukmu belum dilepas ya...”



Gio langsung berusaha untuk membuka lilitan handuk yang membalut tubuh bu Citra. Lagi-lagi bu Citra berusaha menolak. Perlahan air matanya juga ikut menetes seiring dengan detak jantungnya yang juga kencang sedari melihat Gio tadi.

Tak berselang lama penolakan yang timbul dari dirinya perlahan menurun seiring dengan tatapan mata Gio yang menatap matanya. Tatapan itu, seolah seperti tatapan seekor predator yang siap memangsa mangsanya. Ditambah lagi yang ada di pikiran bu Citra kali ini adalah yang penting manusia yang sedang dihadapinya ini tidak membunuhnya.



“nah Gitu dong, nurut.” Ucap Gio setelah berhasil membuka lilitan handuk dari tubuh bu Citra.

“dalemannya sekalian yah?” lanjut Gio sembari tersenyum.



Bu Citra lagi-lagi tak kuasa menolak, ia hanya bisa pasrah dan mengikuti setiap kemauan dari Gio. Segera Gio melepas pengait bra berwarna merah jambu tersebut. Tak hanya itu, tepat setelah melepaskan bra tersebut, Gio mengendusnya terlebih dahulu bra itu dan dilanjut mengendus payudara bu Citra namun tidak menyentuhnya. Lalu Gio meletakkan bra tersebut di gantungan baju tepat di samping handuk yang tadi digunakan oleh bu Citra.

Setelah melepaskan bra yang dikenakan oleh bu Citra, kini giliran CD-nya. Gio langsung menunduk dan melorotkan CD bu Citra. Sama persis apa yang dilakukan pada bra bu Citra, Gio mengendus CD-nya terlebih dahulu, lalu mengendus memek bu Citra tanpa menyentuhnya. Setelah itu baru ia berdiri dan meletakkannya di gantungan baju.

Setelah semuanya terlepas, terpampanglah tubuh bugil bu Citra. Dengan payudaranya yang tidak terlalu besar (pas untuk digenggam) dan vagina pink kecoklatan yang sangat gundul karena waxing. Tubuh bugil tersebut dituntun Gio menuju ke bawah shower untuk langsung memulai ritual mandi mereka.

Gio mulai menghidupkan shower dan air mulai mengalir dari atas kepala mereka dan membasahi tubuh mereka. Di bawah guyuran shower tersebut, Gio mulai melumuri tubuh bu Citra menggunakan sabun dan setelahnya menggosoknya dengan lembut dan perlahan.

Mula-mula, Gio menggosok bagian lengan bu Citra hingga bagian telapak tangan. Setelah selesai kanan dan kirinya, ia menggerakkan lengan bu citra untuk mengangkat kedua tangan bu Citra dan mulai menggosok area samping tubuh bu Citra dan sukses membuat bu Citra sedikit bergetar.

Setelah itu, Gio mulai menyabuni punggung bu Citra hingga menjalar ke bagian depan tubuh bu Citra. Muali dari payudara hingga ke perutnya tak luput dari sentuhan lembut tangan Gio. Di area payudara bu Citra, tidak hanya gosokan lembut yang diberikan Gio, tetapi juga remasan-remasan manja diberikan Gio pada area tersebut.

Dari belakang tubuh bu Citra, Gio memainkan payudara bu Citra, dari mulai meremasnya, hingga memainkan putingnya menggunakan jari jemarinya yang berlumuran sabun tersebut. Selanjutnya, Gio berlutut tepat di belakang pantat bu Citra dan mulai menyabuni area kaki bu Citra. Setelahnya barulah ia mulai ke bagian utama, yaitu vagina bu Citra.

Gio kembali berdiri dan langsung melumeri vagina bu Citra menggunakan sabun yang telah ia tuangkan ke tangannya. Setelah semua area luar terkena sabun, barulah jari jemarinya yang beraksi. Jarinya mulai membelai lembut area luar vagina bu Citra dan dilanjut dengan tusukan manja yang dilakukan oleh jari telunjuk dan jari tengah Gio yang menerobos masuk ke dalam liang senggama bu Citra.

Tubuh bu Citra sedikit kaget dengan menegang sejenak. Selain itu ia hanya bisa pasrah dan memejamkan matanya. Sementara jari jemari Gio semakin liar mengobok-obok memeknya. Karena efek licin dari sabun dan air tersebut membuat gesekan yang dilakukan oleh jari Gio menjadi semakin cepat dan liar.

Sementara itu, Tubuh bu Citra yang mepet dengan tubuh Gio pun merasakan bahwa benda tumpul yang sedari tadi menyenggol-nyenggol pantatnya seakan tubuh dan terus tumbuh menjadi semakin besar. Ia bisa merasakan bagaimana kerasnya batang tersebut ketika menyenggol pantatnya. Libidonya menjadi semakin naik, ditambah lagi kocokan yang dilakukan oleh jari Gio pada memeknya.



“ssshhhh…. mmmmhhhh” bu Citra berusaha menahan desahannya, meskipun ia kini sudah terangsang berat.

“sudah lepaskan saja, biarkan tubuhmu aku puaskan malam ini.” Ucap Gio berbisik yang lalu menjilat bagian belakang kuping bu Citra dan berlanjut menuju ke tengkuk lehernya. Selain itu, tangannya yang satu juga ikut meremasi Kembali dua bukit kembar milik bu Citra.



Sepuluh menit berjalan tubuh bu Citra mulai bergetar dan menggelinjang. Ia sudah sampai pada orgasme pertamanya hanya dengan permainan jari Gio di area sensitifnya. Cairan kenikmatan tersebut akhirnya meleleh keluar dari dalam memeknya.



*hahh... hahhh... hahh....* nafas bu Citra yang memburu setelah sampai pada orgasemnya.

“bagaimana bu? Ini baru permulaan loh.” Ucap Gio setelah melepaskan jarinya dari dalam memek bu Citra yang telah orgasme.



Gio lantas memutar tubuh bu Citra hingga kini mereka berhadap-hadapan. Setelah itu segeralah ia melumat bibir seksi bu Citra. Karena nafsunya yang sudah menguasai dirinya, bu Citra pun terbawa nafsu dengan melayani permainan mulut yang dilakukan oleh Gio tersebut. Ia tak tinggal diam dengan permainan lidah yang dimainkan oleh Gio.

Selain bibir mereka yang berpagutan, tangan Gio Kembali aktif bergerak. Kali ini tangannya menuju ke pantat sintal milik bu Citra. Ia meremas-remas pantat tersebut dengan sangat gemas. Selain itu, sesekali juga jari-jarinya ia selipkan di belahan pantat bu Citra.

Sementara itu, tangan bu Citra tak kalah aktif. Tangannya mulai bergerak mencari batang kontol jumbo milik gio. Diusapnya lembut kontol tersebut dari mulai kepala hingga batangnya. Ia lakukan itu terus berulang dan setelahnya baru ia mengocok kontol tersebut.

Selanjutnya, bu Citra melepaskan pagutan bibir mereka dan langsung berjongkok di hadapan Gio. Ia mengamati dengan seksama kontol tersebut. Disentuhnya pelan kepala kontol tersebut menggunakan jari telunjuknya dan membuat kontol tersebut memantul naik seperti memiliki pegas.

Dari bawah, bu Citra melirik wajah bertopeng Gio yang berdiri di hadapannya. Setelah itu, ia menjilat kepala kontol bagian bawah Gio dan tetap melirik ke arah wajah bertopeng itu. Selanjutnya, barulah ia memasukkan kontol tersebut ke dalam mulutnya. Dengan sedikit kesusahan ia memaju mundurkan kepalanya dan sesekali berusaha memasukkan kontol tersebut sedalam mungkin ke dalam memeknya.

Tak lebih dari lima menit mulut bu Citra pegal karena ukuran kontol Gio yang tak biasa. Ia segera melepaskan lumatan kontolnya tersebut. Bu Citra segera berdiri dan kembali melumat bibir Gio. Bu Citra benar-benar sudah dikuasai nafsu, ia seakan tak peduli lagi siapa yang sedang dihadapinya. Di benaknya kali ini hanyalah kepuasan dan kepuasan.

Gio pun membalas lumatan bibir yang dilakukan oleh bu Citra. Kedua tangannya mulai mengangkat tubuh bu Citra melalui paha bu Citra. Setelah tubuhnya terangkat, Gio memposisikan lubang memek bu Citra di hadapan kepala kontolnya dan segera menurunkan sedikit demi sedikit tubuh bu Citra yang berada dalam gendongannya agar kontolnya itu dapat menembus masuk ke dalam memek.



“AHHHH.... PELANNN....”

“UHHH.... BESARRR BANGETHHH....”

“uhhhh... sempit banget memekmu bu…” ucap Gio



Setelah itu, Gio mulai memaju mundurkan pinggulnya untuk membiasakan lubang peranakan bu Citra tersebut terbiasa dengan kontol miliknya, karena masih lumayan sempit. Gio terus memompa kontolnya di dalam memek bu Citra. Sementara itu, bu Citra hanya bisa mendesah dan merintih kenikmatan atas rangsangan yang terjadi pada memeknya.

Setelah lima menit, Gio melepaskan kontolnya dari memek bu citra dan menurunkan bu Citra dari gendongannya. Selanjutnya, Gio meminta bu Citra menungging dan bersiap menusuk memek bu Citra dari belakang. Dengan tangannya bertumpu pada tembok dan lutunya, bu Citra mulai menungging. Langsung saja Gio mengarahkan kembali kontolnya untuk bisa bersarang di lubang memek bu Citra.



*BLESSSS....* separuh kontol Gio dapat bersarang di memek bu Citra.

“EMMMM…. OHHHHH…”

“penuh bangethhh… lebih dalam lagihh… ahhhh”

“ahhh… memekmu jepit bangettthhh…”



Bermula dengan tempo pelan, Gio terus menggenjot memek bu Citra dengan posisi doggy. Lambat laun memek bu Citra telah dapat menyesuaikan dengan ukuran kontol Gio. Semakin dalam kontol Gio menerobos masuk dan semakin intens desahan-desahan yang keluar dari mulut bu Citra. Hingga pada puncaknya kontol Gio tak lagi dapat masuk lebih dalam karena telah mentok hingga rahimnya.



“mentokk buu…”

“iyahhh dalem bangetthh…”

“ahhh…. Ahhhh…. Ahhh….”



Hampir sepuluh menit mereka berada dalam posisi tersebut. Hingga bu Citra merasakan dirinya sudah ingin orgasme Kembali. Tubuhnya bergetar dan memeknya berkedut seiring dengan semburan cairan kenikmatan dari dalam memeknya.

Setelah orgasmenya, Bu Citra melepaskan kontol Gio dari memeknya dan merangkak ke sisi kamar mandi dan duduk bersender pada dinding kamar mandi sembari menikmati sisa-sisa orgasmenya. Sementara Gio masih berdiri dengan kontolnya yang masih tegang maksimal.



*huhh… hahhh…*

“Bagaimana bu? Ibu dua kali orgasme loh.” Ucap Gio.

“hahhh... hahhh... penismu bener-bener kuat.” Jawab bu Citra.

“puas bu?” tanya Gio.

Bu Citra tak menjawab dan hanya mengangguk sembari masih mengatur nafasnya yang terengah-engah.

“Cepat selesaikan mandimu, aku menunggu di luar.” Ucap Gio sembari berjalan menuju keluar kamar mandi. Tak lupa juga ia melepaskan alat yang ia pasang di pintu tersebut agar bu Citra bisa keluar nantinya.



Bu Citra masih terdiam dalam posisinya. Ia masih berusaha mencerna apa yang sebenarnya baru saja terjadi. Ia tak percaya bahwa dirinya bisa terbawa suasana hingga sangat menikmati persetubuhan yang ia lakukan bersama dengan orang asing yang bahkan ia tak tau wajah di balik topeng bandit tersebut.

Setelah energinya cukup terkumpul kembali, ia melanjutkan prosesi mandinya di bawah guyuran shower yang sedari tadi menyala dan menjadi saksi bisu persetubuhan panas antara dirinya dengan laki-laki bertopeng itu.

Sementara Gio yang berada di luar lekas mengenakan kembali pakaian serba hitam yang telah ia siapkan. Ia sengaja menaruh pakaian tersebut di tempat yang tersembunyi dan tidak dijangkau oleh bu Citra. Setelah lengkap semuanya ia kenakan, termasuk sarung tangannya, ia duduk di tepi ranjang king size milik bu Citra dan menunggu sang empunya rumah keluar dari kamar mandi.

Topengnya benar-benar basah sebenarnya, karena efek dari shower yang mengenai dirinya tadi, tapi ia tidak mau mengambil resiko dengan berganti topeng atau mencopotnya, sehingga ia membiarkannya saja.

Tak berselang lama, bu Citra telah selesai dengan mandinya. Lantas ia keluar kamar mandi dengan lilitan handuk yang menutupi tubuhnya. Ia mendekat ke arah pria bertopeng itu yang sedari ia keluar matanya tak lepas menatapnya.



“apa yang kamu mau? Bukankah kamu sudah puas menjamah tubuhku?” ucap bu Citra.

“hahahaha.... bukan hanya itu yang aku inginkan. Tapi aku ingin kau memberi tahuku rahasia apa yang disimpan oleh Perusahaan dan Basuki.”

“aaa... apa maksudmu?” tanya bu Citra heran.

“kau tak usah berpura-pura bodoh. Aku hanya ingin tau dari mana asal-usul aliran dana besar yang mengalir di perusahaanmu itu.”

“untuk apa kamu tau urusan itu?”

“itu bukan urusanmu, segera berikan rekening koran Perusahaan. Sebelum aku bertindak nekat.” Jawab Gio mulai mengancam.



Bu citra dilanda kepanikan. Di satu sisi, ia merupakan karyawan Perusahaan milik pak Basuki tersebut dan harus menjaga rahasia Perusahaan. Tetapi di sisi lain, jika ia menolak, maka ancamannya adalah nyawanya sendiri.



“apakah kamu menjamin bahwa setelah ini aku tidak akan terlibat masalah?” tanya bu Citra.

“Tentu. Urusanku dengan bosmu, bukan dirimu.” Jawab Gio.



Setelah yakin dengan keputusannya, bu Citra lantas membuka brankas pribadi yang terletak dari balik lukisan yang berada di depan ranjangnya. Ia menyerahkan rekening koran Perusahaan milik pak Basuki tersebut kepada sang pria bertopeng.

Gio melihat dengan seksama apa yang tertulis di sana. Terlihat bahwa dana yang masuk berasal dari bank luar negeri dan atas nama sebuah Perusahaan yang tak lain dan tak bukan merupakan Perusahaan bayangan bentukan Leo.

Selanjutnya, Gio mengambil ponsel canggihnya dan memotret setiap lembar aliran dana yang tercetak. Setelah beres, ia mengembalikan rekening koran tersebut kepada bu Citra. Ia hanya memfotonya karena jika ia membawanya maka sangat berbahaya bagi diri bu Citra kalau itu diketahui oleh pak Basuki dan sampai di telinga Leo.

Gio beranjak dari posisinya dan berdiri di hadapan bu Citra. Ia mengeluarkan sebuah botol kaca kecil dari dalam saku celananya. Ia kali ini membutuhkan orang lain untuk menjalankan misi berikutnya.



“satu lagi, aku ingin kamu memberikan obat ini di minuman pak Basuki. Entah apapun caranya aku tak peduli, yang penting obat ini bisa masuk ke dalam tubuhnya.”

“ooo… obat apa ini?” tanya bu Citra gugup.

“kau tak perlu tau. Aku hanya ingin memberikannya Pelajaran dan bukankah dirimu juga terjebak dalam perangkapnya kan?”



Setelah itu, Gio pergi meninggalkan rumah bu Citra begitu saja. Ia menghilang bak ditelan bumi. Sementara bu Citra masih memengang botol kaca berisi obat yang diberikan oleh sang pria bertopeng sembari melihat sekeliling kemasan tersebut dan ternyata polos dan hanya berisi sebuah serbuk obat.

Bahkan dirinya pun tak tau menau tentang obat apa itu sebenarnya. Kepalanya semakin pusing dengan apa yang sedang dihadapinya. Seakan semua yang terjadi barusan dalam hidupnya itu tidak masuk di akalnya dan seperti mimpi. Segera ia mengenakan pakaian dan memilih untuk tidur.

Sesampainya Gio rumah rahasianya, ia segera kembali berganti pakaian dan melepaskan topengnya karena merasa sangat lembat. Hari semakin malam dan ia harus cepat kembali ke rumah bu Dewi karena masalahnya bersama bu Dewi juga tak kunjung usai dan ia tak ingin masalah tersebut menjadi semakin runyam.

Tak butuh waktu lama untuk dirinya sampai di rumah bu Dewi. Segera ia mengetuk pintu dan masuk ke dalam rumah. Didapatinya bu Dewi sedang duduk di depan tv dan menyambut Gio dengan tatapan tajamnya.



“dari mana saja, kok baru pulang?” ucap bu Dewi ketus.

“eee... tadi ada ekskul bu sama sekalian ngerjain pr.” Jawab Gio gugup.

“jangan bohong kamu.”

“enggak bu... Gio nggak bohong.”

“cepat mandi terus makan, ibu tunggu di kamar.” Ucap bu Dewi sembari mematikan tv dan berlalu pergi ke dalam kamarnya.



Gio menuruti perkataan ibu tirinya tersebut. Segera ia bersih-bersih diri dan setelahnya menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh bu Dewi di atas meja makan. Setelah beres semua, baru lah ia menuju ke kamar bu Dewi.



*tokkk... tokkk... tokkk...*

“masuk.” Jawab bu Dewi dari dalam.

“duduk di situ.” Ucap bu Dewi yang berdiri di samping ranjang dan meminta Gio untuk duduk di tepi ranjang.

Gio menuruti perintah bu Dewi.

“jujur sama ibu, sudah berapa istri orang yang kamu gauli selain bu Elin?!” tanya bu Dewi.

Gio terkejut mendengar pertanyaan dari bu Dewi yang tiba-tiba bertanya masalah itu, “eee... ttidak ada bu... Cuma bu Elin saja.”

“jujur sama ibu...” ucap bu Dewi dengan nada lebih tegas.

“tttidak ada bu, Gio jujur Cuma bu Elin.” Elak Gio.

“benarkah? Coba sekarang buka celanamu.”

“ehh… buat apa bu?” tanya Gio heran.

“buka saja!” jawab bu Dewi tegas.



Gio menuruti perintah dari bu Dewi tersebut dan lekas melorotkan celananya dan langsung terpampang kontolnya yang tertidur karena memang ia jarang mengenakan celana dalam ketika berada di rumah. Ia merasa keheranan dengan sikap ibunya tersebut, entah apa yang sedang merasuki ibu tirinya itu hingga berbuat demikian terhadap dirinya.



Lanjut ke Part 16 : Killing Two Birds with One Stone
 
Terakhir diubah:
kembali membawa Gio untuk menyapa suhu-suhu sekalian di hari sabtu ini. semoga ceritanya bisa dinikmati oleh suhu-suhu sekalian.:Peace:

terimakasih kepada suhu-suhu sekalian yang senantiasa menunggu kelanjutan ceritanya.😁
jangan lupa tinggalkan like dan komentarnya suhu:Peace:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd