Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Klo baca 2 cerita om @satria73 ada 1 benang merah yang bisa ditarik, konflik di "ritual" masih belum kelar dan masih berimbas ke "karma". Apapun yang dilakukan Ujang dan Lilis dalam menghadapi Dhea keknya berakhir dengan kegagalan demi kegagalan. Faktor Heny juga ikut berperan "menjaga" tidak ada keberhasilan yang signifikan dari kedua kubu. Mirip kejadiannya dengan kisah Three Kingdom, semoga endingnya (di "karma" maksud ane) beneran kek di Three Kingdom.
:pandaketawa::pandajahat:
 
Klo baca 2 cerita om @satria73 ada 1 benang merah yang bisa ditarik, konflik di "ritual" masih belum kelar dan masih berimbas ke "karma". Apapun yang dilakukan Ujang dan Lilis dalam menghadapi Dhea keknya berakhir dengan kegagalan demi kegagalan. Faktor Heny juga ikut berperan "menjaga" tidak ada keberhasilan yang signifikan dari kedua kubu. Mirip kejadiannya dengan kisah Three Kingdom, semoga endingnya (di "karma" maksud ane) beneran kek di Three Kingdom.
:pandaketawa::pandajahat:
waduh, jangan disamain dengan epos terbesar sepanjang masa.
 
Ane baca dr cerita awal, gga mungkin ngerti alur cerita karma klo belum baca ritual
Sekarang ane harus bolak balik antara ritual dan karma, butterfly effect
 
Bimabet
Chapter 7

Aku memeluk Desy berusaha meredakan tangisnya. Agar aku bisa bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Bi Narsih.

"Coba kamu tenang dulu, tarik nafas yang panjang, ksluarin pelan pelan..!_ kataku menuntun Desy menarik nafas dan mengeluarkannya hingga ahirnya Desy terlihat lebih tenang dibandingkan tadi.

"Bibi kenapa?" tanyaku berusaha bersikap tenang padahal hatiku ikut kalut. Takut terjadi apa apa dengan Bi Narsih.

"Tadi mama dari memeknya keluar darah banyak banget, lansung dibawa ke RS, Desy takut A...!" kembali Desy menangis terisak isak.

"Ibumu lagi hamilkan? Sepertinya keguguran..!" Ambu terlihat ikut panik, mau tidak mau aku ikut terbawa panik oleh situasi yang belum aku lihat secara langsung.

Dengan bergegas aku masuk kamar. Ningsih yang sedang menyusui kaget melihatku masuk tiba tiba. Terlihat matanya terlihat sayu seperti baru saja bangun tidur.

"Bi Narsih pendarahan, sepertinya keguguran." jawabku sambil membuka lemari mencari celana dan sweater tebal.

"Ya Allah, buruan A..!" Ningsih ikut ikutan panik. Aku bergerak cepat mengganti celana pangsiku dengan celana panjang katun dan sweater tebal.

"Aa berangkat dulu ya..!" seruku sambil mencium dan anakku yang asik menyusu.

"A, dompetnya..!" seru Ningsih memperingatkanku membawa dompet yang tersimpan di laci meja rias. Secepat kilat aku mengambil dompet dan meninggalkan anak dan istriku dalam kamar yang hangat karena di luar hawanya cukup dingin. Bahkan aku lupa berpamitan dengan Lilis dan aku baru ingat setelah sampai RS.

"Mang, gimana keadaan Bi Narsih?" tanyaku ke Mang Karta yang duduk di kursi panjang.

"Alhamdulillah sudah bisa diatasi. Bayinya sudah meninggal dalam kandungan. Lelaki." jawab Mang Karta, terlihat kesedihan di matanya padahal dia tahu anak yang dikandung Bi Narsih adalah anakku.

******

6 bulan setelah kelahiran anakku.

"Kurang ajar, Kosim berhianat. Dia menghilang begit saja." maki Heny saat kami bertemu di sebuah Cafe. Terlihat jelas kegusaran di wajahnya yang cantik walau masih kalah cantik dibandingkan Lastri, adiknya.

Aku hanya tersenyum menanggapinya sambil mempermainkan sedotan es juice. Aku terlalu tertarik dengan topik yang sedang dibicarakannya. Sudah jelas Kosim seorang penghianat, dia pernah menghianatiku dan pasti akan kembali berhianat. Itu sudah pasti.

"Kamu dengar gak, aku bicara apa?" tanya Heny sambil menarik sedotan yang kuoegang untuk menarik perhatianku.

"Ya...!" jawabku singkat. Kenapa harus mempermasalahkan si penghianat. Menurutku menyusun rencana yang lebih teliti harusnya jadi fokus utama dalam pertemuan ini.

"Bagaimana kerjaanmu?" tanya Heny seperti mengerti arti tatapan mataku.

"Tidak ada yang istimewa. Mengurus semua urusan, menandatangani berkas berkas yang sudah selesai dikerjakan orang orangku." jawabku sambil mengambil kembali sedotanku dari tangan Heny.

"Maksudku, kamu tahu rencana apa yang sedang disusun oleh Dhea.?" tanya Heny dengan nada jengkel.

"Aku tidak tahu. Aku saat ini hanya fokus belajar mengelola klub malam, tidak lebih." jawabku jujur.

"******, lalu apa gunanya kerja sama yang kita jalankan kalau kamu tidak tahu apa apa?" tanya Heny suaranya mulai meninggi.

"Apa gunanya? Bukankah kamu sudah mengirim anak buahmu menyusup di club milikku dan bahkan ada seorang yang jelas jelas berhasil masuk dalam jajaran staf Dhea?" tanyaku santai.

"Kamu tahu hal itu dari mana?" tanya Heny terkejut.

"Tidak perlu kamu tahu, ada seseorang yang membisikannya padaku." jawabku sambil melihat jam tangan.

"Aku harus pulang." tanpa menunggu jawaban dari Heny aku bangkit dan meninggalkannya begitu saja. Heny sama sekali tidak melarangku pergi.

Tidak ada gunanya meladeni polwan itu, hanya membuang buang waktuku saja. Urusanku masih banyak yang harus aku selesaikan. Enam bulan setelah Bi Narsih keguguran, waktuku disibukkan untuk belajar, belajar dan belajar. Itu atas permintaan Lilis dan juga Bi Narsih, mereka adalah mentor terbaikku.

Aku juga mulai mengawasi Dhea dan berusaha mengikuti cara berpikirnya. Untuk itu aku berpura pura mengikuti semua intruksinya tanpa banyak bertanya. Aku jalankan semua rencananya, tentu setelah berkonsultasi dengan Bi Narsih dan Lilis. Ya, di club milikku seperti ada 2 otak yang saling beradu strategi.

Aku menstarter motor GL Pro kesayanganku, dari jauh aku lihat Heny melambaikan tangannya padaku. Mau apa lagi dia, setahuku dia bawa motor sendiri.

"Tangaal 15 akan ada kiriman narkoba dari luar. Hati hati, jangan sampai kamu terciduk." kata Heny berkata pelan.

"Maksudmu polisi akan menggagalkan rencana itu?" tanyaku heran, karena aku sama sekali tidak tahu hal itu.

Heny tidak menjawab, dia melenggang pergi begitu saja. Seperti ada yang aneh dengan pantatnya yang semakin berisi dan tadi sekilas melihat perutnya lebih besar dari pada biasanya. Apa dia hamil? Lalu apa urusannya kalau dia hamil, toch dia punya suami.

Tanggal 15 dan sekarang tanggal 14, berarti paket yang dimaksud Heny akan tiba besok. Tapi di mana paket itu akan tiba. Gila, aku terlibat dengan masalah yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Lalu aku harus bagaimana? Maksud Heny memberitahuku untuk apa? Apa dia menginginkanku untuk memberitahu Dhea agar merubah waktu dan tempat pengiriman paket itu? Untungnya buatku memindahkan waktu dan tempat itu apa?"

Mengendarai motor sambil berpikir membuat waktu dan jarak yang kuyempuh menjadi tidak terasa. Tiba tiba aku sudah sampai rumah. Ningsih yang sedang menggendong anakku di teras, menyambutku dengan senyum indahnya. Senyum yang selalu menghiasi hari hariku.

"Dede, lihat ayah sudah pulang..!" Ningsih mengajak anak kami bicara menyambut kedatanganku sambil menyambut uluran tanganku dan menciumnya. Aku balas mencium pipinya yang halus. Wajahnya semakin hari semakin cantik saja. Aura yang terpancar semakin bersinar. Setelah mencium ibunya, aku mencium Dwi anakku. Cantik, seperti ibunya.

"Lilis mana?" tanyaku sambil merangkul pundak Ningsih mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Lilis sudah sah menjadi isriku seminggu yang lalu. Tidak ada pesta, hanya selamatan setelah kami pulang dari KUA. Itu kemauan Lilis sendiri yang merasa tidak memerlukan pesta meriah. Yang dibutuhkannya adalah status sah sebagai istriku.

"Eka, lihat ayah pulang...!" Lilis yang sedang menyusui anakku mengangsurkan tangannya kepadaku dan mencium tanganku. Seperti yang kulakukan pada Lilis, aku mencium pipi Lilis dan juga anakku yang sedang menyusu pada payudara indah Lilis.

"A, nanti Lilis mau bicara masalah kerjaan..!" kata Lilis tersenyum.

****†*

"Ada kiriman paket yang akan diterima Dhea besok..!" kata Lilis saat aku baru duduk di kamar kerjanya yang dulunya bekas kamar kerja Pak Budi. Sedangkan aku memilik kamar tamu kujadikan sebagai kamar kerjaku. Brankas milikku sudah dipindahkan ke kamar kerjaku yang baru.

"Lilis tahu dari mana?" tanyaku heran. Wanita yang sekarang sudah sah menjadi istriku ini selalu penuh kejutan. Padahal setahuku dia hampir tidak pernah meninggalkan rumah kecuali melihat dua buah toko peninggalan mendiang Pak Budi. Dan hebatnya Dhea sangat berhati hati terhadap Lilis.

"Tentu saja dari orang orang kepercayaan Lilis. Lilis sudah terjun di bisnis ini sejak menikah dengan Pak Budi, tentu saja Lilis tahu semuanya." kata Lilis tersenyum, senyum yang selalu membuatku nyaman.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanyaku.

"Hubungi Dhea untuk memindahkan waktu dan tempatnya." jawab Lilis tenang. Ketenangan yang selalu membuatku kagum, bagaimana mungkin di balik keanggunan dan ketenangannya tersimpan ide brilian yang tidak pernah terpikirkan olehku.

"Alasannya apa?" tanyaku heran. Padahal kalau paket itu bisa digagalkan, itu adalah sebuah keuntungan besar. Sindikat Dhea akan habis.

"Kalau kali ini paket itu gagal dan sampai ke tangan polisi, kita akan kena masalah. Karena kiriman paket itu atas nama A Ujang." jawab Lilis membuatku kaget. Ternyata Dhea benar benar licik, dia menjadikanku tumbal.

"Apakah Dhea sengaja membocorkan kiriman paket ini?" tanyaku menahan marah.

"Bukan dia, kalau paket itu gagal dia akan mengalami kerugian sangat besar, karena ini adalah paket terbesar dalam sejarah." jawab Lilis tenang. "Telpon Dhea, katakan apa yang telah Lilis katakan." perintah Lilis yang tidak bisa aku tolak.

"Baiklah..!" jawabku sambil bangkit dari kursi yang menghadap meja kerja Lilis. Aku akan menelpon Dhea dari ruang kerjaku, karena Lilis tidak akan mengijinkanku menelpon dari ruang kerjanya. Begitu pula sebaliknya, Lilis tidak akan pernah memakai telpon di ruang kerjaku.

"A, bagaimana masalah vasektomi?" tanya Lilis membuatku membalikkan tubuh.

"Kasih waktu Aa tiga bulan. Aa masih ingin Lilis, Ningsih atau Ratna hamil dan semoga bayinya lelaki." jawabku. Terlalu berat untuk memikirkan vasektomi setelah anak yang lahir dari Lilis dan Ningsih adalah seorang wanita. Aku menginginkan anak lelaki yang akan meneruskan keturunanku. Yang akan membawa namaku hingga tujuh turunan.

"Janji...!" Lilis mengacungkan jari kelingkingnya seperti kebiasaannya saat memintaku berjanji.

"Janji..!" seruku mengaitkan jari kelingkingku dengan jari kelingkingnya yang lentik.

*******

"Kamu tahu dari mana kiriman paket itu sudah bocor?" tanya Dhea berdiri di depan meja kerjaku. Perutnya yang buncit sudah kembali rata setelah melahirkan seorang anak wanita yang dikatakan olehnya sebagai adikku. Tapi aku meragukannya. Dhea seorang hyper sex yang tidak keberatan melakukan hubungan sex dengan siapa saja asalkan bisa memuaskannya.

"Lilis yang mengatakannya." jawabku tenang. Aku tidak boleh menunjulkan emosiku saat berhadapan dengannya. Karena itu akan sangat berbahaya. Wanita ini terlalu licik.

"Wow, wanita di balik tirai yang mengatakannya kepadamu. Aku punya hadiah untukmu..!" kata Dhea nengulurkan tangannya kepadaku. "Ikutlah denganku..!" ajak Dhea. Aku menatapnya heran. Permainan apa yang akan dipersiapkannya kepadaku.

"Apa?" tanyaku mengabaikan uluran tangannya.

"Percayalah padaku, kau tidak akan menyesal. Ini barang bagus yang sebentar lagi akan menjadi primadona di Butterfly Club." jawab Dhea. Ya, itulah Club malam terbesar di Jakarta yang menyediakan wanita wanita cantik, bukan hanya cantik. Tapi benar benar cantik dengan poin minimal 8. Hanya para pejabat tinggi dan executif berkantung tebal yang bisa membooking mereka.

"Aneh, biasanya hadiah yang kau maksud adalah tubuhmu." jawabku.

"Hahaha, ternyata kamu lebih tertarik dengan wanita matang sepertiku...!" goda Dhea, tangannya meremas ke dua payudara jumbonya. Lalu melepaskannya kembali. Godaannya tidak berhenti, kacing kemeja satu persatu dilepasnya sehingga payudaranya terbuka sebagian karena ada BH yang masih menutupinya. Aku jadi teringat dengan payudara Rani saat sedang menyusui anaknya Ratih. Besar, benar benar besar.

"Atau karena payudar jumboku ini?" tanya Dhea mendekatkan payudaranya ke wajahku sehingga aku bisa mencium payudaranya yang harum.

Aku menjilat putingnya dab tanpa permisi menghisapnya. Benar, keluar cairan ASI yang cukup deras. Akh menghisapnya dengan rakus tanpan memegang payudara Dhea. Setelah puas, aku melepaskannya.
.
"Siaoa wanita yang akan kau hadiahkan padaku?" tanyaku sambil memutar kursi membelakangi Shea. Aku berdiri merapikan kemejaku.

"Shit, sekarang kamu semakin mempermainkan birahiku..!" kata Dhea tertawa dingin. Birahinya kuabaikan begutu saja.

"Aku ingin tahu hadiah untukku, setelah itu baru bagianmu." kataku sambil meremas payudaranya dengan kasar, karena itu bisa membangkitkan birahinya.

"Baik, ikut denganku. Wanita itu akan menjadi primadona Butterfly." kata Dhea setelah merapikan kancing kemejanya yang terbuka.

Aku mengikuti Dhea menuju kamar yang biasa dipergunakkan para tamu yang berada di lantai empat. Sebuah kamar yang terkunci dari luar dan berada di bagian paling ujung sehingga tidak menimbulkan kecurigaan para pengunjung yang datang.

Salah seorang yang sedang berjaga segera mengambil anak kunci dari kantongnya dan membuka pintu. Aku segera masuk dan melihat seorang gadis cantik menatapku. Kami saling vertatapan, tidak percaya kami akan bertemu di tempat seperti ini.

"Kang Ujang?" gadis itu terkejut melihat kehadiranku.

Bersambung.
Fixed, Heny hamil Eko anak Jalu...
Ada typo, harusnya Marni bukan Rani yang jadi ibunya Ratih.
Gadis itu jangan2 Rani...
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd