Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

tahu benar sama seluk beluk gunung kemukus ini...dsana memang tmpat utk acara slametan dtempat pak tris hehheh dan istrinya p tris memang smcm broker utk yg cari pasangan hahah..tokoh kemukus beliau ini..hormattt graaakkk
waduh, sepertinya ente sangat paham Gunung Kemukus
 
Chapter 16

"Limah...!" ujarku terkejut, tidak menyangka gadis cantik ini bisa sampai tempat ini. Dari mana dia tahu?

"Enak ya, ngentot..?" tanyanya sinis, matanya yang indah menatapku tajam. Tiba tiba Limah menjerit kecil saat melihatku yang tegang berlumur cairan lendir memek Bu Tris yang tercampur pejuhku. "Ich, gede amat...!" kata Limah sambil memnutup mulutnya, namaun matanya yerpaku menatap kontolku. Mungkin ini adalah kontol pertama yang pernah dilihatnya.

Aku buru buru memakai celanaku yang melorot hingga betis, walau itu tindakan percuma. Limah sudah melihat kontolku, dia berbalik meninggalkanku yang sibuk memakai celana. Memakai celana dalam kondisi kontol yang mengacung tegang, membuatku merasa tidak nyaman. Kontolku yang panjang nyaris tidak mampu kututupi seluruhnya, ada sebagian kecil yang menyembul keluar sehingga aku tidak bisa memakai ikat pinggang dengan semestinya.

"Mapmu, jangan sampai ketinggalan..!" kata Bu Tris mengingatkanku yang mau meninggalkannya dalam posisinya yang belum berubah. Rupanya dia masih menikmati sisa sisa orgasmenya.

"Iya. Bu..!" jawabku sambil mengambil map yang berada di samping tubuh Bu Tris.

"Tutup pintunya, Ibu masih ingin di sini. Memek ibu seperti masih ada yang ngeganjel." kata Bu Tris lagi saat aku sudah berada di ambang pintu, aku menutupnya dengan tergesa gesa.

Aku meringis ngilu saat melangkah cepat menyusul Limah yang sudah masuk ke dalam rumah, mau tidak mau aku memperlambat langkahku agar kontolku tidak ngilu. Aku tidak melihat Limah di ruang tengah, tapi aku mendengar suaranya yang sedang membangunkan Yoyoh.

"Limah, aku bisa menerangkan semuanya." kataku masuk ke dalam kamarku yang dijadikan tempat beristirahat Limah dan Yoyoh. Beruntung, Limah tidak menguncinya sehingga aku bisa masuk ke dalam. Aku meletakkan map ke dalam lemari tempat Brankas besi peninggalan ayahku tersimpan. Benda ini sangat berharga, tidak mungkin aku letakkan di sembarang tempat.

"Gak usah, kamu mau ngentot dengan siapapun juga bukan urusanku. Niatku ke sini buat melakukan ritual. Iya kan, Yo?" tanya Limah ke Yoyoh yang sudah bangun dari tidurnya dan masih tetap rebah di ranjangku. Yoyoh menatapku heran mendengar apa yang dikatakan Limah.

"Iya, emang ada apa?" tanya Yoyoh sambil duduk bersila di ranjang. Tubuhnya yang besar hanya memakai gaun tidur tipis tanpa memakai bh dan celana dalam, sehingga aku bisa melihat payudaranya yang super besar menggantung dengan puting payudaranya yang berwarna coklat tua. Dengan posisi kakinya yang bersila tidak sempurna, membuat dasternya terangkat ke atas sehingga aku bisa melihat memeknya dengan jelas.

"Gak ada apa apa, kita mau mulai ritual sekarang." kata Limah tegas tanpa melihat ke arahku. Aku heran mendengar perkataannya, seolah hal yang baru saja kulakukan bukanlah hal yang perlu dipusingkan, dia lebih fokus untuk melakukan ritual seperti sebuah kewajiban yang sudah menjadi tujuannya.

"Oh, sudah mau mulai. Siapa duluan yang mau dientot? Yoyoh apa Limah dulu?" tanya Yoyoh lugu, membuatku tertawa. Apa kedatangannya hanya untuk melakukan hubungan sex dan setelah selesai langsung pulang.

"Gak langsung ngentot, kita mandi di Sendang Ontrowulan terus ziarah ke makam Pangeran Samudra, masak kamu lupa dengan yang diajarkan Ki Ja'i?" tanya Limah sambil mencubit pinggang Yoyoh dengan keras. Wajah Limah terlihat jengkel dengan perkataan Yoyoh yang asal ngomong.

"Aduh sakit.... Yoyoh lupa, abis gak sabar pengen ngerasain dientot Kang Ujang..!" jawab Yoyoh lugu membuatku yang masih dibakar birahi ingin langsung mencoblos memek Yoyoh yang terlihat jelas menghadap ke arahku. Memek yang menurutku lucu karena seperti tersembunyi di balik lipatan selangkangannya yang besar dan berlipat.

