Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Bimabet
Bab 34 : Saatnya Berkorban

Gubrak, aku terjatuh dari ranjang brrtepatan dengan Bi Narsih yang datang membuka pintu dari luar kamar.

"Jang, kamu kenapa?" Bi Narsih malah tertawa geli melihat aku terjatuh dari ranjang. Aku hanya tersenyum malu dipergoki Bi Narsih jatuh dari ranjang.

"Narsih sudah mandi?" pertanyaan yang tidak perlu aku tanyakan, karna dari rambutnya yang basah semua orang pasti tahu kalau Bi Narsih sudah mandi.

"Udah donk, emang kamu baru bangun tidur. Masih bau iler
" kata Bi Narsih sambil mencubit pipiku.

"Sih, tadi, sejak di sini Ujang mimpi aneh mulu." kataku gelisah.

"Mimpi apa, Say?" tanya Bi Narsih sambil memeluk pundakku.

Aku menceritakan semua mimpiku sejak datang di Gunung Kemukus secara detil tanpa ada yang aku lewatkan. Bi Narsih mendengarkan ceritaku dengan seksama.

"Begitu, Sih." kataku mengahiri ceritaku.

"Ya sudah, sekarang kamu mandi dulu." kata Bi Narsih sambil memberikan handuknya.

Aku menerima handuk dari tangan Bi Narsih. Tak perlu lama, aku sudah selesai mandi dan kembali masuk kamar. Kulihat Bi Narsih sudah selesai berdandan. Dengan memakai celana leging hitam dan kaos warna biru, Bi Narsih terlihat lebih cantik dari biasanya. Selesai aku berpakaian, Bi Narsih mengajakku makan.

"Bu, tahu kalau mau beli kambing untuk sedekahan di mana, ya ?" tanyaku kepada pemilik Warung.

"Kamu mau sedekah kambing?" tabya Bi Narsih heran. Lalu aku menjelaskan tentang impian Lilis dan Ningsih. Bi Narsih hanya mengangguk.

"Ya sudah, kita temui kuncen dulu, siapa tahu dia bisa membantu." kata Bi Narsih. Entah kenapa tidak terpikir olehku. Mungkin karna aku sibuk dengan mimpi mimpiku hingga tidak terpikirkan olehku hal itu.

Sekarang adalah saat yang tepat memikirkan mencari kambing untuk sedekah. Apa lagi Mbak Wati dan Didin sudah berangkat pulang tadi pagi.

Selesai makan kami ke bangsal Sonyoyuri menemui kuncen. Setelah bicara dengan kuncen, dibantu dengan beberapa warga, aku dan bi Narsih mencari kambing yang di maksud. Beban kami jadi jauh berkurang. Mencari kambing di tempat asing tentu saja hal yang sulit.

Ternyara kambing yang kami maksud ada di tempat tidak jauh dari area Gunung Kemukus, dengan diantar seorang warga kami mendatangi pemilik kambing. Setelah harganya cocok, aku segera membayarnya.

Kami membawa dua ekor kambing itu untuk disembelih di area Gunung Kemukus, separuh dari daging kambing akan dibagi bagikan kepada warga dan separuhnya lagi akan diolah menjadi masakan matang untuk sedekahan yang dihadiri oleh warga.

Serelah semua semua urusan selesai, Bi Narsih mengajakku istirahan di bangunan samping Bangsal Sonyoyuri. Kami rebahan berbantalkan makam di dalam bangunan. Bi Narsih yang kelelahan langsung tertidur. Nafasnya teratur dan tenang. Semua bebannya seperti hilang saat dia tidur.

Aku memandangi wajah Bi Narsih yang cantik tapi dibalik kecantikannya tersimpan duka. Mungkin secara materi Bi Narsih tidak kekurangan, tapi nafkah batin Bi Narsih harus nyari di luar.

Mataku mulai terasa mengantuk, tapi aku tidak berani tidur. Aku takut mimpi itu datang lagi. Mimpi yang sangat mengerikan terjatuh ke jurang. Mimpi yang sudah pasti buruk. Apakah ini adalah sebuah pertanda aku akan celaka seperti mimpi Ambu ?

Kalau aku mati muda bagaimana dengan anak anakku nanti? Mungkin anakku dari Lilis aku tidak akan hawatir. Ada Pak Budi yang akan menjadi ayahnya. Aku yakin Pak Budi akan menjadi ayah yang baik untuk anakku dari Lilis.

Anakku dari Bi Narsih juga akan mendapatkan ayah yang baik. Mang Karta sudah teruji menjadi ayah yang baik buat anak anak Bi Narsih.

Yang menjadi pikiranku adalah Ningsih dan anaknya yang akan lahir nanti. Bagaimana nasibnya? Sebuah tanda tanya besar yang membuatku ketakutan. Aku menarik nafs lalu duduk memeluk dengkul.

Satu satunya jalan adalah menyempurnakan ritualnya. Tapi aku yakin tidak semudah seperti yang aku bayangkan. Tidak hanya sekedar ngentot dengan Bi Narsih selama beberapa hari di Gunung Kemukus. Pasti ada cara lain selain itu.

Mungkin di dalam mimpiku ada petunjuknya. Tapi kenapa wanita yang ada dalam mimpiku selalu saja wajahnya sangat mirip dengan Bi Narsih, Lilis dan Ningsih. Apakah ini juga sebuah pertanda buruk?

Tiba tiba Bi Narsih memeluk perutku dari belakang, kepalanya menempel di pundakku.

"Kamu kenapa lagi, Jang? Mikirin mimpi kamu?" tanya bi Narsih dengan suara pelan.

"Iya, Sih. Ujang takut." kataku lemas.

"Jangan dipikirin terus, kamu pasti bisa melewatinya. Mudah mudahan selesai motong kambing dan sedekahan kamu gak mimpi yang aneh aneh lagi. " kata Bi Narsih sambil mencium pipiku.

"Iya, Sih. Mudah mudahan setelah sedekahan mimpi mimpi anehnya ilang. " kataku sambil membalikkan tubuh menghadap Bi Narsih.

"Iya, kita ke kamar lagi aja, yuk. " Bi Narsih bangun dan menerik tanganku.

Aku bangkit mengikuti langkah Bi Narsih keluar dari bangunan makam. Kami jalan sambil bergandengan tangan menuruni anak tangga yang cukup banyak. Sampai warung Bi Narsih mejngajakku masuk kamar.

Bi Narsih membuka celana leging dan kaosnya menyisakan BH dan celana dalamnya saja. Tubuh Bi Narsih benar benar indah, perutnya rata tanpa lemak. Benar benar wanita yang bisa merawat tubuh.

Aku merebahkan tubuhku yang terasa lelah. Bi Narsih menindihku, bibirnya mencium bibirku dengan mesra. Semakin ke sini aku semakin suka kalau berciuman dengan Bi Narsih.

Puas berciuman, Bi Narsih menarik kaosku terlepas lewat kepala, lalu membuka celana panjang katunku dan juga celana dalamku.

"Aduh, jagoan kecil masih bobo
!" kata Bi Narsih sambil mengelus elus kontolku dengan lembut. Lalu Bi Narsih menunduk menjilati kantong pelerku dari pangkalnya yang berdekatan dengan anus.

"Geli, Sih.!" sekujur tubuhku merinding nikmat.

Jilatan Bi Narsih naik kearah batang kontolku, dijilati hingga kepala kontolku yang semakin menegang hingga ahirnya menegang sempurna memamerkan urat urat besar yang melingkar di kontolku. Bi Narsih mulai memasukkan kontolku ke dalam mulutnya lalu menghisapnya dengan keras, nikmat sekali rasanya.

Puas menghisap kontolku, Bi Narsih bangun lalu melepas celana dalamnya. Kemudian Bi Narsih mengangkang di atas kontolku, diraihbya kontolku lalu di arahkan ke lobang memeknya.

"Sih, kok langsung dimasukin? Ujang belom jilatin memek Narsih." kataku.

"Narsih udah gak tahan pengen dientot, Say." kata Bi Narsih sambil menurunkan pinggulnya sehingga kontolku menerobos masuk ke memeknya yang sempit dan basah.

"Ennnak banget kontol kamu, Say...!" kata Bi Narsih sambil menggerakkan pinggulnya turun naik dengan pelan sehingga memeknya terasa semakin menjepit kontolku.

"Memek Narsih rasanya makin ennnak aja," kataku sambil meremas tetek Bi Narsih yang menggodaku.

"Masa sich?" tabya Bi Narsih sambil tersebyum senang mendengar ucapanku. Pinggulnya terus bergoyang memompa kontolku, mata Bi Narsih menatapku sayu. Bibirnya sedikit terbuka kadang seperti meringis nikmat. Bi Narsih semakin mempercepat gerakan pinggulnya.

"Jang, Narsih kelllluarrrrr......!" Narsih menjerit kecil menyambut kami orgasme pertamanya.. Memeknya berkedut meremas kontolku disertai dengan rasa hangat.

"Permisi, Mbak. Dicari Pak tris. Katanya disuruh Pak Kuncen. Daging kambingnya sudah dibagi bagi, tinggal persiapan masak masak buat sedekahan besok. Mbaknya disuruh pindah ke rumahnya Pak Tris malam ini." kata pemilik warung dari depan kamar.

"Iya, Mbak. Sebentar lagi saya keluar. " jawab Bi Narsih. Lalu Bi Narsih bangkit dari pangkuanku.

Kontolku terlepas dari lobang memek Bi Narsih. Ada saja gangguannya, padahal pejuhku belum keluar. Kulihat Bi Narsih tertaw geli melihat kontolku yang masih ngaceng.

"Nanti diterusin." kata Bi Narsih sambil mencium bibirku dengan mesra.

Aku dab Bi Narsih segera berpakaian lalu keluar kamar. Di depan ada seorang pria paruh baya yang duduk di kursi panjang. Mungkin ini yang dibilang Pak Tris oleh Mbak warung.

"Maaf Mbak, Mas saya ganggu. Separuh daging kambingnya mau dibagi bagi buat warga. Sisa dagingnya mau dimasak buat sedekahan besok malam. Mbak sama mas malam ini tidur di rumah saya sampai acaranya selesai." kata Pak Tris menjelaskan.

"Loch, saya pikir dipotongbya besok, Pak.!" kataku.

"Kata kuncen harus langsung dipotong. Mumpung masih Jum'at Pon. " kata Pak Tris menerangkan..

Tadi kami dapet kambing jam 11, sekarang baru jam 4. Rupanya mereka gerak cepat.

Setalah mengambil tas berisi baju dan perlengkapan lainnya, kami pindah ke rumah Pak Tris. Rumah Pak Tris bukanlah warung yang menyediakan kamar kamar untuk menginap. Rumah Pak Tris biasanya dipakai untuk acara acar di Gunung Kemukus. Di belakang rumahnya ada bangunan cukup besar yang berfungsi sebagai dapur.

Kami disambut oleh istri Pak Tris. Seorang wanita berusia sekitar 45-50. Bukan usia dan wajahnya yang menarik perhatianku karna kalau dilihat dari wajah, aku akan memberinya nillai 6. Yang menarik perhatianku adalah dadanya yang berukuran besar bahkan lebih besar dari pada milik Mbak Wati yang menurutku sudah besar yang ini lebih besar lagi.

"Ini istri saya, Mbak" kata Pak Tris memperkenalkan istrinya kepada kami.

"Bu, ini Mbak dan Mas yang punya kambing. Mbak, Mas saya tinggal dulu mau ngurus pembagian daging kambing." kata Pak Tris berpamitan.

"Silahkan duduk, Mbak. Walah Mbak, pasangan ritual sampean masih muda benar. " kata Bu Tris membuatku malu.

"Muda umurbya, Bu. Tapi anunya guede. Hihihi." jawab Bi Narsih bercanda.

"Olah, gitu toch. Hihihi. Sampean bisa saja, Mbak." Bu Tris tersenyum menggodaku.

Dari dapur muncul seoran wanita muda membawa minuman. Mungkin dia anak Bu Tris, karna wajahnya mirip dan dadanya besar. Keyakinanku bertambah, itu pasti anak Bu Tris,

"Ini loch anak saya, Mbak. Namanya Marni, suaminya kerja di Semarang. Marni tadinya juga tinggal di Semarang. Sudah 5 bulan tinggal di sini sehabis melahirkan sampai anaknya agak besar.." kata Bu Tris mengenalkan anaknya.

Setelah berbasa basi, Bu Tris mengatakan besaran biaya untuk memask dan biaya peralatan lain. Aku menyanggupinya. Pak Budi sudah memberi uang yang lebih dari cukup untuk buaya beli kambing 2 ekor dan biaya lainnya. Masih tersiaa cukup banyak. Aku langsung memberikan uang sebesar yang Bu Tris pinta.

"Marni, siapkan kamar buat Mbak dan Mas." perintah Bu Tris ke Marni yang duduk di ruang tengah yang hanya dipisahkan oleh dinding papan sehingga terdengar jelas oleh Marni.

Saya mau ke dapur mempersiapkan bahan bahan untuk memasak. Kalau perlu sesuatu panggil saja, Marni." Bu Tris berpamitan kepada kami.

"Iya, Bu. Terimakasih." kata Bi Narsih.

"Mari Mbak, kamarnya sudah saya rapihkan tadi." kata Marni mengajak kami masuk ke dalam kamar yang tepat berada di samping ruang tamu.

Kamar ini cukup luas dan ranjangnya juga besar, kalau tidur berdua tidak perlu berdempetan. Ada jendelanya juga. Aku langsung memeluk Bi Narsih begitu Marni pergi. Bi Narsih membalas ciumanku dengan mesra.

"Nanti malam aja ya, Say. Narsih mau bantu bantu, kan kamu yang punya acara. Sekalian mau ngawasin biar semuanya beres." kata Bi Narsih mendorong tubuhku.

"Sekali aj, Sih. Kan tadi belom keluar. Kontol Ujang masih ngaceng." kataku merengek.

"Nanti aja, Sayang. " kata Bi Narsih keluar kamar lalu memanggil Marni.

Marni datang dari dalam sambil menyusui bayi wanita yang cantik, sehingga aku busa melihat teteknya yang sangat besar.

"Marni, anter Mbak ke tempat Bu Tris,. " kata Bi Narsih. Lalu Bi Narsih melanjutkan. " kalau lagi nyusuin jangan deket deket Ujang. Kamu bisa diperkosa. Hihihi." canda Bi Narsih sambil menunjuk ke arahku.

"Jangan di denger. Mbak Narsih cuma becanda. " kataku malu.

Mendengar becandaan Bi Narsih Marni tersenyum melihatku. Matanya mengedip genit. Jangan jangan aku berhalusinasi ? Masa Marni mengedipkan matanya ke aku. Atau mungkin aku kegeeran.

"Diperkosa beneran juga Marni mau. Hihihihi. Yuk Mbak, saya abtar ke tempat Ibu" kata Marni membalas candaan Bi Narsih.

Setelah Bi Narsih dan Marni pergi, aku memilih duduk di ruang tengah sambil meminum kopi yang mulai dingin. Kunyalakan sebatang rokok kegemaranku. Rasanya nikmat sekali.

"Mas, kalau mau ke kamar mandi masuk aja ke belakang." kata Marni mengagetkanku karna sudah ada di dekatku.

"Eh iya, makasih Mbak." kataku.

Marni duduk di depanku masih menyusui anaknya. Teteknya besar sekali, lebih besar dari teteknya Mbak Wati padahal aku menganggap tetek Mbak Wati sudah besar ternyata ada yang lebih besar lagi.

"Kamu udah pernah nyobain Asi belom?" tanya Marni tiba tiba.

Bersambung....

Sedot jang...jgn kelamaan ntar basi
 
Mantap sudah update lagi...

Cerbung paling konsisten update yg pernah saya ikuti selama disini.

Terimakasih utk terus memberikan suguhan cerita yang menarik Suhu..
 
Cerbung yg 1 ini memang sangat menakjubkan....semangat updatenya ya.....
 
Si ujang menang banyak curiga susu nya segede susu hitomi tanaka ini mah kenceng pula kalau ada ASI nya mantep bener sedot jang sedot
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd