Bagian 3 - Panen Pertama Batu Perhiasan
Dengan semangat 'Tiada rotan, akarpun berguna', Dharma mengangkat keranjang besar dari anyaman bambu, isinya adalah... hasil galian perdana-nya dari lokasi utara pinggiran desa. Dengan memakai sepatu bot yang tinggi menutupi seluruh tungkai bawah kaki sampai ke lututnya serta menggunakan sarung tangan karet serta tidak lupa memakai caping yang multi guna... bisa difungsikan sebagai ayakan penyaring bebatuan pada penggalian ditempat dimana dia dahulu melakukan reseach mencari keberadaan batu-batu perhiasan yang medan penggaliannya cukup riskan dan lumayan berbahaya.
Beban yang dipikulnya cukup berat... lebih dari 60 kg atau 70 kg kurang sedikit. Berupa batu-batu yang kasar dan terlihat tidak terlalu menarik untuk dipandang mata, tetapi kalau sudah diolah dengan benar dan diasah licin dan mengkilap dalam bentukan berbagai ukuran potongan cabochon, maka Dharma menaksir nilai nominal yang akan diterimanya bisa mencapai sekitar 200 jutaan rupiah bahkan mungkin lebih... dan sangat mudah dijual secara cepat.
Sudah ada tempat penjualannya di ibukota, didalam kawasan pertokoan pusat penjualan batu permata. Dharma telah lama memiliki sebuah counter kecil di pusat pertokoan batu permata itu, yang pengelolaannya diserahkan sepenuhnya pada adik bungsunya, Darto, yang tidak ingin melanjutkan pendidikannya sampai ke perguruan tinggi. Alasan Darto, sang adik bungsu bahwa pelajaran yang terlalu tinggi-tinggi tingkat logika-nya, tidak mampu diserap oleh otaknya dengan seketika. Dharma memakluminya, karena inilah dampak buruk yang harus ditanggung Darto sekarang ini... dikarenakan sewaktu balita, Darto sering mengalami demam dengan suhu badan yang sangat tinggi yang selalu diikuti dengan kejang-kejang atau kata orang, Darto sering mengalami 'stuip'... akibatnya yaitu tingkat kemampuan mengikuti pelajaran universitas yang membutuhkan tingkat kemampuan logika yang tinggi sangat menurun sekali. Beruntung Darto fisiknya kuat dan... seorang pekerja yang ulet, terlihat Darto normal-normal saja, bahkan sekarang hidup bahagia dengan seorang isterinya yang cantik beserta sepasang anaknya, perempuan 7 tahun dan bungsu yang lagi lucu-lucunya... seorang anak lelaki berusia 4 tahun.
Arloji yang kedap air yang melingkar di pergelangan tangan kirinya telah menunjukkan waktu pukul 15:30. Sampai juga Dharma didepan rumahnya... beruntung tidak ada orang yang menyambutnya. Orang dari rumahnya pasti tidak mengenalnya dengan dandanannya seperti sekarang... bertopi caping yang lebar, memikul keranjang besar dari anyaman bambu yang berat karena sarat... yang isinya batu semua... persis seperti tukang pulung di ibukota saja. Tapi didesa makmur ini memang tidak ada seorang pun tukang pulung. Para kawula mudanya pada bekerja dan berusaha di ibukota... hampir semuanya.
Kemudian dengan menyeret keranjang berat itu... menyusuri sisi kiri rumahnya... dan membuka dengan kunci yang diambil dari dalam sakunya... pintu dari ruang workshop-nya. Setelah masuk sembari membawa hasil galiannya, ditutupnya kembali pintu itu. Dharma merogohkan tangan bersarungnya kedalam keranjang itu dan keluar dengan memegang sebuah batu natural tapi berkilauan sinar pelangi tatkala batu itu tergoyang. Inilah batu Kalimaya atau kalangan gemmolist menyebutnya sebagai White Precious Opal, rumus kimianya adalah SiO2·n(H2O) Hydrous silicon dioxide. Dharma akan mengolah batu-batu perhiasan ini dalam bentuk 'doublet' atau 'triplet', sehingga kekerasan batu kalimaya ini yang tadinya cuma 5,5 pada skala Mohs menjadi 9 pada skala Mohs, sangat keras dan hanya setingkat dibawah kekerasan intan (dengan angka kekerasan 10) yang dijadikan sebagai tolok ukur oleh seorang mineralogist Jerman yang bernama Friedrich Mohs pada tahun 1812, sekarang dikalangan penggemar bebatuan indah maupun para gemmolist dan kolektor memakai skala Mohs untuk mengukur tingkat kekerasan sesuatu batu. Sebuah batu disebut 'batu mulia', jikalau batu itu mempunyai kekerasan sama atau lebih dari 8 pada skala Mohs... ditambah dengan dengan keindahannya yang khas dan special-effect yang dipunyai batu ybs. Selebihnya disebut sebagai batu perhiasan saja. Jadi biar gimana bagusnya batu kalimaya setelah diasah... tetap termasuk kategori batu perhiasan, walaupun... terlihat lebih indah dari blue sapphire (kekerasan 9 / batu mulia corundum).
Setelah melepaskan caping, sepatu bot dan sarung tangan karetnya, Dharma keluar lagi dan menutup dan mengunci pintu workshopnya dari luar. Kembali berjalan menyusuri sisi rumah menuju pintu utama depan rumahnya.
Dharma membuka pintu depan dan melangkah masuk kedalam rumah... yang disambut dengan seruan tertahan dari Ayu yang sudah terbangun seperempat jam yang lalu.
"Aaduuhhh... mak! Papa habis kecebur dimana...? Ada yang luka apa keseleo... nggakk... iihhh papa... nggak hati-hati sih...!", seru Ayu penuh kekhawatiran melihat kondisi 'papa'-nya yang kumal, dekil dan berlumuran lumpur telah mengering disana-sini.
"Ha-ha-ha... keren kan... ha-ha-ha... jadi aktor filem thriller cocok nggak ya...? Ha-ha-ha...!", kata Dharma sambil tertawa.
"Cocok... 'kali, yang pasti Ayu tidak akan menontonnya, Ayu nggak suka sama filem yang serem-serem iihhh...!", kata Ayu lega hatinya karena 'papa'-nya tidak mengalami cedera dan baik-baik saja. Lanjutnya, "Kok sampai begini sih pa...?! Terpeleset di sawah ya... dari itu jalannya harus hati-hati... dong...!".
"Ha-ha-ha... orang ini disengaja kok... anggap saja kembali ke habitat-nya sebentar... ha-ha-ha...!", kata Dharma sambil bercanda.
"Emangnya 'papa' dulu pernah menjadi ikan betok yaa... hi-hi-hi...!", kata Ayu mulai bisa tertawa lagi.
"Eeh... kok kamu tahu sih... dapat bocoran dari mana... ha-ha-ha...!".
"Mandi... deh pa... biar bersih dan gan...", Ayu sengaja mengantung dan tidak menuntaskan perkataannya, yang langsung dilanjutkan Dharma dengan berkata...
"Teng...! Tahu aja cewek cantik satu ini... ha-ha-ha...!", kata Dharma senang bisa menebak suku kata yang akan diucapakan Ayu.
"Salah...! Kacian deh 'papa'-ku ini... udah dekil... ganjen lagi... hi-hi-hi...!", Ayu senang bisa bersenda-gurau dengan Dharma yang dirasakan Ayu sangat dekat ketimbang bapak-kandungnya sendiri.
"Apa mau ikut membersihkan badan papa apa... cewek yang namanya Ayu kan... kata orang-orang... sangat baik lho hatinya... ha-ha-ha...", kata Dharma membujuk Ayu ikut 'membantu' badannya yang super kotor ini.
"Ayu... memang baik... dalam hal yang satu ini... tidak-tidak deh... entar ketularan kotor dan bau... soalnya Ayu sudah mandi... mana wangi lagi! Kalau tidak percaya boleh cium nih...", kata Ayu membanggakan dirinya, tetapi... buru-buru melarikan diri... kabur menjauh dari Dharma yang bersungguh-sungguh ingin menciumnya. "Hi-hi-hi...! Maksud Ayu... nanti... setelah 'papa' mandi bersih... rapi dan wangi, serta... makan dulu... hari ini tumben yang masak ada 2 cewek... Ayu dibantu dengan cewek, dulu teman sebangkunya Ayu. Namanya Murniasih, sayangnya... sudah ada yang punya... hi-hi-hi... kacian tuh... mana kecele deh... hi-hi-hi...", kata Ayu menggoda Dharma yang kelihatan sudah ambil ancang-acang untuk mengejar... menyebabkan Ayu langsung kabur masuk kedalam kamarnya sembari berteriak... "Iiihhh... takutt...!".
<Brr-ringg...!> <Brr-ringg...!> <Brr-ringg...!>
Begitu Ayu masuk kedalam kamar, langsung disambut oleh deringan HP-nya. Buru-buru Ayu membuka sambungan telekomunikasi cellular-nya.
<"Ayu... disini!">.
<"Halo sayang... ini tante Rita. Kamu lagi ngapain sayang... kok napasmu terdengar kencang sekali... habis lari-larian ya...?">, tanya Nurita dengan lembut.
<"Eh... eng... nggak tante... papa... kotor banget badannya penuh lumpur yang sudah mengering... hi-hi-hi... pas Ayu tanya... jawabnya papa adalah... papa memang sengaja main lumpur... ingat habitat-nya dulu... selagi dia masih jadi ikan betok... katanya gitu... hi-hi-hi...">, kata Ayu menjelaskan.
<"Lha... hubungannya apa dengan napas tersengal-sengal kamu itu?">, tanya Nurita heran.
"Papa minta Ayu ikut membersihkan badannya dikamar mandi dalam kamar tidur utama... tapi Ayu menolak... kan Ayu barusan mandi dan wangi...">, kata Ayu yang langsung dipotong oleh Nurita...
<"Jadi... kamu mau dicium papamu untuk membuktikan bahwa kamu wangi... telah mandi... hi-hi-hi...">, kata Nurita sembari tertawa mengikik.
<"Eh... kok tante sudah tahu sih...", dipotong lagi sama Nurita...
<"Lalu papamu... ingin mamaksa untuk menciummu... begitu... sayang...", kata Nurita menebak-nebak apa yang telah terjadi.
<"Kok ... tante tahu aja sih... Ayu sampe heran...?">, kata Ayu jadi terheran-heran jadinya.
<"Ya sudah... memang begitulah tabiat 'papa'-mu dari semenjak kecilnya hi-hi-hi...! Halo... Ayu... Tante mau memberitahukan padamu... kan sejak tadi pagi tante ke kantor Kabupaten untuk mengurus pengangkatanmu sebagai PNS resmi selaku Assisten Bidan Resmi Kabupaten untuk desa ini dan desa-desa sekitarnya yang terdekat... ternyata dengan cepat sudah disetujui oleh pak Bupati, SK Pengangkatannya sudah keluar dan sudah ada ditangan tante sekarang... tante baru saja sampai dirumah barusan dan langsung menelponmu. Ngomomg-ngomong saran yang disodorkan 'papa'-mu tentang rumah tante beralih fungsi menjadi tempat kerja dan klinik sederhana kebidanan... tante sangat setuju sekali. Katakan pada papa-mu bahwa ada 2 orang PNS menagih janji 'papa'-mu itu... hi-hi-hi...! Kalau papa-mu kurang begitu paham atau perlu penjelasan, minta 'papa'-mu menelpon tante secepatnya... biar tahu rasa dia... siapa suruh menyarankan ini-itu pada tante... hi-hi-hi-...! Sudah ah... tante mau mandi nih... dagghh... sayang...!", Nurita langsung menutup hubungan cellular itu.
Ayu yang mendengar kabar baik yang disampaikan Nurita ini, menjadi sangat senang hatinya. "Akhirnya aku menjadi PNS resmi...!", katanya dengan suara lumayan keras tanpa ada orang yang mendengarkannya.
Pelan-pelan masih diliputi rasa senang... membuka pintu kamarnya. Dilihatnya Dharma sudah bersih dan rapi kembali setelah sehabis mandi, melangkahkan kakinya ingin membuka pintu depan rumah. Buru-buru Ayu mencegahnya dengan menyapa "Hei... papa-papa... mau kemana lagi...? Makan dulu dong... lagi pula ada yang ingin Ayu sampaikan sesuatu yang menggembirakan minimal untuk Ayu seorang... hi-hi-hi...", kata Ayu membujuk 'papa'-nya ini.
Segera Dharma berbalik badan dan berkata, "Baru papa sadar sekarang... dari tadi papa memikir-mikir... kayaknya ada sesuatu yang harus dikerjakan ternyata... makan toh...! Ha-ha-ha... jadi lapar perut papa sekarang... terimakasih Ayu... memang itu ide baik... sembari makan... mendengarkan berita baik dari Ayu-ku yang cantik... hhmm sungguh tawaran yang sangat menarik...!".
"Dalam keadaan kenyang... apalagi lapar... papa selalu ganjen aja yaa... hi-hi-hi... nih lihat buktinya kalau tadi Ayu mengatakan bahwa yang memasak ada 2 orang, sambil menyodorkan potong kertas yang ditulis Asih pada Dharma yang mau duduk di kursi dekat meja makan.
Dharma mengambil potongan kertas yang disodorkan Ayu padanya, dan membaca perlahan... 'dari teman SMA-mu Asih...'.
"Emangnya temanmu cantik apa...?", tanya Dharma seakan kembali muda kembali.
"Papa belum lihat sih... gambar telanjangnya... pasti deh... papa jadi... klepek-klepek...! Hi-hi-hi...!", kata Ayu tumben berani menggoda 'papa'-nya ini... maklum deh... baru diangkat jadi PNS resmi sih...!
"Aahhh... masak...?! Yang bener nih... mana coba... papa mau lihat...!", Dharma jadi sangat tertarik jadinya oleh omongan 'nakal' Ayu ini.
"Eehhh... papa kalau bicara soal cewek telanjang... kok jadi nggak sabaran sih... tunggu nanti kalau dia datang lagi kerumah ini dan numpang mandi disini... kan orang kalau mandi pasti... telanjang bulat... nah... saat itulah... terserah papa... mau ngintip kek... apa mau ngelihat langsung... suka-suka papa sendiri... hi-hi-hi...!", kata Ayu sambil tertawa dan menyiapkan nasi dan lauk-pauk untuk Dharma dan untuk dirinya sendiri.
"Wah... kamu Ayu! Bener-bener... ngebohongin papa lagi... sungguh tega sekali...", kata Dharma jadi kecewa berat kelihatannya.
"Habis cewek yang udah ada yang punya... pake ditaksir lagi... dulu waktu kami di SMA dulu, kami berdua yang tercantik dan... tidak ada seorang pun yang mampu mengatakan... mana yang cantik dari lainnya... hi-hi-hi.... sekarang Asih sudah bersuami yang seumuran dengan papa... serta sudah 3 bulan ini belum datang-datang mengunjunginya lagi... lupa 'kali dia... saking banyaknya isteri-isterinya itu...", kata Ayu menjelaskan perihal seputar Asih, teman SMA-nya itu.
"Itu masalah lain sayang... yang papa tanyakan mana gambarnya...?!', kata Dharma masih ngotot soal gambar telanjang Asih.
"Soal gambar telanjang... itu sih urusan papa sendiri... kan papa bisa bikin potret telanjang dengan kamera papa yang canggih itu... hi-hi-hi...!", kata Ayu menjawab ikut-ikutan sewot jadinya.
"Ya... udah! Lupakan saja... apalagi dia sudah bersuami... mendingan papa makan masakan kalian berdua... sebanyak 2 piring... biar kesal papa jadi hilang...!", kata Dharma masih keki.
Sambil menikmati masakan kedua wanita muda yang cantik, ternyata... hasil masakannya... juga cantik... eh maksudnya lumayan enak... Dharma teringat kata Ayu tadi mengenai 'berita baik' yang dikatakannya tadi.
"Lalu bagaimana dengan 'berita baik' itu sayang...?", tanya Dharma yang rasa keki-nya terhapus bersih oleh enaknya masakan mereka itu.
"Hi-hi-hi... sebenarnya berita baik ini untuk Ayu seorang... tapi Ayu tidak sanggup menerimanya sendirian... boleh kan... Ayu sharing sama papa... biasanya Ayu berbagi rasa dengan tante Nurita... tapi justru berita baik ini datangnya dari tante sendiri... boleh yaa pa...?", kata Ayu meminta pengertian 'papa'-nya ini.
"Kenapa tidak boleh...? Malah papa paling senang mendengarkan berita-berita yang baik dari pada berita-berita mengenai wanita cantik, tapi... sudah jadi milik orang lain... ha-ha-ha...!", kembali Dharma tertawa senang mendengar mau di-share dengan suatu berita baik dari Ayu yang disayanginya ini.
"Ayu sudah diangkat jadi PNS resmi...! Surat pengangkatannya sudah ada ditangan tante Nurita...!".
"Wah... hebat kalau begitu... selamat ya...! Tante-mu itu kalau memperjuangkan sesuatu... pasti sampai tuntas...!", kata Dharma ikut berbahagia bersama Ayu.
"Pa... hampir kelupaan... pesan tante tadi... bunyinya adalah... 'ada 2 orang PNS menagih janji' sama 'papa'... hi-hi-hi...", kata Ayu dan lanjutnya. "Kalau tidak percaya dan kurang jelas papa disuruh meneleponnya sekarang juga... katanya sih... biar tahu rasa gitu...! Hi-hi-hi...".
"Payah... tante-mu itu...! Disangkanya papa bercanda apa... setuju atau tidak disetujui... papa tetap saja meneruskan rencana papa itu... aahhh papa lagi malas ngomong sama tante-mu... apalagi tante-mu lagi cape habis dari kantor kabupaten... entar lagi enak-enaknya ngobrol di telepon... malah diputus begitu saja... dengan alasan... sudah mengantuk pengen tidur...!", kata Dharma yang sekarang mata genitnya mulai beraksi menatap tajam pada bagian dada montoknya Ayu... 'Wah... udah montok, sekal... nggak pake BH... cuma kaos oblong putih polos yang agak tipis... pastilah tercetak dan terbayang dengan jelas puting indah yang mancung kedepan dan menantang...'. Seketika tersentak bangun penisnya yang lagi 'tidur' diguncang-guncang oleh gelombang gairah yang melanda disekujur tubuh kekar Darma... melupakan sejenak keletihannya saat bekerja di lokasi penggalian bebatuan perhiasan yang berada didekat perbukitan dan sungai di sisi utara desa...
Ayu yang tahu makna pandangan mata 'papa'-nya yang genit pada bagian tubuhnya, sambil berdiri membawa piring-piring kotor kotor untuk dibersihkan kembali di 'sink' (bak cuci piring)... berkata, "Sabar yaa 'papa'-ku sayang... duduk dulu manis di sofa sambil menunggu nasinya turun masuk kedalam lambung... sementara Ayu membereskan dapur kembali bersih dan rapi kembali... kacian deh disuruh nunggu...! Hi-hi-hi... lama-lamain aahhh...", kata Ayu menggoda 'sadis' sang 'papa' yang sudah sange habis...
"Kalau lama... kita lakukan disini saja... sapa takut lagi... ha-ha-ha...!", kata Dharma pura-pura mengancam.
"Eh-eeh-eeehhh... jangan dong pa... fair play dong... kenapa sih...!", kata Ayu sembari menengok kebelakang kearah 'papa'-nya... takut bergerak maju... mendekati dirinya... yang lagi berdiri didepan 'sink', baguslah... dilihatnya 'papa'-nya masih tenang-tenang saja duduknya...
Akhirnya, 15 menit kemudian, Ayu menyelesaikan pekerjaannya di dapur mulai melangkah balik menuju kamarnya. Dharma yang tadinya sedang santai menyandarkan kepalanya kebelakang pada sandaran sofa... tahu Ayu telah menyelesaikan pekerjaannya, buru-buru menyapa Ayu dengan menyodorkan telapak tangan jauh kedepan mengajak Ayu bersalaman karena Ayu telah diangkat sebagai PNS secara resmi.
"Eh-eeh... papa belum bersalaman atas keberhasilanmu menjadi PNS resmi...!", kata Dharma pasang muka serius menyapa Ayu...
"Hi-hi-hi... kan udah tadi... ngucapin selamat... emangnya harus pake salaman segala apa... formal sekali... hi-hi-hi...", kata Ayu yang cerdik yang berpikir pasti... 'ada udang dibalik batu'.
"Iya... kalau urusan kantor... harus dilatih untuk berlaku secara formal dong... setelah acara salaman selesai... itu lain perkara...", kata Dharma berkata sambil mimik wajahnya masih tetap terlihat serius...
Tapi Ayu yang cerdik sudah tahu tujuan 'papa'-nya mengajaknya bersalaman, segera menjulurkan tangan sejauh mungkin kedepannya... begitu tersentuh ujung jari-jarinya 'papa'-nya... langsung buru-buru menarik tangan kembali kebelakang sambil tertawa girang, "Hi-hi-hi... nggak bisa masuk perangkap kan... kacian deh... kecele tuh...! Hi-hi-hi...", kata Ayu sembari berbalik badan kembali melangkah menuju kamarnya.
Dharma yang tidak kehabisan akal... mulai melancarkan aksi darurat-nya... "Nih... punya siapa nih... Ayu... kamu tidur di tempat tidur papa ya... tadi siang...?!", kata Dharma sambil berpura-pura menggenggam sesuatu yang seakan sangat kecil ditangannya.
Terhenti langkah Ayu seketika... mendengar teguran dari 'papa'-nya itu. "Emangnya benda apaan pa...? Lagipula kan... Ayu sudah memberitahu... bahwa Asih, teman SMA-nya Ayu, kan memakai kamar Ayu untuk omong sesuatu dengan adik lelakinya yang baru berumur 14 tahun itu, mereka kelihatannya ingin membicarakan hal yang dianggap mereka penting itu secara 4 mata... begitu pa... karena itulah sebabnya Ayu jadi meminjam tempat tidur 'papa'... mumpung yang punya belum balik dari bermain-main dengan lumpur... hi-hi-hi...!", kata Ayu menjelaskan sebab-musababnya dia tidur dikamar 'papa'-nya.
"Hal penting atau... hal yang nikmat-nikmat begitu...?!", kata Dharma bergurau.
"Mana Ayu tahu... tanya sendiri saja sama yang bersangkutan... langsung...!", kata Ayu santai saja.
"Jadi ini milikmu dong...?", kata Dharma masih saja berpura-pura menggenggam sesuatu benda yang sangat kecil.
Ayu jadi penasaran dan jadi tertarik... ingin melihat benda kecil yang dimaksud... yang masih dalam genggaman tangan 'papa'-nya yang sepertinya dilakukan dengan sangat hati-hati. "Mana... coba Ayu lihat sini...", sambil mendekatkan wajah cantiknya pada genggaman tangan 'papa'-nya yang masih mengatup menutup itu. Jadi posisi Ayu sekarang adalah membungkuk dalam-dalam... sehingga tanpa disadari Ayu bahwa semua bagian dadanya yang mulus dan montok terlihat seluruhnya dengan bebasnya... saking penasaran keingin-tahuannya yang sangat besar akan benda yang kecil yang masih saja berada dalam katupan tertutup dalam genggaman 'papa'-nya.
"Nih... lihat! Hati-hati terjatuh...", Dharma membuka katupan genggaman perlahan-lahan dan... berpura-pura tersentak kaget karena sesuatu... seakan-akan 'benda kecil' mencelat masuk melalui bukaan bagian atas dekat leher kaos oblong putih polos yang dipakai Ayu... "Yaa... mencelat masuk kesitu lagi... diam Ayu... diam ditempat! Biar 'papa' yang mengambil...", segera tangan kekar Dharma merogoh kedalam kaos oblong putih polos itu dan segera kolaborasi yang kompak antara ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan kekar Dharma segera melancarkan aksi-nya, dengan memelintir puting indah dari buahdada montok yang sebelah kiri milik Ayu yang berwarna pink dan dikelilingi dengan areola mulus berwarna pink muda sebesar koin Rp 100 ber-'gambar timbul' sebuah bangunan rumah gadang.
Tersentak kaget dan tertawa nikmat... keluar dari mulut seksi Ayu, "Aahhh... masuk jebakan lagi...! Bener-bener 'papa' banyak akal bulusnya menjebak Ayu... padahal sudah was-was penuh siaga... eehhh... kecolongan... juga! Oooh... enaknya... plintiran jari-jari 'papa' yang nakal ini... kerjanya mlintir melulu... kalau nggak ya... meremas-remas lah... susu Ayu... apa mencuil-cuil lha... kelentit Ayu... hi-hi-hi... udah deh pa... Ayu ngaku kalah... lakukannya ditempat tidur 'papa' saja deh...", kata Ayu penuh kepasrahan minta disetubuhi oleh 'papa'-nya ditempat tidur 'papa'-nya saja.
Segera Dharma mencium mesra dan merayu Ayu, "Pokoknya... nggak rugi deh Ayu menyerah dengan sukarela... sama papa... ha-ha-ha...!", kata Dharma yang kemudian dengan mantap membopong tubuh semampai dan mulus menuju tempat tidur didalam kamar-utama... dimana mereka akan mereguk kenikmatan surga-dunia... sepuas-puasnya...
Menaruh tubuh mulus Ayu dengan hati-hati diatas tempat tidur, dan dengan segera Dharma melucuti pakaiannya sendiri sampai telanjang bulat. Ayu yang melihat ulah 'papa'-nya dengan mata sayu... penuh nafsu... tidak mau kalah... segera melucuti semua pakaian yang dikenakan... tidak banyak... cuma 3 potong pakaian... kaos oblong putih polos, celana pendek Hawaii, dan... CD tipis-nya.. segera memposisikan diri ditengah-tengah tempat tidur... terlentang... mengangkangkan paha mulusnya dan... menunggu dengan pasrah...
Dharma dengan tubuh kekarnya serta penisnya sudah tegang berdiri... sangat garang kelihatan... sampai sekarang Ayu tidak mau berlama-lama menatap palkon 'papa'-nya yang besar ini... hati Ayu jadi ngeri sendiri... sambil memejamkan pelupuk mata berbulu lentik itu, Ayu bergumam pelan... pasrah, "Pelan-pelan... ya 'papa'... kan banyak waktu untuk menerobos masuk palkon 'papa' yang besar itu... iihhh... jadi ngeriii... deh...!", kata Ayu memberitahu 'papa'-nya supaya berhati-hati...
"Kok masih kuatir saja sih... ha-ha-ha... dari itu harus sering-sering ML sama papa... minimal satu kali setiap hari... biar terbiasa... jadi semakin lama semakin mengecil rasa takutnya... ha-ha-ha...!", kata Dharma penuh nafsu dan gairah.
"Iihhh... 'papa' gimana sih... ngomong terus... pake ketawa lagi... Ayu jadi was-was... nih! 'Papa' sayang, masukinnya pelan-pelan saja yaa...", kata Ayu membujuk 'papa'-nya sembari tetap was-was...
"Beres sayang... nih rasakan sajian nikmat dari papa-mu... pokoknya Ayu sayang terima enaknya saja... ha-ha-ha...!", langsung tawa Dharma terhenti seketika... karena sekarang mulut gasangnya menempel lekat pada permukaan vagina Ayu yang berbulu pubis yang tipis itu.
Terlonjak kaget Ayu jadinya, pinggul mulus ikut-ikutan tersentak keatas sejenak, sambil membuka pelupuk matanya yang tadi dipejamkan pasrah... sekarang Ayu dengan mata terbuka melihat ulah nakal 'papa'-nya, yang... diluar dugaannya sama sekali...
"Kirain sih... sudah dimasukin... itu palkon gede... tahunya lagi di-oral... oohhh... nikmatnya, terus pa... aahhh... aduh... kacian deh kelentit Ayu jadi sasaran terus... udah... ahh... papa...! Dengar nggak sih...! Entar Ayu klimaks nih... oohh... papa-papa... Ayu mau nyampe... nih!", Ayu berkeluh-desah minta aksi oral seks-nya segera dihentikan... tetapi tidak ada response maupun tanggapan dari 'papa'-nya ini...
Memang disengaja oleh Dharma, agar supaya ML pada sore hari menjelang malam ini menjadi sangat berkesan... sehingga sulit dilupakan Ayu nantinya.
"Aduuhhh... papa... sadis bener sih... oohhh nikmatnya... tapi gelinya ini... minta ampun... uugghhh... papa kan baik... denger nggak... papa..!", Ayu semakin berkeluh-desah kenikmatan sekaligus risih dengan rasa gelinya yang terasa mulai ngilu karena kelentit-nya jadi sasaran empuk dari ujung lidah Dharma yang kesat... "Papa... denger nggak...? Pokoknya nanti... besok-besok kita ML... Ayu dibantu tante... kalau perlu Asih... akan Ayu ikut sertakan mengeroyok habis-habisan papa... biar kapok... oohhh... gimana sih nih... terus papa...! Nikmat sekali... Ayu mau klimaks nih... aahhh... nyampe deh...!", Ayu tak sanggup berkata-kata lagi tubuh telanjangnya terhenyak diterpa gelombang klimaks yang dahsyat... <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> langsung melanda terpaan susulan berupa orgasme... yang spektakuler yang menguyur sekujur tubuh telanjangnya dengan kenikmatan senggama yang indah...
Dharma masih saja mengusap-usap dengan ujung lidahnya yang kesat pada kelentit Ayu yang membengkak merah... rencananya dia akan meneruskan oral seks ini sampai 30 detik kedepan... barulah dia melakukan penetrasi palkon-nya, mendekati saatnya tiba, buru menyeka wajahnya dengan pakaian sekena jangkauan tangannya kali ini kaos oblong Ayu dipakai untuk menyeka bersih dari muncratan-muncratan klimaks, setelah bersih... langsung memegang palkon-nya yang sudah membesar dan mengeras... diarah langsung kedalam lubang nikmat vagina Ayu yang legit...
Segera Dharma menindih tubuh telanjang Ayu, dan... menekan kencang dalam-dalam pinggul kekar kebawah... <bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis Dharma yang sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penisnya... dengan cepat masuk-keluar... masuk-keluar...
"Aduh papa bener-bener nikmat sekali rasanya... rehat sebentar pa... biar Ayu bisa meladeni nafsu papa lebih lama lagi... cabut dulu dong... atau... didiamkan saja didalam memek Ayu tapi... jangan disodok-sodokin dulu... ya... eh... papa dengar nggak sih... jawab kenapa...", kata Ayu sambil merajuk pada 'papa'-nya.
"Nggak pake berhenti dulu... entar kamu malah ketiduran lagi... pokoknya kalau sepur sudah jalan... berhentinya nanti kalau sudah sampai di stasion klimaks... sebentar lagi...!", kata Dharma bersiteguh tidak bisa ditawar lagi. Dharma tetap saja mengayun-ayunkan pinggul kekarnya dengan mantap.
Penis dengan palkon-nya yang besar masih saja bergerak mantap bagaikan gerak tangkai engkol sepur, bertenaga daya dorong maju kedepan... perlahan tapi pasti semakin mendekati... stasiun klimaks tak jauh... didepan sana.
Tapi Ayu sudah kelabakan... tubuhnya berguncang-guncang penuh kenikmatan... sepertinya dia sudah tidak mampu lagi menanggung 'dera-nikmat' ini...
Waktu ML termasuk dengan oral-seks sudah memakan waktu 30 menit, inilah saatnya bagi Dharma untuk tancap gas... sudah diperhitungkannya... mereka akan mencapai klimaks pada saat bersamaan...
Semakin cepat sodokan-sodokan penis tegangnya, tak tahan sudah Ayu menanggungnya lebih lama lagi...
"Papaaa...! Sampai... juga deh... Ayu... oohhh...!", Ayu mendesah dengan suara kencang...
Sama halnya dengan Dharma... "Nikmatnya kamu punya iniii...! Ayu sayaaannnggg...!".
<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>
<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>
Benar... sesuai dengan perhitungan Dharma... memperkirakan dengan jitu... mereka mencapai klimaks pada saat yang persis bersamaan waktunya... pengalaman inilah adalah sesuatu yang sukar sekali dilupakan oleh Ayu, dan baru kali ini Ayu merasakan betapa sangat nikmat ber-ML dengan seseorang yang memperhitungkan segala sesuatunya dengan sangat teliti...
Tidak cukup dengan terpaan nikmat dari klimaks saja yang melanda keduanya, tetapi... terjangan gelombang kedua yang lebih dahsyat menyusul dari orgasme yang spektakuler... yang diterima masing-masing orgasme kedua untuk Ayu dan orgasme tunggal yang diterima Dharma...
Segera Dharma menggulirkan tubuhnya kesamping kanan dari Ayu, berdua bertelanjang bulat terlentang paralel berdampingan... tiada kata-kata yang terucap, cuma sedikit dengusan deru napas yang semakin mereda... keheningan dalam kamar dari gerak... dihiasi kerikan jangkrik dari luar kamar diselingi satu-dua suara katak yang mengerok...
Kenikmatan dari masing-masing orgasme... semakin memudar... menguap hilang secara perlahan-lahan... lalu sirna seketika... meninggalkan bingkisan rasa puas yang mampu bertahan untuk beberapa hari kedepan...
Keduanya melanjutkan petualangan cinta masing-masing... yang sama sekali baru di alam negeri antah berantah... mudah-mudahan pada alam negeri sama... yang sangat misterius itu...
(Bersambung ke Bagian 4 - Perubahan Drastis Di Rumah Sarto)