"Iya, kita mandi di Sendang dulu." jawabku memperkuat apa yang dikatakan Limah. Mataku masih tertuju ke arah memek Yoyoh, aku ingin bisa melihat lebih detil bentuk memek seorang wanita segemuk Yoyoh. Apa rasanga senikmat memek wanita yang berukuran tubuh normal? Pikirku.

Aku agak kecewa saat Yoyoh turun dari ranjang, tapi kekecewaanku agak terobati saat Yoyoh dengan cuek membuka seluruh pakaiannya hingga bugil dengan cueknya, seolah olah aku tidak ada ada. Bentuk tubuhnya yang gemuk terlihat lucu. Dalam keadaan sangat terangsang, bentuk tubuh Yoyoh terlihat sexy, tanpa sadar aku menyentuh payudara Yoyoh yang sedang memakai BHnya.

"Ich, Kang Ujang..!" Yoyoh menjerit manja saat aku meremas payudaranya dengan gemas. Payudaranya terasa lebih lembek.

"Kang, ritual harus mengikuti tata cara yang benar, jangan maen entot aja..!" kata Limah menyadarkanku dari birahi yang sudah mencapai puncaknya, membuatku tersipu malu.

"Ech, maaf." jawabku tersenyum malu. Belum pernah birahiku membuatku seperti lupa diri. Aku seperti kuda yang terlepas dari kandangnya, berlari ke sana ke mari tanpa tujuan, menikmati kebebasanku setelah sekian lama selalu berjalan sesuai arahan joki.

"Buruan Yoh, pake baju.!" perintah Limah, terlihat tidak sabar melihat Yoyoh yang dianggapnya terlalu lamban. Sebenarnya wajar kalau gerakkan Yoyoh terlihat lamban karena ukuran tubuhnya membuatnya tidak bisa bergerak cepat.

"Iya, ini juga sudah cepat." jawab Yoyoh membela diri membuatku mengatupkan bibir menahan tawaku yang hampir keluar. Dengan tubuh sebesar itu, Yoyoh bisa dengan mudah memancing tawa orang orang di sekelilingnya.

Selama ini aku selalu melihat wanita wanita bertubuh indah, itu terasa biasa untukku. Keindahan memang untuk dinikmati dan dikagumi, tapi kalau hal itu berubah menjadi rutinitas, maka keindahan yang kita lihat akan menjadi hal biasa. Hal ini yang sedang terjadi padaku, aku terpaku melihat setiap gerakakkan Yoyoh yang membuka pakaiannya, terlebih dia tidak mengenakan pakaian dalam membuatku bisa melihat tubuhnya yang polos, berlipat lipat oleh timbunan lemak. Payudaranya menggantung besar hampir menyentuh perut, pemandangan yang membuatku tergelitik untuk merasakan kehangatannya dan jepitan memeknya. Gila, birahi sudah membutakanku.

"Yuk, kita ke Sendang...!" ajak Yoyoh yang sudah selesai memakai pakaiannya menyadarkanku dari pesona birahi, pesona yang sangat memabukkan.

"Yuk...! Kalian tunggu di depan, aku mau nelpon ke Bogor, sebentar." jawabku singkat.

"Kami tunggu di luar, jangan lama lama." jawab Limah sambil menarik tangan Yoyoh, meninggalkanku di kamar sebdirian.

Setelah ke dua gadis itu keluar, aku segera membuka brankas yang sandinya sudah kurubah agar tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Semuanya kulakukan sesuai arahan Lilis. Pintu brankas terbuka, aku menaruh map ke dalam brankas dan menguncinya lagi. Map, sudah tersimpan dengan aman, sekarang aku harus menelpon Lilis dan Bi Narsih menceritakan penemuan map yang menurut Bu Tris sangat berharga

Aku membuka laci meja rias kuno, di dalamnya ada telpon. Hanya Bu Tris dan aku yang tahu keberadaan telpn ini. Aku segera memutar nomer telpon Lilis untuk mengabarkan penemuanku, setelah menelpon Lilis, aku menelpon Bi Narsih, mencerikan hal yang sama. Selesai, aku segera keluar menemui Yoyoh dan Limah yang sudah menungguku di ruang tamu.

"Yuk, kita berangkat." ajakku ke Yoyoh dan Limah yang sudah siap sejak tadi.

Aku sudah sering melakukan ritual di tempat ini, pertama kali orang yang mengajakku ke sini adalah Mbak Wati. Aku jadi teringat dengan wanita itu, bagaimana kabarnya sekarang? Entahlah, aku nyaris tidak pernah mendengar kabarnya lagi. Padahal, seharusnya kami saling berhubungan. Minaamal aku harus mengetahui kabarnya. Karena menurut keyakinan para pelaku ritual sex di Gunung Kemukus, mereka harus saling bantu. Apa bila satu yang berhasil, maka yang berhasil harus membantu pasangannya saat melakukan ritual. Sehingga mereka bisa sama sam mengecap keberhasilan yang mereka inginkan. Tapi hal ini sepertinya tidak berlaku untuk kami, terahir aku bertemu dengan Mbak Wati, kehidupannya sudah jauh berbeda. Dia sudah mempunyai warung baso yang sangat laris sehingga bisa menggaji beberapa orang. Kalau itu dianggap sebagai keberhasilan, Mbak Wati sudah berhasil.

Lalu di sini pula aku mengenal Lilis lebih dekat, Lilis adalah langganan Mi Ayamku yang tidak pernah absen memanggilku saat melewati depan rumahnya. Dan untuk pertama kali aku melihat tubuhnya yang polos di dalam bilik sempit yang kumuh. Dia memperlakukanku layaknya seorang kekasih. Bukan lagi langganan Mi ayamku.

"Hei, malah ngelamun..!" teguran Limah menyadarkanku. Aku hanya tersenyum menatapnya. Tidak bisa kupingkiri, gadis ini terlalu cantik untuk melakukan ritual dan melepaskan keperawanannya ke orang yang hanya didengar namanya dari Ki Ja'i, kakeknya. Sungguh sesuatu yang tidak seharusnya dia lakukan, apa lagi kakeknya sendiri yang mendukungnya melakukan ritual, dengan dalih untuk menghilangkan semua kesialan yang akan timbul. Kesialan yang belum tentu terjadi. Semuanya masih dugaan hanya karena dia lahir dengan membawa tanda di memeknya.

Keadaan Limah menginggatkanku dengan ustriku, Ningsih. Keadaannya nyaris sama dengan yang dialami Limah. Hanya bedanya Ningsih benar benar mengalami kejadian aneh, tiga orang calon suaminya mati dengan keadaan tidak wajar. Kejadian yang selalu berulang, hingga ahirnya Ningsih nekat melakukan ritual sex di Gunung Kemukus. Kejadian yang tidak disengaja yang mempertemukan kami sehingga Ningsih menjadi pasangan ritualku.

"Kamu mikirin apa? Kapan kita mandi di Sendang, kalau kamu terus ngelamun seperti itu?" tanya Limah dengan suara yang mulai meninggi.

"Eh iya, habis kamu terlalu cantik untuk melakukan ritual. Aku benar benar beruntung.!" ujarku. Sekilas aku melihat Yoyoh, wajahnya tertekuk mendengar aku memuji Limah.

"Aku juga beruntung bisa ritual dengan kamu, tetemu gede banget, bisa kenyang aku..!" kataku sambil meraba payudara Yoyoh, membuat gadis itu tersenyum senang. Setidaknya dia merasa masih mendapat perhatian dariku, bukan hanya Limah.

Aku mengajak ke dua gadis itu keluar rumah untuk menuju ke Sendang Ontrowulan untuk memulai ritual, jarak dari rumah peninggalan ayahku tidaklah jauh. Ada sesuatu yang janggal saat kami berjalan ke arah Sendang, karena aku berjalan diapit oleh dua gadis yang menarik perhatian setiap orang yang melihatnya. Limah yang berjalan di kanan dengan kecantikannya yang membuat mata setiap lelaki pasti enggan berpaling dari wajahnya dengan berpakaian muslim lengkap dengan jilbabnya. Sedangkan di samping kiriku Yoyoh yang tidak mau melepaskan tanganku, tidak kalah mencolok dan menjadi pusat perhatian dibandingkan Limah. Bentuk tubuhnya yang besar, membuatnya terlihat lucu saat berjalan membuat setiap lelaki menahan senyumnya.

"Sampai Sendang, aku tidak mengajak mereka ke kamar mandi melainkan ke kamar sebelahnya. Kamar yang dihususkan membakar menyan dan memanjatkat do'a. Ada seorang kuncen yang menyambut kehadiran kami. Dia membungkuk hormat kepadaku, penghormatan yang terlalu berlebihan karena dia mengenalku sebagai anak Gobang, mungkin dia menganggap sudah sewajarnya aku menerima penghormatan yang berlebihan.

" monggo, Mas...!" kata kuncen mempersilahkan kami masuk. Terlihat sekali dia sangat menghormatiku.

Kami masuk ruangan yang terbilang kecil, ada sebuah tempat untuk membakar menyan untuk para peziarah. Setelah kuncen membakar menyan dan membaca do'a yang tidak terdengar jelas oleh kami, aku memintanya untuk keluar agar kami bisa meneruskan ritual membaca beberapa mantra yang diberikan Ki Ja'i dan sudah kami hafal.

Seperti saat berjalan ke Sendang, aku bersila diapit oleh Lah dan Yoyoh, tangan mereka menggenggam tanganku. Aku hanya mengikuti apa yang mereka lakukan, karena aku yakin Limah dan Yoyoh melakulannya sesuai dengan petunjuk dari Ki Ja'i. Aku melihat ke arah Limah dan Yoyoh yang memejamkan mata dan bibirnya bergerak membaca mantra. Mereka begitu husu, sehingga suara yang keluar hanyalah gumaman yang tidak jelas. Tapi aura mistisnya begitu terasa membuat sekujur tubuhku merinding. Aura yang mengingatkanku pada awal aku melakukan ritual.

Aku memejamkan mata, mengatur nafasku sehalus mungkin. Konsentrasiku terpusat pada detak jantungku, aku mulai membaca mantra yang pernah diturunkan Abah, Mang Karta bahkan yang sempat di turunkan oleh Ki Ja'i. Aku membacanya tanpa sempat menghitung, mengalir begitu saja. Sehingga semuanya lebur, aku tidak lagi merasakan tubuh dan nafasku. Bahkan detak jantungku perlahan menghilang. Yang kurasakan hanyalah kesadaran tentang diriku. Kesadaran bahwa aku ada, tapi aku tidak tahu berada di mana.

"Kang Ujang, sudah selesai belum?" tanya Limah menyadarkanku dengan keberadaannya. Aku menopeh ke kanan, Limah tersenyum. Senyum pertama yang aku lihat dari bibirnya yang sensual. Senyum pertama sejak kami bertemu.

"Kalian sudah selesai?" tanyaku berpaling ke arah Yoyoh yang juga sedang menatapku. Wajahnya terlihat lebih tegang dari pada tadi. Sebenarnya Yoyoh cantik, kalau saja tubuhnya tidak sebesar ini, pasti banyak pria yang bertekuk lutut padanya.

"Sudah, Kang ! Sekarang kita ngapain?" tanya Yoyoh.

"Kita mandi di Sendang Ontrowulan, setelah itu kita ziarah ke Makam Pangeran Samudra.. " jawab Limah, jawaban yang swharusnya keluar dari mulutku. Tapi Limah sepertinya audah siap melakukan ritual, dia benar benar sudah dipersiapkan oleh Ki Ja'i untuk melakukan ritual ini.

"Yuk...!" aku bangkit dari silaku tanpa melepaskan genggamanku pada tangan ke dua gadis yang duduk di samping kiri dan kananku. Mau tidak mau aku harus mengeluarkan tenaga untuk menahan bobot mereka saat mereka berdiri. Untung saja tenagaku sudah cukup terlatih sehingga aku tidak dipermalukan kalau aku sampai terjatuh karena tidak mampu menahan beban berat bobot mereka, terutama Yoyoh.

Sampai Sendang Ontrowulan, untunya tidak peziarah lain yang akan mandi, karena sekarang masih hari minggu dan malam Jum'at Pon masih beberapa hari lagi sehingga kami bisa melakikan ritual mandi dengan khusu. Kami bisa mandi bertiga tanpa adanya gangguan. Aku segera membuka seluruh pakaianku dengan cueknya di hadapan ke dua gadis itu yang terlihat ragu untuk berbugil ria di hadapanku.

"Ich, ya ampunnnnn gede amat..?" teriak Yoyoh yerkejut melihat kontolku yang masih tertidur, menjuntai panjang.

"Kamu sudah pernah liat kontol, belum?" tanyaku menggoda Yoyoh yang melihat kontolku tanpa berkedip. Tidak ada jawaban dari Yoyoh, dia hanya menggelengkan kepalanya.

"Ngapain sich pada ngomongin kontol, kapan kita mandinya?" tanya Limah ketus. Dia mulai membuka jilbabnya membuta jantungku berdegup kencang, sebentar lagi aku akan melihat tubuh polos Limah yang tertutup rapat oleh baju muslim.

Mataku tidak berkedip melihat jilbab Limah terlepas dari kepalanya membuatku memuji keimdahan rambutnya yang hitam legam disanggul ke atas. Lehernya yang jenjang begitu putih karena tidak pernah terkena sinar matahari. Wajahnya langsung memerah begitu menyadari tatapan mataku tidak beranjak darinya. Dengan membelakangiku, Limah mulai mengangkat baju gamisnya yang menutupi mata kaki,. Ya Tuhan, betisnya begitu undah, terlebih pahanya yang berisi, benar benar mulus tanpa cacat. Pantatnya mengingatkanku dengan pantat istriku, Ningsih. Padat dan berisi, pinggangnya yang ramping membentuk body gitar spanyol yang indah saat gamisnya terlepas menyusakan CD dan BH berwarna krem. Menggelengkan kepalaku, mengusir pesona yang berada di hadapanku, aku ke sini untuk melakukan ritual bukan mengumbar birahi.

"Kamu kok belum buka baju, Yoh?" tanyaku ke arah Yoyoh yang juga terpesona oleh keindahan tubuh Limah. Kecantikan dan keindagan tubuh yang nyaris sempurna, sebagai lelaki aku harus mengakui, kecantikan dan keindahan tubuh Limah mengalahkan ke tiga istriku.

"Eh, iya...!" jawab Yoyoh tersipu malu. Dengan gerakan tergesa geaa , Yoyoh membuka seluruh pakaiannya di bawah tatapan mataku.

Dengan melihat ke arah Yoyoh, setidaknya masih membuatku tetap sadar dengan kecantikan dan keindahan tubuh ke tiga istriku yang sedang menunggu di rumah. Ternyata, inilah ritual terberat yang aku hadapi, ritual yang akan dengan mudah membuatku berpaling dari pada istriku dan Ki Ja'i sudah mewanti wanti, ini hanyalah ritual dan kemungkinan gagalnya sangat besar, kalau gagal, maka aku suatu saat akan celaka dan aku tidak tahu celaka seperti apa yang akan menimpaku saat gagal. Dan apa yang menyebabkan ritual ini gagal. Mungkin yang dimaksud gagal adalah aku kembali mengulangi kesalahan yang sama, menikahi wanita yang menjadi pasangan ritualku. Kalau itu yang dimaksud, maka kemungkinan gagal akan sangat besar, Limah mempunyai pesona melebihi para istriku.

Kita mulai sekarang...!" kata Limah membuat hatiku berdesir saat melihat ke arahnya yang dalam keadaan polos. Aku terpaku melihat setiap lekuk tubuhnya yang terpampang jelas di depan mataku, kulitnya begitu halus dan putih sehingga aku bisa melihat urat uratnya membayang di kulitnya. Proposional sekali bentuk tubuhnya, payudaranya tidaklah besar namun juga tidak kecil, sangat pas dengan tubuhnya. Perutnya rata tanpa lemak.

"Mari kita, mulai...!" jawabku sambil mengalihkanku ke ember yang diberi tali, berfungsi sebagai timba untuk mengambil air dari sumur. Aku mulai menurunkan ember ke dalam sumur, beberapa kali aku gagal mengisi ember karena pikiranku lebih tertuju ke Limah. Di dalam sumur aku melihat Limah sedang meliuk liukkan tubuhnya, menggodaku.

"Lama amat, nimba air begitu saja gak bisa..!" gerutu Limah yang sudah berjongkok di sampimgku sehingga kulit kami saling bersentuhan. Halus sekali kulitnya dan aroma tubuhnya tercium lembut dan memabukkan. Aku terpaku menatapnya yang begitu cekatan menimba air dan mengisi ember yang lebih besar tanpa terganggu oleh tatapan mataku yang mengikuti semua gerakkannya.

"Kamu dulu yang mandi, jangan bengong terus seperti orang stress..!" kata Limah kembali menyadarkanku pada pesona yang dimilikinya.

"Kok aku, dulu?" tanyaku heran. Bukankah seharusnya mereka yang lebih dahulu mandi dengan air sendang yang ditaburi bunga dan beberapa tetes minyak mawar.

"Kata Aki, kami harus mandiin kamu lebih dahulu. Setelah itu kami mandi, maksudku gantian kamu yang memandikan kami." jawab Limah, dia benat benar sudah mengerti apa yang harus dilakukan. Aku mengangguk dan mulai bersila, berusaha berkonsentrasi membaca semua mantra yang aku hafal, karena ada beberapa mantra yang menghilang dari kepalaku.

"Jangan sila, kami harus merajah badan kamu dalam posisi berdiri." kata Limah tegas, membuatku semakin linglung, semua tata cara yang sudah diajarkan oleh Ki Ja'i seperti menghilang dari kepalaku. Padahal aku tadi masih ingat semuanya dan rasanya tidak mungkin aku lupakan begitu saja.

"Eh iya, aku lupa." jawabku, aku seperti menjadi bodoh di hadapan Limah. Dia jelas jelas menunjukkan kelasnya mengatur semua tata cara ritual yang sedang kami jalani. Aku seperti orang tolol yang tidak mengerti apa apa.

"Cih, kamu yang merajah belakang, aku yang depan..!" kata Limah, suaranya yang halus dan merdu membuatku ingin terus mendengarnya bicara. Tapi keiinginanku tidak terlaksana. Limah berdiri menghadapku, sangat dekat sehingga aku bisa melihat pori pori wajahnya yang sangat halus membuat jantungku berdegup kencang.

"Kamu bisa merem, gak? Aku jadi gak bisa konsentrasi kamu pelototin seperti itu." protes Limah. Reflek, mataku terpejam. Keteganganku semakin memuncak ketika Limah memegang kepalaku dan menarik ke arahnya, membuatku menunduk karena Limah lebih pendek dariku.

Kupikir Limah akan mencium bibirku seperti yang sering dilakukan oleh Lilis dan Ningsih saat akan menciumku, mereka akan menarik kepalaku agar menunduk dan memudahkan mereka menciumku.

Ternyata dugaanku salah, aku mendengar Limah membaca mantra, terdengar gumaman tidak jelas dari bibirnya. Gumaman yang membuat ubun ubun kepalaku merinding, terlebih saar gumamannya berhenti. Aku merasakan ubun ubun kepalaku ditiup tiga kali, sebuah hawa sejuk seperti masuk ke dalam sel sel yang berada di kepalaku. Kesejukan yang membuatku merasa nyaman.

Kembali aku mendengar gumaman tidak jelas diiringi tiupan pada ke dua mataku dan pada binirku. Bukan sekedar tiupan, tapi ciuman kilat yang terlambat aku sadari sehingga aku membuka mataku. Limah terlihat masih berkonsentrasi membaca mantra, kali aku tidak mendengar gumaman tidak jelas dari bibirnya yang sensual. Tangannya sudah melepaskan kepalaku sehingga aku bisa berdiri tegak.

Aku kembali memejamkan mata berusaha menghindari pemandangan yang bisa membuatku lupa diri. Bisa saja aku memperkosa Limah saat ini juga tanpa menunggu prosesi ritual selesai. Terlebih kontolku sudah berdiri maksimal, siap menunaikan tugas mulia, memberikan kenikmatan kepada wanita yang berdiri di hadapanku. Tugas yang selalu berhasil dilaksanakan dengan sukses.

Aku merasakan jilatan pada puting dadaku saat Limah selesai membaca mantra. Bukan hanya jilatan pada ke dua puting dadaku saja yang membuatku merintih. Tapi jilatan yang menyilang dari bahu kiriku ke rusuk kanan, membentuk tanda X. Jilatan Limah beralih ke pusarku meninlmbulkan rasa geli yang berusaha aku tahan. Rasa geli berpadu dengan rasa nikmat sehingga aku tidak menyadari hal yang sama sedang dilakukan Yoyoh pada punggung dan pinggangku. Karena perhatianku hanya tertuju pada aktifitas Limah.

Limah memegang kontolku yang sudah sangat tegang, ditiupnya kepala kontolku tiga kali menimbulkan rasa nikmat dan nyaris membuatku lupa bahwa akuu sedang menjalankan prosesi ritual untuk menyempurnakan ilmuku. Yerlebih saat Limah mulai mengulum kontolku, ini bukan seperti sebuah prosesi ritual lagi.

"Selesai...!" gumam Limah sambil meludah. Mungkin ini pengalaman pertamanya sehingga merasa jijik sudah mengulum kontolku. Wajahnya menjadi merah. Wajar, dia merajah seluruh tubuhku dengan lidahnya, hal yang mungkin terasa berat untuk dilakukan oleh gadis sepolos Limah. Tapi dia berhasil melakukan semuanya. Benar benar tekad yang luar biasa dari seorang gadis yang aku yakin belum pernah melihat tubuh telanjang seorang pria.

"Sekarang kamu merajah, kami..!" kata Limah sambil menunduk menyembunyikan rasa malunya.

"Iya, siapa yang duluan?" tanyaku. Semua tata cara prosesi ritual lengkap dengan mantranya sudah kembali kuingat, setelah melihat keteguhan Limah. Pengorbanannya tidak mau aku sia siakan.

"Yoyoh, dulu..!" jawab Limah sambil menarik Yoyoh yang masih berada di belakangku.

Limah segera menyingkir setelah Yoyoh berada di hadapanku. Yoyoh tersenyum menatapku, dia lebih berani menatapku dari pada Limah. Entah kenapa Yoyoh lebih agresif dibandingkan Limah, padaha mereka sama sama perawan yang terus dijaga oleh Ki Ja'i seperti permintaan ayahku.

Aku mulai membaca mantra perlahan lahan agar tidak ada kata yang terlewat. Mantra yang diwaris dari Ki Ja'i berdasarkan Kitab Daun Lonyar yang ditemukan olehku di sebuah candi yang berada di Karang Anyar. Candi peninggalan kerajaan Majapahit sebelum ahirnya menghilang darii tanah Jawa beberapa ratus tahun silam. Selesai membaca mantra pertama, aku meniup ubun ubun Yoyoh, tempat cakra mahkota (Sahasrara) bersemayam tiga kali, cakra yang akan mampu membuat seseorang berpikir lebih jernih. Tiupan yang mengandung kekuatan mistik yang akan masuk ke dalam tubh Yoyoh.

Lalu aku membaca mantra ke dua yang aku tiupkan ke bagian tengah matanya tempat Chakra Mata Ketiga (Ajna) berada. Cakra yang akan membuka ketajaman mata batin seseorang. Cakra yang akan membawa pemahaman lebih. Aku juga menjilatnya, jilatanku menyusur hingga ke bawah, berhenti pada dagunya.

Selesai, aku membaca matra ke tiga dan meniupkan ke tenggorokan Yoyoh, tempat Chakra Tenggorokan (Vishudda), disertai jilatan. Aku baru sadar, hal ini pula yang dilakukan oleh kepadaku tadi.

Lalu aku membaca mantra ke 4, yang aku tiupkan ke tengah tengah dadanya tempat Chakra Jantung (Anahata) berada. Setelah itu aku menjilat ke dua puting payudara Yoyoh yang besar menggantung hingga menyentuh rusuknya. Tidak lupa aku menjilat pundaknya menyilang ke perut hingga membentuk X.

Lalu aku kembali membaca mantra yang aku tiupkan ke pusar, tempat Chakra Pusar (Manipura) berada.

Kembali aku membaca dan meniupkannya sedikit di atas memek Yoyoh, tempat Chakra Seks (Svadhisthana) berada.

Aku membaca mantra lagi dan saat aku akan meniup tempat Chakra Dasar (Maludara) berada, aku mengalami kesulita karena letak memeknya berada di lipatan selangkangan Yoyoh.

"Yoh, tiduran...!" kataku yang langsung diikuti Yoyoh dengan patuh. Yoyoh tidur mengangkang sehingga aku bisa menium mantra ke memeknya tempat Chakra Dasar (Maludara) berada. Rasanya janggal, menurut pengetahuan umum Chakra Dasar (Maludara) berada antara kelamin dan lubang anus. Tapi ini yang harus kulakukan seperti petunjuk Ki Ja'i. Selain menium, aku juga harus menjilati setiap bagian memek Yoyoh yang terlihat lucu karena pahanya yang lemak yang berda di pahanya membuatnya menjadi lucu.

"Emmmmak, ennnnnak...!" Yoyoh merintih nikmat saat Lidahku menjilati memeknya sebagai bagian dari prisesi ritual yang sedang kami jalani. Ritual yang sangat tidak wajar, ritual nikmat yang membuat ribuan orang datang ke Gunung Kemukus dari setiap penjuru. Ritual yang bahkan terdengar ke luar negeri.

Ahirnya, proses merajah seluruh tubuh Yoyoh berhasil aku lewati dengan sempurna. Sekarang aku mulai merajah Limah dan inilah bagian terberat yang harus aku lalui. Pesona gadis ini terlalu besar bahkan melebihi pesona Lilis saat pertama kali aku melakukan ritual dengannya. Pesona yang sempat membuatku melupakan matra mantra yang sudah kuhafal di luar kepala.

"Sekarang, giliranku..!" kata Limah tanpa menungguku siap. Dia berdiri di hadapanku untuk dirajah oleh matra dan lidahku. Satu buah mantra yang sebenarnya pendek dan dibaca tiga kali. Mantra pendek yang telah kuhafal ribuan kali, rasanya tidak mungkin bisa kulupakan. Tapi persoalannya berubah saat Limah sudah berdiri di hadapanku dengan tubuh bugil, mantra yang begitu lancar kubaca saat merajah Yoyoh, harus kuulang berkali kali karena ada kata yang hilang atau salah saat mengucapkannya.

"Kamu kenapa?" tanya Limah jengkel setelah beberapa saat dia berdiri dan aku belum juga meniup ubun ubunnya. Rambutnya yang hitam legam, terurai lepas membuat pesona kecantikannya semakin memukau.

"Maaf...!" gumamku lirih. Aku menarik nafas panjang berusaha mengumpupkan semua tekadku pada satu titik agar bisa berkonsentrasi penuh. Aku berusaha menghilangkan pesona Limah yang berdiri menunggu prosesi merajah tubuhnya.

Aku mulai membaca mantra perlahan dengan mata terpejam. Aku tidak berani membuka mataku atau konsentrasiku akan kembalu buyar oleh pesona gadis yang berdiri di hadapanku dengan tubuh polosnya. Aku hanya membuka mata sedikit saat ahirnya aku bisa menyelesaikan mantra yang harus kunaca, hanya untuk memaatikan tempat yang harus aku tiup sudah benar. Begitu pula saat aku harus meniup tengah matanya, aku harus membuka mata sedikit agar tidak melihat matanya yang imdah, mata yang akan membuatk melupakan mantra yang masih harus kubaca. Terlebih saat lidahku harus menjilat bibirnya yang masah, keinginan untuk berlama lama di bibirnya begitu kuat. Keinginan yang berusaha aku lawan.

Aku menarik nafas lega saat merajah wajahnya selesai. Berlanjut merajah lehernya yang jenjang, lidahku menyentuh kulit lehernya yang halus dan berkeringat. Rasanya begitu nikmat, aku harus melawan gairahku agar tidak meninggalkan tanda merah di lehernya yang jenjang. Toh itu bisa kulakukan saat ritual penyatuan tubuh, akan tiba saatnya, aku hanya perlu bersabar.

Kembali godaan terkuat menghadangku di depan mata. Aku tidak berani melihatnya. Matra terucap keras untuk mengusir godaan yang bisa mengacaukan prosesi ini. Mantra yang terucap menggema di kamar mandi yang lumayan besar sehingga bisa menampung banyak oranf. Tanganku terkepal saat membuka mata untuk memastikan tiupanku mengenai tempat yang benar. Bayang bayang indah payudara Limah seakan membetot jiwaku. Betotannya begitu kuat dan ahirnya aku bisa bertahan meniupkan matra pada tempat yang tepat. Ludahku menjilat pundaknya ke rusuk membuat tanda X.

Hingga ahirnya aku harus berjongkok saat meniup pusar dan bagian bawah pusarnya, semuanya bisa kulakan dengan cepat. Hingga ahirnya aku meminta Limah rebah dengan kaki mengangkang, mataku terpaku pada bentuk memeknya yang indah berbentuk memanjang. Mataku tidak mampu berpaling saat Limah membuka belahan memeknya untuk mempermudahku merajahnya. Warnanya yang pink dan berkilat membuatku lupa membaca mantra.

"Buruan....!" Limah mengingatkanku dengan suara pelan, menyadarkanku.

Aku segera membaca mantra untuk menyudahi prosesi merajah, beruntung aku tidak kembalu melupakan mantra yang sudah aku hafal. Aku meniupkannya dengan cepat dan kemudian membenamkan lidahku ke lobang yang dibuka oleh pemiliknya. Aku ingin berlama lama menikmatinya, namun dorongan tangan Limah pada kepalaku, menyadarkanku bahwa prosesi merajah sudah selesai.

Proses selanjutnya bisa kulewati dengan mudah, kami saling memandikan dengan cepat. Terlebih ketukan pada pintu menyadarkan kami, ini adalah tempat umum yang dituju oleh ribuan peziarah. Ahirnya prosesi di Sendang Ontrowulan bisa kami lewati dengan mulus. Tinggal berziarah ke Makam Pangeran Samudra dan aku merasa bisa melewati preoses ziarah. Aku yakin tidak akan mengalami masalah saat berziarah.

"Yuk, sekarang kita ke Makam Pangeran Samudra, aku pengen buru buru selesai...!" ajakku setelah kami selesai berpakaian dan keluar kamar mandi tempat Sendang Ontrowulan.

"Pengen buru buru ngentot, ya !" goda Yoyoh dengan suara keras sehingga membuat beberapa orang berpaling ke arah kami. Mata mereka terpaku saat melihat Limah yang cantik, kecantikan yang luar biasa. Kecantikan yang selalu diimpikan para pria.

"Hush, ngomong apa kamu..!" seru Limah menunduk malu saat semua mata tertuju ke arahnya.

Aku segera menuntun mereka meninggalkan area Sendang, karena apa yang dikatakan Yoyoh ada benarnya. Aku sudah tidak sabar menikmati keindahan tubuh Limah dan menikmati jepitan memek perawannya. Memek yang menjadi idaman setiap pria normal.

Sesampai Makam, kami disambut kuncen yang lagi lagi begitu menghormatiku. Wajahku sudah sangat mereka kenal. Wajah yang sangat mirip dengan ayahku, seperti pinang dibelah dua. Satu satunya yang bisa membedakan kami adalah usia.

Setelah kuncen membuka doa sambil membakar menyan, kami dipersilahkan masuk untuk meneruskan berziarah dan bermunajat agar semua niat kami bisa terwujud. Aku harus mengakui niat Limah dan Yoyoh, mereka benar benar khusu saat berdoa sehingga akupun terbawa khusu oleh mereka. Sesuatu yang nyaris aku lupakan saat berziarah di Gunung Kemukus.

Perlahan aku mulai memejamkan mata, membaca mantra dengan husu. Atau lebih tepatnya, berusha khusu mengikuti kekhusuan yang diperlihatkan oleh Limah dan Yoyoh. Tidak berapa lama, aku mulai tenggelam dalam alunan mantra yang terucap dalam hati. Hingga ahirnya sebuah tepukan keras di di pundak, menyadarkanku.

"Kang, kita pulang...!" ajak Limah menyadarkanku yang mulai tenggelan dalam doaku.

"Eh, iya...! Tunggu sebentar." jawabku kaget. Aku segera menyelesaikan membaca mantra.


Setelah selesai berziarah, kami segera kembali ke rumah peninggalan ayahku. Terlebih Limah yang ingin segera masuk kamar menghindari tatapan mata orang yang selalu tertuju kepadanya. Terlihat sekali, Limah merasa tidak nyaman dengan tatapan mata mereka yang liar. Di kamar menjadi tempat persembunyian yang paling nyaman

Hal yang tidak terduga terjadi, di rumah peninggalan ayahku kami di sambut oleh Bu Dhea.

"Bu Dhea, ada apa?" tanyaku heran dengan kedatangannya yang sangat mengejutkan. Di sampingnya duduk seorang pria dengan wajah yang dipenuhi brewok dan kumis yang lebat.

"Aku datang untuk mengambil berkas berisi nama orang orang penting. Skema organisasi yang telah kamu dapatkan." jawab Bu Dhea membuatku terkejut, dari mana dia tahu tentang berkas yang diberikan oleh Bu Tris.

"Maksud Bu Dhea? Aku tidak mengerti dengan yang Bu Dhea katakan." jawabku berusaha menutupi rasa kagetku.

"Jangan pura pura bidoh, atau aku akan memaksamu. " jawab Bu Dhea menoleh ke arah pria brewokan yang duduk di sampingnya.

"Kamu tidak mau mati muda dan menyusul ayah dan pamanmu Karta ke liang lahat, bukan?" tanya pria brewokan itu membuatku terkejut, aku sangat hafal dengan suaranya. Dia adalah Japra.

Bersambung....
 
Bakaln gagal 3some ini ritualnya gara2 japra
Kancutkan suhu ceritanya makin terkuak mpuzle2 misterinya
 
Thx updatenya Om

Siapa yang membocorkan keberadaan dokumen itu ke Dhea?
Bagaimanakah nasib dokumen yang telah bersusah-payah diamankan oleh Gobang? Akankah dokumen itu diberikan oleh Jalu ataukah dipertahankan?
Nantikanlah di chapter selanjutnya...:pandaketawa:
 
Bimabet
Anjaaay tega si mamang eta .. sugan teh langsung galungan Di kasur jeung Dua parawan .. kalah ngadu peureup heula jeung si japra ... Hahaha
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd